GISTARA (END)

By Nisliha

367K 24.1K 2.6K

Kejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
CAST
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48
Bab 49
Bab 50
Bab 51
Bab 52
Bab 53
Bab 54
Bab 55
Bab 56
Bab 57
Bab 58
Bab 59
Bab 60
Bab 61
Bab 62
Bab 63
Bab 65
Bab 66
Bab 67
Bab 68
Bab 69
Bab 70
Bab 71
Bab 72
Bab 73
Bab 74
Bab 75
Bab 76
Bab 77
Bab 78
Bab 79
Bab 80
Bab 81
Bab 82
Bab 83
Announcement
Bab 84
Bab 85
Bab 86
Bab 87
Bab 88
Bab 89 (END)
INFO
Special Part

Bab 64

3.1K 268 48
By Nisliha

Jangan lupa follow dulu ya sebelum membaca.

Follow juga akun :
Ig : @nis_liha
@wattpadnisliha

Tiktok : wattpadnisliha

-----
"

Kami memang mencintai perdamaian. Tapi, tidak akan ada tempat untuk para penghianat."

~Balapati

Gista menutup pintu kamar inap Wira dengan pelan. Takut menimbulkan bungi berisik yang bisa membangunkan Wira yang sudah terlelap. Laki-laki itu tadi terus menangis sambil menggumam maaf dan nama Kanaya juga dirinya di dalam pelukannya, hingga akhirnya terlelap sendiri karena kelelahan menangis.

Sorot mata setajam elang itu kini berubah sendu. Mendung di matanya belum juga menghilang. Tangan Gista naik menyentuh kaca di pintu yang membuatnya bisa melihat tubuh Wira yang terbaring di atas brankar dengan mata yang tertutup.

"Cepet sembuh, Bang. Cukup Mama aja yang sibuk dengan dunianya padahal ada gue di depan matanya. Lo jangan!" lirihnya dengan suara yang bergetar.

Ganes yang berada di sebelah gadis itu merangkul pundaknya lalu mengecup puncak kepalanya, singkat.

"Abang gue pasti sembuh, Gis. Selama ini dia udah ngerasain sakit yang orang lain nggak tahu. Setelah ini, cepat atau lambat Tuhan pasti bakalan ngilangin sakit yang Bang Wira rasain."

Pandangan gadis itu kemudian bergulir ke arah samping di mana ada Revan dan Wina yang duduk di kursi tunggu sambil menatap sendu ke arahnya. Gista melangkah pelan menuju keduanya. Lalu, menjatuhkan tubuhnya begitu saja tepat di depan mereka.

"Maafin Gista, Tan. Ini semua salah, Gista. Kalau aku nggak egois mikirin dendam. Bang Wira nggak bakalan kayak gini," ucap gadis itu bersimpuh di bawah kaki Revan dan Wina.

Revan mengangkat tubuh Gista agar bangkit dan membawanya duduk di tengah-tengah dirinya dan istrinya.

Tangannya telulur mengelus puncak kepala keponakannya itu, lembut.

"Wira kayak gini bukan karena kamu, Gista. Ini sudah takdir yang harus dia jalanin," tutur lelaki itu halus.

Wina ikut merapatkan tubuhnya ke arah gadis itu, memeluknya hangat. "Yang harusnya minta maaf itu Tante sama Om karena kita udah nutupin ini semua dari kamu."

Gista memejamkan matanya ketika Wina mengecup keningnya dan Revan  ikut memeluknya. Dia seolah merasakan kehangatan keluarga yang utuh yang selama ini telah menghilang darinya.

"Gista mau berdamai dengan semuanya, Tan. Gista nggak mau lagi hidup dengan penuh dendam."

Ganes yang berdiri di dekat pintu ikut tersenyum mendengar Gista mengatakan seperti itu. Ia harap setelah ini semua akan baik-baik saja. Wening dan Wira akan sembuh. Dan Gista akan menemukan kebahagiaannya.

Ting

Fokus Ganes teralih pada ponselnya yang berbunyi. Menandakan sebuah pesan masuk.

Kedua alis cowok itu terpaut ketika muncul banyak pesan dari grup Balapati angkatan ke lima. Sontak matanya melebar ketika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Gawat, Pa. Markas Balapati diserang sama anak Gandaruka," ceplos cowok itu membuat ketiga orang yang tengah berpelukan itu mengalihkan atensi padanya.

"Kok bisa?" tanya Gista ikutan panik.

"Gue nggak tahu, Gis." Cowok itu memasukkan ponselnya ke dalam jaket. "Ganes harus ke sana sekarang, Pa, Ma."

"Ganes, jangan!" cegah Wina apda putranya yang hendak melangkah pergi.

"Kondisi kamu belum pulih. Wajah kamu saja masih babak belur seperti itu. Mama nggak mau kamu kenapa-napa, Nak."

"Tapi, Ma. Balapati sekarang lagi diserang Ganes harus ban—"

"Kamu tetap di sini, Ganes!" titah Wira memotong ucapan putranya.

"Biar Devan dan yang lainnya yang urus semua ini."

----

"Shit! Kita telat," umpat Devan ketika memasuki markas Balapati yang sudah mirip kapal pecah.

Dia memasuki ruangan besar itu diikuti oleh Manggala, Magenta, dan Kaivan. Karena usai salat magrib tadi Janu langsung mengantarkan Anara pulang.

Vas bunga, guci, dan benda-benda lainnya pecah dan berserakan di mana-mana. Meja dan kursi letaknya juga tak beraturan. Banyak balok kayu berserakan di lantai.

Dua puluh lima anggota Balapati yang duduk lemas di ruangan itu semuanya tampak baik-baik saja. Hanya ada sedikit lebam di wajah mereka. Namun, mereka semua tetap meringis kesakitan. Ringisan yang terdengar dari mulut mereka menaikkan emosi Devan. Laki-laki itu mengepalkan tangannya dengan sorot mata tajam memindai ke segala penjuru.

Brak

Devan menendang kursi di sebelahnya dengan keras. "Mau menghancurkan Balapati? Hah?!" sentaknya dengan wajah yang memerah.

"Ap-apa maksud lo, Bang?" tanya salah satu di antara mereka.

Devan membidik seseorang itu dengan tatapan tajamnya. "Kalian baru menghubungi kami setelah mereka menyelesaikan kekacauan ini?"

"Enggak, Bang. Kita tadi langsung hubungin kalian waktu mereka baru dateng. Enggak mungkin kita biarin mereka ngehancurin markas, Bang. Kita udah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, kita kalah jumlah," ujar cowok berambut pirang itu memberi pembelaan.

"Iya, Bang. Kita semua dihajar sama anak Gandaruka karena mereka marah, katanya kemarin malem ketua Balapati ngehajar Danar sampe masuk rumah sakit," timpal seorang cowok berambut cepak menjelaskan apa yang terjadi.

Devan memicingkan matanya. "Ketua Balapati? Dari mana mereka tahu kalau yang ngehajar itu ketua Balapati?"

"Dari kalung yang dia pake, Bang. Seseorang itu pake kalung turun temurun milik ketua Balapati."

Manggala, Magenta, dan Kaivan mengerutkan dahi mereka. Kalung turun temurun ketua Balapati itu adalah kalung berbandul katana kecil yang menyilang. Memang hanya ketua Balapati lah yang memiliki kalung itu.  Tapi, siapa ketua mereka sebenarnya kenapa dia semisterius ini?

"Jadi, ketua Balapati itu mulai memuculkan diri, Bang. Kayaknya dia tahu kalau kita lagi ada masalah sama anak Gandaruka." Kaivan beropini.

"Mungkin dia sudah tahu lebih dulu kalau Mahen itu penghianat. Makanya dia nyerang anak buahnya," timpal cowok berambut cepak tadi membenarkan pendapat Kaivan.

Iya, tadi pagi Revan akhirnya mengumumkan di grup WA kalau Mahen itu penghianat. Dia mengumumkan hal itu sebelum mencari tahu siapa saja penghianat Balapati yang ada karena Devan meminta sang pendiri itu mengambil langkah cepat agar Mahen tidak bisa mengelabuhi anggotanya lagi.

Selain itu, Devan juga sudah menyiapkan rencana yang lain bersama seseorang.

"Ini semua gara-gara ketua Balapati kita yang pengecut, Bang. Kalau dia nggak main nyerang anak Gandaruka gitu aja, markas nggak bakal hancur kayak gini." Cowok berambut pirang itu berdiri di sebelah Devan sambil memegangi bibirnya yang sedikit berdarah.

"Padahal, kan, dia tahu kalau Balapati  itu cinta damai. Balapati punya peraturan nggak boleh nyerang musuh sembarang."

"Iya, dia pengecut banget sih, Bang. Nggak mau nunjukin dirinya siapa. Tapi, sok sok an ngehajar orang."

Ketiga cowok yang berdiri di belakang  Devan saling pandang. Merasa ada yang aneh di sini. Kenapa mereka yang ada di sini malah seolah-olah menghasud Devan untuk menyalahkan ketua Balapati?

"Siapa sih sebenernya dia itu, Bang? Penasaran gue?"

Devan masih diam mendengarkan mereka mengoceh tentang ketua Balapati.

"Udah mendingan kita paksa aja Om Revan atau Ganes buat nunjukin siapa ketua itu. Gue nggak yakin kalo mereka berdua nggak tahu apa-apa. Secara mereka itu, kan, orang penting Balapati," ajak salah seorang yang disahuti persetujuan dari yang lainnya.

"Iya, kita paksa aja mereka sekarang. Kita ajak anak Balapati yang lain ke rumah Om Revan sekarang!"

"Cukup!" bentak Devan menggelegar.

Laki-laki itu mengeraskan rahangnya. Matanya semakin menajam siap menerkam siapa saja. "Sudah cukup kalian bersandiwara," ucapnya penuh penekanan membuat ketiga cowok di belakangnya menatapnya tak mengerti.

"Bang. Sandiwara apanya sih? Gue nggak paham sama... " Ucapan cowok berambut cepak itu terpotong karena Devan mencekik lehernya.

"Gue tahu semuanya," tegas Devan menyudutkan cowok itu ke dinding.

"Bang! Bang Devan!" panggil Kaivan yang diabaikan oleh lelaki itu.

Lelaki berambut gondrong itu justru mengangkat tubuh cowok dalam cekikannya dengan stau tangannya membuat si empu kesulitan bernapas sampai wajahnya memerah. Lalu, membantingnya kasar ke lantai hingga punggungnya menghantam meja di belakangnya dengan keras dan menimbulkan erangan dari cowok itu.

"Arghhh!"

"Bang, lo kenapa sih?" Kaivan yang hendak maju ditahan oleh Manggala dan Magenta.

Keduanya merasa ada sesuatu yang orang lain tak tahu, namun Devan ketahui. Sebab, dari kejadian Wira dan penghianatan Mahen tersebut keduanya tahu bahwa Devan bukanlah sembarang orang. Dia bukan hanya mantan ketua Balapati. Tapi, juga seseorang yang tahu selalu tahu segala hal.

Seseorang yang lain mendorong tubuh Devan hingga membentur tembok. "Lo apa-apan sih, Bang? Lo mau bunuh anggota lo sendiri?"

Devan tersenyum miring menatap cowok itu lalu secepat kilat dia menarik tangannya dan membanting tubuh cowok itu ke lantai hingga menimbulkan bunyi retakan.

Manggala dan yang lainnya menatap Devan ngeri. Cowok yang terkapar di lantai itu juga mengerang kesakitan seperti cowok sebelumnya. Bahkan, lebih parah. Mungkin ada tulangnya yang retak.

"Masih mau bersandiwara?" tanya Devan memindai dua puluh tiga orang yang kini berdiri menatapnya ngeri.

Lantas, tatapan mata Devan jatuh pada dua orang yang tergeletak di bawahnya.

"Penghianat!" umpat Devan meludah ke samping lalu mendang kursi hingga mengenai cowok yang mengerang kesakitan usai dicekiknya tadi.

"Kalian semua anjing!"

Manggala, Magenta, dan Kaivan melebarkan matanya setelah memahami ucapan Devan. Jadi, dua puluh lima anggota Balapati yang ada di depan mereka saat ini adalah penghianat sama seperti Mahen. Ketiganya benar-benar tidak menyangka jika Balapati yang paling ditakuti geng motor lain ini memiliki penghianat yang lebih dari satu.

Devan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah video kepada mereka. "Kalian pikir gue nggak tahu rencana licik kalian," geram Devan menunjukkan video dari cctv markas.

Dua hari yang lalu Devan bersama Wira telah berhasil meretas sistem keamanan markas dan menghubungkan cctv itu dengan ponsel laki-laki itu sehingga dia bisa memantau apa yang terjadi dari kejauhan.

Mereka berdua juga sudah mencari data dan menandai anggota Balapati yang berkhianat. Mereka sebagian adalah anak Gandaruka yang berpura-pura masuk ke Balapati sebagai mata-mata dan sebagian lagi adalah anak Balapati yang terkena hasutan Mahen.

"Jika kalian mau berpura-pura bodoh. Gue juga bisa lebih berpura-pura bodoh lagi dari kalian," ujarnya menunjukkan video mereka yang merusak markas dan saling memukul ringan untuk memberikan bekas lebam di wajah mereka sebelum akhirnya menghubungi yang lain.

Mereka tidak tahu jika saat kejadian penghancuran markas Devan telha melihat semuanya dari ponselnya. Yang mereka tahu cctv markas berada dalam kendali Dipa yang juga merupakan penghianat Balapati. Laki-laki itu memiliki tugas mematikan cctv pada saat aksi mereka dimulai.

Namun, sebelum semua itu terjadi Devan telah menyuruh anggota yang lain yang ia percayai untuk membekuk Dipa terlebih dahulu.

"Kalian salah jika mau bermain api dengan Balapati." Lelaki berambut gondrong itu menyeringai.

Prok prok

Dua kali ia menepuk tangan. Puluhan anggota Balapati yang lainnya yang sebenarnya telah datang secara diam-diam atas petintah Devan pada saat markas dihancurkan tadi kini memasuki markas dengan wajah sangar mereka.

"Balapati memang mencintai kedamaian, tapi tidak untuk para pengkhianat seperti kalian."

Devan mengode ketiga remaja di belakangnya yang sedari tadi hanya bergeming itu agar keluar dari markas.

"Eksekusi mereka dan kirimkan ke rumah barunya. Katakan pada Mahen kalau Balapati tidak butuh anjing seperti mereka," ujarnya datar pada anggotanya, sengaja menekankan kata anjing yang ditujukan untuk para penghianat itu.

"Jangan lupakan satu anjing yang masih berada di ruang keamanan."

Laki-laki itu melangkah keluar diikuti   Manggala, Magenta, dan Kaivan. Mencapai ambang pintu Devan mengehentikan langkahnya. Dia berujar tanpa membalikkan badannya.

"Katakan pada ketua Gandaruka. Jika mau mengajak bertarung dan ingin tahu siapa ketua kita sebenarnya. Jadilah ketua yang gentle. Jangan menjadi pengecut yang hanya memanfaatkan anak buah hasil hasutannya saja untuk dijadikan pancingan."

Ucapan Devan barusan adalah sebuah  isyarat bahwa Balapati siap menerima tawaran pertempuran Gandaruka kapan pun itu. Iya, Devan paham apa maksud Mahen. Laki-laki itu pasti menggunakan para penghianat itu untuk mengahsut anggota lainnya lagi untuk mengetahui siapa ketua mereka sebenarnya. Dan penghancuran markas ini adalah bentuk tantangan mereka untuk tempur.

Devan pun melanjutkan langkahnya sambil menyalakan rokok dengan pemantik api. Laki-laki berambut gondorng itu merokok sambil berjalan menuju motornya dengan santai.

"Bang, lo sama aja nerima tantangan mereka buat tawuran," ucap Kaivan yang tidak mengerti dengan jalan pikiran Devan.

"Lo tahu, kan, kita nggak mungkin tawuran tanpa perintah ketua kita dan tanpa alasna yang jelas," imbuhnya.

Devan menyandarkan tubuhnya pada tangki motor besarnya. Dia mengembuskan asap rokok melalui mulutnya membuat asap itu mengepul menutupi sebagian wajahnya.

"Alesan kita cukup kuat untuk menerima tantangan itu. Mereka sudah menghasut anak Balapati untuk menjadi penghianat. Dan mereka juga sudah menjebak Wira dan Ganes satu tahun lalu." Devan berbicara dengan suara beratnya sambil menikmati pemandangan di dalam markas, yakni para penghianat yang kini mendapatkan pukulan demi  pukulan oleh anak Balapati.

"Tapi, kita tidak mendapat perintah dari ketua kita, Bang," balas Kaivan.

Manggala ikut menimpali. "Iya, dia sama sekali nggak merintah kita, Bang. Atau.... sebenarnya Abang tahu  siapa dia? Dia memerintah ini semua lewat Bang Devan."

Devan hanya tersenyum tipis. Dia membuang rokoknya yang baru diisapnya lima kali. Lalu, menginjaknya dengan sepatu.

"Cepat atau lambat dia akan menunjukkan identitasnya. Untuk sekarang kalian anggep aja gue ketua kalian."


-----BALAPATI-----
Batas antara halu dan nyata



Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 165K 64
Hanyalah kisah dari seorang gadis cantik nan lugu bernama Keylasya Arsyla Reine. Sang pemeran utama adalah anak dari seorang wanita sederhana berjub...
1.6M 150K 55
SEGERA TERBIT! Zylavya Adeline Kencana Putri Arthawira, gadis cantik yang terkenal akan sikap matrenya, bar-bar, kere dan juga pemilik jiwa gratisan...
1.1M 51.9K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...