Holaaa! Sorry gak update kemaren dan late update hari ini huhu cause I'm busy and had a bit trouble with my BF and I'm glad we're back together 🥲
Ok, part ini aku dedikasikan untuk @AnggraeniLestari008 yang gak tau kenapa gak bisa ditag 🥲 atas komen:
Thank you for all of you! Love you guys!
Happy Reading ❤️
*
*
*
La Elemento D'Edificio | Turin, Italy
11.19 AM.
Gabrielle memerhatikan satu-satunya foto wanita yang ada di meja kerja Gabrielle, Letizia tersenyum bersamanya yang tanpa ekspresi. Foto itu pun Letizia yang meletakkannya di sana. Pikirannya bersama wanita itu, mengingatkan akan kepercayaan yang ia berikan begitu besar dan dikecewakan begitu saja.
Gabrielle meraih foto yang sudah ada lama di sana itu. Namun, bertepatan di saat nan sama, Ace mengetuk pintu, membuatnya berdeham.
Ace memerhatikan bosnya sejenak, sebelum menunduk hormat. "Tuan, persiapan rapat telah selesai dan siap dimulai," ucapnya heran. Sejak tiga puluh menit yang lalu, lima menit yang lalu, Ace sudah mengingatkan Gabrielle untuk rapat, tapi pria itu tidak juga beranjak dari kursi kantor. Bosnya yang tidak suka buang-buang waktu tersebut tidak pernah mengundur rapat sekalipun. Tentu saja, Gabrielle adalah workaholic, tapi ada apa dengannya sekarang?
Gabrielle memberikan foto di tangannya pada Ace. "Burn it."
Ace hampir menautkan alis bingung. Foto itu sudah lama berada di sana, bahkan gambar Gabrielle dan Letizia. Ditambah, Gabrielle langsung pergi meninggalkan Letizia semalam menuju mansionnya dan mendekam dalam ruang kerja hingga pagi. "Tapi—"
"Aku ingin Lily tetap di Vilanya dan jangan biarkan dia keluar."
Ace membeku di tempatnya. Apa yang diperbuat wanita itu hingga membuat Gabrielle marah? Ia pun mengangguk hormat sebelum pamit pergi. Ace mengerutkan dahi memerhatikan suasana kantor yang sepi, orang-orang penting sudah dikumpulkan di ruang meeting, tapi Gabrielle tidak juga beranjak dari kursi kekuasaannya.
Ace pun mengambil ponsel dari saku untuk menjalankan tugas. "Costanzo, perintahkan anak buahmu untuk tetap menjaga Nona Gabriels agar tetap di Villa dan tidak ke mana-mana."
"..."
Ace tersenyum miring. "Bagus, lempar dia ke Stanza Della Penitenza dan jangan ada satu pun Mafioso yang boleh menyentuhnya."
"..."
"Baiklah, aku akan memberi tahu Tuan L," ucapnya langsung memutuskan sambungan.
Ace pun mengetuk pintu ruang President La Elemento itu kembali hingga terdengar suara Gabrielle berdeham. Ia pun masuk, namun bosnya itu mengerutkan dahi menatap tangan Ace masih memegang foto Letizia dan belum juga dibakar.
Ace meneguk saliva dan menyembunyikan foto itu ke belakang tubuhnya heran, apa yang telah dilakukan Letizia hingga Gabrielle segitu marahnya? Ace pun menunduk hormat. "Profesor Ruth mengusulkan untuk makan siang bersama, Tuan."
Gabrielle menyunggingkan seringai tipisnya setelah sejak pagi tidak menunjukkan ekspresi sama sekali. "Katakan padanya di tempat biasa."
***
La Villa del Lily | Turin, Italy
01.13 PM.
Letizia meringis ketika dokter cantik itu memeriksanya lantaran di bawah sana begitu perih. Setelah selesai, ia kembali bersandar pada sandaran kasur. Tubuh Letizia masih lemah dan bahkan nyeri di bagian inti tubuhnya membuat ia tidak bisa bergerak bebas. Untungnya dokter membantu menghentikan pendarahannya.
Dokter cantik itu tersenyum ngeri pada Letizia. "Lukanya akan sembuh jika rutin minum obat. Saya juga menambahkan vitamin dan suplemen ke dalamnya."
Letizia tersenyum lemas. "Grazie," ucapnya membiarkan dokter itu diantar oleh salah satu orang kepercayaan Gabrielle.
Letizia memejamkan mata frustrasi. Apa yang sedang Gabrielle lakukan sekarang? Apa ia masih marah? Apa pria itu akan menghukumnya atas pengkhianatan kepercayaan yang diberikan Gabrielle? Apa ia sangat mengecewakan Gabrielle? Tanpa sadar matanya memanas dan menjatuhkan bulir bening. Ia menyesal telah melakukan hal sebodoh itu. Ia terlalu dibakar amarah dan cemburu pada Lucrezia yang mengejeknya, seharusnya ia bersyukur telah diberikan segalanya pada Gabrielle. Ya, meskipun kecuali balasan perasaan cintanya.
"Mi dispiace, Daddy," lirihnya.
***
Gabrielle's Mansion | Turin, Italy.
04.17 PM.
Lucrezia tersenyum lebar dengan ponsel di telinganya, memandangi kota Turin dari balkon. Ia bahagia sekali Gabrielle terlihat marah dan kembali ke mansion tanpa Letizia bersamanya. "Hei, ngomong-ngomong apa yang kau lakukan pada Lily? Gabrielle terlihat sangat marah dan bahkan meninggalkan Lily di villa sendirian," ucapnya tertawa senang.
"Apa? Bukan kau? Hm, kalau begitu baguslah, dia hanya akan menghancurkan dirinya sendiri dan aku menjadi pemilik L seutuhnya," lontarnya tersenyum bengis memandangi setiap bangunan besar di Turin yang mayoritas dimiliki Gabrielle. Ah, ia tidak dapat membayangkan menikah dengan Crazy Rich Man itu dan mendapatkan apa pun yang ia inginkan selama sisa hidupnya. Hidup bergelimang harta, penguasa politik, puluhan pesawat dan helikopter, hotel-hotel besar di belahan dunia, dan ratusan pekerjanya akan tunduk di kaki Lucrezia.
Lucrezia mendengarkan ucapan lawan bicaranya sesaat. "Ah, aku tidak tahu pasti. Yang jelas, Lily mengajak Gabrielle untuk pergi ke Villa, tapi tahu-tahu calon suamiku itu kembali dengan perasaan marah."
Lucrezia mendengarkan lawan bicaranya sambil tersenyum lebar. "Menyambutnya ketika pulang? Hm, dokter mengatakan kami boleh saja. Ide bagus, apa aku harus membeli lingerie baru? Baiklah, sudah dulu, aku akan bersiap!"
Lucrezia langsung memutuskan sambungan, lalu berlari ke arah lemari dan mengobrak-abriknya, menemukan pakaian minim dan tipis yang tengah ia cari sejak tadi. "I found you, baby!"
Lucrezia segera bersiap, untuk menyambut pria yang ia idam-idamkan itu. Mandi sebersih mungkin, berdandan, memakai parfum favoritnya, dan segala hal yang dapat mempercantik dirinya. Lucrezia tersenyum percaya diri di depan cermin, sebelum memakai bathrobe.
Waktu sudah menunjukan malam, musim dingin pun semakin memperendah suhu bumi. Lucrezia telah menyiapkan segalanya, lilin beraroma menenangkan pun ia perintahkan pelayan pribadinya bawa ke kamar Gabrielle. Namun, begitu Lucrezia hendak masuk, Mafioso penjaga di depan kamar tidak mengizinkannya.
"Kalian pikir siapa kalian?!" bentak Lucrezia marah. Ia menyentuh perutnya dengan bangga. "Aku mengandung anak Gabrielle Stone, apa kalian pantas melarangku masuk?!" tanyanya dengan nada keras, membuat kedua Mafioso itu akhirnya mengizinkannya masuk dengan perasaan sedikit tidak ikhlas.
Lucrezia masuk dengan dongkol. Namun, perasaan dongkolnya beralih menjadi kagum. Ia tidak menyadari kamar Gabrielle seindah ini. Ia memang pernah masuk ke sana sekali ketika marah pada Gabrielle, tapi sekejap saja sehingga tidak menyadari keindahan kamar pria itu. Lucrezia pun memerintahkan pelayan pribadinya menyalakan lilin aroma terapi di ruangan, sementara dirinya berkeliling kamar besar tersebut.
Lukisan Gabrielle dan Letizia terlihat membakar emosi Lucrezia di sudut ruangan, di mana Gabrielle duduk di singgasana dan Letizia mengenakan mahkota putri di belakang pria itu. "Aku bersumpah akan menyingkirkanmu dari hidup L, little girl."
"Nona, lilinnya telah dinyalakan semua," lapor salah satu pelayan pribadi tersebut.
Lucrezia berbalik untuk menatap mereka. "Kalian bisa pergi," usirnya.
Lucrezia pun kembali menatap sisi lain kamar, di dinding terdapat peta cukup besar, di mana Italia, Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara lainnya diwarnai hitam. Ia mengernyitkan dahi begitu mendapati tanda merah cukup kecil di sebuah negara bagian Asia. Saat ingin mendekat untuk memperhatikan lebih jauh, terdengar suara pintu diakses, membuat Lucrezia berbalik dengan senyum lebar.
Gabrielle dengan tampannya memerhatikan setiap lilin yang menyala. Ia mengernyitkan dahi mendapati Lucrezia berdiri di salah satu bagian kamarnya, tempat pribadinya. Gabrielle menajamkan pandangan tidak suka.
Namun, Lucrezia tersenyum nakal sambil melepaskan bathrobe ke lantai, menampilkan tubuh cantiknya yang dibalut pakaian super mini. Ia pun mendekati Gabrielle. "Aku merindukanmu," ucapnya meraba area terlarang milik pria itu, menyentuhnya naik dan turun. "Aku juga merindukan ini."
Gabrielle mengeraskan rahang. "Pergi," usrinya.
Lucrezia melotot tidak terima. Ia ditolak? Setelah segala upaya yang ia lakukan? Dan tubuhnya yang indah ini terpampang jelas? Paras cantiknya? Apa Gabrielle bercanda? Bahkan, pria itu terlihat tanpa perlu berpikir dua kali menolaknya. "T-tapi—"
"Don't make me count."
Lucrezia segera mengambil bathrobe-nya dan pergi sambil menangis merasa terhina. Sementara Gabrielle langsung keluar kamar, menarik kerah anak buahnya yang menjaga tempat privasinya itu kasar. "Sekali lagi kau membiarkan seseorang masuk tanpa izinku, aku bersumpah akan membakar mu hidup-hidup."
"Tuan," panggil Ace tiba-tiba. "Nona Gabriels mengalami luka di bagian..." Ace sengaja tidak melanjutkan perkataannya lantaran ia tahu itu tidak sopan berbicara dengan sang bos, melihat Gabrielle seolah paham akan ucapannya, ia melanjutkan, "dan aku memerintahkan Dokter untuk memeriksanya."
Ace dapat melihat Gabrielle mengeraskan rahang, lalu pergi ke mobil. Ia berdecak kesal, ada apa di antara Gabrielle dan Letizia? Apa Letizia benar-benar memasukkan sesuatu di minuman Gabrielle hingga mereka tidur bersama? Bagaimana bisa Letizia melupakan segala bentuk kasih sayang Gabrielle terhadapnya dan mengkhianati pria itu? Wanita itu membuat Gabrielle tidak bisa bekerja dengan baik seperti biasa, bosnya melewati garisnya.
"Dewi persetan!" umpat Ace berlari untuk menyusul bosnya yang sudah melaju dengan mobil sport.
#To be Continue...
301121 -Stylly Rybell-
Instagram maulida_cy