FINDING MOMMY

By mgicboba

59.1K 5.3K 757

[ Complete ] 𝐟𝐭. π‰πžπ§π¨ & π‰πšπžπ¦π’π§ ❝Daddy sayang kalian berdua, sangat. Lebih dari yang kalian tahu.❞... More

Introduce; Kisah ini bermula disini
Prelude; Narendra RH. dan kopi
First page; Patah lagi
Second page; Rumit
Third page; Action figure
fourth page; disappointed
fifth page; Hari yang buruk
sixth page; The Reason
seventh page; Sebelas action figure
eighth page; Sakit sekali rasanya
ninth page; Teganya Kamu
tenth page; Perang dingin
eleventh page ; Tanpa sebuah 'tapi'
twelfth page : Only love can hurt like this
thirteenth page ; Memangnya mau pergi kemana?
fourteenth page; Lebih dekat untuk bertemu mama
fifteenth page; Anak 'kita' ya?
sixteenth page; Kakak mau foto keluarga
seventeenth page; Tell me the truth
eighteenth page; Bagaimana kalau aku tidak baik baik saja?
nineteenth; Jaedan's birthday
twentieth note; Ini bukan salah siapa siapa
twentie-first page; Cemburu
twentie-second page; Cukup jadi anak yang bahagia
twentie-third page; 'Nanti' itu sesaat sebelum mati
twentie-forth page; Kita tidak punya pilihan lain
twentie-fifth page; Jadi siapa yang jahat?
twentie-sixth page; Last goodbye?
twentie-seventh; Kakak bisa pulang dengan tenang
twentie-eight page; We all need someone to stay
Outro; Kisah ini berakhir disini
Extra; The letter
Alternative Ending
For you!
Spin Off (edited)

Prelude; Jaedan RH. dan kucing

4K 267 81
By mgicboba

—𝐅𝐈𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘—
© mgicboba, 2021

**
Washington DC, 15 Desember 2004

"Kamu tega ninggalin aku? Ninggalin anak-anak kita yang masih kecil?"

Hujan deras mengguyur kota kala itu. Malam yang gelap, terlihat semakin gelap karena tidak ada awan dan tidak ada cahaya bulan. Petir menyambar bersahut sahutan dengan yang lain. Seolah semesta ikut merasakan apa yang Jeff rasakan malam itu di apartemen nya. Air hujan membasahi jendela apartemen nya, mengalir kebawah seperti air mata yang jatuh dari pelupuk mata Jeff.

"They're still babbies.. Jaedan masih dua tahun, mereka sangat membutuhkan kamu.. please don't be like this, don't—"

"I can't, Jeff! Aku nggak bisa bawa pulang bayi itu, aku nggak bisa bawa pulang Jaedan. Aku udah capek dua tahun sembunyi buat ngurus dia, I can't do this anymore" Wanita itu tetap bersikeras.

"Kalau begitu menikahlah denganku, dan kita berempat akan hidup bersama." Jeff mendekat, menggenggam tangan wanita bersurai coklat ke-emasan di hadapannya. Ia memohon padanya.

Bukan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun juga untuk kedua putra mereka. Mereka masih sangat membutuhkan seorang ibu, apalagi si bungsu yang masih bayi—bahkan bayi itu belum menyandang sebuah nama.

"Kamu sudah gila?! Maafkan aku Jeff, aku tidak bisa.. maafkan aku" Ia melepaskan tautan tangannya dengan Jeff, kemudian melangkah mundur menuju pintu, menjauh dari mantan pacarnya secara perlahan.

Wanita itu sudah berada di luar pintu apartemen Jeff, hampir menutup rapat pintunya sebelum ia membukanya kembali untuk mengatakan sesuatu. Jeff kira, ia akan berubah pikiran dan memilih untuk hidup bersama dengannya dan kedua anak mereka, namun sepertinya Jeff berekspektasi terlalu tinggi.

"Naren"

"What?"

"His name. Our second child, namanya Narendra."

**

"Dad? Makanan kucing aku dimana?? Disini ngga ada..!"

Teriakan si sulung membuyarkan lamunan Jeff yang tiba tiba memikirkan dia lagi, ia berhenti mengaduk teh dalam cangkirnya dan bergegas menghampiri putranya yang sedang ribut melakukan ritual paginya yaitu memberi makanan kucing kesayangannya.

"Habis kak, kemarin Dad beli tapi kayaknya masih di mobil, kamu ambil sana" Jaedan mengangguk, mengelus sekilas puncak kepala kucingnya dan berlari kecil menuju mobil sang ayah yang berada di halaman mansion. Jeff memperhatikan putra sulungnya sampai dia benar-benar keluar dari pintu garasi kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada kucing milik anaknya.

Jeff mendekatinya dan berjongkok di dekatnya, kucing itu masih menatap lamat-lamat manik legam milik Jeffrey seolah dirinya tahu, si kepala keluarga akan membicarakan sesuatu dengannya. "Bongshik jangan suka dekat-dekat wajah kakak ya, kemarin lusa dia masuk rumah sakit tahu karena bongshik ndusel-ndusel hidungnya. Jangan gitu lagi, ya?" Jeff menoel ujung hidung kucing bernama bongshik itu.

Ya, Jaedan ini anak yang cukup aneh, dia tahu bahwa dirinya alergi terhadap bulu kucing, namun tetap bersikeras memelihara hewan lucu dengan bulu lebat yang ada ditubuhnya itu. Bahkan ketika dirinya sampai masuk rumah sakit karena sering tiba tiba sesak dan tidak bisa bernapas atau gatal gatal berlebihan—anak itu tidak juga jera.

"Dad...! Daddy!!"

"Huft.. what else is this" Gumam pria itu sembari melangkah lebar lebar keluar dari garasi, menghampiri Jaedan.

"Kenapa, Je?"

"Look what i found, dad!" Jaedan kecil mengangkat kedua tangannya yang berisi anak kucing berukuran kecil yang diam saja berada di genggaman tangan kecil Jaedan.

"Kamu temuin dimana? Terus mau diapain itu kucingnya?" Jeff sudah mulai curiga.

"Nemu di bawah mobilnya Daddy, mau aku pelihara, kasian dad.. masih kecil, dia sendirian, ngga ada mama nya kaya aku.." Jaedan memelas. Jeffrey jadi ikutan sedih mendengar kalimat terakhir Jaedan, karena tidak ada pilihan lain—akhirnya Jeff mau tidak mau harus memberi ijin pada putra sulungnya untuk mengadopsi anak kucing tersebut.

"Yaudah boleh, tapi janji ini yang terakhir ya.. besok-besok kalau nemu lagi, kasih makan aja diluar, jangan masuk rumah, kamu ini alergi loh kak, bahaya kalau ada kucing banyak banyak di dalem rumah."

"Iyaa janji" Jaedan mendongak dan tersenyum kearah sang ayah.

"Jadi.. mau dikasih nama siapa kucing barunya?" Jeff bertanya sambil menggandeng tangan kecil Jaedan menuju pintu utama mansion mereka. Bocah sembilan tahun itu tampak mengetuk ngetukkan jari telunjuknya di ujung dagu bawahnya, sedang berpikir.

"Aku mau kasih nama.. midnight!" Ucapnya penuh antusias sambil terkekeh. "Kenapa namanya midnight?" Jeffrey bertanya kembali diiringi sebuah senyuman lebar yang menawan terukir di bibirnya.

"Soalnya warnanya item doang, gelap kaya waktu tengah malam hehehe. Selamat datang di rumah aku, midnight.. tapi ngga ada mama nya aku, ada nya Daddy, nggak pa-pa ya?"

Jeffrey tersenyum kecut sambil mengelus punggung kecil Jaedan.

Dan begitulah ceritanya bagaimana Jaedan bertemu dengan midnight sebelas tahun yang lalu.

**

Pagi hari Jaedan dimulai ketika sinar matahari yang hangat masuk ke dalam kamarnya melalui jendela yang gordennya sudah terbuka setengah, dan juga ekor panjang dengan bulu yang lebat milik bongshik mengelus pipi hingga ujung hidung cowok itu. Jaedan memalingkan wajahnya ke arah lain pada awalnya, namun sepertinya bonghsik tidak mau menyerah pada babu setia nya yang satu ini, dia melompat ke arah dada bidang Jaedan yang masih tertutup dengan selimut kemudian mengeong di dekat wajah laki-laki itu, hingga....

"Hatchii..! Hatchi..!! bonghsik, get out of there.." Jaedan sedikit mendorong tubuh gembul kucingnya dan merubah posisi tidurnya menjadi duduk.

Karena ulahnya, Jaedan tidak bisa berhenti bersin, mungkin sampai enam kali bersin ia baru bisa berhenti.

"Tck!" Pemuda itu berdecak kesal sembari menggosok-gosok hidungnya yang sudah memerah.

Ceklek

Jaedan menoleh ke arah pintu kamarnya yang baru saja dibuka oleh sang ayah, menampilkan pria itu yang sudah rapi dengan pakaian kerja nya. Seperti biasa, dia selalu berangkat kerja saat kedua anaknya baru saja membuka mata menyambut pagi hari, dan pulang ketika kedua anaknya ingin menutup mata untuk menutup hari mereka di waktu malam. Memang tidak selalu, namun hampir setiap hari dia begitu.

Ia mendekat ke arah Jaedan, meraih kepala anak itu dan ia dekatkan bibirnya pada puncak kepalanya lalu mengecupnya sekilas. "Daddy berangkat dulu ya, sarapannya udah dimasak sama mba, nanti kalau pulang kuliah mau main jangan lupa jemput Nana dulu"

"Ehm.." Jaedan berdeham.

Jeff sudah berada di ambang pintu, namun ia berbalik lagi, menatap kembali netra putra sulungnya karena ada yang terlupa. "Love you, have a good day!" Pria itu melambai kecil sebelum benar benar menutup rapat pintu kamar.

"Love you more, dad" Jaedan membatin. Tak ingin membuang-buang waktunya dan tak ingin mendengar amukan Nana karena ia terlambat mengantarnya ke sekolah—Jaedan pun segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.

Biasanya habis mandi, laki-laki itu akan langsung memberi makan kedua kucing kesayangannya serta memakan sarapannya sendiri. Bongshik dan Midnight selalu memakan makanan mereka disebelah meja makan, lebih tepatnya disebelah kursi makan milik Jaedan, kadang mereka makan berbarengan dengan Jaedan yang juga sedang menyantap makanannya.

Memang kalau sudah bucing alias budak kucing itu beda.

"Lo nggak kuliah?" Terlihat Nana yang sedang menuruni anak tangga dan berjalan masuk ke area dapur mengambil kotak bekal dan minuman miliknya, bertanya sambil melirik sebentar karena ia dapati sang kakak hanya memakai kaos polos dengan celana pendek sebatas lutut.

"Ntar sore, napa?"

"Tadi temen lo sama pacar lo kesini"

"Harry sama Karina?" Jaedan mendongak, menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Ya iyalah, emangnya cewek lo ada berapa??" Nana merotasikan bola matanya, sementara Jaedan cengengesan.

"Ngapain mereka kesini? Berdua doang?" Jaedan bertanya lagi, Nana menggeleng. "There's another one, your friend from Canada" Nana menutup resleting tas ranselnya setelah memasukan kotak bekal dan minumannya kemudian berjalan ke arah meja makan untuk melahap roti bikinannya sendiri. Pembantu di rumahnya hanya memasak telur, Nana bosan, dan satu lagi—dia tidak bisa minum susu setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah seperti kakaknya, karena dia alergi.

"Mereka nggak bilang apa-apa sih ke gue, cuman ngasih ini," Nana menyodorkan sebuah amplop berukuran sedang, Jaedan langsung menerima dan membukanya saat itu juga.

Didalamnya hanya ada sebuah foto yang sudah lecek dengan bekas lipatan yang mati karena saking lama nya kertas foto itu terlipat. Fotonya tidak terlalu jelas karena sedikit blur dan hampir pudar, namun foto yang tidak terlalu jelas tadi berubah menjadi sangat jelas saat Jaedan membaca tulisan yang ada di belakangnya kala cowok itu membalik foto tersebut.

New York City, 2012

**

"Gue udah bilang, kan? Berhenti nyari nyokap gue, berhenti nyari dia meski gue tahu kalian bisa. Ini udah lewat lebih dari lima belas tahun dia ninggalin gue, Nana sama Daddy, dan kemungkinan besar dia udah punya keluarga kecilnya sendiri, jadi jangan ganggu dia, please..."

Harry, Karina, dan juga Mahen saling memandang satu sama lain setelah mendengar Jaedan berkata seperti itu, begitupula dengan Jaedan yang memandang mereka bertiga bergantian.

"Oke, kalau memang mau lo kaya gitu.. kita bakal berhenti, kita punya niat baik kok, kita cuman.. pengen bisa mempertemukan kalian." Ucap Mahen, menjadi perwakilan.

"I know, thank you so much karena udah punya niat baik. Urusan mempertemukan keluarga gue sama dia—itu biar jadi urusan Tuhan, waktu dan takdir." Jaedan menyerahkan amplop nya kembali pada Mahen, ia tahu foto itu Mahen yang temukan. Kemudian beralih pada Karina, menatap gadis itu sebentar sebelum ia meraih tangan mungilnya dan mengajaknya keluar dari ruangan tersebut.

"Makasih ya, kamu bantu temen aku buat nyari mama, tapi kayanya itu udah nggak perlu dilakukan."

Mereka berjalan beriringan menuju cafetaria kampus.

"Kamu.. nggak apa-apa?" Karina bertanya, menoleh dan sedikit mendongakkan kepalanya untuk menatap sang kekasih.

"Ya nggak apa-apa dong, kan ada kamu hehehe"

"Aku cewek keberapa yang kamu bilangin kaya gitu, Je?" Karina iseng bertanya. Ekspresi Jaedan langsung berubah masam saat ditanya begitu. "Kok kamu nanya nya gitu sih, ya jelas kamu doang lah.."

Pemandangan yang sangat memuakkan bagi seorang bermanik coklat terang yang tengah memperhatikan interaksi pasangan yang sangat digemari oleh seantero kampus itu. Ia merotasikan bola matanya sambil berdecak tidak percaya, "Karina... Karina, mau sampe kapan lo bohongin diri lo sendiri demi fans pacar lo?"

"Jaedan yang malang, kasian banget lo harus jadian sama cewek kaya Karina" Sambungnya sebelum ia mengambil langkah mundur kemudian berbalik dan pergi dari tempat persembunyiannya.

To be continued.

[iv] Harry Wilson

[v] Mahendra William Rodriguez

[vi] Karina

Continue Reading

You'll Also Like

156K 25K 46
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
30K 3.2K 9
❝Hidupku berubah, begitu ada pemuda aneh yang datang mengaku sebagai putraku di masa depan.❞ Β°Start 07.02.2020 [On Goingβœ“] copyright 2020 by fielitan...
1.5M 136K 70
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
13.1K 1.9K 30
[UPDATE KALAU DAH DAPET 1 DRAFT:')] [BUKAN CERITA BXB!] Ibnu tak mengerti apa alasan Manaf bisa bertahan bertahun-tahun dalam belenggu kekejaman bapa...