Zian [END]

By aboutdee

2.1K 570 290

Ini tentang Zian Malika Adinata, gadis berusia 19 tahun yang berhasil tetap hidup setelah 8 tahun terakhir du... More

# Kolase Hidup Zian
1. Sebuah Kehilangan
2. Januari beserta lukanya
3. Sesak disudut ruang kamar
4. Dia dan keindahannya
5. Berusaha bertahan
6. Filosofi sebuah buku
7. Filosofi sebuah buku bagian 2
8. Berhenti atau Lanjut?
9. Sebuah Jawaban
10. Akhir sebuah keputusan
11. Kolase sebuah kenangan
12. Riuh sebuah pasar
13. Sepiring donat kentang
14. All about you
15. Bolos berkedok healing
16. Hujan dan Lukanya
17. Better not to know
18. Berdamai dengan kecemburuan
19. Hari biasa
20. Tiga Tahun Yang Lalu
21. 2022 dan Kultum singkat
22. Tahun baru - pasangan baru
23. Mengenang sebuah perpisahan
24. Bayangan Tentang Bapak
25. To Make Peace
26. Bertemu
27. Dipta dan perasaannya
28. Dipta dan Hujan
29. Hujan yang membawamu pergi
30. Every Second
31. Timeless
32. Dipeluk semesta
34. Untuk yang masih di Bumi
35. Sang Tokoh Utama
36. Kini Selesai [FINAL]

33. Jejak Tentangmu

36 6 0
By aboutdee

"
Aku pernah mencintaimu setiap hari, dan kini setiap hari aku akan merindukanmu
"

Song Recommended
Hug - Seventeen

________________

"Ta ... hari ini senjanya jelek soalnya nggak ada kamu di sini."

Duduk di atas rooftop rumah Dipta. Menikmati angin yang berhembus membuat rambut hitamnya berterbangan tanpa arah. Di tempat yang sama, waktu yang sama hanya berbeda suasana. Tidak ada lagi Dipta, tidak ada lagi senyum indahnya, tidak ada lagi tawa renyahnya, semua hilang bersama dengan tubuhnya yang sudah dipeluk semesta.

Rasanya masih tidak menyangka. Bahwa tatapan indah kemarin sore adalah sorot mata terakhir yang gadis itu lihat dari Dipta. Jika ia tahu, ia akan melarang Dipta pulang atau bahkan dengan senang hati gadis itu akan ikut dengannya. Tidak peduli jika tujuannya adalah dunia lain, karena jika ada Dipta ... Zian yakin semua akan baik-baik saja.

Belum genap 24 jam raga itu tak lagi bisa ia rengkuh. Masih terhitung 20 jam berlalu sejak ia tak lagi melihat senyum indah milik laki-laki itu, tapi rasa rindu juga kesepian sudah menyeruak masuk ke dalam hatinya tanpa aba-aba dan merusak semua tatanan yang sudah ditata rapi oleh laki-laki itu. Dipta yang menatanya dan dia juga yang memporak-porandakan semuanya.

Gadis itu ingin pergi dari sana, menjauh dan berlari ke tempat di mana tidak ada bayangan Dipta yang menggelayutinya. Tapi niat itu dia urungkan karena mengingat kilas balik apa yang diucapkan Dipta dulu.

"Zi ... kalau kamu mendapati sebuah kehilangan lagi. Aku mohon jangan pernah lari atau menghindar ya," tuturnya lembut.

"Kenapa?"

"Karena percuma juga raga kamu lari sampai ke ujung dunia tapi hatimu masih tertinggal di sini."

"Cara menikmati kehilangan paling bijak adalah dengan bersikap sebagaimana mestinya," lanjutnya.

"Tapi susah tahu, aku bahkan masih nggak terima sama kehilangan mama rasanya mau pergi aja yang jauh," sahut Zian.

"Justru karena itu susah pelajarannya nggak bisa kamu dapatkan ketika kamu lari gitu aja," sambung dengan penuh keyakinan.

"Nikmati aja setiap prosesnya, kalau mau sedih, sedih sewajarnya aja, mau ngeluh juga silahkan! nggak akan ada yang larang ... asalkan semuanya sesuai dengan porsinya," jelasnya.

Gadis itu memejamkan matanya yang sudah bengkak akibat tangis yang enggan untuk berhenti sejak kemarin. Terpaan angin sore yang seharusnya menenangkan jiwa tak bisa merubah apapun yang ia rasakan hari ini. Sesak juga sakit masih ia rasakan meski pasokan air matanya sudah menipis.

"Mbak?" panggil Dika yang baru saja naik. Gadis itu menoleh, lalu tersenyum tipis.

"Tahu password laptopnya abang nggak?" tanya bocah itu setelah berada di depan Zian.

Gadis itu sedikit berpikir, "Kenapa emang?"

"Nggak papa si, hp nya juga udah dibalikin sama polisi, kepo aja sama isinya tapi aku nggak bisa buka semua dikasih password," cicitnya.

Hati Zian bergetar bukan main mengingat pesannya pada Dipta yang sampai kapanpun tidak akan pernah didengar olehnya.

"Hpnya utuh?"

Dika mengangguk, "Ada ditasnya, barang-barangnya juga utuh cuma basah aja karena hujan."

Sakit bukan main menyadari bahwa hanya hal yang paling berharga yang menghilang. Sisanya masih utuh.

Zian menarik nafasnya berat berusaha menahan tangisnya, "Ayo!".

Dengan tangan yang bergetar Zian membuka pintu kamar Dipta. Aroma khas milik kekasihnya itu menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Aroma tubuh Dipta benar-benar melekat pada seisi kamar ini, terlebih baju dan celananya masih tergeletak tak berdaya di atas kasur dengan seprei kotak-kotak itu. Tanpa ia sadari, air matanya kembali menetes. Bahkan bayangan Dipta yang tertidur pulas dibalik selimutnya masih bisa Zian lihat. Wajah yang terpejam tapi masih akan bangun, bukan wajah yang terakhir kali ia lihat, wajah yang seolah menjadi buta dan tuli dengan isak tangis dan kacaunya orang disekitar.

Deretan pigura yang terpajang di dinding kamar, menampilkan senyum bahagia Dipta menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi, bahkan dengan sengaja pula laki-laki itu menempelkan foto Zian diantara foto-foto yang lainnya.

Atensinya beralih pada buku yang Zian belikan untuk Dipta bulan lalu sewaktu mereka ke Gramedia. Buku itu terbuka, ada beberapa coretan di dalamnya. Isaknya kembali jatuh begitu saja mengetahui bahwa Dipta benar-benar menghargai Zian.

"Dadaku sakit banget Ta ... hiks .. hiks ...," isaknya terduduk lemah disamping kasur yang kosong. Bayangannya sama sekali tak bisa lepas dari tubuh Dipta yang sedang tertidur pulas di sana.

Zian bangkit lalu duduk di meja belajar Dipta. Menatap satu persatu tumpukan buku yang sedikit berantakan karena sepertinya ia memang usai mengerjakan tugasnya. Kedua tangannya membuka laptop warna hitam milik Dipta. Linangan air matanya sama sekali tak berhenti, bahkan semakin deras ketika mengetahui foto Zian lah yang dijadikan wallpapernya dengan sebuah tulisan di bawahnya.

"Thank you for being in my life. Love you ♡"

"A-aku juga terimakasih karena bahkan disisa waktumu kamu gunakan untuk tetap mencintaiku," lirihnya disela-sela isak tangisnya.

Zian mengetikkan sesuatu di sana. Gadis itu ingat, bahwa Dipta menggunakan ulang tahun sang ayah disetiap password-nya. Ia tahu semua itu karena Dipta tidak pernah menyembunyikan sesuatu sekecil apapun itu. Bahkan Zian tahu ukuran celana dalamnya, milik Dika bahkan milik Bunda karena Dipta memang tipikal manusia yang selalu membicarakan semua hal random.

Matanya fokus pada setiap file disana. Tidak ada yang lain selain tugas-tugas dan PDF materi kuliah. Sampai akhirnya ia melihat file video baru, letaknya masih diantara file yang berantakan yang Zian yakini file itu baru saja dipindahnya.

Sesak juga perih kembali Zian rasakan. Rindunya berkecamuk menjadi satu dengan kekosongan hatinya. Sebuah video yang sepertinya memang sengaja Dipta rekam. Entah apa tujuannya Zian sendiri juga tidak tahu, yang jelas video itu diambil seusai Dipta menemani Very membuat dokumenter. Gadis itu membuka handphonenya lalu menyalin video itu ke dalam sana. Setidaknya kelak jika rindu itu tiba-tiba datang mengusiknya, ada bayangan Dipta dalam video itu yang mampu menjadi penenangnya.

Dika yang sedari tadi berdiri diam menahan tangisnya di balik tembok kamar memberanikan diri untuk masuk, "Bisakan mbak?"

Zian mengerjap lalu menghapus air matanya dengan kasar, "Bentar mbak non-aktifkan dulu password-nya."

"Password HP-nya apa?" tanya Dika sembari menyerahkan ponsel milik Dipta di atas meja.

"Tanggal lahir ayahmu .. semua password-nya itu, termasuk sosial media juga pin ATM-nya," sahut Zian sembari mengotak-atik laptop Dipta.

Dika terdiam. Bahkan dalam hidup Dipta hanya ayahnya lah tokoh favoritnya. Tokoh yang selama ini selalu hadir dalam setiap cerita-cerita yang ia sampaikan pada Zian dan teman-temannya. Hanya ayahnya lah yang mampu menjadikan laki-laki itu sebijak sekarang. Dipta sudah tenang, karena ia sudah bertemu dengan pahlawan favoritnya.

Dika duduk dipinggir kasur sembari melihat isi ponsel sang kakak, "Jika abang jadikan ayah tokoh favoritnya. Maka aku jadikan abang sebagai tokoh favorit ku."

Zian tersenyum tipis meski rasa sesak dan sakit masih menyelimuti seluruh hati dan pikirannya. Ia tidak tahu, jika ternyata Dipta adalah tokoh utamanya. Bukan hanya dalam hidup Zian, tapi dalam diri Dika, Bunda dan teman-temannya laki-laki itu adalah pemeran utamanya.

"Mbak Zian ada chat kakak ya?" tanya Dika sembari masih menatap ponsel milik sang kakak.

"Jangan dibuka ya!!" pinta Zian.

Dika mengangguk, "Nggak akan. Bahkan temen-temen kakak yang chat juga nggak aku buka kok."

"Dika keluar ya," imbuhnya lalu bangkit dan keluar dari kamar itu, meninggalkan Zian dan segala tentang Dipta disana.

Sorot matanya menatap setiap sudut ruangan ini. Semua tentang Dipta masih ada dan seolah laki-laki itu hanya sedang pergi keluar kota dan nanti pasti akan pulang. Tapi bayangan dimana tubuh Dipta perlahan-lahan masuk ke dalam liang membuat hatinya kembali teriris. Ia bahkan belum memikirkan bagaimana ia akan kembali hidup esok atau bahkan memikirkan bagaimana nanti ketika dunianya kembali runtuh dan tidak mendapati Dipta lagi, Zian masih menikmati dukanya tanpa memikirkan cara untuknya bangkit kembali.

Bahkan ketika satu persatu kebenaran tentang Dipta ia ketahui. Rasa rindu juga sesaknya semakin menusuk-nusuknya. Dipta memang memberinya tempat untuk tinggal, tapi ia tidak menjelaskan bagaimana ia harus tetap bertahan jika rumahnya itu runtuh tak tersisa lagi.

Sebuah kardus sepatu yang Dipta simpan di dalam laci meja belajarnya menarik perhatian gadis itu. Zian memang sering masuk ke dalam kamar ini, tapi ia tidak pernah sekalipun menyentuh apapun yang ada di dalamnya. Dan kini, Bunda sudah menyerahkan semua atas milik Dipta pada gadis itu. Karena bunda tahu, Dipta juga tidak akan pernah keberatan dengan itu.

Sorot matanya menjadi serius ketika melihat beberapa buku dan sobekan kertas yang sudah nampak kusut. Buku itu berukuran sedang dan sepertinya ini adalah hal pribadi milik Dipta yang hanya laki-laki itu ketahui. Melihat bagaimana Dipta menyimpannya dalam sebuah kardus bekas sepatu sebagi tempat penyamaran.

Lembar demi lembar ia baca. Semua tentang apa yang laki-laki itu rasakan ada di dalamnya. Bahkan bagaimana Dipta menyukai Zian meski gadis itu selalu enggan untuk bermesraan seperti pasangan lainnya ia tuliskan di sana. Tentang sebuah mimpi dan harapan mengenai alasannya memilih FKG yang ternyata salah pencet, atas niatnya untuk terus mendukung impian sang adik juga tentang donat kentang buatan bunda favoritnya, bahkan ketiga temannya turut ambil adil dalam isi buku itu.

Buku dengan cover tulisan 'Dream It - Wish it - Do it' membuat Zian mengerti dan mengetahui lebih tentang Dipta. Dan untuk yang kesekian kalinya Zian mengatakan.

"Semakin aku mengenalmu, semakin aku jatuh cinta denganmu."

Ia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit kamar yang nampak sunyi dan sepi. Alunan tahlil yang menggema di luar kamar membuat jiwanya kembali bergetar. Ia melangkah membuka jendela, terduduk di bawah sana sembari menatap langit malam yang nampak buram dipandangnya.

Sebuah pelukan hangat yang Zian dapatkan terakhir kali adalah penyesalannya. Bagaimana bisa Dipta masih memberikan peluk hangatnya ketika Zian sama sekali tidak pernah bisa mengertinya, bagaimana bisa laki-laki itu memberinya cinta yang tulus ketika keinginan juga harapannya tidak bisa Zian penuhi.

"Ta ... aku jahat banget!!" rutuknya pada dirinya sendiri dengan tangis yang enggan untuk terhenti.

"Ta ... maafin aku hiks ... hiks ..." ringisnya

Zian mendongak, menyandarkan kepalanya pada tembok kamar Dipta, "A-aku berusaha untuk ikhlas ta-tapi ... Aku nggak bisa!"

"Ma-maafin aku ... a-aku harus apa tanpa kamu Ta?" Dadanya semakin bergemuruh hebat, mencabik-cabik hati dan perasaannya secara bersamaan.

Dipta memberinya pelukan hangat, tapi lagi-lagi ia tidak menjelaskan cara jika pelukan itu terlepas. Sama seperti bagaimana sebuah burung memberikan sarang yang hangat pada burung lain yang tidak bisa terbang, tapi ia lupa menyediakan pangan di dalamnya. Dengan perlahan, ia akan mati dengan rasa lapar yang beradu dengan kehangatan itu.

Satu persatu kenangannya dengan Dipta terputar kembali. Dari awal gadis itu berdiri seperti manusia gila yang memberikan separuh payungnya pada laki-laki tak dikenal, mendorong motor bersama dihari pertama masuk kuliah bahkan tidak peduli dengan sinar matahari yang bersinar terik hari itu, bahkan kilas balik ketika Dipta menciumnya di rooftop rumah berlatar belakang senja yang indah.

Pertama mendapat sebuah kehilangan ia berusaha ikhlas. Lalu ia dapatkan sebuah kehilangan lagi, itu yang artinya ia harus lebih ikhlas lagi. Karena dia sadar itu adalah bagian dari pendewasaan. Pertanyaannya, berapa kali kehilangan lagi supaya ia sepenuhnya dianggap menjadi dewasa?









Bersambung ....


Zian pasti bisa bangkit kan? 🥺

Baik-baik di sana anak kesayangannya author 🥺

Salah satu tulisan dalam buku milik Dipta🙂

Continue Reading

You'll Also Like

129K 11.8K 47
❝Untukmu, yang menyimpan banyak rahasia.❞ *** Sasha Almeera Resta, gadis gigih dan periang yang kini menetap di SMA Rajawali. Misi Sasha adalah mengu...
1.8M 175K 62
JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan...
4.7K 312 52
Seorang Gadis yang bernama Gravitasi Aurorasia Lackenzie yang hidupnya yang sangat begitu rumit akhir-akhir ini. Timbul sebuah kesalahpahaman sejak a...
3.2K 612 36
[1] Sorry, I'm not romantic a story by : risfaazzahra Nea adalah seorang gadis yang tergila-gila dengan karakter tokoh fiksi. Setelah dirinya mengen...