Bertemu Kembali [ BakuDeku ] ✔

By ofazuku_

78.6K 8.8K 1K

Ini semua berawal dari Izuku yang asal tarik orang sembarangan di tempat umum untuk berlindung dari sang man... More

Bertemu
Sudah Lama
Kehebohan di Instagram
Aku Disini
Pagi di Kamar Katsuki
Kode dari Kirishima dan Mina
Indirect Kiss?
Kehangatan di Musim Dingin
Keributan di Twitter
Di SMA U.A
Mabuk
Hadiah Natal Terbaik
Cerita dari Masa Lalu (1) : Aku akan Menunggumu
Perempuan yang Bersama Katsuki
Misi untuk Izumi Kota : Menghibur dan Menenangkan Hati Izuku
Akhir dari Kesalahpahaman
Cerita dari Masa Lalu (2) : Midoriya Hisashi
Idola Baru U.A dan Pengakuan Cintanya
Malam Terakhir Festival Musim Dingin
Cerita dari Masa Lalu (3) : Katsuki, Izuku, Shoto
Di Acara Reuni
Saling Menemukan
Cerita dari Masa Lalu (4) : Sebuah Pengkhianatan
Luka yang Terganti
Akhir Cerita
NEW FANFIC

Bukankah Katsuki Lelaki yang Baik?

3.4K 408 45
By ofazuku_


Makan malam di rumah keluarga Bakugo berjalan dengan menyenangkan. Karena makan malam spesial ini ditujukan untuk penyambutan Katsuki, bintang utama dari pembicaraan mereka adalah seputar Katsuki yang menjalani hari-harinya di Amerika. Izuku sangat antusias dengan pembicaraan itu sementara yang dibicarakan selalu memasang tampang masam andalannya.

Usai makan, Izuku membantu Mitsuki dan Inko untuk berberes. Membawa peralatan makan yang kotor ke wastafel.

"Izuku, simpan saja dulu. Biar bibi yang mencucinya nanti," ujar Mitsuki saat membersihkan meja makan.

Izuku tersenyum. "Tidak apa-apa, bi. Biar aku membantu untuk membersihkannya."

"Benar, Mitsuki. Biarkan saja Izuku membantu," timpal Inko yang sudah selesai berberes.

Mitsuki menghembuskan nafas. "Ah padahal kau tamu kami disini. Tapi malah dibuat repot."

"Jangan anggap dia tamu, wanita tua," ucap Katsuki yang baru datang, membuat ketiga orang yang berada di dapur menoleh. "Memangnya sudah berapa lama kita saling mengenal? Kalau dia bilang ingin membantu, biarkan saja dia. Bukankah selama ini kau menganggapnya seperti anakmu sendiri? Bahkan kau bersikap sangat baik kepadanya dibanding anakmu sendiri."

Mitsuki berdecak dan melemparkan lap meja yang ada di tangannya tepat ke wajah Katsuki. "Hahahaha... Kau benar juga. Jelas aku bersikap lebih baik padanya karena dia anak yang manis! Tidak seperti seseorang yang bahkan tidak bisa memanggil ibu dan ayahnya dengan benar! Ya sudah kalau begitu, Izuku mohon bantuannya ya~ KATSUKI, BANTU IZUKU MENCUCI PIRING!" Mitsuki berjalan pergi meninggalkan dapur bersama Inko.

"Serahkan padaku, bi!"

"WANITA TUA SIALAN! APA-APAAN INI?!" Katsuki menjauhkan lap dari wajahnya dan melemparnya ke sembarang arah.

"K-Kacchan!"

Katsuki menoleh dan menemukan jika lap itu sudah mendarat tepat diatas kepala Izuku. Dia terdiam sejenak kemudian tertawa terbahak-bahak karena merasa sangat lucu. Sementara yang ditertawakan tampak cemberut.

"Kacchan!" Izuku menurunkan lap dari kepalanya dan menaruhnya di pinggir wastafel.

Katsuki berjalan mendekat. "Maaf, itu tidak disengaja," ucapnya masih tertawa.

Izuku mengembungkan pipinya. "Aku harus mencuci rambutku lagi," keluhnya.

Katsuki bersandar pada pinggiran wastafel dan memperhatikan Izuku yang tengah mengusak rambutnya sendiri. Tangannya kemudian terulur dan membantu Izuku untuk membersihkan rambutnya dari noda yang ditinggalkan lap meja.

Gerakan itu mengejutkan Izuku. "K-Kacchan..." Katsuki membalas dengan gumaman. "S-sudah tidak apa-apa, nanti aku juga akan mencucinya. Sekarang lebih baik kita segera membersihkan piring-piring kotor ini."

Katsuki menghentikan gerakan tangannya. Sejujurnya dia tidak ingin berhenti menyentuh rambut Izuku, karena sejak dulu dia sangat suka saat tangannya menyentuh rambut hijau yang lembut itu. Namun dia harus menghentikannya saat si pemilik surai hijau itu memintanya.

"Baiklah," sahutnya kemudian dia pergi untuk mengambil apron dan menyerahkannya pada Izuku. "Pakailah agar airnya tidak mengenai bajumu."

Izuku menatap apron yang disodorkan padanya. "Lalu bagaimana dengan Kacchan?"

Katsuki berdecak. "Aku hanya membantu mengelap piring yang sudah dicuci, tidak akan terkena banyak cipratan air."

"Baiklah kalau begitu. Terimakasih, Kacchan." Izuku tersenyum lembut.

Katsuki menanggapinya dengan gumaman, berusaha menetralkan detak jantungnya yang tak normal.

Keduanya pun segera memulai sesi mencuci piring. Izuku yang mencuci dan Katsuki yang mengelap piring-piring yang sudah dibersihkan.

"Apa jadi guru menyenangkan?" Katsuki bertanya di tengah-tengah kegiatan mereka.

Izuku tersenyum dan mengangguk cepat. "Uhm! Sangat menyenangkan. Meskipun terkadang lelah menangani anak-anak nakal. Tapi itu bukan masalah besar. Aku menikmatinya. Aku jadi bisa merasakan posisi guru-guru di U.A dulu."

"Begitu. Kau kan memang terlalu sabar. Pasti bisa melewatinya dengan baik," sahut Katsuki.

Izuku menoleh. "Jika Kacchan yang menjadi guru, bagaimana ya?"

Alis Katsuki berkedut. "Jangan membayangkannya. Anak-anak nakal itu pasti sudah babak belur olehku jika mereka berulah."

Izuku terkekeh. "Benar-benar Kacchan."

Katsuki menoleh. "Hah? Kau meledekku?!"

"Tidak, tidak. Bagaimana itu bisa disebut ledekan?"

Katsuki berdecih. "Kau jelas-jelas meledekku, Kusodeku."

Izuku merengut. "Kan Kacchan sendiri yang bilang. Aku hanya membenarkan," ucapnya membela diri.

"Ya, ya. Terserah kau sajalah."

Izuku terkekeh sambil terus melanjutkan kegiatannya.

"Jadi, Kacchan mau melamar kemana setelah ini?"

Katsuki yang menunggu piring dari Izuku terdiam menatap lelaki yang masih membilas piring di tangannya.

'Inginnya melamarmu. Sial, apa yang sebenarnya kau pikirkan, keparat?!'

Dia berdeham sebelum menjawab, "Aku akan mengambil program magister."

Izuku berhenti sejenak dan menoleh untuk menatap Katsuki dengan takjub. "Benarkah?! Kacchan hebaat...!" pujinya dengan antusias. "Kacchan sangat suka belajar, huh? Benar-benar calon orang besar."

Katsuki membatin, 'Itu karena kau sudah sehebat ini. Jadi, bukankah aku harus lebih hebat lagi sebagai seseorang yang akan menjadi-SIALAN BERHENTI BERPIKIRAN MACAM-MACAM, BODOH!'

"Kacchan sudah menentukan universitasnya?" Izuku menyerahkan piring yang sudah dibersihkannya kepada Katsuki.

Katsuki yang menerima piring dari Izuku segera mengelapnya. "Sebenarnya aku telah direkomendasikan masuk ke Universitas Tokyo oleh kampusku," ucapnya.

Izuku semakin takjub. "Luar biasa. Ini kabar yang sangat bagus, Kacchan."

"Mn. Tapi aku menolak masuk kesana," kata Katsuki membuat Izuku membelalak.

"Kacchan, kenapa? Mendapat kesempatan untuk direkomendasikan dari pihak kampusmu itu adalah hal yang tidak bisa didapatkan sembarang orang, kan? Kenapa Kacchan menolaknya? Lalu universitas mana yang sudah Kacchan pilih?" Izuku benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran si surai ash blonde itu.

Katsuki meletakan piring yang sudah dilapnya. "Aku akan ke U.A."

Jawaban Katsuki membuat Izuku hampir menjatuhkan piring di tangannya. "Kau lebih memilih universitas swasta dibanding dengan universitas nasional terbaik?"

Katsuki menaikan alis dan menatap Izuku. "Kenapa? Bukankah U.A juga tak kalah bagus? Meskipun baru berdiri selama 10 tahun, U.A sudah masuk ke jajaran sepuluh universitas terbaik di Jepang. Kau sendiri tahu, SMA-nya saja sudah tidak diragukan lagi kualitasnya. Bukankah universitasnya juga sama?"

Izuku bungkam, membenarkan ucapan Katsuki. Memang benar, U.A yang juga memiliki universitasnya sendiri telah berkembang sangat pesat. Meskipun masih terbilang muda, tapi universitas ini mampu bersaing dengan universitas-universitas yang lebih senior dalam kualitas pendidikan dan juga fasilitasnya.

Izuku dan beberapa anak SMA U.A yang satu angkatan juga masuk ke universitas tersebut. Hanya saja waktu itu, Universitas U.A yang masih berusia lima tahun belum sepesat saat ini, meskipun dari segi kualitas memang sudah terhitung sangat baik.

"Uh... baiklah, apa paman dan bibi sudah tahu?"

"Mereka sudah tahu. Wanita tua sempat mengomeliku tapi dia juga tidak menekanku," sahut Katsuki.

"Ah begitu... tapi, itu bagus." Izuku tersenyum dengan pandangan yang menunduk.

Alis Katsuki terangkat. "Apanya yang bagus?"

Izuku menoleh. "Karena Universitas Tokyo cukup jauh dari sini. Jadi, kalau Kacchan juga di U.A, kita bisa lebih sering bertemu. Kacchan tidak lupa kan jika aku mengajar di SMA U.A? Bibi sudah memberitahumu, kan?" Senyumannya melebar.

Katsuki terpaku melihat senyuman dan kata-kata yang keluar dari mulut si surai hijau. Dia berdecak dan mengusak surai yang lembut itu.

"Apa kau pikir aku pikun?"

Izuku tertawa kecil dan kembali melanjutkan kegiatannya. Tidak tahu saja jika Katsuki terus menatapnya sambil berkata kepada dirinya sendiri, 'Memangnya apa tujuanku mengambil program magister di U.A  selain agar bisa lebih dekat denganmu setiap waktu?'

Setelah beberapa saat berlalu, semua alat-alat makan yang kotor telah dibersihkan. Izuku melepas apron dan menyimpannya kembali ke tempat semula, sementara Katsuki membereskan semua alat-alat makan yang sudah bersih ke dalam kabinet diatas.

"Jadi, dimana Kacchan akan bekerja? Jika kita mengajar di tempat yang sama pasti menyenangkan!" ungkap Izuku antusias.

Kedua lelaki dengan surai berbeda itu berjalan bersama meninggalkan dapur. "Jangan konyol. Aku tidak akan jadi guru. Kesini," ajaknya menarik Izuku ke arah sebuah pintu yang terletak di bawah tangga.

Itu adalah tempat dimana Katsuki menaruh barang-barang lamanya. Meskipun begitu, ruangan itu tampak bersih dan terawat. Barang-barang disusun dengan rapi dalam box yang disimpan di rak. Di sisi lainnya ada sofa dan juga meja kecil. Izuku ingat saat mereka kecil, selain halaman, ruang tengah dan kamar Katsuki, tempat ini juga menjadi tempat mereka bermain.

"Disini lebih baik daripada di ruang depan," ujar Katsuki seraya mendudukan diri di sofa. Izuku mengikuti dan duduk di sampingnya, pandangannya mengedar.

"Masih sama seperti dulu. Hanya cat dan letak sofa yang berubah," komentar Izuku yang hanya ditanggapi gumaman oleh Katsuki. Dia kembali mengalihkan atensinya pada Katsuki dan bertanya, "Jadi, apa kita akan melanjutkan obrolan yang sempat terpotong?"

Katsuki mengangkat alis menatapnya kemudian mengalihkan pandangannya ke depan. "Aku berencana untuk membuka gym," ungkapnya.

Izuku melebarkan mata. "Benarkah?! Kapan dan dimana itu? Woahh.... Kacchan memang hebat! Kau memanfaatkan hobimu berolahraga untuk membuka bisnis. Itu sangat bagus, Kacchan."

Katsuki memutar bola mata. "Itu bukan sesuatu yang hebat, kutu buku."

Izuku terkekeh. "Lalu, dimana kau berencana membuka gym-nya?"

Katsuki mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana dan membuka file foto yang dikirim ayahnya yang membantu Katsuki memulai bisnis ini. Dia menunjukan foto sebuah gedung dua lantai yang cukup besar kepada Izuku.

Katsuki menjelaskan, "Bulan kemarin aku dan pak tua sudah membeli sebuah gedung yang masih berlokasi di Musutafu. Harganya cukup tinggi dan aku berhasil memaksanya untuk memberiku pinjaman. Karena uang tabunganku dari tabungan pendidikan yang kusimpan dan hasil bekerja selama satu tahun masih belum cukup untuk membelinya. Jadi pak tua menambahkan sekitar 20% yang tersisa."

Izuku melihat-lihat beberapa foto gedung yang Katsuki tunjukan. "Jadi Kacchan sudah merencanakannya sejak lama?"

"Mn. Karena aku memang tidak berniat hidup di Amerika selamanya. Aku mengambil pekerjaan disana hanya untuk menambah tabunganku agar bisa membuka bisnis sendiri. Kebetulan aku mendapat tawaran kerja yang bagus dengan gaji tinggi, jadi aku mengambilnya. Aku juga melakukan pekerjaan tambahan di akhir pekan. Jadi aku tidak memiliki banyak waktu untuk bermain-main."

Izuku berdecak kagum. "Kacchan benar-benar hebat. Kau menabung hasil pekerjaanmu selama satu tahun dan bisa membeli satu gedung berlantai dua untuk membuka bisnismu sendiri. Itu sangat luar biasa!"

Katsuki berdecih. "Hanya 80%, bodoh. Tetap saja uang hasil jerih payahku selama setahun masih belum cukup untuk membelinya. Itu juga masih ditambah dengan tabungan kecil hasil dari kerja shift malamku selama kuliah. Karena meskipun bayaranku tinggi, biaya hidup disana juga tinggi. Untung aku bukan orang boros."

"Tapi tetap saja. Itu hasil dari jerih payahmu sendiri. Setiap orang belum tentu bisa melakukan apa yang Kacchan lakukan. Jika itu aku, aku tidak yakin bisa melakukannya," ucap Izuku.

Katsuki tersenyum bangga. "Tentu saja kau tidak bisa. Orang yang hobi membelanjakan uangnya untuk hal-hal tidak berguna seperti figurin dan tiket pertemuan penggemar apalah itu membutuhkan waktu seratus tahun untuk bisa melakukan hal sepertiku ini," ledeknya.

"K-Kacchan!" Wajah Izuku memerah karena malu. "Itu kan karena aku sangat menyukai All Might," ucapnya membela diri.

Katsuki berdecak dan mengusak surai hijau Izuku. 'Itulah kenapa aku harus lebih sukses dan kaya darimu, bodoh.'

Ya. Tujuan Katsuki hanyalah Izuku. Dia ingin selalu membahagiakan Izuku dan memberinya apapun yang dia mau.

Izuku yang sedetik lalu memasang wajah merajuk kembali bertanya, "Lalu, bagaimana dengan peralatan gym-nya?"

"Soal itu, aku memiliki seorang kenalan di Amerika yang sangat mempercayaiku."

Katsuki bercerita ketika di tahun keduanya, dia pernah menyelamatkan seorang gadis kecil dari penculikan. Meskipun Katsuki adalah sosok yang tampak tidak memiliki banyak kepedulian terhadap orang lain, namun dia adalah orang yang memiliki rasa keadilan tinggi. Itulah yang membuatnya bersedia mengambil resiko untuk membuntuti orang-orang mencurigakan yang membawa si gadis kecil dan juga menghubungi polisi secara diam-diam untuk menindak lanjutinya.

Saat itu, penculik berhasil di tangkap dan Katsuki juga membawa si gadis kecil yang terus menangis di dalam gendongannya. Membawanya ke kantor polisi untuk menunggu orang tuanya datang menjemput. Dan tanpa dia duga, gadis kecil itu ternyata adalah puteri tunggal dari seorang pengusaha kaya raya yang terkenal.

Sang ayah yang sangat bersyukur puterinya kembali dengan selamat sangat berterimakasih kepada Katsuki. Dia mengundangnya makan malam, membelikan pakaian baru untuk mengganti pakaiannya yang kotor selama menyelamatkan puterinya dan memberi sejumlah uang yang sangat besar sebagai balas budi.

Bahkan setelah bertahun-tahun pun, pengusaha kaya itu masih selalu mengingat kebaikan Katsuki. Puterinya juga sangat menyukai Katsuki dan meminta si surai ash blonde itu untuk mengajarinya setelah tahu jika dia adalah lulusan dari universitas ternama. Kebetulan saat itu Katsuki baru mendapatkan pekerjaan dan hanya memiliki waktu luang di akhir pekan. Jadi, setiap akhir pekan dia akan datang ke mansion besar milik si pengusaha kaya itu untuk memberi les kepada puterinya.

Mendengar cerita Katsuki membuat Izuku semakin dibuat kagum oleh teman masa kecilnya. "Jadi pekerjaan di akhir pekan yang Kacchan sebut tadi adalah ini?" tanyanya yang dijawab oleh sebuah anggukan dari Katsuki. "Aku jadi membayangkan bagaimana ya ketika Kacchan mengajar seorang gadis kecil. Pasti terlihat manis." Izuku tersenyum manis.

Katsuki yang mendengarnya langsung memasang tampang galak. "Berhenti membayangkan! Tsk, aku sebenarnya tidak suka mengajar orang lain. Karena aku tidak memiliki banyak kesabaran. Tapi aku terpaksa melakukannya karena akan merepotkan jika bocah itu menangis."

Izuku terkekeh dan mendekat, menusuk-nusuk pipi Katsuki dengan telunjuknya. "Tsundere seperti biasanya~ Bilang saja jika kau memang menyukai gadis kecil itu dan senang karena dia menyukaimu, pahlawan yang telah menyelamatkannya," godanya membuat wajah Katsuki semakin galak.

"Berisik, Kusodeku!"

Izuku tertawa sementara Katsuki hanya mendengus kesal.

Setelah berhenti tertawa Izuku kembali bertanya, "Jadi, apa dana untuk peralatan gym-nya berasal dari tuan pengusaha ini?"

Katsuki mengangguk. "Uang yang diberikannya saat pertama kali kami bertemu kusimpan selama bertahun-tahun untuk momen ini. Dan sebelum aku kembali ke Jepang, dia juga memberiku lagi sejumlah besar uang sebagai tanda terimakasih karena sudah mau mengajari anaknya sampai anak itu berhasil mendapatkan kembali peringkat pertama di kelasnya. Jadi aku memutuskan membelanjakan uang ini untuk memfasilitasi gym-ku."

Izuku menatapnya tanpa berkedip, membuat  Katsuki bingung dan sedikit salah tingkah. "Kenapa menatapku seperti itu, hah?"

Seraya tersenyum, Izuku mengulurkan tangan dan mencubit hidung Katsuki. Membuat si surai ash blonde itu memekik kesal. "Apa-apaan kau, Kusodeku?!"

Izuku tersenyum semakin lebar. "Kacchan sangat luar biasa. Aku sangat bangga padamu. Syukurlah kau hidup dengan sangat baik disana. Aku jadi lega..."

Jantung Katsuki berdetak lebih cepat. Dia tidak yakin apakah kini wajahnya tampak seperti orang bodoh hanya karena mendengar ucapan yang penuh dengan ketulusan dari lelaki yang dia sukai itu.

"Katsuki, kau di dalam?! Antarkan bibi Inko dan Izuku pulang! Cuaca di luar sangat dingin, mereka tidak boleh pulang dengan berjalan kaki." Suara teriakan Mitsuki dari luar mengejutkan keduanya.

Katsuki berdecak. "TIDAK PERLU BEETERIAK, WANITA TUA! KAU PIKIR AKU TULI, HAH?!"

"ANAK NAKAL! SEKARANG SIAPA YANG BERTERIAK, HAH?!"

Izuku meringis mendengar teriakan ibu dan anak itu. Katsuki berdecih dan segera bangkit. Tiba-tiba saja bajunya ditarik dari belakang.

"Ada apa?" tanyanya saat menemukan Izuku yang tengah menarik bajunya sambil menunduk.

"Kacchan, aku-"

Entah kerasukan apa, Katsuki tiba-tiba saja menarik Izuku ke pelukannya, membuat si surai hijau itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Kini dia berada dalam pelukan Katsuki, membuat jantungnya berdetak sangat cepat.

"K-Kacchan..."

"Kenapa? Bukankah kemarin sore kau tanpa malu masuk ke lenganku saat bersembunyi dari si setengah-setengah itu, huh?" Suara rendah Katsuki masuk ke telinga Izuku dengan sangat jelas.

Izuku kembali mengingat momen memalukan dimana dirinya meminta Katsuki untuk menyembunyikan dirinya di balik lengan dan mantel lelaki itu saat di taman untuk menghindari kejaran Shoto. Mengajukan ide gila untuk membuat mereka tampak seperti sepasang kekasih.

Wajah Izuku memerah. "I-itu kan karena aku tidak punya pilihan lain. Lagipula, a-aku tidak tahu jika itu Kacchan."

Alis Katsuki terangkat. "Jadi jika itu orang lain, kau tidak akan sungkan meminta pelukan, huh?"

Izuku yang merasa terpojok semakin panik. "B-bukan begitu, Kacchan! Aku hanya... aku hanya..."

"KATSUKI KENAPA LAMA SEKALI?! CEPATLAH! CUACA DI LUAR AKAN SEMAKIN DINGIN!"

Ingin rasanya Katsuki menjual ibunya detik itu juga. Dia menggeram kesal dan segera melepas pelukannya dari Izuku. Ditatapnya wajah si surai hijau yang memerah itu.

'Sial, kenapa dia semakin manis saja?!'

"Ayo, aku akan mengantar kalian pulang."

Katsuki segera melangkah keluar, meninggalkan Izuku yang masih mematung di tempat dan sedang menyentuh wajahnya yang memanas.

"Ibu, tolong aku..."

***

Selama di perjalanan menuju apartemen keluarga Midoriya, Katsuki terus berbincang dengan Inko yang duduk di kursi belakang. Sementara Izuku yang duduk di samping Katsuki hanya terdiam, sesekali menanggapi saat ditanya.

Karena apartemen yang ditinggali keluarga Midoriya tidak begitu jauh, mereka pun sudah tiba dengan cepat. Izuku dan Inko turun dari mobil.

"Terimkasih sudah mengantar kami Katsuki," ucap Inko seraya tersenyum.

"Sama-sama, bi. Kalian masuklah, di luar sangat dingin." Katsuki menatap sepasang ibu dan anak itu bergantian lalu berhenti di sosok yang lebih muda.

Izuku yang ditatap oleh Katsuki sedikit memerah. "Terimakasih untuk hari ini, Kacchan..."

Katsuki mengangguk. "Masuklah."

Izuku tersenyum seraya mengangguk. Kemudian dia menatap Inko dan meraih tangannya. "Ayo, bu."

"Selamat malam, Katsuki. Hati-hati di jalan," ucap Inko seraya melambaikan tangan.

Katsuki tersenyum kecil dan membalas lambaiannya. "Selamat malam."

Saat hendak menaikan kaca mobilnya, Katsuki tiba-tiba teringat sesuatu dan segera mengalihkan pandangan ke arah Izuku yang belum berjalan terlalu jauh.

"De-ehm, Izuku!"

Izuku yang dipanggil berbalik, melihat Katsuki yang masih belum pergi. "Ada apa, Kacchan?"

Katsuki melirik Inko sebentar kemudian berkata, "Akhir pekan depan, jika ada waktu mari pergi melihat gedung baru itu."

Kedua mata Izuku melebar. Dia tidak bisa menahan senyumannya lalu mengangguk. "Tentu!"

Katsuki tersenyum kecil. "Aku pulang dulu. Selamat malam," pamitnya kemudian menaikan kaca dan melajukan mobil.

Izuku menatap mobil yang menjauh dari halaman apartemen tanpa menghilangkan senyumannya.

"Ehm! Senang, anakku?" Suara Inko dengan nada menggoda itu membuat Izuku tersentak malu.

"I-ibu..."

Inko tersenyum lalu berjalan mendahului Izuku. "Katsuki memang lelaki yang baik ya~"

Wajah Izuku memerah. "I-ibu!" serunya seraya mengejar langkah ibunya.

Sepanjang perjalanan ke unit apartemen mereka, Inko terus menggoda putera semata wayangnya tanpa henti.

.

.

Bersambung...

Gila ya aku kobam sama cerita yg kutulis sendiri 😭

Btw ada yg udh baca manga BNHA chapter terbarunya? Gila ah kobam sm BakuDeku, apalagi Tododeku yg gamau kalah dari momen BakuDeku d chapter2 sebelumnya. Todo nya soft bgt baper 😭❤

Continue Reading

You'll Also Like

624 89 6
fk/kf? gatau, pikir sendirii cocok yg mana 😭
22.7K 2K 20
Di jodohkan cuma demi menghasilkan keturunan, Gojo melampiaskan semuanya pada pasangannya, Yuuji. Entah itu hasrat, kemarahan, cinta dan kasih sayan...
1.4M 81.8K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
8.1K 777 11
Elf cantik itu... Tinggal di dunia yang seperti surga... Tapi kenapa, ia merasa elf cantik itu terlihat sedih? >M-preg ⚠️typo, BL, BXB, GAY, HOMO⚠️