My Stupid Brothers โœ”

By hinamorihika_

518K 72.5K 16.9K

Terkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam... More

0. Tujuh Anak Setan
1. Mau Ikut Pergi
2. Bertdey Surprais
3. Bertdey Surprais (2)
4. Chaos
5. Sisi Lain Jaemin
6. Nana Lagi, Nana Terus
7. Adhyaska dan Adhynata
8. Nana Sakit? OMG!
9. Arena
10. Dibalik Topeng
11. Saga and Their Own Friends
12. Meet Grandpa
13. The Truth Untold
14. Nobody Normal
15. Mahasiswa Baru
16. Satu Persatu
17. The Fact?
18. Be Careful!
19. Who Are You?
20. Hospital
21. Sebuah Petunjuk
22. Saga vs Pradipta
23. Turn Back Time
24. Saga's New Member
25. The Day When She Knows
26. Haechan and His Nana
28. Mencoba Memperbaiki
29. Tentang Fakta
30. Terkuak
31. Keributan Saga
32. Adrian Jisung Saga
33. A Dark Night
34. Everything Gonna be Okay?
35. Baikan
36. Finally!
37. Menutup Lembar Terakhir
Epilogue : Final (A ver)
Epilogue : Final (B ver)

27. Laut dan Langit Sore

10K 1.4K 304
By hinamorihika_

Kalau bisa memilih, Jaemin lebih memilih rebahan di rumah daripada diseret paksa untuk liburan seperti sekarang.

Demi Tuhan Jaemin tidak mengerti pola pikir saudara-saudaranya. Padahal lagu Libur Telah Tiba belum pantas disetel sekarang karena masih ditengah kegiatan yang sibuk-sibuknya. Tapi atas rengekan si bungsu Jisung yang mengeluh pusing setelah menjalani PTS, maka diputuskan bahwa mereka bertujuh akan berlibur sebentar ke luar pulau dengan mengorbankan kelas masing-masing.

Jadilah tujuh anak setan ini terdampar di Pantai Nihiwatu, Nusa Tenggara Timur.

Jaemin memakai kacamatanya dan duduk anteng di atas kursi pantai. Meminum air kelapa dengan santai sembari menonton serial drama yang tengah populer, Squid Game. Dalam benak Jaemin, kalau mereka bertujuh ikut serta dalam permainan itu, mungkin panitianya memilih bunuh diri saja. Anak setan kok diajak main seperti ini.

Bisa-bisa bonekanya yang mati duluan.

"Haduuhhh aki-aki," tahu-tahu Renjun berdiri di depan Jaemin sembari berkacak pinggang. "Ayo main air! Jangan nonton drama mulu, hidup lo isinya udah ngalahin Penthouse."

Jaemin mendongak dan memperhatikan Renjun. Rambut berantakan karena air laut, kaos hitam basah yang mencetak tubuh, juga celana pendek dan sandal jepit. Pasir-pasir bahkan banyak menempel di kaki Renjun yang sialnya terlihat bersih tanpa bulu. Jaemin memutar bola mata.

"Ogah. Ntar keliatan gembel kayak lu."

Renjun mendengus. "Bilang aja takut lepek trus jadi jelek kan lo."

"Mau kondisi kaya gimanapun gue tetep ganteng paripurna kali."

"Ayo main ah! Mageran banget kayak kakek-kakek baru menopause."

Jaemin menguap lalu menggeleng. "Gue tuh mau rebahan aja. Enak cuma liat-liat aja." katanya sembari mengitari pandangan menyusuri pantai. Nihiwatu terkenal cukup eksklusif dan privasi sehingga hanya ada segelintir orang yang singgah untuk saat ini. Kebanyakan terlihat menenteng papan selancar dan berbincang dengan seru.

"Yeu, jangan bilang lu mau cuci mata? Mentang-mentang isinya bule semua." cibir Renjun. "Kaga ada yang cakep, asli. Gue juga dari tadi lirik-lirik tapi nggak ada yang wow banget. Masih cakepan cewek di arena malah."

Jaemin menaikturunkan alisnya. "Kalo gitu, kenalin ke gue bisa kali."

Renjun melotot dan langsung menepuk keras paha Jaemin. "Gak! Enteng banget itu mulut kalo ngomong." tapi kemudian Renjun melirik ke kiri dan kanan dengan waspada. Dirasa aman, pria itu membungkuk dan berbisik. "Tapi kalau gue kenal cewek yang sekiranya cocok sama lo, nanti gue kenalin. Yang penting kembaran lo aman dulu."

Tatapan Jaemin beralih pada Haechan yang sibuk dorong-dorongan dengan Mark, kemudian mengacungkan jempol.

"Yaudah yuk main air, jangan mageran. Mumpung udah sore jadi nggak panas."

Jaemin menghela napas berat saat lengannya ditarik Renjun, persis bapak-bapak akhir bulan yang pusing karena gaji sudah hampir habis. Dengan malas, Jaemin mengikuti langkah Renjun menuju tepi pantai dimana lima saudaranya yang lain tengah bermain.

"Akhirnya Tuan Putra kita bangkit dari kubur," sindir Mark saat melihat Jaemin bergabung. "Berjemur doang di pinggir, belagak bule lu."

"Ngomong sekali lagi, gue bakar isi kamar lo besok."

"IYA AMPUN PADUKA."

Renjun dan Jeno seketika merinding karena teringat sesuatu. Trauma.

Jaemin menoleh pada Chenle dan Jisung yang duduk di atas pasir sembari membuat sesuatu dengan ribut. Istana pasir mungkin? Jaemin tidak paham sebenarnya adiknya itu sudah SMA atau bocah TK yang terjebak dalam tubuh remaja.

Haechan datang dan iseng menendang istana yang sudah dibuat dengan susah payah itu hingga hancur.

"KAK ECHAAAANNN! HUAAAA KAK NAAAAA INI NIH KAK ECHANNYA NAKAL!!"

Lengkingan Chenle terdengar keras hingga membuat beberapa wisatawan langsung menoleh. Haechan buru-buru membekap mulut Chenle namun tubuhnya sudah terlanjur dibanting ke pasir. Chenle menatap dengan jengkel dan berseru cukup keras.

"Ayo kubur Kak Echan!!"

"AYO!"

Chenle menahan pundak Haechan agar tidak berontak sementara Jisung sudah sibuk meletakkan pasir di kaki sang kakak. Mark, Renjun, dan Jeno tidak mau kalah dan ikut membantu Jisung mengubur kaki anak keempat Saga itu.

Jaemin? Tentu saja mengabadikan momen berharga ini.

"Jangan kakinya doang, badannya dikubur sekalian biar nyisa kepalanya doang." perintah Jaemin.

"Siap!"

"Owkiii!"

"Yang Mulia wants, Yang Mulia gets."

Renjun mencengkram rambut Haechan dan menoleh pada Jaemin. "Beneran cuma nyisa kepala aja? Nggak sekalian semua?"

"Ya gapapa juga sih sebenernya."

Jadilah Haechan teriak-teriak seperti orang kesetanan.

Saat semuanya sibuk mengubur Haechan, Jaemin perlahan melangkah pergi tanpa disadari siapapun. Sandal dilepas perlahan dan kakinya menapak langsung pada pasir yang lembut. Langkah demi langkah terjejak jelas hingga membawanya pada air laut yang datang dengan sukarela.

Tidak berhenti, Jaemin membiarkan kakinya terus melangkah maju. Membiarkan air terus menghantam kaki dan perlahan menenggelamkannya hingga sebatas betis. Namun langkah terus tercipta dengan Jaemin yang menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong.

Ketika lututnya terasa diterjang oleh air laut yang datang, Jaemin berhenti. Kepalanya menoleh ke belakang dan menemukan enam saudaranya masih larut dalam tawa sehingga tidak menyadari lenyapnya satu entitas paling berharga. Senyum Jaemin terukir tipis.

Pria muda itu kembali maju meski ombak membuat Jaemin beberapa kali nyaris oleng. Bahkan ketika air laut Nihiwatu telah memakan lebih dari separuh tubuhnya, Jaemin tetap terlihat tenang. Akhirnya langkah itu terhenti dengan tatapan lurus pada langit sore itu. Kilau matahari yang akan terbenam dan gurat oranye yang cantik terlihat lebih jelas dari tempat Jaemin berdiri.

Hantaman ombak berkali-kali berusaha melumpuhkan kekuatan kaki Jaemin agar laut dapat melahap habis anak itu. Waktu sudah semakin sore dan ombak semakin menggila, berharap kedatangannya berhasil menyeret apapun yang menantangnya.

"Tuhan.."

Jaemin meletakkan tangannya di dada.

"Terima kasih. Untuk langitnya, untuk lautnya, untuk indahnya. Terima kasih."

Suara lirih Jaemin tertelan oleh riuhnya air laut yang mendominasi. Beberapa kali Jaemin nyaris kalah dengan kekuatan ombak yang tidak lelah mengajaknya pergi.

"Terima kasih untuk semua yang sudah hadir dalam dunia ini. Semua hal hadir karena suatu alasan, begitu juga semua yang pergi."

Jaemin bisa mendengar kecipak air ribut yang datang dari belakang. Kedua kelopak mata itu terpejam.

"Pendosa ini berharap masih memiliki kesempatan."

Tepat setelah kalimat terselesaikan, pinggang Jaemin direngkuh erat oleh sepasang lengan kekar. Hela napas berat di belakang telinganya bahkan dapat Jaemin rasakan.

"What are you doing, stupid?!"

Belum sempat pertanyaan itu terjawab, tubuh Jaemin sudah ditarik kuat agar melangkah mundur. Ombak selanjutnya datang mendekat seakan mengejar dua anak Saga itu untuk dilumpuhkan. Jaemin mencengkram erat tangan sang penarik saat menyadari ombak tersebut lebih besar dari sebelum-sebelumnya.

Jaemin menoleh ke belakang dan mendapati rahang tegas Jeno tepat di depan mata. Jeno juga menyadari ombak besar yang datang sehingga berusaha secepat yang ia mampu untuk menepi.

Jaemin terkekeh. "Percuma."

"Huh?"

Jaemin menggigit lengan Jeno secara tiba-tiba hingga membuat sang kakak refleks melepas rengkuhannya. Jaemin lantas mendorong kuat Jeno hingga mundur beberapa langkah sembari menatap tepat ke arah manik Jeno yang terkejut.

Jeno berusaha mempertahankan pijakannya dengan tangan terulur ke depan, berharap jemarinya dapat meraih bagian manapun dari tubuh sang adik. Namun ombak besar terlanjur menghantam keduanya hingga tidak ada yang bisa Jeno genggam kecuali air juga napas yang tertahan. Semua terasa dingin dan menyakitkan, Jeno bisa merasakan air mendorongnya ke tepi.

Dari dalam air, Jeno memaksa membuka mata untuk mencari Jaemin. Air asin membuat mata terasa pedih tetapi Jaemin adalah segala-galanya. Baju sang adik cukup terlihat jelas dan Jeno berusaha meraihnya meski air bersikap lebih jahat dengan menjauhkan keduanya.

Sebelum air menyeretnya kembali ke tengah laut, Jeno bisa merasakan punggungnya menghantam seseorang dan pelukan erat melingkar di tubuhnya. Air seketika luruh dan Jeno langsung mengais oksigen sebanyak-banyaknya sembari terbatuk keras.

"Mas Jen!"

Di sisi lain, ketika ombak berhasil menelan Jaemin, pria muda itu tersenyum. Tidak ada rasa takut meski dinginnya air terasa menusuk tulang dan paru-paru menjerit karena kedatangan tamu tak diundang. Ombak seakan mendorong Jaemin untuk menemui enam saudaranya dan kembali pada tempat seharusnya, meski Jaemin tahu bahwa laut tidak sebaik itu karena ia pasti akan diseret kembali.

Tetapi di bawah air, Jaemin merasa damai.

Ketika ombak bersiap menariknya agar menjadi teman laut, ada kecipak air dari seseorang yang menceburkan diri dan langsung mendekapnya dengan erat. Orang tersebut berusaha melawan ombak demi menarik Jaemin agar jauh dari jangkauan takdir yang berusaha merebut paksa harta berharga Saga.

Ketika akhirnya air mengalah dan membiarkan udara mengambil alih, Jaemin langsung terbatuk hebat karena sempat menelan banyak air. Rongga dadanya terasa sempit dan sesak.

"Nana!"

Jaemin mengenal suara ini dengan sangat baik. Suara kakak pertamanya. Dengan mata terpejam, Jaemin bisa merasakan tubuhnya diseret agak jauh kemudian dibaringkan di atas pasir yang terasa kering.

"Na, please." Mark menekan-nekan dada Jaemin untuk melakukan CPR. "Keluarin airnya."

Hanya beberapa tekanan dan Jaemin berhasil mengeluarkan air yang membuat dadanya menyempit. Mark buru-buru mengangkat Jaemin untuk direngkuh di dadanya.

"Puji syukur Tuhanku." Mark mengecup rambut Jaemin dengan gemetar. Saudara-saudaranya yang lain segera mendekat termasuk Jeno yang terlihat cukup baik dan Haechan yang sudah bebas dari kuburan pasir.

Jaemin sebenarnya sadar tetapi matanya terlalu berat untuk dibuka. Jaemin bisa merasakan bahwa tubuhnya diambil alih oleh orang lain dan dalam sekejap langsung tahu bahwa itu Haechan. Jaemin terlampau hapal diluar kepala bagaimana dekapan seorang Adhyaska Haechan.

"Na, can you hear me?"

Jaemin menggerakan matanya dan berusaha untuk mengangguk meski gagal. Tetapi ujung telunjuknya berhasil menyentuh perut Haechan untuk memberi kode yang beruntung langsung dipahami oleh sang kembaran.

"It's okay, you have me. I'm here, Nana." Haechan langsung menyelipkan tangannya di lipatan kaki Jaemin dan mengangkatnya dengan sedikit sulit. Tetapi Haechan berhasil menapakkan kakinya dengan sempurna di atas pasir, lalu melangkah terburu-buru untuk kembali ke resort.

"You always have me. Meski dunia musuhin lo, gue bakal jadi satu-satunya orang yang berdiri di sebelah lo. Please, jangan lakuin lagi."

••••

Jaemin terbangun dari tidurnya ketika waktu sudah menunjuk angka dua. Arah pandangnya langsung terarah pada Haechan yang tertidur di sebelahnya.

Jaemin berhasil membuka mata tak lama setelah Haechan membaringkannya di kasur. Ada getar ketakutan saat mata Jaemin bertemu dengan mata Haechan, juga raut kosong dari Jeno saat ketujuhnya berkumpul di kamar.

Pertanyaan demi pertanyaan terus menghantam Jaemin dari enam saudaranya saat makan malam. Apa alasan Jaemin bertindak seperti itu? Kenapa? Tetapi sayangnya tidak ada kata 'karena'  yang terlontar dari mulut Jaemin. Meninggalkan pertanyaan juga ketakutan yang menggantung.

Jaemin memang senang memendamnya sendiri. Tetapi untuk pertanyaan yang dilempar saudaranya, Jaemin tidak bisa menjawab karena ia bahkan tidak memiliki jawaban. Pria muda itu bahkan tidak tahu apa yang menariknya untuk berbuat nekat.

Awalnya Jaemin hanya ingin melihat langit oranye juga matahari yang bersiap turun. Tidak jauh, hanya cukup sampai air laut menyentuh mata kaki. Tetapi ada dorongan yang tidak bisa Jaemin kendalikan untuk melangkah lebih jauh ke dalam. Bahkan pikirannya mendadak kosong.

Jaemin tidak mengerti dirinya sendiri.

Kembali pada masa sekarang. Jaemin terduduk dan langsung membuat Haechan terbangun. Tidur anak keempat itu berarti tidak nyenyak.

"Butuh apa?" Haechan langsung duduk dan bertanya dengan suara serak.

Jaemin menggeleng. "Mau jalan-jalan gak?"

Haechan mengernyit lalu melihat jam digital di nakas. "Demi Tuhan Adhynata, sekarang jam dua. Lo nggak takut ada sekawanan pulu-pulu nyerang kita? Kita ini cuma pribumi yang numpang liburan."

"Yaudah gue sendiri a—"

"Pake jaket yang tebel."

Lantas di sinilah keduanya berada. Cukup jauh di pinggir pantai dengan Jaemin berada di gendongan punggung Haechan. Haechan yang memaksa karena bahkan untuk berdiri saja, Jaemin oleng.

"Ngapain sih?" Haechan menguap.

Jaemin tersenyum. Debur ombak yang tadi sore menakutkan, terasa menyenangkan sekarang. Deburannya keras dan kuat seolah-olah siapapun dapat termakan saat itu juga. Angin juga berembus sangat kencang hingga sepasang anak kembar ini beberapa kali bergidik meski jaket tebal sudah melapisi.

"Gue cuma mau ngajak lo liat laut," Jaemin menyandarkan pipinya di samping kepala Haechan. "Bagus kan?"

"Gak bagus soalnya hampir nyeret lo."

Jaemin terkekeh kecil meski sebenarnya tidak ada yang lucu. "Chan."

"Hm?"

"Gue suka laut."

"Trus?"

"Gue suka sesuatu yang indah."

"Okay. Then?"

"Penutup terbaik adalah hasil dari keindahan."

Haechan mengerjap. "Maksudnya?"

"Pernah gak sih lo bayangin gini," Jaemin mengeratkan pelukannya pada leher Haechan. "Segala sesuatu akan terasa menyenangkan jika diakhiri dengan keindahan?"

Haechan terdiam.

"Layaknya seni, orang-orang menyukai sentuhan keindahan sebagai hasil akhir. Juga akhir dari sebuah perjuangan."

Jaemin beralih menyandarkan kepalanya pada pundak Haechan dan berbisik. "Gue suka laut dan langit sore karena mereka adalah perpaduan yang sempurna. Keindahannya cocok sebagai sentuhan akhir dari sebuah perjuangan yang udah dilalui matahari sepanjang hari. Saat waktunya matahari istirahat, maka laut dan langit bekerja sama untuk membuat mereka terlihat indah supaya matahari istirahat dengan tenang. Bukannya begitu?"

Haechan memang lurus menatap ke depan tetapi fokusnya penuh pada setiap untaian kata yang semakin lirih dari bibir Jaemin. Kemudian ia menghela napas dan menggeleng.

"Konsep yang lo sebutin itu konyol. Karena sentuhan akhir dari sebuah perjuangan itu bukan keindahan, tetapi kebahagiaan. Untuk apa jadi indah jika bayarannya adalah kegelapan?"

Jaemin tersenyum tipis kemudian mulai menutup dua manik sendunya dengan kelopak mata. "Bahagia?"

"Iya. Bahagia."

"Lo bahagia, Chan?"

Haechan memejamkan mata sesaat dan membukanya perlahan.

"Selama lo bahagia, gue juga akan bahagia. Karena lo itu seluruh bahagianya gue."

Haechan lantas berbalik karena angin malam benar-benar menyerang dengan ganas dan ia khawatir Jaemin kembali drop. Langkah tenangnya membentuk jejak di pasir yang mengarah kembali ke resort.

"Selama lo bahagia, gue juga bahagia. Selama lo hidup, gue juga hidup. Kalau lo sayang sama gue, pertahankan dua hal itu."


Jiakh. Senin.

Continue Reading

You'll Also Like

136K 21.4K 25
Mereka hanya bertiga, menghidupi sekaligus memberi kebahagiaan satu sama lain. Hati-hati, ada kata misuh-misuh (harsh words) ยฉpiyelur, 2021
57.1K 6K 20
[BUKAN CERITA BXB] Abiandra kecil sesekali berandai sambil menatap Mada. Bagaimana kehidupannya sekarang, jika sang kakak memiliki kondisi seperti an...
698K 40.4K 55
[BROTHERSHIP STORY] ๐Ÿšซ Bukan bxb, yaoi, ataupun bl Update sesuai mood dan kalau lagi ada ide โ€ผ๏ธ Ceritanya cuma oneshoot-twoshoot, tapi kadang lebih
3.7K 552 27
Wish's Home-Sebuah kos-kosan di dekat Universitas Neocity (UN), yang dihuni oleh 6 anak perantauan. Dimana ke-enam penghuni itu mempunyai karakter da...