FINDING MOMMY

By mgicboba

62.7K 5.5K 757

[ Complete ] 𝐟𝐭. π‰πžπ§π¨ & π‰πšπžπ¦π’π§ ❝Daddy sayang kalian berdua, sangat. Lebih dari yang kalian tahu.❞... More

Introduce; Kisah ini bermula disini
Prelude; Jaedan RH. dan kucing
Prelude; Narendra RH. dan kopi
First page; Patah lagi
Third page; Action figure
fourth page; disappointed
fifth page; Hari yang buruk
sixth page; The Reason
seventh page; Sebelas action figure
eighth page; Sakit sekali rasanya
ninth page; Teganya Kamu
tenth page; Perang dingin
eleventh page ; Tanpa sebuah 'tapi'
twelfth page : Only love can hurt like this
thirteenth page ; Memangnya mau pergi kemana?
fourteenth page; Lebih dekat untuk bertemu mama
fifteenth page; Anak 'kita' ya?
sixteenth page; Kakak mau foto keluarga
seventeenth page; Tell me the truth
eighteenth page; Bagaimana kalau aku tidak baik baik saja?
nineteenth; Jaedan's birthday
twentieth note; Ini bukan salah siapa siapa
twentie-first page; Cemburu
twentie-second page; Cukup jadi anak yang bahagia
twentie-third page; 'Nanti' itu sesaat sebelum mati
twentie-forth page; Kita tidak punya pilihan lain
twentie-fifth page; Jadi siapa yang jahat?
twentie-sixth page; Last goodbye?
twentie-seventh; Kakak bisa pulang dengan tenang
twentie-eight page; We all need someone to stay
Outro; Kisah ini berakhir disini
Extra; The letter
Alternative Ending
For you!
Spin Off (edited)

Second page; Rumit

1.8K 175 29
By mgicboba

—𝐅𝐈𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘—
© mgicboba, 2022

**

Perlu kalian tahu bahwa Jaedan adalah salah satu faktor utama mengapa Nana bisa se terkenal itu bahkan sejak berada di bangku sekolah dasar. Alasan yang pertama karena Jaedan merupakan salah satu dari sekian banyak nya murid yang memiliki watak ngeyel dan susah diatur kecuali sama bapaknya sendiri atau sama neneknya. Tak jarang cowok itu membuat para guru yang masuk ke kelasnya mengeluh sambil menangis karena harus menangani anak-anak seperti dia dan teman-temannya yang lain, bahkan tak jarang juga bocah itu membuat para guru baru bisa keluar masuk dari sekolahnya.

Bahkan meski dengan sifatnya yang begitu, sejak SD sampai SMA, nilai-nilai akademi nya tidak pernah turun, ya paling mentok turun jadi rank tiga atau dua. Sifatnya yang mencolok dan gampang bikin kangen—membuat banyak guru sayang padanya.

Saat memasuki bangku sekolah menengah akhir, Jaedan mulai terlibat dalam beberapa perkelahian dengan murid di sekolahnya yang sampai sekarang masih menjadi musuh bebuyutannya. Namanya Leon, nama lengkapnya Leonardo tapi bukan Dicaprio soalnya dia nggak cakep cakep amat kaya mas Leo Titanic, bahkan bisa dibilang lebih cakep Jaedan.

Alasannya sederhana dan bisa dibilang konyol. Jaedan dituduh mendekati dan merebut pacar Leon yang namanya Sabrina, padahal kenal saja tidak.

Leon yang mengetahui hal tersebut langsung bertindak, ia bersama antek-antek nya mendatangi Jaedan yang saat itu sedang bersama Harry. Jaedan yang tidak merasa telah merebut pacar Leon pun melontarkan sebuah kalimat pembelaan diri namun Leon membantah semuanya.

Leon terus mengancam dan menganggu Jaedan di hari hari berikutnya, namun Jaedan tak pernah menanggapi dengan serius segala gangguan dari bocah brengsek itu sebelum akhirnya Leon mendapatkan jalan untuk merebut penuh atensi dari Jaedan.

Leon bersama dengan teman satu gengnya mendatangi sekolah Nana saat jam pulang dan dengan sengaja mereka melukai anak yang tidak tahu apa-apa itu, membuat Jaedan murka bukan main dan buntut dari permasalahan itu menjadi sangat panjang karena keesokan harinya Jaedan membawa pisau lipat yang ia niatkan untuk membalas perlakuan Leon pada Nana tempo hari, namun ia malah membuat semuanya kacau, ia harus menjalani komite kedisiplinan dan Jeff harus mengurus semuanya.

Itulah—sumber bagaimana Leon bisa menjadi musuh bebuyutan Jaedan hingga kini.

"Kamu udah makan siang belum?"

Jaedan sedikit tersentak kala suara lembut Karina masuk kedalam gendang telinga nya. Dia hanya menggeleng karena sedikit tidak bersemangat untuk menjawab.

"Aku bawain ini buat kamu, bukan masakan aku sih, yang bikin mama" Karina mengeluarkan kotak tupperware dari dalam paper bag yang ia bawa. Saat ini mereka berdua berada di halaman belakang departemen teknik, duduk berdua dibawah pohon yang rindang, sama-sama menikmati luasnya hamparan rumput di depan mereka. Anak-anak kampus menyebut—tempat ini adalah sarangnya anak teknik karena tempatnya berada di wilayah departemen teknik dan otomatis banyak anak-anak teknik yang hobi nongkrong disini.

"Wah, apa itu?" Jaedan bertanya semangat, dan Karina hanya terkekeh kecil menanggapinya.

Namun seketika senyum yang mengembang dari bibir Jaedan meluntur perlahan ketika tupperware itu dibuka. Isinya adalah roti dengan isi selai kacang ditengah tengahnya. Karina meraih salah satunya kemudian ia dekatkan dengan mulut Jaedan.

"A... kamu suka roti kan?" Tanya gadis itu dengan percaya diri sembari menyuapkan rotinya pada Jaedan

Jaedan tersenyum tipis sambil mengangguk terpatah kemudian ia buka mulutnya pelan dan roti selai kacang itu pun masuk ke dalam mulutnya, Jaedan menggigit dan mengunyah roti itu dengan penuh keraguan.

"Enak kan? Kalau iya, ini buat kamu semua aja, aku udah kenyang banget soalnya."

Jaedan hanya mengangguk, ia merasa tidak enak menolak pemberian gadis itu apalagi katanya roti ini dibuat oleh ibunya. Jaedan mengesampingkan fakta bahwa dirinya alergi terhadap selai kacang, entah efeknya akan muncul kapan tapi yang pasti sekarang tenggorokannya sudah terasa sedikit tidak nyaman setelah ia menelan habis potongan roti yang tersebut.

Terbesit sedikit rasa kecewa dihati Jaedan ketika kekasihnya itu entah benar-benar tidak mengetahui atau sekedar lupa jika dia tidak bisa memakan sesuatu yang mengandung kacang-kacangan apalagi selai kacang. Jaedan sudah mengatakannya berulang kali pada Karina.

**

"Nggak ngertiin kamu gimana sih? Coba sebutin kapan aku nggak ada buat kamu kalau kamu butuh aku?"

"Kamu tuh sadar nggak sih kalau aku cemburu sama sahabat cewek kamu?? Kamu terlalu deket sama dia, Na! Bahkan waktu dia sakit aja kamu bela-belain buat ngerjain tugas laporan praktikum kimia dia!"

"Aku juga ngelakuin hal yang sama buat kamu, Winter.." Nana merendahkan suaranya dengan sedikit penekanan, menjelaskan berulang kali bahwa tidak ada yang terjadi diantara dirinya dan Giselle selain hubungan persahabatan, tidak ada yang perlu dicurigai, namun berulang kali juga Winter mempermasalahkan hal ini, membuat hubungan nya dengan Nana sedikit demi sedikit merenggang.

Dan disaat suasana sudah panas begini, selalu Nana yang menyudahinya dengan meminta maaf bahkan meski ia tidak melakukan kesalahan apapun, selalu cowok itu yang mengalah, selalu dirinya yang harus instrospeksi diri meski sebenarnya letak kesalahan yang sesungguhnya itu ada pada Winter.

"Yes. That's the problem! Kamu memperlakukan kita sama, padahal aku pacar kamu, yang seharusnya lebih kamu prioritaskan kan aku, bukan Giselle!" Suaranya malah semakin meninggi, ditambah sekarang Winter merubah posisi duduknya menjadi berdiri.

Nana mendongakkan kepalanya dan menatap perempuan itu dengan pandangan sendu, sambil menghela napas samar. "Oke, kalau gitu kamu maunya apa? Aku harus gimana biar kita enggak kaya gini terus?" Nana sudah benar-benar pasrah, dia hampir lelah dengan pertengkaran yang sama dan terjadi terus menerus.

"Harusnya kamu tahu, Na. Kamu batesin tuh interaksi kamu sama dia" Finalnya. Sebelum Nana menjawab apapun, Winter sudah duluan berbalik dan pergi meninggalkan halte.

Sementara Nana kembali menghembuskan napas panjang. Harus bagaimana lagi dia agar hubungannya tidak kandas dengan tragis seperti dulu.

Saat berdebat dengan Winter tadi, berkali-kali hp cewek itu bergetar, sebelum Winter menelungkup kan hp tersebut digenggaman tangannya—Nana sempat melihat nama seseorang di layarnya, dua kali melakukan panggilan telepon dan sisa nya dengan pesan teks.

Namanya adalah Jason. Nama yang sangat mustahil disandang oleh seorang perempuan.

Setelah itu Nana juga segera beranjak dari halte, ia berjalan pelan menuju minimarket yang ada di seberang gedung sekolahnya bagian paling ujung, menikmati angin sepoi sepoi sore ini yang lumayan jarang terjadi di Jakarta sambil sesekali bersenandung kecil. Nana selalu mampir ke minimarket tersebut dan untuk membeli kopi favoritnya saat Jaedan belum tiba untuk menjemput. Kalian tahu sendiri bagaimana kondisi jalanan kota saat sore hari.

Dia berpapasan dengan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat begitu cantik, tengah membawa dua kantung plastik besar berisi belanjaannya. Nana tersenyum tipis dan menunduk sekilas, memberi hormat. Cowok itu terus menatapnya karena ia mempunyai firasat yang tidak enak.

BRUK!

Well—firasat buruknya baru saja terjadi. Nana buru-buru berbalik dan kembali membuka pintu minimarket, lalu berjalan cepat menghampiri wanita tadi karena sekarang isi kantung belanjanya berserakan dimana-mana. Bagian bawah plastiknya robek, tak sanggup menahan beban didalamnya.

"Pakai paper bag punya saya aja, Bu. Muat kok" Nana mengeluarkan paper bag burger king yang entah sudah sejak kapan terlipat di dalam tas nya, paper bag nya lumayan besar karena waktu itu Jeff mengirimkan makanan ini kepada Nana dan isinya lumayan banyak, sampai Nana bisa membagikannya pada setengah isi kelas.

Nana berjongkok kemudian memungut serta memasukan semua yang berserakan tadi ke dalam paper bag miliknya.

"Ini, Bu." Nana menyodorkannya.

"Terimakasih banyak ya, nak. Eum.. dilihat dari seragam yang kamu pakai.. kamu sekolah di situ ya?" Wanita itu menunjuk ke arah gedung sekolah Nana, cowok itu menganggukkan kepalanya, tidak pernah lupa dengan senyum menawannya.

"Oh, kebetulan banget, anak sulung saya juga sekolah disana. Oh ya, anyway—Christie Julia Pamela" Wanita itu mengangkat tangan kanannya sambil mengucapkan namanya.

Hal yang sama dilakukan oleh Nana, ia membalas jabatan tangan dari wanita yang memiliki nama Christie Julia Pamela itu. "Narendra Robertson Hale, biasanya sih orang-orang manggil saya Nana aja"

"Narendra.." Gumam Christie sembari menatap manik sendu milik Nana begitu dalam, "Nama yang bagus!" Sambungnya sedikit berseru.

"Nana aja. Saya tahu, semua orang bilang begitu."

**

To be continued

[ix] Christie Julia Pamela

[x] Jason Dirgantara P


Continue Reading

You'll Also Like

154K 24.3K 44
- apakah semakin bertambah umur, akhlak Rafan akan semakin bertambah baik atau malah semakin menipis saja? saksikan kesengsaraan bapak Rafansyah Ali...
13.7K 2K 13
"Namanya juga hidup. kadang di bawah kadang nyusruk ke bawah banget." - Jerricho "Lu bisa gak sih marah yang bener-benar marah kek gue? Ngamuk kek se...
15.6K 1.7K 39
Ini kisah keseharian bapak Jevano Arsen Djuanda dan ketiga putra kembarnya yg minim ahlak
227K 29.5K 76
πŸ…HaechanπŸ…AnaktunggalπŸ…Imyoona Melihat tumbuh kembang Tarachandra Edward Bimasena si anak tunggal kesayangan keluarga. 11.11.21 πŸ…NCTlokal πŸ…Fullsun