GISTARA (END)

By Nisliha

368K 24.1K 2.6K

Kejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
CAST
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48
Bab 49
Bab 50
Bab 51
Bab 52
Bab 53
Bab 54
Bab 55
Bab 56
Bab 57
Bab 58
Bab 59
Bab 60
Bab 61
Bab 62
Bab 63
Bab 64
Bab 65
Bab 66
Bab 67
Bab 68
Bab 69
Bab 71
Bab 72
Bab 73
Bab 74
Bab 75
Bab 76
Bab 77
Bab 78
Bab 79
Bab 80
Bab 81
Bab 82
Bab 83
Announcement
Bab 84
Bab 85
Bab 86
Bab 87
Bab 88
Bab 89 (END)
INFO
Special Part

Bab 70

3.5K 261 83
By Nisliha

Jangan lupa follow dulu ya sebelum membaca.

Follow juga akun :
Ig : @nis_liha
@wattpadnisliha

Tiktok : wattpadnisliha

-----

"Jika nyawa tidak bisa dibalas dengan nyawa. Maka, jangan harap hidup bisa tenang di dunia."

~Gistara Arabhita

"DIA KETUA BALAPATI YANG AKAN MEMIMPIN KITA MALAM INI!" seru Devan menyeringai. Merasa puas sudah mampu memainkan ketegangan untuk Gandaruka.

Dia juga sudah sedikit lega karena Anika dan Rania saat ini sudah berada di Magenta dan Kaivan.

"D-dia... ketua Balapati?" beo Janu memfokuskan pandangannya pada sosok itu.

"Siapa, Bang?" tanya Ganes ikut mengamati sosok yang kini tengah meletakkan busur panahnya ke sebelah dahan yang didudukinya.

Tidak mendapati respon dari Devan akan pertanyaan-pertanyaan itu. Manggala menyipitkan matanya, fokusnya kini pada sebuah gelang karet hitam yang melingkar di tangan kiri seseorang tersebut.

"Dia...." Manggala membulatkan matanya terkejut ketika seseorang yang duduk di atas dahan pohon itu melompat begitu saja ke bawah. Yang ternyata sudah ada Devan yang merentangkan kedua tangannya untuk menangkap seseorang tersebut.

Sampai di bawah, seseorang itu berdiri di sebelah Devan. Menatap Mahen dengan mata elangnya dan perlahan ia membuka tudung jaket yang menutup kepalanya lalu menurunkan slayer yang menutupi wajahnya.

Ratusan pasang mata yang melihatnya membelalakkan mata tak percaya. Orang yang kini berdiri dengan katana di tangan kirinya itu adalah orang yang tidak pernah ada di dalam daftar yang mereka pikirkan.

Sosok ketua Balapati yang misterius dan selalu menutupi identitasnya tersebut ternyata begitu lihai memainkan semua sandiwaranya. Mencari celah hingga kini kehadirannya mengejutkan semua orang.

Gistara Arabhita.

Gadis dengan julukan singa cantaka dan queen of Balapati itu berdiri dengan penuh wibawa dan aura intimidasi yang kuat bagi lawannya malam ini.

"Yes, i am is leader Balapati," ucap gadis itu dengan bibir yang membentuk seringai, kedua mata elangnya menyipit dan memancarkan aura penuh intimidasi secara bersamaan.

"Gak mungkin!" Mahen menggelengkan kepalanya. Masih belum percaya jika ketua Balapati yang ia kira begitu menyeramkan sampai menutupi identitasnya itu adalah Gista.

Dalam sejarah Balapati memang baru kali ini mereka memiliki pemimpin seorang perempuan. Jadi, banyak anggota Balapati yang kini saling berbisik tidak percaya juga ragu akan kemampuan Gista yang katanya akan menjadi pemimpin malam ini.

"Kenapa, Mahen? Apa yang nggak mungkin?"

Gista sudah tidak memakai embel-embel "Bang" lagi ketika memanggil laki-laki tersebut. Dia sudah kehilangan respect pada Mahen yang rupanya penghianat.

"Gue? Iya?" Gista melangkah dengan tatapan tajamnya dan berdiri di tengah-tengah pasukannya.

"Kenapa? Lo takut sama gue?"

Raut wajah Mahen yang semula kebingungan kini berubah total. Dia menarik bibirnya lantas tersenyum mengejek.

"Harusnya gue yang nanya kayak gitu, Gis." Mahen mengulurkan tangannya pada anak buahnya tanpa menoleh, meminta sebilah katana padanya.

"Lo nggak takut sama gue? Lo yakin bisa mimpin geng lo yang udah hampir sekarat itu?" ledek Mahen.

"Lo itu cewek, Gis. Cewek itu lemah, mna bisa memimpin sebuah pasukan perang."

"Oh ya?" Gista menaikkan sebelah alisnya. "Kata siapa?"

Gadis itu kemudian menipiskan bibirnya, merubah raut wajahnya menjadi datar. "Lo harus tahu satu hal Mahen. Bahwa tidak ada kata takut di dalam kamus hidup seorang Gistara Arabhita," ujar Gista melepas sarung yang menutup katananya.

CTANG!

Bunyi katana yang ditarik dari sarung pemutupnya menambah aura mencekam di malam berpurnama itu.

Gista memegang katanya erat-erat. Ujung katananya yang tajam dan runcing berkilat mengerikan terkena terpaan sinar bulan purnama, seolah tengah mencari mangsa.

Mata setajam elang itu kemudian membidik tepat pada laki-laki yang berdiri dengan jarak tiga meter darinya yang juga tengah memegang katananya.

"Lo harus membayar semuanya, Mahen! Darah harus dibayar dengan darah! Nyawa harus dibayar dengan nyawa!" desis Gista tampak menyeramkan dengan mata yang penuh kobaran api dendam dan sama sekali tidak berkedip.

"One!" Gista mulai menghitung sambil mengangkat tangannya sebagai kode.

"Two."

Semua anak Balapati sudah siap dengan senjata mereka masing-masing begitupun sebaliknya.

"Three."

"ATTACK NOW!" teriak Gista kemudian mengayunkan katananya dengan mudah ke arah Mahen.

Bunyi benda tajam yang saling beradu  ditambah malam yang semakin pekat dan hawa dingin yang mulai menusuk membuat aura semakin mencekam penuh dengan ketegangan.

Katana, belati, dan senjata lainnya saling berusaha menyambar satu sama lain. Seolah-olah mencari mangsa untuk tumbal di malam purnama.

Devan yang tengah mengayunkan belati miliknya kini menghadapi Axel si ketua geng motor The Lions dengan tetap waspada. Fokusnya ada dua yaitu pada Axel dan juga Gista.

Bukannya ia meragukan ilmu bela diri gadis itu. Hanya saja dia sudah menganggap Gista sebagai adiknya. Dia sudah berjanji pada Wira untuk menjaga Gista. Devan tidak mau jika sampai satu-satunya queen Balapati mereka terluka.

Magenta dan Kaivan yang diberi tugas oleh Devan untuk menjaga Anika, Rania, dan Ganes yang keadaannya tidak memungkinkan untuk ikut berperang kini duduk di pinggir lapangan di bawah pohon. Anika dan Rania saat ini butuh perlindungan juga tidak mungkin mereka membiarkan dua cewek itu kembali jatuh ke tangan Mahen.

Buk

Sebuah batu berukuran sedang menghantam punggung Magenta yang tengah melepas jaketnya untuk menutupi paha Anika. Cowok jangkung itu meringis pelan lalu membalikkan tubuhnya.

Dua orang kini tengah berlari menuju mereka dengan sebuah katana di tangan masing-masing.

Kaivan yang juga tengah melakukan hal yang sama dengan Magenta, menutupi paha Rania dengan jaketnya. Langsung menyusul berdiri di samping si minim kosakata tersebut.

"GO!" perintah Magenta sambil mengeluarkan katananya yang diikuti oleh Kaivan.

Keempatnya kini saling beradu pedang berusaha melukai satu sama lain.

Di sisi lain, Janu si cowok slengahan tersebut tersenyum miring karena telah berhasil melukai lawannya dengan katana miliknya.

Di saat situasi seperti ini Janu yang receh dan konyol akan berubah seratus delapan puluh derajat menjadi beringas dan mengerikan. Cowok itu pun menginjak kaki lawannya yang tengah mengerang kesakitan di bawahnya.

"Mati lo anjing!"

Di saat anggota Balapati yang lain tengah tersenyum penuh kemenangan dan anak-anak Gandaruka, The Lions, dan Tiger mengerang kesakitan di bawah Balapati. Gista saat ini masih berjuang melawan si penghianat yang merupakan sumber dari segala masalah yang menimpanya.

"Lo nggak akan bisa lawan gue, Gis!" seru Mahen menangkis katana yang nyaris saja menebas lehernya.

Gista memutar tubuhnya ketika katana Mahen terulur ke arahnya membuat ujung katana tersebut mengenai rambutnya sehingga rambut sebahu yang diikat dengan slayer hitam Balapati itu terlepas. Membuat rambutnya kini tergerai dan sialnya membuat seorang Manggala kehilangan fokusnya karena aura yang cewek itu pancarkan begitu kuat.

"Arghh!"

Karena tidak fokus Leo si ketua Tiger berhasil menusukkan belatinya ke lengan Manggala.

Cowok itu mendesis pelan. Devan yang melihat lawannya terkapar dan tak berdaya segera menghalau Leo yang mau menyerang Manggala lagi.

Gista melirik Manggala dengan ekor matanya. Memasang kuda-kuda bersiap menyerang Mahen kembali. Cewek berkalung dengan bandul katana kecil itu melemparkan slayer yang tadi ia gunakan untuk mengikat rambutnya dan lepas itu ke arah Manggala.

"Iket luka lo!" titah cewek itu kemudian mengulurkan katananya untuk menangkis serangan Mahen.

Selesai mengikat lengannya yang terus mengucurkan darah menggunakan slayer. Manggala meraih belati yang tadi sempat terjatuh di tanah.

Melihat Gista yang sudah terluka di bagian pelipisnya terkena goresan katana oleh Mahen. Cowok beralis tebal itu berlari menuju Mahen dan langsung menendang katana yang nyaris saja mengenai perut Gista hingga terpental jauh.

"Sial!" umpat Mahen yang kini mengepalkan tangannya membentuk tinju dan memasang kuda-kudanya.

Melihat lawannya yang tidak menggunakan senjata, Gista menyuruh Manggala menyimpan belatinya, belati pemberian Wira.
Begitupun dirinya. Ia menasukkan katananya kembali ke dalam sarung. Gista tidak mau menjadi seorang pecundang yang menyerang lawannya yang tangan kosong menggunakan senjata. Itu tidak adil baginya.

Tanpa menunggu komando Gista, Manggala langsung memberikan penyerangan pada Mahen. Keduanya saling memukul, menangkis, dan terus berusaha melukai satu sama lain.

Tidak mau ketinggalan andil dalam menyerang Mahen. Si ketua Balapati yang cantik itu pun ikut menyerang Mahen. Dua lawan satu. Namun, Mahen masih belum juga bisa dikalahkan.

Malah cowok itu berhasil memberikan pukulan ke wajah Gista sehingga cewek itu mundur beberapa langkah.

Axel yang sudah bangun kini ikut bergabung dengan Mahen. Dia menyeringai melihat darah yang kaluar dari hidung Gista.

"Sekalinya lemah ya tetep lemah. Nggak usah sok berani jadi cewek!" ujar Axel bermakud mengejek Gista.

Menyeka darah yang mengalir dari hidungnya. Gista pun langsung kembali menyerang Mahen. Begitupun Manggala yang menyerang Axel.

Di tengah-tengah penyerangan Gista menatap Manggala yang tampak memberinya kode dengan uluran tangan setelah menendang perut Axel. Seakan mengerti dengan kode tersebut Gista pun mengangguk. Cewek itu segera menyambut uluran tangan Manggala.

Dalam sekali tarikan Manggala mengangkat tubuh Gista dan mengarahkan kaki cewek itu pada dada Mahen.

Menurunkan Gista cowok itu kembali siaga pada Axel yang berniat menyerang Gista. Tak mau memberi celah untuk membuat ratunya terluka. Manggala memutar tubuh Gista dan mengarahkan tangan cewek itu untuk memukul Mahen yang juga hendak menyerang sementara kaki jenjangnya ia arahkan ke samping untuk menendang dada Axel.

Melihat Mahen yang masih bisa bertahan Gista menjadikan tubuh Manggala sebagai tumpuan tangannya, ia kembali menendang penghianat itu tepat di dadanya.

Hap!

Manggala meraih pinggang Gista dengan cepat ketika cewek itu nyaris saja kehilangan keseimbangannya dan jatuh. Keduanya pun kini tampak seperti sepasang kekasih yang tengah berpelukan.

Mata setajam elang milik Gista bertemu dengan mata tajam Manggala. Dengan posisi tangan kekar Manggala yang berada di pinggang Gista dan tangan Gista yang menyentuh dada bidang Manggala. Keduanya saling mengunci tatapan masing-masing selama beberapa detik.

"Are you okay, sweety?" bisik Manggala dengan suara beratnya yang mampu menghipnotis Gista.

Entah, cowok itu sadar atau tidak ketika tengah mengucapkan kata terakhirnya. Yang jelas kini pandangannya tak beralih barang seinci pun dari gadis cantik di hadapannya.

Sampai sebuah seruan menyadarkan mereka.

"WOY! CINLOKNYA ENTAR AJA! INI LAGI GENTING, NGAB!" teriak Janu sambil memberikan beberapa pukulan pada lawannya.

"LAWAN LO UDAH BANGUN ITU GOBLOK!" umpat Devan yang masih menyerang Leo.

Tepat pada saat itu Mahen hendak menyerang mereka dari arah depan sementara Axel dari arah belakang.

Memutar tubuh Gista dengan cepat menghadap Axel. Manggala lantas melayangkan tendangan lagi yang kali ini tepat mengenai perut Axel sambil memegangi kedua bahu Gista dari belakang.

Beruntung refleks Gista juga baik, cewek itu juga melayangkan tendangan maut tepat pada bagian vital laki-laki berengsek itu.

Kedua cowok itu jatuh dan mengerang kesakitan secara bersamaan.

Tidak mau kehilangan kesempatan. Gista memundurkan langkahnya mengambil ancang-ancang usai menepuk lengan Manggala dua kali. Cowok berhidung mancung yang paham dengan apa yang akan dilakukan oleh Gista segera mengambil sikap kuda-kuda.

Melompat cepat ke arah Manggala lalu menghentakkan kakinya yang berbalut sepatu kulit ke punggung Manggala, cewek itu membuat gerakan memutar lalu memberikan tendangan mautnya pada dada Mahen sampai cowok itu benar-benar tumbang.

Mahen yang tergeletak di tanah langsung diserbu oleh Gista tanpa memberinya kesempatan untuk bangkit. Cewek itu menarik kerah baju bagian depan cowok itu lantas memberikannya bogem mentah beberapa kali sampai darah segar keluar dari hidung dan mulut Mahen menyemburkan darah yang mengotori jaket Gista.

Teringat akan kebejatan laki-laki itu yang sudah menjebak Kanaya dan Wira hingga membuat gadis cantik itu meregang nyawa bersama bayinya sampai ayahnya ikut pergi dan mamanya depresi. Gista menghantamkan kepala Mahen ke tanah sampai cowok itu mengaduh kesakitan.

"Lo harus mati!" tekan Gista kembali membenturkan kepala Mahen ke tanah.

"Lo harus membayar kematian kakak beserta bokap gue, Mahen!"

Gista melayangkan sebuah bogem mentah hingga si empu tergeletak tak berdaya di tanah. Ia lalu bangkit dan melirik Manggala yang juga sudah menumbangkan Axel di belakangnya lalu Devan yang telah membuat Leo terkapar tak berdaya dan Janu yang kini menjambaki rambut lawannya.

Mengembalikan tatapannya lagi ke arah Mahen. Gista menapakkan kakinya di atas dada laki-laku bajingan itu. Menekannya kuat-kuat hingga si empu terbatuk-batuk. Lalu, mengeluarkan katanyanya dan mengulurkannya seringan kapas tepat di leher ketua Gandaruka tersebut.

Kenangan mengenai kebersamaannya bersama keluarganya yang hangat timbul tenggelam di kepalanya. Membuatnya terasa pening dan mau pecah. Dadanya terasa sesak. Air mata  yang sedari tadi di tahannya melesak begitu saja. Menghujani pipi mulusnya yang terkena darah kering lelehan dari luka di pelipisnya.

"Lo pembunuh, Mahen!" geramnya menekan katana itu hingga menggores sedikit leher lawannya.

Amarah Gista kini memuncak. Ketua Balapati itu mengetatakan rahangnya hingga urat-urat di leher jenjangnya yang keluar tampak begitu mengerikan ketika rambut sebahunya yang tergerai terkena embusan angin.

"Lo bajingan!" desisnya mencengkeram erat katananya.

Matanya yang terus mengeluarkan air tampak memerah dan memancarkan kobaran api dendam.

Devan yang melihat hal itu tidak bisa diam saja. Mahen memang pantas untuk dibunuh. Tapi, ia tidak akan membiarkan Gista menjadi seorang pembunuh.

"Kontrol emosi lo, Gis. Jangan sampe katana itu mengambil nyawa untuk yang pertama kalinya!"

Gista tidak menoleh. Fokusnya masih pada Mahen. Dia tahu maksud dari ucapan Devan tersebut bahwa katana milik ketua yang diwariskan turun temurun ketika menjabat itu tidak pernah memakan korban alias tidak pernah meregangkan nyawa seseorang. Hanya memberantas kejatahan, namun tidak dengan nyawa pelaku kejahatannya.

"Sekali katana itu mengambil nyawa. Gue yakin akan ada nyawa-nyawa berikutnya yang akan terambil dengan katana itu," kata Devan lagi.

Devan tidak mau jika sampai katana itu mengambil nyawa orang malam ini. Maka, di generasi Bakapati selanjutnya pemimpinnya akan menggunakan katana itu untuk hal yang sama karena sudah ada contoh di kempimpinan sebelumnya.

Gista paham akan hal itu. Balapati sangat anti dengan yang namanya menghabisi lawannya sampai mati. Masuk ruang UGD saja itu sudah cukup. Karena yang berhak mengambil nyawa manusia hanyalah Tuhan semata.

Akan tetapi, amarah yang ada di dalam Gista terus meletup-letup. Dia tidak bisa terima jika orang yang menjadi penyebab orang-orang tersayangnya pergi itu hidup dengan tenang. Sementara, dirinya harus menanggung semua kepedihannya.

Oke. Jika nyawa tidak bisa digantikan dengan nyawa dan darah tidak bisa digantikan dengan darah. Maka, biarkan laki-laki bejat di depan Gista saat ini merasakan bagimana sakitnya Gista selama ini. Biarkan bajingan itu merasakan bagimana nerakanya dunia.

Sret!

"AAAAA!" Mahen menjerit kesakitan ketika katana milik Gista menyayat lengannya dalam waktu beberapa detik saja tanpa aba-aba.

"Gista!" pekik Devan dan Manggala nyaris bersamaan.

"Awshhh!" Lagi-lagi Mahen mengerang kesakitan tanpa memiliki daya apapun ketika katana itu menggores perutnya secara melintang.

Semua anak Gandaruka, The Lions dan Tiger yang telah tumbang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka hanya bisa mentap ngeri kesadisan sang ketua Balapati yang tengah menyiksa Mahen tersebut.

"Gis! Cukup, Gis!" larang Devan sambil menendang lawannya sampai terjatuh ketika melihat cewek itu sudah berjongkok dan hendak menusukkan belati turun temurun yang hanya dimiliki oleh keluarga Balapati yang tadi disimpannya di saku jaket itu ke perut Mahen.

"Lo bisa masuk polisi kalau sampe bunuh orang!" peringat Manggala ikut was-was sembari memelintir tangan lawannya. Jangan sampai Gista menjadi seorang pembunuh. Manggala tidak mau sampai hal itu terjadi.

Gista tak mengindahkan ucapan dua cowok berpengaruh Balapati itu. Dia memainkan belatinya di dada Mahen. Tatapannya nyalang sarat akan dendam.

"Lo boleh hidup, tapi gue nggak bakalan biarin lo hidup dengan tenang, Mahen," lirih Gista menusukkan belatinya ke lengan Mahen.

Jleb!

"Akhhh!"

Gista melebarkan matanya, belati yang baru menyentuh kulit Mahen itu tidak jadi ia tekan. Ia biarkan lepas begitu saja tatkala seseorang tiba-tiba mendekap tubuhnya disusul erangan kesakitan dari si empunya.

Melirik tangan Mahen yang cowok itu tarik yang makin menimbulkan erangan cowok yang mendekapnya. Jantung Gista berdegup kencang melihat darah segar yang menetes dari belati Mahen tersebut.

"Gal! Perut lo!" pekik Janu histeris membuat Gista melirik ke arah perut bekas tancapan belati tadi yang kini terus mengeluarkan darah.

Melihat hal itu Devan murka.

"Sialan," umpatnya menarik Mahen menjauh dari Gista dan Manggala lalu menghajarnya membabi buta sampai cowok itu tak sadarkan diri.

Mendengar rintihan kesakitan. Seketika wajah cewek berambut sebahu itu pias. Dia mengangkat kepalanya takut-takut untuk melihat wajah cowok yang tengah mendekapnya.

"Gal," lirihnya parau menatap mata sayu cowok itu.

Manggala tidak menjawab. Cowok itu merebahkan kepalanya di pundak Gista. Menahan rasa sakit pada lengan   dan perutnya yang terus mengeluarkan darah.

"I am fine, Gis," bisiknya lemah.

Lantas, memejamkan mata.

-----GISTARA-----
Batas antara halu dan nyata

Gimana reaksi kalian waktu baca part ini?

Dan tulis satu kata yang terbesit di benak kalian untuk part ini!

Continue Reading

You'll Also Like

8.4M 484K 75
Sebab, sejauh apapun Agatha berusaha mendapatkan hati Bara semuanya akan tetap sama; percuma. Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, kan? Sama saja se...
7.5K 908 55
(TAHAP REVISI⚠!) [WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!] [JANGAN LUPA VOTE AND COMENNYA] [Cerita ini dibuat saat saya belum paham soal bahasa kepenulisan, m...
176K 8.5K 85
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] { Harap tinggalkan jejak dengan cara memberi vote dan komen disetiap part} Bagaimana jadinya jika kamu terjebak dalam situ...