GISTARA (END)

By Nisliha

365K 23.9K 2.6K

Kejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
CAST
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48
Bab 49
Bab 50
Bab 51
Bab 52
Bab 53
Bab 54
Bab 55
Bab 56
Bab 57
Bab 58
Bab 59
Bab 60
Bab 61
Bab 62
Bab 63
Bab 64
Bab 65
Bab 66
Bab 67
Bab 68
Bab 69
Bab 70
Bab 71
Bab 72
Bab 73
Bab 74
Bab 75
Bab 76
Bab 77
Bab 78
Bab 79
Bab 80
Bab 81
Bab 82
Bab 83
Announcement
Bab 84
Bab 85
Bab 86
Bab 87
Bab 88
Bab 89 (END)
INFO
Special Part

Bab 32

3K 238 15
By Nisliha

Ig : @nis_liha
@wattapdnisliha

HAPPY READING GAISSS!

-----

"Orangnya memang sudah tiada, tapi  perasaannya masih ada."

Bugh

Satu pukulan telak mendarat sempurna di wajah Manggala hingga darah segar keluar dari hidung cowok itu.

"Nes!" tegur Kaivan sambil menahan tubuh Ganes yang hendak melayangkan pukulan lagi ke wajah Manggala.

Ganes mengusap wajahnya kasar. Mengumpulkan kesadarannya yang barusan hilang karena dikuasai oleh emosi saat melihat Gista menangis. Ganes tidak suka melihat sepupunya itu menangis. Selama ini ia berjuang untuk Gista kembali bahagia, tapi hari ini Manggala malah membuatnya  menangis. Ganes khawatir kebencian Gista pada cowok akan semakin menjadi-jadi.

"Sorry, Nes. Gue tadi udah kelewatan bilang kayak gitu sama Gista. Gue cuman nggak mau ada keributan di antara mereka. Gue juga nggak mau adek lo masuk BK lagi gara-gara masalah ini." Manggala mengusap darah segar yang keluar dari hidungnya menggunakan sapu tangan yang disodorkan oleh Magenta.

"Tapi lo itu harusnya nggak bilang kayak gitu, Gal! Itu sama aja lo seolah-olah belain Bianca," ujar Anara yang kelewat kesal pada Manggala.

Janu langsung menyerobot. "Lo juga jangan nyolot gitu dong, Ra. Manggala, kan, udah minta maaf."

"Udah-udah. Bentar lagi bel bunyi mendingan lo ke kelas aja, Ra. Kalau ada guru yang nanyain Gista di mana lo bilang aja dia di UKS lagi nggak enak badan," perintah cowok beralis tebal itu pada Anara.

"Tapi, Gista—"

"Biar gue aja yang nyari dia," potong Kaivan cepat.

Tanpa banyak bicara cowok bermata sipit itu langsung bergegas mencari Gista di rooftop. Meninggalkan mereka berlima begitu saja.

Feeling Kaivan mengatakan Gista pasti mencari tempat yang sepi untuk menenangkan diri.

Sesampainya di rooftop Kaivan bernapas lega melihat Gista berdiri di sana. Kaivan mendekat, tapi tidak berbicara apapun atau menanyakan apapun pada Gista. Membiarkan Gista melampiaskan semua yang dirasakannya saat ini.

"Kai," panggil Gista tanpa menoleh setelah sebelumnya hanya bergeming meski ia menyadari keberadaan Kaivan yang berdiri di belakangnya.

"Apa gue salah kalau gue ngebela orang tua gue yang dihina? Apa gue terlalu baperan cuman gara-gara mama gue dihina gue sampe mau main tangan? Apa gue terlihat kayak cewek yang nggak bermoral?" tanyanya beruntun.

Gista mendongak mencegah genangan air di pelupuk matanya itu kembali tumpah. "Nyokap gue dibilang gila, Kai. Dan gue nggak mungkin diem aja."

"Gue yakin kalo lo ada di posisi gue lo juga nggak bakalan terima kalau orang tua lo dihina."

"Enggak ada yang salah dari pembelaan seorang anak buat orangtuanya yang dihina. Yang salah itu jika pembelaan itu pake kekerasan." Cowok bermata sipit itu ikut berdiri di sebelah Gista yang menatap kosong ke depan.

"Lo nggak salah, tapi cara lo yang salah. Lo boleh maki-maki Bianca sepuas lo. Tapi, lo salah kalo sampe nampar dia."

"Gue cuman kebawa emosi. Gue paling sensitif sama setiap hal yang menyangkut sama keluarga apalagi nyokap gue."

Kaivan menatap lekat Gista dari arah samping. "Gue paham sama apa yang lo rasain."

Sempat terjadi keheningan selama beberapa saat. Sebelum akhirnya Kaivan kembali berbicara.

"Manggala tadi dipukul sama Ganes," ucapnya.

Gista melirik Kaivan sekilas. Tidak menanggapi ucapan cowok itu. Ia malas membicarakan tetang Manggala. Cowok itu sudah keterlaluan. Dia berbicara dengan mudahya padahal tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di keluarganya. Yang Manggala tahu hanyalah tentang Kanaya. Kanaya yang lemah lembut yang bernasib malang.

"Gue bukan mau belain Manggala. Niat dia tadi cuman biar enggak ada keributan. Dia nggak mau lo masuk BK lagi karena masalah ini. Dia sama kayak lo. Benar, tapi salah. Maksudnya bener, tapi caranya yang salah."

"Gue ngerti," balas Gista cuek.

"Jangan lo benci dia ya, Gis. Manggala itu orang baik."

Gista mendengus geli. Orang baik? Bahkan, Gista sudah menjadikan cowok itu sebagai tersangka kedua pelaku pemerkosaan itu setelah pamannya. Karena hal itu sulit untuknya bisa melihat kebaikan Manggala. Yang ada hanyalah kebencian saja.

Melihat Gista yang masih saja diam. Kaivan menghela napasnya. Cewek itu sepertinya juga menaruh kesal padanya karena ia yang tidak mau membantunya mencari si pelaku.

"Lo beneran mau tau alasan kenapa gue nggak bisa bantuin lo nyari tahu semuanya? Kenapa gue memilih ingkar sama janji kita?" kata Kaivan tiba-tiba yang membuat Gista mengalihkan atensinya seluruhnya pada cowok itu.

Kaivan maju beberapa langkah di depan Gista. Dia berdiri tepat di tepi rooftop sampai ujung sepatu yang cowok itu kenakan juga tidak menapak. Menarik napas lalu membuangnya pelan. Kaivan berbalik menuju Gista untuk memulai bercerita.

"Lo masih inget, kan, pas lo bilang sebelum kakak lo bunuh diri dia sempet kabur dari rumah dan baru pulang pagi harinya?"

Kaivan mendongak. Menerawang langit biru cerah tanpa awan di atas sana.

"Dia itu dari rumah gue, Gis."

Jakarta, Juli 2020

Gorden jendela kamar Kaivan bergerak-gerak tertiup angin. Membuat angin malam nan dingin itu masuk dan menusuk pori-pori cowok yang tengah mengenakan kaus putih polos itu hingga bulu kuduknya berdiri.

Kaivan menelan ludah melihat siluet sosok tinggi berambut panjang di balik gordennya yang bergerak tertiup angin karena ia lupa mengunci jendela sore tadi. Laki-laki itu bergeming di tempat dengan tubuh gemetar. Lampu kamarnya sudah ia matikan. Namun, penerangan di luar kamarnya yang masuk ke celah jendelanya membuat ia bisa melihat sosok itu yang berdiri di luar jendela. Sekali saja angin bertiup kencang dan menyibakkan gorden, Kaivan yakin ia bisa melihat sosok yang ia yakini hantu itu dengan  jelas.

Mengabaikan jendelanya yang belum ia tutup, cowok itu berniat melompat ke kasur untuk berpura-pura tidak tahu agar tidak diganggu sampai suara seseorang yang ia kenali membuat keningnya berkerut.

"Kai... Kaivan."

Kaivan membalikkna badannya.

"Ini gue... Kanaya."

Sontak Kaivan segera berjalan menuju jendela dan menyibak gordennya. Mata sipitnya membola mendapati sosok perempuan tinggi putih dengan rambut hitam sepinggangnya tengah berdiri menatapnya sayu.

"Nay, kamu ngapain?"

Kaivan langsung melompat turun melalui jendela. Begitu ia berdiri di depan Kanaya. Cewek itu langsung menubruknya dan menyembunyikan wajahnya di antara ceruk leher Kaivan.

"Nay."

"Sebentar, Kai. Biarin kayak gini dulu. Lima menit aja."

Kaivan menurut. Dia membiarkan perempuan cantik di depannya itu memeluknya. Ia juga membalas pelukan Kanaya. Mengusap punggung  gadis itu dengan gerakan seirama dan sesekali mengecupi puncak kepalanya dengan lembut.

"Sekarang kamu cerita sama aku. Kamu kenapa?" Kaivan melepas pelukannya, membawa tubuh gadisnya itu untuk duduk lesehan di atas rerumputan tepat di bawah jendela kamarnya.

Mendapati Kanaya yang malah menangis tanpa suara. Kaivan panik. Laki-laki itu menangkup wajah Kanaya untuk mengusap air matanya.

"Hey! Kok malah nangis? Kamu kenapa? Ada masalah di pemotretan Atau ada model lain yang nggak suka sama kamu?" cecarnya.

Kanaya menggeleng. Membuat Kaivan semakin tak mengerti. Beberapa saat kemudian Kaivan menghela napasnya dan menatap wajah Kanaya.

Dengan ragu Kaivan bertanya, "Papa kamu udah tahu semuanya?"

Kanaya mengangguk.

"Terus?"

"Papa... papa kena serangan jantung," ucapnya parau.

Kaivan terkejut. Dia sudah tahu kalau Kanaya hamil, tapi ia tidak tahu jika Erlan terkena serangan jantung karena mengetahui semuanya.

"Sekarang papa dirawat di rumah sakit, Kai. Dan ini semua gara-gara aku." Kanaya terisak. Bahunya berguncang hebat.

"Enggak. Ini semua bukan salah kamu. Ini takdir," sanggah Kaivan menarik tubuh gadisnya itu ke dalam pelukannya.

"Ini salah aku, Kai. Aku jadi aib buat mereka. Aku udah mencoreng nama baik keluarga. Bahkan sekarang aku malu dan ijik sama diri aku sendiri."

Kaivan mengeratkan pelukannya dan mengusap punggung Kanaya penuh kasih sayang.

"Kamu nggak boleh bilang kayak gitu. Kamu nggak boleh ngehina diri sendiri, Nay. Aku tahu enggak ada yang mau dan sanggup berada di posisi kayak kamu. Tapi, ini takdir. Ini ujian buat kamu. Kamu harus bisa ngelewatin ini semua."

"Aku nggak kuat, Kai. Aku nggak sanggup ngelewatin ini sendirian," adu Kanaya.

"Kamu nggak sendirian, Nay. Ada aku. Aku bakalan selalu ada buat kamu. Kita bisa lewatin ini semua bareng-bareng," tutur Kaivan halus.

"Aku mau tanggungjawab atas bayi di dalam rahim kamu itu, Nay. Aku bisa pura-pura ngaku ke papa kamu kalau aku yang udah hamilin kamu," tukas  Kaivan menatap serius Kanaya. Ia berbicara seolah itu adalah hal yang mudah baginya. Ringan dan tanpa beban sama sekali.

Kanaya langsung menjauhkan tubuhnya. "Enggak, Kai. Aku bakalan gugurin bayi ini. Aku enggak mau kamu ngorbanin diri kamu sama mimpi kamu cuman karena aku yang nggak ada harga dirinya lagi ini. Kamu punya mimpi, Kai. Kamu pengin jadi dokter, kan? Kamu berhak bahagia. Kamu berhak dapetin yang lebih baik dari aku."

"Jangan! Aku mohon jangan, Nay. Jangan bunuh bayi nggak berdosa itu. Soal mimpi aku. Aku udah nggak mikirin itu lagi, Nay. Yang terpenting buat aku sekarang itu kamu."

Kaivan sudah tidak memikirkan mimpinya lagi saat ini. Yang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana Kanaya agar tidak jadi menggugurkan bayinya.

Kanaya menggeleng. Perlakuan Kaivan yang seperti ini justru membuatnya semakin terlihat mengenaskan dan tidak mempunyai harga diri lagi.

"Enggak, Kai! Enggak! Papa kamu juga  punya sakit jantung. Aku enggak mau papa kamu kena serangan jantung kayak papa aku!" bentaknya sambil  berdiri.

"Aku bisa bicara baik-baik sama papa,  Nay. Please jangan gugurin bayi kamu," bujuk Kaivan.

Kanaya tidak menjawab. Dia merogoh tas slempangnya, mengeluarkan sebuah amplop berwarna biru dan menyerahkannya pada Kaivan.

"Kamu cinta, kan, sama aku, Kai?"

"Iya, Nay. Aku cinta sama kamu. Saat ini, besok, dan selamanya."

"Kalau begitu kamu janji sama aku turutin apa yang aku minta sesuai isi surat ini ya, Kai. Aku mohon."

Kaivan menerima surat itu dengan perasaan campur aduk. Entah, kenapa air matanya meleleh. Seolah isi surat itu adalah permintaan terakhir dari Kanaya teruntuknya.

"Iya, Nay. Aku janji."

"Jangan benci aku juga dengan apapun keputusan yang akan aku ambil nantinya. Titip Gista. Bantu Ganes sama Bang Wira jagain dia. Jangan sampai Gista ngalamin hal yang sama kayak aku, Kai."

Kaivan mengangguk.

"Aku juga cinta sama kamu, tapi maaf jika cinta kita nggak bisa jadi alasan buat kita bersama."

Setelah mengucapkannya Kanaya berlari keluar dari halaman samping rumahnya. Kaivan langsung mengejarnya karena ia mempunyai firasat yang buruk. Namun, langkahnya harus terhenti ketika asisten rumah tangganya meneriakinya karena penyakit jantung papanya kambuh akibat tahu perusahaannya yang rugi besar akibat  penyelewengan dana oleh salah satu orang  kepercayaannya.

"Jadi, lo dulu pacaran sama Kak Naya?" tanya Gista menatap lurus ke depan usai Kaivan mengakhiri ceritanya.

"Iya, Gis. Kita backstreet karena Kanaya sendiri yang minta nyembunyiin semuanya. Dia takut papa lo marah kalau tahu anaknya pacaran."

"Terus? Isi surat itu ada hubungannya  sama lo yang ngingkarin janji sama gue?" Gista menatap lekat mata Kaivan menanti jawaban dari cowok itu.

"Waktu itu gue sempet lupa kalau Kanaya ngasih surat ke gue karena bokap yang sakit. Surat itu juga menghilang selama satu tahun. Waktu gue cari nggak ketemu sampe sepulang dari Belanda kemarin. Pembantu gue bilang dia nemuin surat yang selama ini gue cari di tumpukan buku waktu bersihin kamar gue. Dan isi dari surat itu adalah kakak lo minta buat gue nggak nyari tahu siapa pelakunya. Dia minta sama gue buat nyegah siapapun di antara kalian yang mau nyari tahu soal itu," jelas Kaivan.

"Tapi, lo juga udah janji sama gue, Kai. Lo waktu tahu kakak gue nggak ada lo juga marah lo bahkan bersumpah mau menjarain orang yang udah memperkosa Kak Naya. Lo janji bakalan bantuin gue buat nyari tahu semuanya! Lo nggak bisa kayak gini, Kai!" ujar Gista dengan nada marah dan mata elangnya yang memerah.

"Tapi, ternyata gue udah duluan janji sama kakak lo, Gis. Seandainya gue buka duluan surat itu gue nggak bakalan janji sama lo," sahut Kaivan membuat dada Gista mendadak sesak.

"Tapi, kakak gue udah nggak ada, Kai. Lo bisa ngingkarin janjinya. Lagian lo udah janji juga buat jagain gue, kan?!" sentak Gista dengan deru napas yang memburu.

"Kakak lo emang udah nggak ada, tapi  perasaan gue buat dia masih ada. Jadi, nggak mungkin gue ngingkarin janji gue ke Kanaya, Gis."

Gista tersenyum getir. "Jadi, lo lebih milih ngingkarin janji lo ke gue, sahabat lo sendiri demi janji lo ke kakak gue yang udah nggak ada. Padahal dengan lo nurutin itu sama aja lo ngebiarin pelaku itu nyari mangsa baru, Kai."

"Sorry, Gis." Hanya itu yang terucap dari bibir Kaivan membuat Gista menatapnya dengan nanar.

Shit! Selama ini gue suka sama cowok yang mencintai dan dicintai kakak gue sendiri, batin Gista tersenyum miris.

-----GISTARA-----
Batas antara halu dan nyata

Continue Reading

You'll Also Like

976K 43.6K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
713K 48.5K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
4.8M 195K 37
Namanya Kenzo Arsenio, seorang cicit dari yayasan pemilik sekolah, cucu dan anak dari seorang pemilik perusahaan besar, serta wajahnya yang memukau y...
162K 14.8K 25
"Sea lo bertingkah imut kayak gini gua jadi makin sayang sama lo tau gak" "Sky... Berhenti godain gua!" ━━━━━━━━━━━━━━━━━ ·⭒ [Saturn Universe] Warn...