HOLAAAA part ini aku dedikasikan untuk @NandaAfrilia889 dan Lattematchary_ atas komen :
Lah kok dua Thor? He'eh soalnya susah milih hahay 🤣
Thanks for all of you guys! Read, support, voments are everything to me!
Happy Reading ❤️
*
*
*
Ketika seseorang tidak memiliki ketakutan... maka ia akan mendapatkan apa pun yang inginkan, termasuk dengan cara kotor sekali pun...
Danzi La Castello | Milan, Italy
08.19 AM.
"Not bad," komentar Gray memerhatikan luka bakar di bahu Anver dan luka bakar di pergelangan tangan Ansel. "Selama tidak melukai wajah dan benda kebanggaan pria itu baik-baik saja," ucap Gray santai yang membuat Cate —istrinya— menyikut perut pria itu. "Argh!" ringisnya.
Silvestro mengeraskan rahang. Ia memerhatikan Anver yang tenang memerhatikan lukanya, sementara Ansel sibuk menenangkan ibunya yang menangis. "Aku tidak akan diam saja, kau dengar aku, Luke?" desisnya tajam.
Luke menatap adik bungsunya tidak kalah tajam. "Jika kau ingin pertengkaran ini terus berlanjut, lakukan saja," balasnya muak.
Kelsey yang sejak tadi diam, kini ikut angkat bicara, "Luke benar. Berpikirlah, L pasti sengaja meninggalkan bekas luka pada Anver dan Ansel agar mereka mengingat untuk tidak mengusiknya. Kita semua tahu setenang apa L menyembunyikan wajah aslinya, terlebih di hadapan pemerintah pasti ada hal besar yang dia pikirkan sehingga L lepas kendali."
Nick mengernyitkan dahi dengan pola pikir Kelsey yang seolah-olah wanita itu sedang berada di posisi seorang Gabrielle yang gila. "Sebenarnya siapa kau?"
Luke menoleh pada istrinya yang enggan menjawab, lalu melirik pada ayahnya. "Istriku, Kelsey Tamara Stone."
Nick menatap tajam putranya, seolah muak wanita itu menyimpan rahasia terus-terusan. "I asked her. Kelsey tidak pernah menceritakan lebih jauh tentang keluarganya, selalu mencari alasan bahwa Kelsey tidak mau membahasnya." Nick menangkat sebelah alis dengan sedikit memiringkan kepala. "Aku penasaran, apa ini semua ada hubungannya dengan masa lalumu?"
"Rahasia akan lebih baik disimpan pada beberapa orang," peringat Luke tajam agar ayahnya tidak mendesak istrinya lebih jauh.
"Rahasia apa? Apa yang dirahasiakan dari keluarga?!" bentak Nick yang semakin kesal. Ia sudah pusing dengan Gabrielle, anak itu tambah membebani pikirannya dengan rahasia yang alasannya tidak masuk akal.
Kelsey sudah jengah mendengar perdebatan pun memutar kedua bola mata menyerah, lalu berucap jujur, "Nama asliku Kelsey Tamara Winston, anak dari Louis Alexander Winston yang mengubah namanya menjadi Clyde Arthur Osborn."
Nick mengerutkan dahi, seolah mencoba mengingat-ingat dengan nama yang familier untuknya. "Winston?" ulangnya seolah tidak asing.
"Ayahku anak dari pembunuh buronan Texas, Stevan Winston yang memiliki IQ di atas 170, dan seorang Winston cenderung memiliki IQ di atas 130," jelasnya memerhatikan seluruh pasang mata mengarah padanya.
Sontak Gray tertawa keras, membuat semua orang menoleh ke arahnya yang mendadak tertawa. Ada apa dengannya? Apa ia mendadak kesurupan? Mendadak gila? Entahlah. "Astaga, pantas saja! Hahaha! Anak pembunuh buronan! Stone bahkan memiliki IQ 120 sampai 130! Kolaborasi antara Winston dan Stone pantas saja menjadi monster! Haha! Ngomong-ngomong aku pernah membaca cerita buyutmu di salah satu buku dia bahkan membantai satu perumahan. Hahaha!"
Kelsey hanya memutar mata lantaran pria itu malah menertawai bersatunya gen Kelsey dan Luke. Sementara Nick terdiam beberapa saat, seolah menyadari sesuatu, sebelum berucap, "Pantas saja anak itu menguasai tiga bahasa di umur tujuh tahun."
"Dan gemar membakar untuk menghilangkan jejak," sambung Anver.
Semua pasang mata mengarah pada Luke, seolah heran, bagaimana bisa ia memiliki anak gila? Luke pun melepas sedekap tangan. "Don't bother him," peringat Luke dengan nada menekan. "Cause he will give you worse thing than he gots."
***
Gabrielle's Mansion | Turin, Italy
07.15 PM.
"Ada apa dengannya?" tanya Lucrezia pada pelayan pribadinya, bingung lantaran Letizia tidak keluar dari kamarnya sudah tiga hari, makan pun harus diantarkan ke bilik dan tidak jarang makanan keluar dalam keadaan utuh. Bahkan, Gabrielle pun beberapa kali turun tangan untuk memaksa Letizia makan.
"Pelayan pribadi Nona Gabriels dihukum Tuan L."
Lucrezia mengangkat sebelah alis tidak mengerti, bukankah hanya pelayan? Mengapa gadis itu begitu manja? Toh ia dapat mendapatkan pelayan yang lain. Lucrezia mengerutkan dahi memerhatikan Gabrielle yang mengambil nampan dari pelayan, lalu masuk ke dalam kamar Letizia.
"Manja sekali," dengusnya sinis tidak suka. Ia pun pergi ke balkon. "Kau bisa pergi sekarang, aku ingin bersantai di balkon," perintahnya. Lucrezia memerhatikan pelayan menjauh. Ia pun mengambil ponsel.
"Halo, perempuan itu sangat mengganggu. Kau harus membuatnya pergi dari sini! Gabrielle tidak melihatku sama sekali, sibuk memerhatikan bayi yang bahkan susah diberi tahu untuk makan!" kesalnya. Ia mendengarkan. "Tentu saja Letizia, siapa lagi?!" Lucrezia kembali mendengarkan sosok di sebrang sana untuk berbicara. "Apa? Aku? Kau gila? Halo? Dasar berengsek!" umpatnya menyimpan kembali ponsel.
Lucrezia berpikir sesaat, menyusun sebuah rencana di otak cantiknya namun tidak mampu berpikir apa-apa. Hingga, ia pergi ke kamar Letizia. Ia mengetuk-ngetuk pintu sampai suara dehaman Gabrielle terdengar, barulah penjaga pintu membiarkannya masuk.
Lucrezia menatap Gabrielle yang meliriknya tajam sementara Letizia menyembunyikan wajah di balik lututnya. Ia pun menoleh pada nampan yang masih utuh di atas nakas. Ah, dasar perempuan manja. "Lily, apa kau belum memakan makananmu?" tanyanya basa-basi. Melihat Letizia enggan menjawab, ia buka suara lagi, "Ayo makan, bukankah Beatrice masih ada? Bahkan, kudengar Beatrice lebih berbakat dari Maria."
"Go away, bitch!" usir Letizia dengan nada tajam.
Lucrezia tersulut emosi lantaran ia tidak punya masalah apa pun dengan Letizia, tapi gadis itu langsung mengibarkan bendera perang terang-terangan.
"Lily," tegur Gabrielle, tidak suka mendengar Letizia mengumpat. "Jika aku kembali dan makananmu belum tersentuh, jangan salahkan aku jika aku menghukum pelayanmu yang lain," ancamnya langsung pergi.
Lucrezia memerhatikan kepergian Gabrielle, lalu menoleh pada Letizia dengan pandangan menilai dari atas sampai bawah. "Aku tahu kau mencintai L, bahkan orang bodoh pun bisa melihatnya." Melihat Letizia sedikit mendongak, mengintip di balik celah antara kedua tangan dan lututnya tajam. Lucrezia tersenyum bengis, mengusap perutnya. "Tapi sadarlah karena Gabrielle sudah punya aku."
Letizia tertawa sinis meski matanya sembab. "Kau terlalu percaya diri, jika disuruh memilih pun, L lebih memilihku ketimbang kau."
"Itu Vanessa," koreksinya. "Aku bersama anaknya," ucap Lucrezia mengusap perutnya dengan bangga. "Sedangkan kau?" lanjutnya tertawa remeh. "Kau hanya anak angkatnya tanpa hubungan darah, yang bahkan tidak dilihat sebagai seorang wanita sedikit pun."
"Jaga bicaramu," peringat Letizia menahan emosi.
"Mi sbaglio?" tantangnya yang membuat Letizia tidak mampu menjawab. "Jadi berhentilah bermanja-manja dengan L, itu memuakkan!" ucapnya langsung melenggang pergi.
Letizia membanting semua peralatan makeup dengan harga ribuan euro di atas meja rias dengan perasaan dongkol. Ia menangis frustrasi. Ia membenci semuanya, mengapa Gabrielle sangat tidak adil terhadapnya? Mengapa wanita lain boleh menyentuh Gabrielle sementara dirinya tidak? Mengapa Gabrielle selalu tidak memperbolehkannya dalam melakukan sesuatu? Dan mengapa semua tindakannya dilampiaskan ke semua orang?
Letizia kembali menghambur meja riasnya tanpa peduli jika barang-barang mahal itu rusak.
"Nona, apa kau baik-baik saja?" tanya Beatrice panik mendengar suara berisik dari dalam kamar dan langsung masuk.
Letizia menangis frustrasi. Ia tidak peduli lagi, ia ingin bebas bertindak, tidak ada Maria maka tidak ada lagi yang akan membuatnya merasa bersalah telah melakukan kesalahan. Ia akan mendapatkan Gabrielle apa pun caranya dan ia tidak akan kalah dari perempuan sok cantik yang mengandung anak Gabrielle itu!
Letizia mengusap wajahnya yang penuh air mata, lalu menarik napas dalam-dalam, sebelum mengembuskannya pelan. Mencoba menenangkan diri. Ia pun menoleh pada Beatrice. "Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku."
#To be Continue...
251121 -Stylly Rybell-
Instagram maulida_cy