Fraternal

By rubymatcha

271K 43.2K 5.7K

Tidak ada kata selamanya dalam dunia ini. Baik pertemuan ataupun perpisahan. Karena pada akhirnya, ada saat d... More

00. Their Life
01. Minimarket
02. Dinner
03. School
04. Social Caste
05. Club
06. Aid
07. Fray
08. Phobia
09. Problem
10. Presence
11. Apologies
12. Complement
13. Recall
14. Plan
15. Confide
16. Drunk
17. Suspicion
18. Trouble
19. Devil
20. Bicker
21. Offer
22. Rampage
23. Slap
24. Conversation
25. She Knows
26. Look For
27. The Past
28. Discover
29. Remorse
30. Realized
31. Trying To Fix
32. Why
33. Improve
34. Second Chance
35. The Truth
36. Responsible
37. Undecided
39. Spent Time
40. Start Of Game
41. Crestfallen
42. Cigarettes and Liquor
43. Grace and Punishment
44. "I can't remember anything."
45. Threat
46. The Show
47. Her Game
48. Chaos
49. That Night
50. Guilty Feeling
51. Something Happened

38. Worries

5.3K 873 99
By rubymatcha

Rosé berdecak setelah mendapat hasil berupa sejumlah angka dari termometer ditangannya "Suhu tubuh mu mencapai 39,2 Celcius, kita ke rumah sakit sekarang. Aku khawatir—"

"Hey, tidak perlu! Berikan saja aku obat penurun panas. Lagi pula kita masih harus sekolah besok." Sanggah Lisa tetap pada pendiriannya.

"Kenapa kau tiba-tiba bersemangat tentang sekolah? Biasanya kau selalu mencari alasan untuk telat atau bahkan membolos sekolah."

Lisa menggaruk kepalanya yang tak gatal
"I-itukan dulu."

"Jika kau sudah tahu besok harus sekolah, kenapa kau pulang dengan keadaan basah terguyur hujan? Kenapa kau pergi dengan motor bukannya mobil?!"

"Sudah terjadi juga Rosé! Kenapa kau harus memarahi ku." Protes Lisa mengalihkan pandangannya.

"Siapa yang marah? Aku hanya bertanya pada mu!"

'"Lihat! Nada bicara mu tinggi seperti itu, jika bukan marah namanya apa?" sahut Lisa tak mau kalah.

Gadis bersurai blonde itu berkaca pinggang "Ini namanya khawatir Uhm Lisa! Kau pulang dengan keadaan basah kuyup dan demam seperti ini, apa kau pikir aku tidak akan khawatir?"

Melihat Kakak kembarnya yang nampak tak akan mau kalah dan berhenti mengomel, Lisa pun mulai mengeluarkan keahliannya
"Awh kepala ku pusing."

"Kepala mu sakit?" nada bicaranya melembut dan terdengar khawatir.

"Oh, rasanya sakit setelah kau terus memarahi ku." Raut wajah Rosé berubah jengkel. Gadis itu meraih sebuah bantal dan melemparkannya pada Lisa.

"Awh, Sakit!" pekiknya pada Rosé.

Menyadari jika Kakak kembarnya itu kesal, Lisa kembali mengeluarkan rayuan andalannya "Chaeyoung~ah sakit..."

Bungsu Uhm itu bersorak dalam hati saat mendengar tarikkan nafas pasrah dari Rosé "Maka itu ayo ke rumah sakit."

"Tidak mau. Aku hanya demam." Tolak Lisa entah untuk yang keberapa kalinya.

"Tadi kau bilang pusing." Koreksi Rosé membuat Lisa bergelayut manja padanya.

"Eoh, aku juga pusing karena kau memarahi ku."

"Siapa yang memarahi mu---" kalimat Rosé tertahan saat jari telunjuk Adiknya itu teracung didepan wajahnya.

"Lihat! Nada bicara mu meninggi, itu namanya marah. Jika ingin aku cepat sembuh berhenti mengomel."

Jika sudah begini gadis bersurai blonde itu hanya bisa pasrah "Senyum Uhm Chaeyoung!"

"Sudahlah---"

"Jika kau tidak mau tersenyum berarti kau masih marah pada ku." tukasnya membuat Rosé mau tidak mau mengembangkan senyumnya.

Lisa tersenyum puas setelah mengerjai Kakak kembarnya itu "Aku lapar."

"Arraseo, akan ku suruh maid untuk---"

"Aku ingin makan masakkan mu!" sergah Lisa membuat Rosé mengeram menahan kesal.

Terkadang gadis bersurai blonde merasa kewalahan menghadapai sikap manja luar biasa Adik kembarnya "Aku yang memasaknya tadi, hanya saja aku menyuruh maid untuk menghangatkannya saat kau mandi."

"Benar kau yang memasak---" kata-kata Lisa terputus setelah melihat wajah Rosé yang nampak begitu gelap dan menyeramkan.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" Seru Rosé menyahuti ketukan pintu.

Seorang pelayan dengan seragam itu datang menggiring sebuah nampan berisi bubur dan beberapa botol obat-obatan.

"Cepat makan dan minum obat mu." Lisa mencekal tangan Rosé yang hendak pergi.

Saat berhasil mendapatkan perhatian sang Kakak, Lisa menyengir lebar "Suapi aku."

"Arraseo, buka mulut mu!" Sesuap bubur itu masuk kedalam mulut Lisa dengan aman. Tapi saat Rosé siap melanjutkan suapannya Lisa menolak.

"Hambar!" Pekiknya menjauh.

"Aku mengurangi bumbu perasanya agar kau cepat sembuh. Cepat makan, jangan rewel!" Sepertinya Lisa tak bisa lagi menggunakan rayuan mautnya untuk menggoda Rosé.

Saat sedang menikmati suapan Kakaknya itu, Lisa dikejutkan dengan mangkuk bubur yang tiba-tiba saja terlepas dari tangan Rosé.

"Akh!" Lisa memekik saat cipratan bubur panas itu mengenai lengannya.

Tapi tidak dengan Rosé yang justru memejamkan matanya karena kepala dan telinganya yang mendadak terasa nyeri "Eomma, Rosé juga ingin di suapi."

"Uhm Chaeyoung!" Teriak Lisa menarik kembali kesadaran Kakak kembarnya.

"Astaga! Lisa sungguh maafkan aku. Aku tidak bermaksud melukai mu." Panik Rosé mulai menyeka cipratan bubur itu dari lengan Adiknya.

"Rosé kau—"

"Akan ku ambilkan ice bag, tunggu!" Lisa mengernyit menatap kepergian Rosé.

Kakaknya itu terlihat ketakutan dan panik, bahkan entah sadar atau tidak Rosé bahkan menangis sejak tadi.

****

Air itu dibiarkan mengalir, sedangkan Rosé justru hanyut dalam lamunannya. Mengabaikan tangannya yang memerah karena melepuh.

"Belakangan ini aku selalu mendapatkan ingatan asing saat melakukan sesuatu yang berhubungan dengan Lisa."

"Nona, ini ice bag yang anda minta." Tegur seorang maid.

Rosé berbalik dan tersenyum kikuk
"Tolong berikan itu pada Lisa. Bersihkan juga tumpahan bubur di kamarnya, aku akan naik sebentar lagi."

Setelah pelayan itu lenyap di ambang dapur, Rosé beralih pada tangannya. Gadis itu sedikit mengerang, ia baru sadar jika bubur panas itu tumpah ke tangannya saat sudah berada di dapur.

"Ck, aku harus apa jika Lisa tahu bahwa semua ini terjadi karena kesalahan ku?" Gerutu Rosé menyisir rambutnya frustasi.

Putri ketiga Uhm itu menopang keningnya dengan tangan, membiarkan seluruh wajahnya tertutupi oleh rambut panjangnya yang menjuntai.

"Aku tak siap jika Lisa membenci ku." Rintihnya membatin.

Punggung kurusnya itu bergetar saat Rosé mulai menangis "Chaeyoung~ah..."

Rosé tak mengindahi panggilan Adiknya itu. Dirinya terlalu malu sekedar menatap wajah Adiknya "Kenapa menangis sendirian di sini?"

Rosé bisa merasakan tangan hangat Adik kembarnya itu menyentuh bahunya lembut "Hey, Rosé— lihat aku!"

Lisa menjulurkan tangannya meraih dagu Rosé yang terasa basah "Ini kecelakaan, kau tidak sengaja menumpahkan bubur itu dan mengenai ku. Berhenti menangis."

"Aku melukai mu." Balasnya masih enggan menatap Lisa.

Padahal dari apa yang Lisa lihat sekarang, dibandingkan dengan beberapa bercak merah di lengannya. Kulit tangan Rosé justru terlihat melepuh dan merah.

"Kemarilah." Bungsu Uhm itu melembut, ia tarik tubuh bergetar Rosé masuk dalam pelukannya. Bahunya itu perlahan mulai basah karena air mata Rosé.

"Kau tidak melukai ku. Aku tidak akan marah atau menjauhi mu lagi, aku janji."

****

Jennie dan Jisoo terduduk dengan perasaan berkabut. Album foto di pangkuan mereka itu nampak menimbulkan sesak, padahal senyum itu merekah dengan lebar di wajah 4 gadis yang nampak tengah bermain di pesisir pantai.

"Itu di ambil saat Lisa dan Rosé masih usai 3 tahun. Keluarga kita begitu hangat dan harmonis saat itu."

Sorot kesenduan itu menusuk tajam kedua gadis kembar dengan rambut pirang di dalam foto "Kalian terlalu kecil untuk mengatahui masalah yang terjadi di antar kami."

"Tapi kenapa Sangeun Imo tega melakukannya?" heran Jisoo yang masih tak mengerti jalan pikir Adik kembar dari Ibu-nya itu.

"Imo mu tak sepenuhnya salah. Sebenarnya dia adalah orang pertama yang mengenal Ayah mu dibanding Eomma. Tapi Ayah mu itu justru jatuh cinta dan menikah dengan Eomma."

Jisoo menggeleng tak habis pikir "Eomma, kalian itu kembar identik. Bagaimana Appa bisa jatuh cinta pada mu tapi tidak dengan Sangeun Imo?"

"Itu berarti Appa tidak memandang fisik." Sahut Jennie mengudarakan pendapatnya.

"Selain karena faktor itu, Nenek kalian juga terlalu mendesak Sangeun Imo untuk segera menikah,"

Jiah menghela nafasnya berat, mengingat masa awal pernikahannya sangat membuat batinnya tersiksa. Di satu sisi ia merasa kasihan dengan sang Adik, tapi di lain sisi ia juga merasa begitu marah dengan apa yang Adiknya itu perbuat.

"Bayangkan bagaimana perasaan Imo mu saat itu. Di saat ia tengah terpuruk karena melihat pria yang ia cintai justru mencintai dan menikahi Kakak kembarnya, Ibu kami malah mendesaknya untuk segera menikah."

Jennie dan Jisoo mengangguk bersamaan, mendengarnya saja sudah terasa begitu menyakitkan apa lagi Sangeun yang menjalankannya.

"Eomma melakukan kesalahan karena membawa kalian kabur begitu saja dan menelantarkan kedua Adik kalian. Maka itu Eomma ingin memperbaiki semua ini,"

Tangan Jiah terulur menggenggam jemari kedua putrinya erat "Kalian maukan membantu Eomma memperbaiki hubungan kita?"

"Tapi yang mengganjal pikiran ku adalah Appa merupakan orang ternama di Korea Selatan, bagaimana jadinya jika orang tahu tentang hal seperti ini?"

Jisoo mengangguk setuju "Benar, apa yang akan mereka pikir dan katakan jika tiba-tiba saja Appa mempublikasikan istrinya dengan nama yang berbeda serta 2 putri kembarnya yang tak pernah terdengar setelah 12 tahun?"

"Untuk itu serahkan pada Eomma dan Appa. Kalian hanya perlu fokus pada sekolah dan kedua Adik kalian, mengerti?"

Sepasang Kakak kembar itu mengangguk patuh "Mulai sekarang, kita harus kembali mempererat sesuatu yang sempat renggang di antara kita."

****

Jennie mengeram kesal pada Jisoo yang pergi lebih dulu ke sekolah dan meninggalkannya "Diakan bisa membangunkan ku!"

"Siapa suruh kau bangun telat." Sahut seseorang menghentikan akhtifitas Jennie.

Jennie menjulurkan kepalanya melewati pembatas tangga. Mata kucingnya melebar setelah mendapati sepasang mata hazel itu tengah menatapnya dengan senyum sinis.

"Cepat, Adik mu sudah menunggu dari tadi." Tegur Jiah yang datang dengan sepiring roti.

"Kenapa dia ada di sini?" ketus Jennie setelah menetralkan wajahnya.

"Rosé dan Lisa datang untuk mengajak kalian berangkat ke sekolah bersama. Tapi karena kau belum bangun dan Kakak mu itu sedang di buru tugas, jadi Rosé dan Jisoo berangkat lebih dulu."

Jennie berdecak samar, padahal niatnya ingin menghindari Lisa dalam beberapa saat guna meyakinkan hatinya yang masih dalam ambang kegundaan.

Tapi kenapa takdir seolah tak menyetujui keputusannnya itu "Ayo jangan lama, nanti kita terlambat."

Walau hati dan bibirnya menggerutu tapi kaki mungilnya itu tetap melangkah mengekori sosok Adik bungsunya "Hati-hati di jalan mengerti? Jangan sampai kejadian waktu itu terulang."

"Tunggu," Jennie mengenyit pada Jiah dan Lisa secara bergantian.

Fokusnya jatuh pada motor hitam kesayangan Adiknya itu "Jadi... pengendara motor yang waktu itu menabrak Eomma adalah Lisa?!"

"Adik mu tidak sengaja, Jennie—"

"YA! Dasar bocah kurang ajar, tega-teganya kau menabrak Ibu kandung mu sendiri!" Maki Jennie dengan wajah memerah.

"Mana ku tau itu Eomma—"

"Lantas? Jika bukan Eomma mu akan kau tabrak begitu?!"

Lisa berdecak samar, urusannya akan semakin panjang jika ia terus meladeni Kakaknya itu "Aku sudah minta maaf pada Eomma. Aku juga sudah menyesali perbuatan ku, lalu aku harus apa lagi?"

"Sudahlah, lagi pula sudah berlalu. Kedepannya Adik mu sudah berjanji akan lebih berhati-hati."

Jennie mendumal dalam hati, Ibunya itu pasti akan sering membela Lisa kedepannya nanti. Jika Jiah sudah angkat bicara Jennie tak akan bisa membantah.

"Cepat berangkat, sudah siang!" Sergahnya menaiki motor besar itu lebih dulu.

Lisa melempar senyum penuh makna pada Jiah yang ikut tersenyum "Hati-hati, Okay?"

"Berpegangan!" Titah Lisa yang mendapati kedua tangan Kakaknya itu tak merangkul pinggangnya.

"Sudah cepat jalan!"

Motor hitam itu perlahan melaju dengan kecepatan sedang, mata hazel itu tak berhenti melirik sosok Jennie yang membisu di kursi belakang "Aku menyuruh mu untuk berpegangan."

"Bawa saja motornya dengan benar, aku lebih tua dari mu jadi berhenti memerintah ku."

Bukan Lisa namanya jika gadis itu mudah menurut. Jemari panjangnya itu dengan jahil menarik pedal gas lebih dalam, menimbulkan sedikit kejutan yang membuat Jennie dengan terpaksa memeluk tubuh Adiknya itu.

"Tak bisakah kau mengendari motor dengan benar?!" sentak Jennie dengan nada tinggi.

"Aku sudah menyuruh mu untuk berpegangan. Salah mu jika nanti kita berakhir di rumah sakit." gadis berponi itu menyeringai dibalik helm full face-nya.

****

Dalam waktu senggang menunggu sang Kakak, Rosé memilik untuk berkeliling sejenak. Kerumunan Siswa yang memenuhi mading itu nampaknya berhasil menarik perhatian Rosé.

"Kurasa Naeun juga yang akan mengisi Pentas Musical pekan ini, seperti tahun-tahun biasanya." kalimat itu melantun tajam menusuk mendengaran Rosé.

Sorot matanya menyendu mendapati poster Pentas Musical yang selalu di adakan setiap tahunnya di sekolah "Tak akan pernah ada lagi piano dan nyanyian di rumah ini, mengerti!"

"Hey, ku dengar Rosé pandai bernyayi, dia juga memiliki beberapa piagam juara 1 sebagai Pianis. Tapi kenapa dia tidak pernah tampil di sekolah?"

Jisoo yang semula berniat menghimpiri Adiknya itu perlahan memperlambat langkahnya. Dapat ia lihat dengan jelas wajah murung Rosé yang terdiam di depan papan mading.

"Mungkin hanya berita palsu. Jika benar, kenapa Tuan Kijoon tak pernah mempublikasikannya? Semua orang pasti akan tau jika salah satu putri kembar dari Konglomerat Uhm Kijoon adalah seorang Musisi."

"Seorang Konglomerat juga memiliki privasi." kedua gadis itu menoleh terkejut pada Jisoo sebelum akhirnya pergi begitu saja.

"Bermainlah, bungkam mulut mereka semua dengan talenta mu."

Rosé tersenyum masam "Appa tak akan merestuinya."

"Aku yang akan bicara pada Appa." gadis bersurai blonde itu memutar kepalanya menghadap Jisoo yang memasang raut wajah serius.

"Apa mungkin? Aku bahkan tak yakin jika jemari ku ini masih dapat berfungsi dengan benar diatas tuts piano nantinya."

Usapan lembut itu menyapa bahu kurus Rosé "Bermainlah pekan ini, demi Aku, Jennie dan Lisa."

****

"Lihat! Kita terlambat karena kau tak mau berpegangan!" tuding Lisa pada Jennie yang berdiri beberapa langkah didepannya.

Gadis bermata kucing itu mendelik pada Lisa "Tak ada hubungannya! Kau saja yang tidak benar mengendarai motor!"

Lisa terkekeh jahil, sebenarnya mereka tak akan dihukum sekali pun mereka datang 5 menit sebelum jam pulang sekolah. Tapi gadis banyak akal itu gemar sekali menjahili Kakaknya agar dapat mendapatkan sedikit perhatian dan waktu Jennie.

"Ck, ini semua karena mu tau?!" gerutu Jennie dengan mata menyipit dan keringat yang bercucuran.

Mata hazel itu terus mengamati Jennie dengan wajah datar, sampai hati dan pikirannya itu mulai memerintah tubuhnya untuk bergerak menghalangi sinar matahari yang menyorot pada Jennie.

"Apa yang kau lakukan?" bingungnya menatap tubuh tinggi Lisa dihadapannya.

"Aku tak mungkin menggeser panasnya matahari, lebih mustahil lagi jika aku menyuruh mu pindah. Jadi satu-satunya yang bisa ku lakukan adalah menghalangi sinar matahari menyorot pada mu."

Wajahnya tak berekspresi, nada dan suaranya datar, tapi kenapa kalimat yang keluar dari mulutnya itu justru membuat hati Jennie menghangat?

"Eonni..," serunya pelan.

"Ini yang akan selalu aku dan Rosé lakukan untuk kalian. Sekalipun kalian tak mau menganggap kami sebagai seorang Adik."

Jennie menunduk, entah mengapa ia merasa begitu bodoh dan bersalah. Bukankah seharusnya kalimat itu keluar dari mulutnya sebagai seorang Kakak? Kenapa justru sebaliknya?

"Bagaimana pun keputusan kalian pekanan ini— aku akan berusaha menerimanya. Aku, Rosé dan Appa tak akan pernah lelah menanti kalian kembali ke rumah... Eonni."

Fraternal
Jakarta, 27 Maret 2022

Note :

Hi-Hi🖐🏻 masih ada penghuninya gak nih? Spesial untuk ulang tahunnya si bontot. Tapi kalo yang ini gak rame, gw bakal update lagi setelah BlackPink comeback. See you next chap and have a nice day🖐🏻

Continue Reading

You'll Also Like

70.2K 14.5K 161
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
99K 11.9K 37
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
82.2K 12.5K 17
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
51K 5.5K 20
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...