His Promises

Von preciouspearls

402K 41.5K 2.1K

"Pernah gak sih kamu berfikir atau ngerasa kayak gitu? Ngebayangin kalau dunia kamu aneh dan kosong kalau gak... Mehr

Acknowledge
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8 - Bali part 1
BAB 9 - Bali Part 2
Intermezzo
BAB 10 - Bali part 3
Bab 11 - Bali part 4
Bab 12 - Bali Part 5
BAB 13 - Bali Part 6
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30 - END
Additional Part
Additional Part 2

BAB 22

6.9K 962 77
Von preciouspearls

Aku lagi kesambet nih guys, update cepet hehehehe

Oiya, di bagian ini akan ada lumayan banyak percakapan pakai bahasa inggris karena aku kesulitan nemu kata-kata yang pas kalo pake bahasa indonesia hehe 😬
Untuk yang kurang nyaman bacanya, aku mohon maaf  ya

Happy reading 😊

~||~

Stasiun manggarai memang tidak akan pernah sepi, apalagi di jam kantor seperti ini. Shafira harus rela berdesakan didalam kereta Bogor dan turun di stasiun Sudirman. Beruntung kantornya tidak terlalu jauh sehingga apabila masih tersisa waktu, Shafira memilih untuk jalan kaki daripada harus memakai ojek online. Dia bisa saja menginap dirumah Sarah selama weekday dan pulang di akhir minggu. Tetapi Shafira tidak ingin merepotkan Sarah lebih daripada yang seharusnya.

            Dua bulan terakhir cukup berat untuk Shafira. Keluarganya memutuskan untuk pindah ke Bogor, dekat dengan kampus IPB sehingga Mamanya bisa berjualan makanan disana. Sedangkan kakaknya sudah ditemukan dan baru dua minggu ini bekerja dipabrik tas. Shafira harus membiasakan diri bangun pukul setengah 5 pagi dan berangkat jam 6 pagi ke stasiun diantar Papanya menggunakan motor karena jarak rumahnya dari stasiun cukup jauh dan berdesakan didalam kereta selama 40 menit. Terlalu banyak masalah yang menimpanya hingga Shafira tidak sempat memikirkan Revaldo.

            Bukan. Bukan dia tidak sempat, tetapi berusaha menyibukan diri hingga dia tidak perlu mengingat laki-laki itu.

            Usai berpisah dengan Revaldo, Shafira sibuk mengintrospeksi diri. Bertanya-tanya apakah keputusannya sudah benar, apakah dia menyesal dan pada akhirnya Shafira bisa berdamai dengan diri sendiri karena pernah menyalahkan dirinya atas putusnya hubungannya dengan Revaldo.

            Shafira sadar bahwa dia terlalu terburu-buru mengambil keputusan. Tidak seharusnya dia menjadi perempuan naif seperti itu. Shafira malu, tapi ya sudahlah . Nasi sudah menjadi bubur, Shafira pun memiliki masalah yang lebih penting untuk dipikirkan. Lagipula, setelah kehidupannya berubah drastis seperti ini, dia merasa tidak pantas untuk Revaldo.

            At the end of the day, she's just a star and he deserve a universe.

~||~

            Bekerja diperusahaan milik keluarga Revaldo tidak membantu perasaannya untuk lebih baik. Walaupun nama laki-laki itu jarang sekali disebut, tetapi wajah Pak Herman selalu mengingatkannya pada Revaldo. Shafira bahkan pernah berkhayal bahwa Revaldo akan seperti Pak Herman ketika tua nanti.

            Shafira tertawa miris, apabila beruntung, mungkin dia masih bisa melihat Revaldo menua. Ya tentu saja, lewat sosial media.

            Telepon dimeja kerjanya berdering ketika Shafira baru saja mengganti sandalnya dengan sepatu. Dia segera mengangkatnya. "Fir, inget kan kemarin mau ada acara selebrasi tender ? tolong urusin ya. Saya udah kontak manager restorannya." Anjani bersuara dari ujung telepon, membuat Shafira memilih untuk menghampiri sekretaris pak Herman itu dan segera menutup teleponnya.

            "Oke bu. Emang acaranya dimana? Terus konsepnya mau gimana?" tanya Shafira. Perempuan itu tau bahwa tim marketing mereka berhasil menang tender dan mengalahkan beberapa pesaing besar mereka yang salah satunya adalah perusahaan BUMN. Shafira bahkan baru menyesalaikan release nya untuk disebar ke tim media cetak dan digital nasional.

            "Di restorannya Revaldo. Tau kan? Noiré itu. saya udah confirm ke BOD mereka bisa dateng semua besok jam 7 malam. Ini list yang dateng, kamu confirm lagi ke tim marketing jangan sampai mereka ada yang gak bisa ikut ya." Anjani memberikan selembar kertas berisi nama-nama pegawai yang akan datang beserta nomor telepon mereka dan nomor telepon Dimas, yang merupakan Manager Noiré.

            "Saya juga ikut, bu?" tanya Shafira kaget melihat namanya ada dalam list.

            "Ya jelas, kamu kan kemarin abis bikin press release. Jadi sekalian aja kamu ikut, buat ngisi berita dimajalah kantor." Ucap Anjani. "Saya udah minta tolong Dinar cari fotografer yang bagus, si Galih lagi gak bisa dateng, sakit." Tambah Anjani.

            Shafira menghela nafas. Bukannya dia tidak mau datang ke Noiré karena masa lalunya atau karena takut bertemu Revaldo, tetapi ikut makan malam dengan orang kantor berarti dia harus pulang, dan Shafira belum terbiasa melalui jalan menuju rumahnya dilarut malam.

            "Oke bu, saya ajak Dinar untuk siapin tempatnya ya." Shafira segera kembali ke mejanya dan menemukan Dinar sudah ada dikursinya.

            "Bu Anjani udah kasih tau lo buat acara besok?" tanya Shafira.

            Dinar menganggukan kepalanya. "Iya udah dikasih tau. Hari ini lo mau ke restorannya gak?"

            Shafira menganggukan kepalanya. "Iya, udah mepet juga kan. Tapi kata bu Anjani sih dia udah urusin semuanya jadi kita hari ini make sure aja semua sesuai rencana." Sahut Shafira. "Berarti lo besok ikutan dong?"

            "Iyap. Lumayan makan gratis, fancy lagi," Dinar tertawa senang. "Lo ikut juga kan?"

            "Iya, tapi mungkin gue gak sampai selesai."

            "Kenapa? Kan ini direstoran cowok lo sendiri, masa mau langsung balik? Apa karena dia gak ada?" Dinar menatap Shafira penasaran sedangkan perempuan itu hanya meringis.

            "Ada urusan keluarga," jawab Shafira. Dia tidak berniat untuk memberitahu Dinar bahwa kini dia sudah tidak tinggal di Jakarta dan dia terlalu takut untuk pulang tengah malam. Dia juga tidak berniat untuk mengklarifikasi bahwa dirinya dan Revaldo sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi karena Shafira terlalu malas memberikan penjelasan.

            "Oh ya udah, yang penting lo izin di awal sama bu Ita biar dia gak bete." Pesan Dinar yang langsung di setujui oleh Shafira.

~||~

            Noiré masih seperti saat terakhir Shafira datangi bersama Sarah beberapa bulan yang lalu. Hanya saja kini ada rasa yang berbeda ketika Shafira menginjakkan kakinya disana. Apabila dulu Shafira merasa excited hingga gelisah karena berharap bertemu dengan Revaldo, kali ini Shafira hanya merasakan sesak di dadanya dan keinginan untuk menangis yang berusaha ditahannya sejak dia terakhir kali melihat Revaldo di Bali.

            Shafira sudah kuat selama dua bulan ini, dan pertahanannya tidak boleh runtuh hanya karena dirinya harus menginjakkan kaki di Noiré.

            "Hai, lo dateng early," Dimas menyapanya di pintu Noiré membuat Shafira berjengit kaget.

            "Iya, mau make sure aja semuanya sesuai permintaan sebelum big boss dateng," sahut Shafira dengan senyum canggung. Perempuan itu sejujurnya tidak tahu apakah Dimas sudah tahu bahwa dirinya dan Revaldo sudah selesai. Shafira tidak ingin bertanya dan dia tentu saja tidak ingin membahasnya.

            Yang ingin perempuan itu lakukan saat ini adalah pulang kerumahnya.

            Restoran sudah cukup ramai saat Shafira sampai, namun tidak seramai saat dirinya dan Sarah datang. Mungkin karena belum jam makan malam, atau mungkin karena kantor Shafira sudah mereservasi setengah dari kapasitas restoran ini.

            "Oh, yuk gue anter ke meja yang udah di reserved." Dimas mengajak Shafira menuju meja yang disusun panjang sebanyak dua baris dengan akses full ke open kitchen mereka dan cukup private karena tidak akan ada pengunjung lain yang akan melewati mereka walaupun tidak ada ruangan private direstoran ini.

            "Menu makanannya udah semua ya?"

            Dimas menganggukan kepalanya. "Udah, tenang aja. masih satu jam lagi kan" sahut Dimas.

            Shafira menganggukan kepalanya dan mengikuti Dimas menuju bar yang lumayan sepi dan duduk di bar stool tepat disebelah Dimas. "Lo mau minum apa?" Tanya Dimas. "My treat." Tambah Dimas.

            "Fresh orange ada? Gue perlu yang seger-seger gitu." Sahut Shafira dan Dimas menganggukan kepalanya.

            Tidak sampai 10 menit, bartender menyajikan segelas jus jeruk pada Shafira dan satu botol sparking water untuk Dimas.

            "Gak salah? Air putih?" tanya Shafira kaget melihat Dimas menyesap sparkiling water langsung dari botolnya itu.

            "don't judge, malam ini ada tamu penting dan gue harus sober. Kalau sampai gue mess up bisa dipecat gue," sahut Dimas

            Shafira tertawa kemudian menyesap jus jeruknya. "Ya kali,"

            "Serius gue," tetapi Dimas akhirnya ikut tertawa. "Setidaknya gue harus sober lah didepan orang tua temen gue."

            "Kalau ini gue baru percaya," gumam Shafira tertawa kecil.

            Dimas berdeham. "So, lo sama Revaldo –"

            "Yap." Potong Shafira cepat. Enggan mendengar kelanjutan kalimat Dimas.

            "Can I ask why?"

            Shafira menghela nafas. "It's complicated."

            "Right," sahut Dimas dengan nada mengejek.

            "Kalau jodoh gak kemana," sahut Shafira pelan.

            "You sound like my grandma." Seru Dimas. "Lo pernah denger lagu Beyonce yang single ladies?"

            Shafira mengerutkan keningnya namun menganggukan kepalanya. "Kenapa?"

            "As I quote her lyrics ' if you liked it then you should have put a ring on it '."

            Butuh waktu lima detik untuk Shafira akhirnya memahami apa maksud Dimas dan perempuan itu tidak bisa menahan tawanya. "Oh my god, now you sound like my gay-friend and I don't even have one." Seru Shafira. "No offense." Tambahnya sambil tertawa.

            "Non taken." Sahut Dimas ikut tertawa. "My point is, kenapa harus nyerah padahal gak ada yang harus direlakan gitu loh."

            Shafira menggelengkan kepalanya, kini dia tahu bahwa Dimas sudah mengetahui alasan hubungan mereka selesai. "As I said, it's complicated."

            "Is it your ego? Your jealousy?"

            Shafira tertawa kecil. "Call me selfish or anything, but, I don't share what is mine." Serunya. "Sampai sekarang kepala gue gak bisa stop mikirin dia sama cewek itu. one night stand waktu dulu, I can deal with it. Tapi dengan satu perempuan yang sama berkali-kali, it's not fine anymore."

            "Gimana kalau ternyata mereka udah gak pernah berhubungan sama sekali?"

            "Berhubungan apa nih?" tanya Shafira tertawa.

            "Anything,"

            Shafira mengedikan bahunya. "As I said earlier, kalau jodoh gak kemana."

            "You really sound like giving up."

            "I'm not," Shafira menggelengkan kepalanya. "Untuk saat ini, gue rasa waktunya gak tepat untuk gue ngurusin percintaan." Akunya. Shafira masih harus fokus membantu orang tuanya menyelesaikan hutang-hutang mereka, membangun kehidupan mereka lagi dan ketika menurutnya semua sudah pada tempatnya, mungkin Shafira akan mulai membuka lembar percintaanya kembali.

            But not today, not now.

            "Kalau ternyata waktunya tepat dan dia udah sama yang lain?"

            Shafira menatap gelas jus jeruk nya yang sudah tinggal setengah itu dan tersenyum. "Maybe we weren't meant to be." Bisiknya pelan.

            "Wrong!" seru Dimas. "It means you need to fight for him."

            "But what if I try and it doesn't work?"

            "Well, maybe you'd regret not trying more."

            Shafira menatap Dimas. "Gue masih sayang sama dia, tapi gue merasa sayang aja gak cukup, Dim. Gue juga harus percaya sama dia dan itu yang belum bisa gue bangun," ujarnya. "Gue gak mau hubungan gue sama Revaldo cuma jadi hubungan toxic dimana gue pura-pura gak tau apa yang terjadi sama dia asalkan gue sama dia. Gue gak mau jadi pasangan yang posesif dan selalu negative thinking sama dia. It's not health."

            "Gue mau punya hubungan yang serius, sama siapapun, terlebih sama dia. Maka dari itu, gue perlu belajar untuk buka pikiran gue, bahwa gak semuanya harus sesuai sama yang gue mau, bahwa gak ada manusia yang sempurna, bahwa gue harus nerima kekurangan dan kelebihan pasangan gue karena itu juga yang gue mau dari dia." ungkap Shafira. "Kalau nanti ketika waktunya tepat dan gue masih punya kesempatan sama Revaldo, gue pasti akan nunjukin kalau gue siap dan nerima apapun masa lalu dia, bagaimana pun masa depan dia nanti. Dan kalaupun bukan sama dia, gue juga perlu berterima kasih sama dia karena dia bikin gue belajar untuk jadi lebih dewasa, dan buka mata gue bahwa ada dunia lain yang dulunya tabu untuk gue tahu dan harus gue terima apa adanya."

            "Well, kalau gitu gue gak bisa apa-apa lagi." Dimas menghela nafas. "Goodluck for everything, all the best."

            "Kesannya kayak gue mau pindah aja," Shafira tertawa, perempuan itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan menemukan pesan dari beberapa tim marketing yang menginformasikan bahwa mereka sudah berada didepan restoran.

            "It's nice to talk to you, Dim. Thanks ya." Ujar Shafira seraya turun dari bar stool. "Temen-temen kantor gue udah dateng, gue samperin mereka dulu ya."

            "Lo ikut dinner kan?"

            Shafira menganggukan kepalanya. "Iya tapi gak lama, soalnya gue harus balik cepet."

            "Oke deh, gue prepare di kitchen dulu." Shafira menganggukan kepalanya dan segera berjalan menuju pintu restoran sedangan Dimas berjalan menuju pintu kitchen. Laki-laki itu mengeluarkan ponsel dari saku bajunya dan meletakkannya ditelinga.

            "Udah puas?"

            "Yes, anyway, gue udah di bandara. Mulai besok gue mulai kerja di Jakarta." Suara Revaldo terdengar diujung sana.

            "What the fuck, Do?"

            "See you tomorrow." Revaldo segera menutup sambungan teleponnya. Membuat Dimas menatap ponselnya dengan kening berkerut.

            Sedangkan dibandara, Revaldo mengeratkan pegangannya pada ponselnya. Laki-laki tersenyum kecil. He realized that I love you could indeed be said without actually uttering the phrase. Actions did mean more than words.

~||~

Buat kalian yang baca holding onto you sama prewedding, apa kalian sadar kalau di cerita ini ada nama Dimas dan Anna ? Hahaha sorry ya, my bad. Aku payah banget kalau soal bikin nama nama orang😂
Setelah cerita selesai aku revisi deh biar bener. Cerita ini juga banyak bolongnya 😂🔫

See ya!
🦦

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

(Un)Pretend Von fee

Aktuelle Literatur

867K 106K 34
Untuk kedua kalinya Reyza Ardhian Pratama mengakui Sekar Nilam Kusumawati sebagai kekasihnya. Berbeda dengan sebelumnya, Rey melakukan hal ini bukan...
94.6K 11.8K 63
Selama hidup, Airlangga Sangaji hanya tahu hidupnya sempurna, seolah semua berjalan sesuai dengan kehendak yang ia tentukan. Tanpa tahu, sebuah rahas...
1M 49.5K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
26K 1.8K 32
Gabriel Tirtanara selalu mendapatkan wanita-wanita tanpa banyak berusaha. Ikrar bilang, jika dia dan Edgar menyukai seorang wanita, maka lebih baik b...