Gabrielle's Mansion | Turin, Italy.
11.11 AM.
"Apa yang kau lakukan, Nona?" Suara tersebut membuat Letizia buru-buru menurunkan senyum. Ia menoleh pada sumber, di mana Beatrice menatapnya sambil mengulum senyum. "Apa kau sedang memikirkan Tuan L?" tanyanya lagi dengan nada menggoda. Sontak Letizia yang ketahuan tersipu malu.
"Apa yang kau bicarakan, Beatrice?" sangkal Letizia berlagak memainkan ponselnya. "Aku sedang melihat video lucu."
Beatrice mendengus kecewa. "Benarkah? Kupikir kau memiliki hubungan yang khusus dengan Tuan L. Kalian sangat cocok." Ia menunduk sambil memain-mainkan ujung baju.
Letizia mengerjap-ngerjapkan mata kaget lantaran pelayan itu berbicara bebas, padahal baru beberapa hari melayaninya. Ah, ia lupa jika Beatrice adalah La Righello yang memiliki keberanian besar. "Jangan mengada-ngada, aku hanya anak angkatnya," peringatnya.
"Tidak menutup kemungkinan untuk menjadi kekasihnya, bukan? Kalian tidak memiliki hubungan darah. Lagipula, aku melihat bagaimana Tuan menatapmu, Nona."
Letizia mengedarkan pandangan, memastikan kamarnya tidak ada siapa pun, sebelum menarik tangan Beatrice mendekat. "Beatrice, jika seseorang mendengarmu, maka kau bisa digantung!"
Beatrice menunduk. "Maafkan aku, Nona."
Letizia terlihat berpikir sejenak sambil memain-mainkan jarinya. "Memangnya Daddy menatapku seperti apa?" tanyanya dengan nada berlagak tidak peduli.
Beatrice mendekat pada nonanya dan berbisik bersemangat, "Penuh cinta." Melihat sang nona semakin tersipu, Beatrice bersuara lagi, "Jika Nona ingin memastikannya, ikuti caraku."
Letizia menatap pelayannya penuh minat dan bersiap bertanya, akan tetapi terdengar suara ketukan, sebelum Maria masuk. "Nona, makan siang sudah siap."
Letizia mengangguk pertanda Maria dapat pergi, namun melihat wanita itu masih setia di sana, ia berucap sambil tersenyum, "Baiklah, tunggu aku sebentar lagi."
Maria mengernyit dahi, apa yang dilakukan Beatrice hingga nonanya terlihat senang seperti itu? Ia berdeham. "Ada apa, Nona?" Melihat Letizia hanya menggeleng dan Beatrice seolah mengodekan Letizia untuk merahasiakannya dari Maria, Maria menatap Beatrice tidak suka, lalu segera pergi dari sana.
***
Casa Fiore | Turin, Italy
07.49 PM.
"Jadi, pemerintah memiliki projek untuk pembangunan infrastruktur dan—"
"Signore Presidente del Consiglio dei Ministri," potong Gabrielle dengan ekspresi terganggu. "Jika kau ingin bernegosiasi, pergi ke akuntanku, bukan aku."
Pria tua yang menjabat sebagai Perdana Menteri itu pun menunduk sejenak, sebelum menatap Gabrielle lagi dengan senyum ramah. "Baiklah, kapan akuntanmu punya waktu?"
Gabrielle mengisyaratkan Ace agar memberikan nomor akuntan Gabrielle. "Dia yang akan menyesuaikan."
Pria tua itu mengangguk mengerti. "Dan Bapak Presiden mengundangmu untuk makan siang dengannya besok, apa kau punya waktu?"
"Palazzo del Quirinale?" tanya Gabrielle mengangkat sebelah alis yang dibalas anggukan oleh Perdana Menteri Italia tersebut. "Katakan padanya, suatu kehormatan untukku." Gabrielle pun berdiri dari kursi. "Aku harus pergi sekarang."
Perdana Menteri tersenyum ramah. "Selamat malam, Sig. Stone. Titip salamku untuk adik angkatmu."
Gabrielle hanya tersenyum samar, sebelum berbalik bersamaan hilangnya tarikan sudut tipis itu. Ia berjalan tenang ke arah mobil dan segera pergi ke mansion kebesaraannya. "Batalkan pertemuan Herbert Diess dan atur penerbangan menuju Roma," perintah Gabrielle pada Ace.
Pemerintah merepotkan... –Gabrielle
***
Gabrielle's Mansion | Turin, Italy
08.51 PM.
Setelah bermenit-menit duduk di mobil, akhirnya Gabrielle sampai di tempat kekuasaannya. Begitu Gabrielle keluar dari kendaraan luxury, ia mendapati telepon dari Anver –sepupunya–.
"L, kudengar empat tahun lalu kau mengacaukan transaksi Triad di Amerika Serikat!" ucapnya dengan nada kesal. Gabrielle memejamkan mata, berusaha mengingat-ingat Triad mana yang dimaksud sepepunya. Ya, karena ia memang sering jahil dengan musuhnya di dunia hitam. "Mereka menggagalkan transaksiku tadi, karena masih menyimpan dendam padamu."
Gabrielle membuka mata tenang. "Triad mana?"
"Big Circle Gang."
Ah, Triad tua itu... –Gabrielle. Gabrielle melirik mansionnya.Ia masih diam, menunggu sepupunya kembali bersuara.
"Jangan ganggu wilayahku!" bentaknya sebelum memutuskan sambungan kasar.
Gabrielle menyimpan ponsel ke saku dan mengodekan tangan agar para mafioso dapat bangkit setelah sejak tadi membungkuk padanya. Seperti biasa, salah seorang memberi tahu di mana Letizia dan apa yang dilakukan gadis itu.
Gabrielle pun pergi ke kamar Letizia, di mana gadis tersebut tengah memakai lipstik merah di depan cermin. Ia melirik bibir kenyal itu berwarna jantung baru dikeluarkan dari mayat segar. Netra Gabrielle beralih pada oniks Letizia yang mengenakan riasan. Gabrielle kembali meneliti tubuh Letizia dengan tatapan tajam. Gadis itu mengenakan pakaian sangat seksi.
Gabrielle menoleh pada Ace yang semakin menundukkan pandangan, sebab seingatnya ia sudah membakar semua pakaian seksi gadis itu atas perintah Gabrielle. Sang Dewa mengodekan tangan agar mafioso-mafioso di belakangnya pergi dan menutup pintu.
Langkah sepatu mahal Gabrielle mendekat seraya bertanya dengan suara beratnya, "Apa kau ingin melacur?" Suara Gabrielle sontak mengejutkan Letizia dan menatap sumber. Gadis itu terlihat memegangi dadanya karena jantungnya tiba-tiba berdetak sangat keras, sontak Letizia menggeleng cepat.
"Aku hanya ingin mencoba pakaian baruku," ucapnya mengalihkan pandangan.
Gabrielle menajamkan pandangan, menelusuri setiap sisi keindahan tubuh yang dibalut pakaian tipis nan mini di tubuh Letizia. "Buka sekarang atau aku yang akan membakarnya di tubuhmu."
Letizia memasang ekspresi memelas, kecewa. Apa ia tidak terlihat cantik? Apa Letizia terlihat semengerikan itu hingga Gabrielle benci melihatnya seperti ini? Apa ia benar-benar terlihat jalang? Padahal, pakaiannya masih dapat dianggap normal untuk Warga Italia. "Apa aku cantik Daddy?" tanyanya memain-mainkan ujung baju, berharap Gabrielle membuatnya senang meski hanya kebohongan. "Apa aku boleh mempunyai pacar sekarang?"
Gabrielle menajamkan netra, seolah-olah terusik dengan pertanyaan Letizia sekaligus tidak ingin membahasnya. "Don't make me count."
Letizia langsung membuka pakaiannya dengan perasaan sedih. Ia pikir Gabrielle akan senang jika ia berpenampilan cantik dan dewasa seperti ini. Tentu saja tidak mungkin, Gabrielle hanya menganggapnya sebagai anak angkat, mana mungkin Gabrielle senang, malah merasa sebagai Daddy yang terhina melihat putrinya seperti itu. Aneh. Apa ia mencintai Gabrielle? Mengapa ia selalu sakit hati jika Gabrielle mempunyai pacar? Mengapa ia sulit sekali berjauhan dengan pria itu? Mengapa ia ingin terus membuat Gabrielle senang? Tentu saja, sebab Gabrielle adalah segalanya untuk Letizia, ia pasti telah mencintai Gabrielle sejak Gabrielle memungutnya dari panti asuhan.
Namun, perasaan Letizia tidak terbalas. Gabrielle hanya menganggapnya sebatas anak angkat, tidak lebih. Tanpa sadar, air mata mengalir dari sudut netra, segera ia hapus. Ia tidak boleh menangis atau Gabrielle akan tahu bahwa ia dengan tidak tahu dirinya mengharapkan Gabrielle lebih. Ya, setelah semua yang diberikan Gabrielle untuknya, apa pantas ia mengharapkan lebih? Sudah diberi hati, minta jantung.
Letizia terkejut begitu Gabrielle tiba-tiba berada di depannya dan menarik dagu, sehingga ia yang duduk di depan cermin menoleh pada Sang Dewa yang tengah berdiri.
"You are beautiful, so don't cry," bisiknya dengan suara berat nan seksi.
Oniks biru tersebut menghipnotis Letizia untuk masuk ke dalam fantasinya sendiri dengan berani mendekatkan wajah mereka perlahan, merasa Gabrielle ikut hanyut akan suasana dengan menarik tengkuknya. Keduanya berciuman. Tanpa peduli tubuh telanjangnya, Letizia memeluk erat Gabrielle.
Seakan gairah menyelimuti keduanya, Gabrielle langsung membanting Letizia ke tempat tidur, menindihnya. Letizia menikmati setiap kecupan Gabrielle di lehernya disertai tangan besar pria itu bergerilya di tubuhnya. Letizia memejamkan mata, menerima gejolak di tubuhnya, sebelum Gabrielle mendadak berhenti dengan berbisik, "This is what you want?"
Sontak Letizia membuka mata, merasa malu karena menikmati perbuatan Gabrielle yang disengaja pria itu untuk mengujinya. Ia mengerjap-ngerjapkan netra, berusaha memulihkan kesadaran.
Gabrielle bangkit, memasukkan sebelah tangan ke saku. "Sekali lagi kau memancingku, kau akan kehilangan aku selamanya, Lily."
Letizia mematung, merasakan sakit di dadanya disertai rasa malu teramat. Apa yang ia lakukan? Mengapa ia bisa bertindak serendah itu?
Letizia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, meringkuk sambil memikirkan, mengapa ia mengikuti ucapan Beatrice?
"Oh Tuan L!"
Letizia melotot mendengar desahan di sebelah kamarnya. Gabrielle sengaja, bersenggama di samping kamarnya untuk menegaskan posisi Letizia. Letizia menarik selimut hingga menutupi kepala, berusaha menulikan telinga. Namun, pikirannya terus memutar ucapan Gabrielle tadi.
"Sekali lagi kau memancingku, kau akan kehilangan aku selamanya, Lily."
#To be Continue...
161121 -Stylly Rybell-
Instagram maulida_cy