MINE [TAMAT]

By Sitinuratika07

29.7M 1.1M 62.5K

Sudah dibukukan❤️👅 tapi part masih lengkap karena isi di wattpad dan di buku sangat berbeda 🤭 ini cerita pe... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15 - Sean's POV
Part 16
Part 18
Part 19 - Chit Chat
Part 20 END \m/
After Wedding :)
SEQUEL- HAPPY ANNIVERSARY ( Repost )
SEQUEL ( Kelvin D. Franklin )
SEQUEL ( Deira D. Franklin )
SEQUEL ( Melvin D. Franklin )
SEQUEL: Special Melvin, kasih sayang Papa❤
SEQUEL: Sean jadi STALKER!?! (1)
SEQUEL: Sean jadi STALKER!?! (END)
SEQUEL: Abal-abal
SEQUEL - The Couple Goals
Sequel: Aku Padamu, Sean!
Sequel Lanjutan: Aku padamu, Sean!
Sequel lanjutan: Aku padamu, Sean! (versi dua)
Sequel Lanjutan - Aku padamu, Sean! (versi ketiga)
Pengumuman pemenang give away!
Juara 1 - Mine by Octya Celline
Juara 2 - Peleburan Hati by Oksytawulandari
Juara 3 - Oh my God by Syarah
Juara 4 - Jeaolus by Adinda Farah Anisya
Juara 5 - Lingerie by Raudhatul Janah
Juara 6 - Day Dream by Raisa Pujia
Juara 8 - The Grand final Konspirasi by Cassandra June
Juara 9 - Heaven of Culinary by FilipiPhoebe
Juara 10 - Happy Birthday my Lovely Husband by Widya Safira W.
MINE READY STOK ❤️

Part 17

1.1M 36K 2.6K
By Sitinuratika07

Hay kembali author ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya buat readers yg sempet kasih vote & commentsnya :))) loveyou! Seperti part nya, 17 loh xD

********

"Hmmmm...."

Tubuhku menggeliat saat aku tersadar di atas ranjang yang empuk dan wangi. Lalu sempat kulirik jam dipergelangan tanganku, hemm pukul 10 pagi. Kenapa aku bisa tidur ya? Perasaan tadi aku sudah berada di kampus. Lantas aku ingin bangun, tetapi kepalaku masih teramat pusing. Aku pun meringis seraya memegang kepalaku.

"Jangan paksakan tuk bangun."

DEG!!

Jantungku seperti berhenti berdetak. Aku sangat tidak asing dengan suara bariton ini. Aku juga baru sadar kalau ada tangan seorang pria yang sedang memeluk perutku posesif dari belakang. Apa yang terjadi?

Astaga ... Otakku seperti kaset yang memutar kejadian sebelumnya. Ya Tuhan. Kau Bodoh bodoh Tika !! Aku pun merutuki diri sendiri sambil memukul jidatku berkali-kali.

Karena belum berani untuk menoleh ke belakang, lantas aku hanya memandangi dinding kamar yang kutinggali tiga hari lalu, kamar Sean. Kenapa aku harus kembali ketempat ini?

"Sean," panggilku yang masih belum mau membalikkan tubuhku.

"Hmm?" Dia menjawabku lembut. Tangannya memeluk tubuhku lebih erat lagi.

"Aku mau pulang. Mamaku menunggu."

"Menunggu apa sayang?" tanya Sean polos.

"Menungguku!" jawabku ketus.

Apa yang dia pikirkan? Sean sudah bertemu dengan Mama kan? Tidak mungkin dia tega memisahkan hubungan antara ibu dan anak. Kalau dia memang seperti itu, aku yakin dia orang paling keji didunia ini.

"Aku sudah menelfonnya," ujar Sean tenang. Dia juga mencium pucuk kepalaku. Aku terkejut dan langsung membalikkan tubuhku. Dia menatapku lurus dan mata kami pun beradu, tetapi tangannya tidak lepas dari pinggangku.

"Apa yang kau bilang tadi?"

Sean mengelus pipiku, "Aku sudah menelfonnya, sayang. Aku bilang kau ada dirumahku."

"Lalu apa kata Mama?"

"Katanya, 'Jaga dia baik-baik ya' . Itu saja." jawab Sean sambil mengerjapkan matanya lucu.

Apa dia benar-benar menelfon Mamaku? Dan beliau menjawabnya seperti itu? Aku tidak percaya.

"Aku mau pulang sekarang !" ucapku lantang dan bangun dari posisiku dengan gerakan spontan sampai kepalaku berdenyut pusing karenanya.

Tiba-tiba Sean menarik tanganku hingga aku berbaring lagi. Dia memeluk tubuhku dan mencium pipiku dari samping.

"Sebentar saja. Aku sangat merindukanmu. Jangan pergi."

Sean berbicara sangat lembut padaku. Baru kali pertama rasanya dia bertingkah seperti ini. Aku menoleh kesamping, kulihat bola matanya yang sedang berwarna merah tua. Apa dia sedang marah?

Sean mendekati wajahku sambil terus menatap lurus bibirku. Saat dia sudah mendekat dan hampir mencium bibirku, aku berpaling dan dia hanya bisa mencium telingaku.

Tidak hanya itu, dia pun kembali mencium pipiku, mengecupnya beberapa kali hingga bulu kudukku berdiri. Sean memelukku lebih erat dan hendak mencium bibirku lagi. Tetapi aku kembali memalingkan muka untuk kedua kalinya yang membuat dia hanya bisa mencium rambutku.

"Sean, jangan seperti ini. Ku mohon.." Aku menatap matanya yang tengah menatapku datar. Dia melihatku tanpa ekspresi sama sekali.

Sean merubah posisinya dan kini dia sedang berada di atas tubuhku. Tubuhnya bertumpu dengan kedua tangannya yang sedang berada disebelah kepalaku. Aku mendorongnya supaya menjauh karena menurutku posisi ini err.. Cukup berbahaya.

Mendadak Sean memeluk tubuhku hingga tidak ada jarak kecuali kedua tanganku yang berada diantara dada kami.

"Sean, kau terlalu dekat.."

Dia terus saja menekan tubuhku dan berusaha menggapai bibirku. Aku menghindar sebisa mungkin dari perlakuannya itu. Sean menghentikan aksinya dan melihat wajahku tajam.

Aku takut dia melihatku seperti itu. Apalagi dalam posisi begini. Aku memiringkan kepalaku karena tidak enak ditatap terus-menerus. Wajahnya kembali mendekat. Dia menciumi pipi kananku, rahangku, dan terus turun menuju leherku. Aku menggeliat dan berusaha mendorong tubuhnya, tapi tak bisa.

"Engh.." keluhku saat dia mengeratkan pelukannya dibelakang punggungku. Dadaku sakit karena terapit kedua tanganku sendiri.

"Sean.... enough.." Dia mulai menghisap leherku dan menggigit-gigit kecil.

"Enghh.." Kemudian dia menggigit leherku dengan gigi taringnya yang tajam itu dan seketika darahku dihisapnya. Bunyi hembusan nafas terenggal-enggal dan hisapan terdengar jelas dari telingaku. Senikmat itukah darahku?

Tak lama kemudian, Sean mengangkat wajahnya. Disekitar bibirnya masih terdapat bercak darahku.
"Bersihkan darahmu diwajahku." titahnya dengan suara dingin. Matanya masih berwarna merah tua. Apa dia masih marah padaku?

Aku menurut dan membersihkan darah disekitar bibirnya dengan telapak tanganku. Aku tercekat sejenak saat dia mencium tanganku. Sean mendekati wajahku lagi. Entah kenapa aku tak menghindar. Dia menatapku dengan pandangan lembut.

Sean mencium dahiku, kedua pipiku, hidungku, daguku dan terakhir bibirku. Dia mengecupnya beberapa kali, lembut. Sangat, seperti usapan bulu. Aneh.

"Vanilla.. Bibirmu seperti es krim rasa vanilla. Dingin dan nikmat.." ucap Sean lalu kembali mencium bibirku.

"Sean, hentikan!" Aku menutup bibirku dengan telapak tanganku.

"TIDAK MAU!" Dia menggertak dan melepaskan tanganku dari mulutku. Sedetik kemudian dia kembali melumat bibirku.

"Mmmmlllmmmmm..." kulum Sean seakan menikmati aksinya menciumku kasar seperti ini. Aku mendorong tubuhnya sekuat tenaga tetapi tanganku langsung ditangkap oleh tangan Sean. Dia tidak memelukku lagi tetapi sekarang dia menahan tanganku disamping kepalaku.

"Emmpphh!!" lenguhku saat bibir Sean mengunci bibirku dengan paksa. Ia mencoba memasukkan lidahnya kedalam mulutku. Aku berontak berusaha menoleh ke kanan dan kiri agar ciuman Sean terlepas. Tetapi dia semakin menekan tubuhku dan memegang kepalaku dengan salah satu tangannya.

"Mm...hmmphh!!" Aku mulai menangis kesakitan. Tangan kirinya yang menekan pergelangan tanganku kuat, belum lagi tubuhnya yang menyelimuti tubuhku, membuatku menahan bobot badannya yang kekar itu.

Mendadak Sean melepaskan bibirku kasar hingga tertarik ke atas. Nafasnya menderu tepat didepan wajahku. Jarak antara wajahku dengannya mungkin hanya sekitar 3 cm saja.

"Kau mau pergi lagi dariku?" tanya Sean sambil menatap mataku tajam. Aku tidak berani menjawabnya. Aku hanya diam dan masih saja menangis. Tanganku perih sekali. Aku yakin dipergelangan tanganku sudah berwarna biru karena cengkraman tangan Sean.

Dia mengecup bibirku sekilas, "Kalau kau mau pergi lagi dariku, akan kupastikan hidupmu tidak akan tenang, angel..." Sean berbicara sinis lalu mencium bibirku lagi. Aku tidak bisa lagi melawan. Tubuhku sudah sangat lemas sekarang.

"KAKAAAAAAKKKK !!!"

Seseorang membuka pintu kamar dengan cepat.

"ASTAGA !" ucapnya lagi. Aku tak bisa melihat pria yang sedang berada didepan pintu kamar karena kepalaku ditutupi kepala Sean. Sedangkan Sean, dia terus menciumku tanpa peduli siapa yang datang barusan.

"Kalian sedang apa!?" teriaknya lagi. Sean mendengus kesal lalu melepaskan bibirku. Rasanya bibirku bengkak.

Kami berdua menoleh ke arah pintu. Ternyata pria itu Nate, adik Sean. Nate menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya. Wajahnya sangat syok melihat kami.

"Ckk, Nate. Keluar sekarang!!" Sean berteriak sambil menunjuk pintu. Dia pasti marah kegiatan favoritnya diganggu orang. Lihat, Sean bahkan belum beranjak dari atas tubuhku.

Nate mengangguk cepat lalu berlari memburu pintu dan menutupnya kembali. Sean kembali melihat wajahku dan mengusap pipiku lembut.

"Tanganku sakit..." ucapku lirih memandang tangan Sean yang mencengkram pergelangan tanganku. Dia melepaskan tangannya lalu memeluku leherku. Sean kembali mencium bibirku. Bedanya sekarang dia menciumku lebih pelan.

"Kakak !! Aku lupa !!" teriak suara Nate menghambur ke dalam kamar. Sean menghembuskan nafas kesal. Dia mulai bangun dari tubuhku lalu duduk ditepian ranjang.

"Apa lagi? Kau sengaja menggangguku!?" kata Sean dengan nada tinggi. Aku memiringkan tubuhku menghadap dinding dan tidak melihat ke arah mereka. Aku malu..

"Ada ayah dan ibu diluar. Mereka ingin bertemu kau !" seru Nate mengatakannya sekilas. Sean terdiam dan aku yakin raut wajahnya sekarang sedang terkejut. Tak lama dari itu, langkah kaki yang aku pastikan itu Sean, berjalan menuju pintu.

"Hey, Nate. Keluar juga, jangan pandangi istriku!"

"Kakaaaaaak..."

Mereka berdua keluar dari kamar dan menutup pintunya. Aku beranjak dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi. Aku mencuci wajahku, tangan beserta kakiku. Setelah itu, aku menatap wajahku didepan cermin.

Astaga, wajahku kacau sekali. Rambutku sudah tak berbentuk, bibirku berwarna merah menyala dan membengkak, belum lagi tanda bekas gigitan Sean dileherku. Bagaimana aku menjelaskan pada Mama kalau dia melihat ini?
Kemeja siffonku juga sudah kusut dan dikerahnya terdapat bercak darahku. Aku menghela nafas. Lalu aku membasuh leherku supaya bekas darahnya bersih.

"Aw.." ringisku saat tanganku mengenai bekas gigitan tadi. Ya Tuhan, pria itu memang benar-benar kejam. Aku beruntung dan sangat berterima kasih pada Nate karena dia datang. Kalau tidak, aku tidak tahu bagaimana nasibku sekarang.

"Tika..!" sayup-sayup ku dengar suara Sean memanggilku. Hah, aku malas menjawabnya. Apa dia mencariku?

"Tika kau dimana??" panggilnya lagi. Dasar bodoh! Dia tidak berpikir kalau dikamarnya ada kamar mandi hah?

"Aku disini." jawabku pelan dan tidak peduli dia mendengarnya atau tidak. Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka dan Sean menyembulkan kepalanya sedikit. Aku hanya melihat dia dari cermin didepanku.

"Sedang apa didalam? Keluarlah."

"Ya sebentar lagi."

Sean mengangguk lalu menutup pintu. Aku mengusap wajahku dengan handuk yang berada didalam lemari kecil yang berada didinding kamar mandi. Setelah itu, aku pun keluar dan melihat Sean lagi duduk disofa. Memandangiku dengan mata almond-nya itu.

"Duduk sini." Sean menepuk-nepuk tempat disampingnya menyuruhku agar duduk disana. Aku menurut dan duduk diam, tidak berani melihatnya dan hanya menundukkan kepalaku.
Sean menarik wajahku dan menangkupnya dengan kedua tangan dia. Matanya sudah berwarna hitam pekat.

"Aku ingin kau berjanji satu hal." ucap Sean serius dan terus menatapku tajam. "Berjanjilah, jangan pernah tinggalkan aku." lanjutnya lagi. Tangannya turun dari pipiku dan sekarang dia tengah mengenggam tanganku lembut.

Apa aku harus berjanji seperti itu? Jelas saja, aku tidak mau. Aku tidak mau terikat dengannya. Tapi bagaimana? Semakin aku lari, dia semakin mengejarku sampai akhirnya dia berhasil menangkapku lagi dan lagi.

Aku menghembuskan nafas sesaat, "Baiklah aku berjanji, tetapi ada syaratnya." jawabku. Sean membulatkan matanya tanda dia terkejut.

"Apa syaratnya?"

Hemm, aku harus memanfaatkan keadaan ini sebisa mungkin.
"Yang pertama, jangan mengekangku lagi."

Sean berpikir sejenak dan tak lama dari itu dia mengangguk. Ternyata syarat pertama diterima manis olehnya.

"Yang kedua-"

"Tunggu." Sean memotong ucapanku, "Aku batasi hanya 3, Tika." katanya.

Ohh good. Dia kembali berkuasa.

"Baiklah baiklah.. Yang kedua syaratnya, jangan melarang aku pergi kemanapun dan dengan siapapun."

"APA !? Aku tidak bisa, kalau kau pergi dengan perempuan tidak apa2, aku izinkan. Tapi kalau bersama pria, aku haramkan itu." katanya kejam.

"Sean, sudah ku bilang jangan mengekangku kan!" balasku.

"Tapi lihat dulu keadaannya, Tika ! Jangan berbohong padaku. Awas saja kalau aku tahu kau pergi dengan pria lain selain aku, siapapun itu, ku bunuh dia !" Sean marah dan matanya pun sudah berubah menjadi merah. Dasar lelaki pemarah ! Sama saja kalau begini dia mengekangku selamanya.

"Bagaimana kalau pria lain itu Papa ku?" tanyaku lagi.

"Itu pengecualian. Tapi awas saja kalau..."

"Yayayaya, aku berjanji tidak pergi dengan pria lain selain kau dan Papa ku." Aku langsung memotong ucapannya barusan karena kuyakin dia akan mengulangi kalimat posesif itu lagi.

"Dan ini syarat terakhir."

"Apa?"

"Ehmm.... Jangan menciumku lagi."

Sebenarnya aku takut mengatakan ini. Lihat reaksi Sean. Tepat sekali dugaanku, dia sangat terkejut mendengar syarat terakhirku.

"Aku tidak mau ! Kau tahu, kau istriku ! Setiap jengkal tubuhmu itu milikku !" Dia mengenggam tanganku lebih kuat.

"Sean tapi kau..." ucapanku terhenti saat Sean menarik tanganku, memelukku dan mendaratkan bibirnya ke bibirku. Aku memutarkan bola mataku jengah. Apakah dia tak puas sudah menciumku berlama-lama tadi hah?

"Aku suka bibirmu, ini tempat favoritku." Dia mengecup bibirku lagi. "Bibirmu wangi vanilla." Sean terus mengecup bibirku.

"Haaaaahhhhhhh.." Aku menghembuskan nafasku lama dengan sengaja agar dia tidak menciumku lagi. Bukannya dia menutup hidung atau apa, Sean malah menghirup nafasku dalam-dalam.

"Kau tahu, hawa nafasmu itu sangat berbau vanilla. Coba lagi." katanya.

"Haaah." Aku menghembuskan nafasku tepat didepan wajahnya. Perasaan bau mulutku tidak berbau vanilla seperti yang dia katakan tadi.

"Harum sekali, umm!!" Dia menciumku tiba-tiba. Dasar mesum ! Aku menutup mulutnya menggunakan tanganku.

"Aku mau pulang."

"Pulang kemana? Ini kan rumahmu." jawab Sean dengan suara seperti terdekap, karena tanganku masih menutup mulutnya.

'Cup'

Sean mencium telapak tanganku. Refleks aku melepaskan tanganku. Aku lengah. Dia gesit sekali.

"Apa-apaan sih. Aku mau pulang kerumah Mama, bukan disini." ucapku sedikit menjauh karena Sean melihatku dengan mata evilnya itu.

"Baiklah, tapi ada syaratnya." katanya. Apakah dia mau balas dendam?

Aku melotot, "Apa?"

"Kiss me.." tunjuk Sean ke arah bibirnya. Apa dia bilang?

"Aku tidak mau!" ucapku saat Sean menunjukkan wajah memelasnya itu.

Apa aku baru sadar sekarang kalau dia setampan ini? Bahkan wajahnya jauh dari kata tampan. Dia sangat sangat tampan. Oh tidak, ini gawat. Tidak mungkin aku terpesona dengannya kan?!

"Kalau kau menciumku, nanti aku antar pulang." katanya.

"Benarkah? Tapi tadi kan kita emmm..... Sudah melakukan itu dan errr.. Lama." aku tidak enak bicara sevulgar ini. Arghh..

"Tapi kau tidak pernah menciumku duluan! Ayolah sekali saja, aku ini suamimu, Tika!" jawabnya kesal.

Yang benar saja, aku pasti sudah gila saat ini.
"Baiklah, tutup matamu!" kataku dan dia langsung menurut. Aku mencium pipinya sekilas. Sean langsung melotot.

"Bukan disini, tapi disini sayang!" ucap Sean sambil menunjuk pipinya setelah itu dia menunjuk bibirnya. Oh merepotkan saja!

"Ckk, baiklah! Tutup matamu lagi," suruhku dan dengan cepat Sean menutup matanya seperti tadi.

'Chup'

Sedetik. Ya hanya sedetik aku menempelkan bibirku ke bibirnya. Sean membuka mata dan ekspresinya seperti habis menang lotere. Dia senang sekali lalu memelukku erat.

"Aku mencintaimu." bisiknya ditelingaku.

Entah kenapa jantungku berdetak cepat saat mendengar pengakuan Sean untuk pertama kalinya. Aku terdiam, mulutku seakan ditempel oleh lem. Lalu Sean melepaskan pelukannya dan memegang wajahku seraya tersenyum. Tulus.

"Kita makan siang dulu, baru pulang. Ayo." Sean menarik tanganku membuatku refleks berdiri. Jujur, aku masih syok lantaran ucapannya tadi. For sake, kenapa hatiku dagdigdug begini?

Sean membawaku ke ruang makan dan menarik kursi untuk aku duduki.
Wuaahhhhh seafood !!
"Sean ini semua makanan kesukaanku!" seruku tanpa sadar. Aku pun menunduk malu. Wajahku pasti merona sekarang.

Sean terkekeh, "Baguslah kalau begitu. Tidak sia-sia aku menelfon ibumu tadi." ucapnya. Lalu dia mengambil nasi beserta lauknya ke atas piring didepanku.

Ini semua makanan Indonesia loh. Wuaahh, sudah lama aku tidak memakan aneka seafood begini.

"Jadi, kau benar menelfon Mama?" tanyaku ragu.

"Kau mengira aku berbohong? Ya sudah makanlah saja," titah Sean sambil menyuap makanan ke dalam mulutnya sendiri. Aku mengangguk cepat lalu menyantap hidanganku.

Daebak! Ini enak sekali ! Tak malu-malu, aku makan dengan lahap. Sean hanya tersenyum melihatku.

"Aku senang kau makan selahap ini, makanlah yang banyak. Oke." ucapnya sambil mengusap kepalaku. Sikap dia hari ini betul-betul berbeda. Sekarang Sean kebanyakan bertingkah lembut padaku.

"Nanti aku antar pulang tapi jangan pergi kemana-mana lagi."

"Iya, memangnya aku mau pergi kemana." jawabku singkat. Sean melihatku dengan tatapan datarnya.

"Aku akan sibuk 1 bulan ini, ayah dan ibuku ingin liburan. Jadi aku mengurusi perusahaan ayah tuk sementara." jelas Sean panjang lebar.

Aku tertegun sesaat mengetahui kalau sifat Sean ternyata penurut juga. Hem perusahaan apa? Ah aku tidak tahu sama sekali tentang keluarga Sean ini.

"Jadi kau tidak bertemu aku lagi?" tanyaku kegirangan. Sean menyentil dahiku. "Aww.." Aku pun langsung memegang dahiku.

"Kau ini, sebisa mungkin kalau ada waktu aku pasti menemuimu."

"Yahhhhhh..." Aku tertunduk lesu. Tapi sedikit rasa bahagia saat waktu bertemu dengan Sean semakin jarang, mungkin dia akan melupakanku. Semoga saja. Aku juga bisa pergi kemanapun saat Sean sibuk dengan perusahaannya.

"Jangan macam-macam. Awas saja!" ancam Sean seolah tahu apa yang sedang kupikirkan. Aku hanya menggaruk kepalaku yang tak gatal.

Setelah makan, kami naik kedalam mobil. Dia ingin mengantarku pulang. Tak sangka dia menepati janjinya. Kalau begini kan bagus.

Sean mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Aku menoleh ke arah samping. Sean yang sedang serius itu terlihat sangat manis dimataku. Oh No, pantas saja dimanapun kami berada, dia selalu mendapat tatapan memuja dari para gadis yang melihatnya.

Ku akui Sean memang tampan. Tubuhnya tinggi, putih, hidung mancung, bibir tipis, rahang kokoh dan mata almondnya yang bulat dilengkapi alis yang tebal. Paduan yang sempurna. Membuat dia sangat enak dipandang. Aku jamin dia sangat cocok menjadi bintang model Calvin Klein.

"Kau terpesona padaku ya?" tanya Sean tiba-tiba. Refleks aku memalingkan wajahku dan melihat keluar mobil.

"Tidak." jawabku singkat. Sean mengulum senyum mendengar jawabanku. Sejak kapan wajahnya jadi menyebalkan seperti itu!?

"Jujur saja, sayang. Kau ingin bilang aku tampan kan?"

"Percaya diri sekali." Aku melipat kedua tanganku didepan dada. 'Iya, kau memang tampan' jawabku dalam hati.

"Kau sangat cantik." Sean berkata begitu sukses membuat mulutku menganga. Aku terdiam seribu bahasa. Bisa-bisanya kau memujiku seperti ini. Untuk pertama kalinya, Sean memujiku cantik.

"Jujur, saat pertama kali aku melihatmu, aku sudah tertarik." ujarnya melanjutkan. Aku hanya diam dan tak bisa berucap apa-apa. Masih syok. Rasanya stock kata di otakku sudah habis.

"Apa kau tahu alasanku menikahimu secepat itu walau kita baru bertemu?" tanya Sean berlalu melewati lampu hijau yang baru menyala. Aku menggelang pelan.

"Untuk mengikatmu agar tidak ada pria lain yang bisa mengambilmu dariku." Sean tersenyum sangat manis.

Aku menatap matanya. Tidak ada kebohongan yang bisa aku dapatkan disana. Semua yang dikatakannya ternyata jujur. Apakah aku harus senang atau sedih mendengar ucapannya tadi? Aku tak tahu.

Tak terasa sudah sampai dirumahku. Sebelum aku membuka pintu mobil, Sean menahan tanganku.

"Aku ingin memberikanmu ini." Dia mengambil sesuatu dari bawah jok mobilnya. Hah? Ini tasku! Tas yang pertama kali aku bawa saat Raka membawaku ke rumah besar itu.

Aku tercengang dan ragu untuk mengambilnya. Lalu Sean kembali merogoh sesuatu dari saku celananya. Astaga, itu handphone-ku. Aku langsung mengambilnya dan melihat isi dari gadgetku itu.

Kosong. Empty. Bahkan fotoku bersama Roby tidak ada lagi. Hanya fotoku bersama teman-teman perempuan. Aku melihat kontak. Ya Tuhan hanya 4 orang yakni Sean, Annie, Mama dan Papa.

Shit!

"Aku mengganti nomormu dan ingat satu hal, jangan menyimpan nomor pria manapun. Atau aku akan marah." ucap Sean serius. Aku menghela nafas.

"Aku pulang." kataku lesu dan hendak membuka knop mobil. Sean menahan tanganku lagi.

"Kau belum berpamitan denganku." sahutnya sambil memiringkan kepalanya. Dia seperti ingin memberiku kode agar aku mencium pipinya.

Huh, aku menghembuskan nafas kesal dan dengan berat hati aku mengecup pipinya sekilas dan beranjak keluar dari mobil.

Sean menghidupkan klaksonnya tanda ia pergi. Aku pun berjalan kedalam rumah dengan perasaan was was. Sebenarnya aku takut untuk masuk tapi mau bagaimana lagi.

"Aku pulang!" seruku saat baru membuka pintu.
Mamaku datang dari ruang tengah, beliau berdandan dan membawa tas ditangannya.

"Oh Tika! Ayo siap-siap, Kita akan ke bandara sekarang!"

💛💛💛💛

NOVEL MINE SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK BUKU 💘💘

Mau?

Harga 70rb yessssss tebal halaman 333

Tersedia di seluruh toko buku Indonesia (jika stok masih ada)

Silahkan pesan di :

WA/SMS : 08981151751
Line : Sitinuratika07
IG : sitisitinur

Perbedaan isi di wattpad dan di buku 50% lebih! Penasaran kan ... ayo beli 💕💕💕💕💕

Kamu juga bisa membelinya dari Google Play Store :)))

Continue Reading

You'll Also Like

Stay or Die By Gvdgvrl

Mystery / Thriller

120K 8.2K 87
[Perhatian!] Cerita privat acak. Follow untuk bagian lengkapnya. Hal yang tidak masuk di akal sehatmu, akan terjadi disini. Percayalah. Deagra Lucia...
924K 77.4K 36
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ___...
10M 1.2M 60
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
2.7M 261K 84
Michaela sangat mencintai kehidupan normal sebagai salah satu gadis remaja di London. Ia selalu bersyukur untuk kedua orangtua yang membesarkannya pe...