***
My Brother
Written By HwangFitri_
Instagram @itssfitri_
***
"In your dream!" sinis Rexi saat mendengarkan ajakan balikan Anggara seperti mengajak untuk membeli permen saja.
"Ck! Buat apaan nolak gue sampai segitunya, sih, Rex? Lagi pula, papa lo tahu siapa gue dan dia kenal banget sama gue. Itu gampang, kan?" ujar Anggara.
Rexi tersenyum sinis, lalu meludah ke sembarang arah.
Rexi berdiri dari posisi duduknya dan berniat untuk meninggalkan mantan kekasihnya itu sendiri, tetapi dengan cepat pergelangan tangannya ditahan oleh Anggara.
"Mau ke mana?" tanya Anggara. Alisnya terangkat tinggi.
Rexi menatap pergelangan tangannya yang dipegang oleh Anggara.
"Lepasin tangan lo dari sana!" tegas Rexi sambil menatap Anggara dengan tajam.
"Gimana kalau gue enggak mau lepasin? Udah gue pegang, soalnya," ujar Anggara menantang.
"Lepas!" teriak Rexi emosi sambil memberontak agar dia bisa lepas dari Anggara.
"Enggak!" tegas Anggara juga sambil mengeratkan pegangannya pada pergelangan tangan Rexi.
"Lepasin gue, Bangsat!" teriak Rexi.
"Gue bakalan lepasin lo dengan satu syarat. Peluk gue!" tantang Anggara.
Rexi seketika berhenti memberontak saat mendengarkan tawaran dari Anggara. Dia tersenyum tipis.
"Peluk lo?" Rexi terkekeh.
"Sorry, gue bukan anjing jalanan yang sekali dikasih tulang langsung patuh sama lo," ujar Rexi sarkas.
Anggara menggertakkan giginya dengan emosi saat mendengarkan ucapan Rexi.
Anggara dengan cepat berdiri dari duduknya, membuat Rexi mengangkat sebelah alisnya.
"Enggak usah banyak bacot. Langsung aja!"
Usai mengatakan hal itu, Anggara langsung dengan cepat menarik Rexi ke dalam pelukannya.
Anggara memiringkan kepalanya dan berniat untuk mencium bibir Rexi, tetapi seseorang berdeham dari belakang mereka.
"Ekhem!"
"Al!" teriak Rexi kaget.
Entah kekuatan dari mana yang didapat oleh Rexi, saat sekali mendorong Anggara, pria sialan itu langsung memberi jarak di antara mereka berdua.
"Hum?" Al mengangkat sebelah alisnya dengan tinggi.
Anggara tersenyum menyeringai. Situasi yang sangat bagus karena Al melihat posisi ambigu yang dia lakukan kepada Rexi.
"Uhm ... Adegan apa yang baru aja gue lewatin?!" tanya Al dingin sambil tersenyum tipis.
"Ini enggak seperti sama apa yang lo pikirin, Al!" seru Rexi membela sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Emangnya, lo tahu sama apa isi pikiran gue?" tanya Al sinis.
Anggara tersenyum menang saat mendengarkan jawaban dan nada suara Al. Dia yakin kalau pria itu sudah salah paham dengan posisinya dengan Rexi.
"Uhm ... Lo udah lihat sama apa yang gue sama Rexi lakuin, kan?!" sinis Anggara.
"Jadi, lo bisa menyimpulkan sendiri sama posisinya, kan?" lanjut Anggara lagi penuh kemenangan.
Al tersenyum tipis.
Perlahan Al berjalan mendekati Anggara, lalu dia tiba-tiba membersihkan kerah kemeja yang digunakan oleh Anggara.
"Kayaknya enggak bagus kalau bekas kulit pacar orang tersisa di kerah jas lo," ucap Al santai.
Beberapa detik berikutnya Al mendorong Anggara dengan kuat dan hampir saja membuat Anggara terjatuh di atas lantai kalau dia tak bisa menjaga keseimbangan.
Rexi kaget dengan perlakuan Al kepada Anggara.
"Sayangnya, gue tahu sama apa yang lo lakuin sama Rexi, dan apa yang Rexi lakuin sama lo," ucap Al datar, tapi bibirnya tersenyum meledek.
Anggara mendecih. Al ternyata Al tahu kejadian sebenarnya.
"Ck! Pengecut! Lo bersikap kasar dan memaksa saat lo cuma berdua sama Rexi. Sekali di depan mama gue, lo mati kutu dan bersikap seolah-olah kalau lo adalah malaikat yang diturunkan dari langit!" sinis Al menyindir Anggara yang punya dua muka.
Al terkekeh kecil.
"Sorry my bro, cara main lo yang kayak gini udah terlalu kuno dan mudah ketebak sama gue," ujar Al santai.
"Sialan!" umpat Anggara pelan.
"Jadi, Al enggak salah paham sama gue sama Anggara? Syukurlah, setidaknya masalah gue sama Al enggak nambah," batin Rexi bersyukur di dalam hatinya.
Rexi menghela napas lega.
"Bagus kalau lo keluar sekarang sebelum tangan gue yang bergerak buat seret lo keluar dari sini!" ucap Al memperingati.
Anggara mendecih pelan, lalu dia duduk dengan santai di atas sofa.
Rexi menatap Anggara dengan geram. Pria itu benar-benar membuat darahnya naik dengan tinggi.
"Selagi gue masih punya tameng, buat apa gue takut?" ujar Anggara santai.
"Pengecut lo! Lo mati kutu kalau cuma sendiri doang dan bergerak karena ada tameng! Pengecut lo!" sinis Rexi.
"Mending lo berhenti aja jadi cowok! Potong kemaluan lo!" sinis Rexi.
"Gue enggak perduli sama apa kata lo. Mau lo bilang gue pengecut atau sejenisnya, gue enggak perduli," ujar Anggara.
"Yang harus lo tahu kalau peluang gue buat rebut lo dari Al itu enam puluh persen," lanjut Anggara sambil tersenyum menyeringai.
Al mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kuat saat mendengarkan ucapan Anggara. Emosinya benar-benar dipermainkan oleh Anggara.
"Cih! Walaupun lo bilang ada enam puluh persen, itu cuma angka aja buat lo. Karena satu persen pun gue enggak ada niat buat mau sama lo!" sinis Rexi.
"Emangnya, lo enggak mikir gimana perasaan gue sama Al kalau gue harus nikah sama cowok yang bukan ayah kandung dari anak yang gue kandung ini?!" Tanya Rexi.
"..."
"Sekarang, lo pergi dari sini sebelum gue benar-benar muak lihat semua drama lo ini!" perintah Rexi emosi.
"Nak Anggara."
Seketika semua melirik ke arah sumber suara yang ternyata itu adalah suara Barack yang baru saja datang.
"Halo, Om," sapa Anggara sopan.
Diam-diam Anggara melirik ke arah Al dan Rexi yang tampak menatap dirinya dengan sinis.
"Sejak kapan kamu datang ke sini?" tanya Barack.
"Saya dari tadi ada di sini kok, Om. Hanya saja, saya tidak diperlakukan layaknya tamu di sini," jawab Anggara menjelaskan tanpa ditanya.
"Sialan!" umpat Al emosi.
"Drama apaan lagi yang mau lo karang, sih, Ra?!" tanya Rexi yang benar-benar sudah muak dengan Anggara.
"Rexi!" seru Barack memperingati sang anak.
"Pa! Dia itu cuma main drama doang!" seru Rexi.
"Waktu papa belum datang, dia melawan ke sana sini kayak pahlawan ngebela korbannya. Tapi, setelah papa datang? Cih! Dia main drama!" sinis Rexi.
"..."
"Rexi Alexa!" seru Barack.
"Bodoh amat deh, Pa. Urusin tuh!" kesal Rexi.
Rexi berlalu pergi sambil menarik Al dari sana. Al terkekeh meledek ke arah dua orang itu, dia bahkan mengedipkan sebelah matanya untuk Barack dan Anggara yang sama-sama emosi.
Barack yang merasa malu kepada Anggara memilih untuk minta maaf dengan cepat kepada orang itu.
"Maafkan Rexi. Mungkin, ini memang hal yang dia lakukan karena kalian masih seperti orang asing," ucap Barack.
"Tidak apa-apa selagi Rexi nanti akan tetap berakhir menjadi istri saya," ucap Anggara.
"Ya. Saya akan memastikan kalau Rexi akan menjadi istri kamu!" kata Barack sungguh-sungguh.
Anggara menganggukkan kepalanya.
"Saya anggap, ucapan kamu ada pekerjaan tuan Barack Maxis. Anda benar-benar sangat profesional," ujar Anggara.
"..."
Barack hanya tersenyum tipis untuk menanggapi ucapan Anggara.
- To Be Continued -