MINE [TAMAT]

By Sitinuratika07

29.7M 1.1M 62.5K

Sudah dibukukan❤️👅 tapi part masih lengkap karena isi di wattpad dan di buku sangat berbeda 🤭 ini cerita pe... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15 - Sean's POV
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19 - Chit Chat
Part 20 END \m/
After Wedding :)
SEQUEL- HAPPY ANNIVERSARY ( Repost )
SEQUEL ( Kelvin D. Franklin )
SEQUEL ( Deira D. Franklin )
SEQUEL ( Melvin D. Franklin )
SEQUEL: Special Melvin, kasih sayang Papa❤
SEQUEL: Sean jadi STALKER!?! (1)
SEQUEL: Sean jadi STALKER!?! (END)
SEQUEL: Abal-abal
SEQUEL - The Couple Goals
Sequel: Aku Padamu, Sean!
Sequel Lanjutan: Aku padamu, Sean!
Sequel lanjutan: Aku padamu, Sean! (versi dua)
Sequel Lanjutan - Aku padamu, Sean! (versi ketiga)
Pengumuman pemenang give away!
Juara 1 - Mine by Octya Celline
Juara 2 - Peleburan Hati by Oksytawulandari
Juara 3 - Oh my God by Syarah
Juara 4 - Jeaolus by Adinda Farah Anisya
Juara 5 - Lingerie by Raudhatul Janah
Juara 6 - Day Dream by Raisa Pujia
Juara 8 - The Grand final Konspirasi by Cassandra June
Juara 9 - Heaven of Culinary by FilipiPhoebe
Juara 10 - Happy Birthday my Lovely Husband by Widya Safira W.
MINE READY STOK ❤️

Part 11

924K 41.1K 2.6K
By Sitinuratika07

"ADA APAAAAAA HAH!?!!" Bentaknya.
Aku melihat sekilas, wajah Sean tercengang. Siapa?

"Ibu.." ucap Sean lemah.

Ibu Sean? Si vampire? Tidak, setengah vampire dan setengah manusia.

"Ada apa didalam?"
Tiba-tiba datang seorang wanita paruh baya yang terlihat begitu cantik dengan gaun panjangnya berwarna hitam. Aku tahu wanita itu sudah tua tetapi tak ada satupun keriput diwajahnya. Cantik dan elegan.

"Siapa dia, Sean?"
Wanita itu menunjuk ke arahku.

"Dia istriku, ibu." jawab Sean singkat. Beliau berjalan perlahan mendekatiku. Aku hanya menunduk.

Wanita itu duduk berjongkok didepanku dan dia mengusap kepalaku lembut. Lalu beliau mengangkat wajahku. Dia terkejut karena melihat penampilanku saat ini yang penuh akan bekas merah dibibir dan leherku.

Ibu Sean se-cantik inikah? Ya Tuhan..

"Kau apakan dia, Sean!?" tanya Ibu itu bernada agak kasar. Dia marah?

"Aku tak melakukan apapun, Bu. Dia tidak nurut padaku." Sean menjawab acuh. Dasar setan iblis!

"Ck kau ini, sejak kapan ibu mengajarkanmu bertindak kasar begini? Kau tidak boleh seperti ini lagi, Sean. Ingat itu." ucap Beliau marah. Waw akhirnya ada yang membelaku disini.
Sean hanya melengos.

"Ayo ikut Ibu keluar."

Beliau menarik tangan kananku pelan sehingga membuatku refleks berdiri. Tetapi saat aku baru saja berjalan melewati Sean, tangan kiriku ditarik kuat ke belakang dan membuatku terbentur dada kekarnya itu. Ini dada atau beton sih?!

"Jangan dibawa, Bu. Dia istriku. Biar aku saja yang mengurusnya." Sean bicara tegas. Ibu itu hanya menggelengkan kepalanya dan berjalan keluar kamar. Sean memegang pundakku dan mengangkat wajahku dengan satu tangannya.

"Masih mau melawanku?" tanya Sean tajam.

Aku menggeleng lemah dan semakin menundukkan kepalaku. Sean mengangkat wajahku lagi. Aku tercekat. Dia mencium lembut kedua mataku yang bengkak setelah habis menangis.

"Kepalaku sakit, Sean." Tubuhku langsung lunglai dan hendak terjatuh kelantai kalau saja Sean tidak memegang pinggangku.

"Kenapa? Kau sakit?" Dia menggendongku ala brydal style dan menaruhku ke atas tempat tidur.

"Kepalaku pusing......dan leherku panas sekali.. Enghh panas.." Aku menggeram dan meremas kemeja Sean menahan rasa sakit disekujur tubuhku. Kepalaku semakin pusing dan aku tak sadarkan diri.

------Oo-----

"Ehmmm..." Hah kenapa tubuhku lemas sekali. Aku mencoba untuk bangun tapi aku tak bisa.

"Jangan dipaksakan tuk bangun." Tiba-tiba Sean datang dari luar. "Kau pernah digigit oleh Nate?" tanya dia lagi saat duduk disampingku berbaring. Aku menggeleng.

"Serius?"

"Perasaanku tidak pernah, Sean. Kenapa?" tanyaku bingung.

"Tadi sudah ku suruh seseorang untuk memanggil Nate kemari."

Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka lebar. Nate menghambur kedalam dengan wajah riangnya yang khas.

"Kakaaaak..."

"Nate, duduk sini. Kakak mau bertanya sedikit." Nate menatapku bingung dan kini mereka berdua sedang duduk disofa.

"Kau pernah menggigit dia?" Sean bertanya pada Nate sambil menunjuk ke arahku.

"Tidak kak.. Ehmm memangnya kenapa?"

"Tubuhnya sudah tidak cocok denganku dan cuma kau yang bisa merubah itu. Jujur!" bentak Sean. Nate sedikit ketakutan.

"Ehmm, memang benar kak. Aku tak pernah menggigit dia kok. Tanya saja dengannya." bela Nate.

"Percuma. Kau pasti menghilangkan ingatannya tentang itu. Nate, mengakulah sebelum aku marah." Sean kini bicara serius dengan seringaian menyeramkan.

"Ergggghh, oke oke. Aku menggigitnya waktu dia bersamaku."

"Kembalikan dia seperti semula, Nate!" suruh Sean tegas. Nate menghembuskan nafasnya dan berjalan mendekatiku. Wajahnya cemberut.

"Sepertinya aku memang tidak bisa memilikimu." bisik Nate saat dia menempelkan bibirnya dileherku.

"Hey, Nate. Cepatlah sedikit!!" ucap Sean menggeram kesal. Apa Sean cemburu? Aku merasa Nate tersenyum dileherku lalu dia menggigitku sebentar. Setelah itu, aku tak tahu apa yang terjadi.

------Oo----

"Hoaaam.."
Aku terbangun dari tidur nyenyakku saat aku merasa kerongkonganku haus sekali. Aku melihat Sean yang tertidur pulas disampingku, ku lihat jam diatas nakas. Masih jam 1 malam. Aku ingin mengambil minum tapi aku takut.

"Sean.. Sean.. Bangun.."

Aku sedikit menggoyangkan tubuh Sean. Dia tidak bergeming. Tumben, biasanya jika aku bergerak sedikit saja dia langsung bangun.

Ya sudahlah. Aku pun beranjak dari tempat tidur dan keluar sendirian menuju dapur. Sedikit pikiranku untuk kabur dari rumah ini, karena pasti gagal. Kalau gagal pasti aku disiksa lagi seperti kemarin. Aku tidak mau!

Aku menuruni tangga cepat-cepat karena aku takut naik lift sendirian tengah malam begini, tak lama kemudian, tibalah aku didapur megah ini. Tidak ada satupun pelayan. Sepi~~

Segera aku meminum air dingin didalam refrigerator. Lega rasanya.
Setelah minum, aku beranjak menaiki tangga lagi.

"sssssshh..."

Oh my! Suara apa itu? Seperti suara desisan? Aku menoleh kebelakang. Tidak ada siapa-siapa. Aku takut tapi aku penasaran. Aku pun mengikuti sumber suara itu. Sedikit demi sedikit aku berjalan, suara desisan itu semakin nyata. Tangga ini menuju ruang bawah tanah. Ah iya aku ingat, waktu itu Kate tidak mau mengajakku kesini. Dengan cepat aku menuruni tangga itu.

Disini hanya ada satu ruangan. Penerangannya remang-remang. Suara desisan itu semakin besar. Benar, suara itu berasal dari ruangan ini.
Aku buka pelan-pelan pintu seram ini dan...

"KYYAAAAAAAA!!!!!!!!!"

Aku berteriak sangat sangat keras, mataku melotot sempurna dan mulutku terbuka.
Aku tercengang, ini ini.. Ini neraka!!
Neraka bagiku karena ruangan ini penuh dengan spesies hewan yang sangat aku takuti. Ular!! Ular!! Ular!!!!

"KYAAAAAAAA!!!!!"

Aku berteriak kembali karena ular-ular sialan itu sedang berjalan bukan merayap atau apalah itu, mereka semua mendekatiku. Menjijikkan!!
Kakiku gemetaran dan tubuhku berkeringat dingin. Sean Sean..!!!!

Aku terkejut kembali saat ular-ular itu perlahan menjauhiku dan berbelok. Aku menoleh kebelakang, ternyata ada Sean. Sean menutup pintu itu dan menarik tanganku keluar. Tanganku masih bergetar ketakutan. Ruangan apa tadi itu? Ular-ular menyeramkan... Berapa jumlahnya? Aku yakin ribuan. Bahkan ada yang sangat besar berwarna hitam legam. Kyaaa! Aku ingin berteriak lagi.

"Sedang apa kau disana?" tanya Sean saat kami sudah berada didalam kamar. Sean melihatku masih gemetaran dan keringat dingin terus mengucur dari pelipisku. Tanpa dikomando, Sean memeluk tubuhku lembut dan mengusap punggungku beberapa kali.

"Jangan pergi kesana lagi, oke." ucapnya sambil mencium puncak kepalaku.

"Aku tadi ingin mengambil minum tapi aku mendengar suara aneh, jadi aku mengikuti suara itu.."

Sean melepaskan pelukannya lalu dia menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Menatapku lurus dan tersenyum lembut.

"Jangan pernah kesana lagi, mengerti?" ucapnya.
"Iya, tidak mungkin aku kesana. Sean, memangnya itu ruangan apa?"

"Itu penjara, belum ada orang yang dipenjarakan disana. Nah kalau kau berulah, nanti ku masukkan kesana." kata Sean kejam. Aku melepaskan tangannya diwajahku.

"Tidak mau! Aku phobia ular." jawabku ketus. Sean tertawa. Hah? Ya dia tertawa. Kau tahu, dia sangat terlihat manusiawi.

Sean mencubit pipiku gemas, "Ya tidak mungkin juga, Tika. Aku tak setega itu. Sudah tidur lagi." ucapnya lalu menyuruh ku untuk naik ke tempat tidur.

"Sean, aku haus lagi.." kataku saat duduk diatas tempat tidur.

"Aku ambilkan, kau tunggu disini saja."

Sean pun keluar dan aku menunggu dikamar. Tak beberapa lama, Sean kembali sambil membawa nampan yang diatasnya teko air minum dan gelas. Lalu ada juga sebotol obat. Entah apa itu.

"Ini, minumlah." ujarnya sambil menyodorkan segelas air dan satu pil obat itu.

"Obat apa ini, Sean?"

"Cuma vitamin. Supaya nafsu makanmu bertambah. Aku tidak mau punya istri yang kurus."

Aku terkekeh pelan dan meminum obat itu. Sean mengusap kepalaku dam mencium dahiku sembari tersenyum. Kenapa sikap Sean sering berubah-ubah? Kadang kasar kadang lembut seperti sekarang ini. Plin plan!

"Sudah." ucapku sambil memberikan gelas padanya lalu aku mengambil selimut dan tidur. Sean menaruh gelas itu diatas meja dan dia ikut berbaring disampingku.

"Sean." panggilku saat membalikkan tubuhku kedepan Sean.

"Apa?"

"Besok kita pergi ke sekolah punya ayahmu itu tidak?" tanyaku datar. Sean mengelus pipiku.

"Memangnya Tika mau kesana lagi? Mau apa? Apa jangan-jangan kau mau bertemu dengan lelaki tadi?" tanya Sean balik. Dia marah?

"Tidak hemm aku hanya bertanya saja." Aku menjawab dengan bibir mengkerucut kesal. Asal bicara saja dia. Huh.

"Kau ini." Sean mengecup bibirku mendadak dan menciumnya lembut. Refleks aku memundurkan kepalaku.

"Uhh Sean.. Jangan terlalu sering menciumku!

"Memangnya kenapa? Kau kan istriku." Sean berbicara seperti sedang main-main.

"Tidak boleh, nanti bibirku bisa tebal." bela ku. Dia mengangkat kedua alisnya tak percaya.

"Tidak masuk akal, mana ada teori seperti itu, sayang." Sean mengelus-ngelus rambutku. Dia barusan bilang apa? Sayang? Apa dia gila? Sayang-sayang kepalamu peyang.

"Sean, apa kau pernah seperti ini dengan wanita lain?" tanyaku iseng-iseng.

"Emm, tidak pernah. Hanya denganmu saja. Kenapa?"

Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepalaku.

"Baru 3 x kau tersenyum, Tika. Senyummu mahal juga ya." Sean mencubit hidungku.

"Memangnya wajahku bagaimana terhadapmu? Perasaan biasa saja."

"Seperti ini..." Sean memperagakan wajahku saat ketakutan gelisah. Wajahnya idiot. Haha aku tertawa kecil.

"Kalau kau seperti ini.." Aku juga memperagakan wajahnya saat marah dan memaksa. Sean pun tertawa.

"Kau ini ya!" Sean masih tertawa, menarik kepalaku lalu menggigit gemas pipiku.

"Aww sakit, Sean!"

"Kau pula bikin aku geregetan, sudah tidur sana." ujarnya.

"Huh." Aku mendengus kesal lalu berbalik. Sean memeluk pinggangku dan kepalanya terbenam diantara lekukan leherku. Menghirup aromaku kuat seakan aku ini parfum yang candu untuknya.

"Maafkan aku, kau marah ya?" Sean berbicara lembut dengan masih hidung yang menempel dileherku. Tubuhku rasanya tergelitik.

"Tidak.."
Tak terasa aku pun memejamkan mataku.

*****

Sinar matahari mulai membuatku wajahku hangat. Sambil menguap, aku menggeliatkan tubuhku, kebiasaan kalau baru bangun tidur.

Aku terbangun, mengucek-ngucek mataku guna tidak kabur lagi. Hah, Sean belum bangun juga? Tumben sekali. Biasanya kemarin-kemarin dia yang bangun duluan. Aku pun keluar dari kamar tanpa membangunkan dia.

"Nyonya, kau mau sarapan?"
Tak jauh dari kamar aku dikagetkan oleh seorang pelayan.

"Tidak, hem. Boleh aku kedapur membantu kalian?" tanyaku seraya berjalan turun kedapur. Pelayan itu mengejarku dan mencegahku.

"Tidak usah, Nyonya. Nanti kami dimarahi oleh Tuan. Nyonya duduk saja, nanti kami buatkan sarapan."

"Eh tidak kok, tenang saja." Aku pun tersenyum simpul sambil menggandeng tangan pelayan itu kedapur.

"Tuan senang sekali sarapan dengan nasi goreng, Nyonya." ucapnya.

"Ohh, baiklah. Akan ku buatkan dia nasi goreng spesial. Kalau Sean bangun, bilang saja jangan mencariku."

"Saya tidak berani bicara seperti itu, Nyonya."
Dia menunduk kaku, kenapa pelayan-pelayan ini takut sekali dengan Sean? Eh, aku juga sih.

"Ya sudah terserah deh." ucapku.

Sekitar 20 menit aku membuat nasi goreng itu dan akhirnya sudah siap. Tadaaaa, nasi goreng spesial, karena pakai telor diatasnya. Hahaha, apa ku beri racun saja? Oh itu ide yang jahat. Sayangnya aku tak berani melakukan itu.

Aku pun keluar dari dapur itu lalu berjalan keruang makan sambil membawa sepiring nasgor ini.

"Kenapa tidak ada makanan? Kemana juga istriku !!?"
Belum sampai aku mendengar Sean berteriak membentak semua pelayan disekitarnya.

"Sean, ada apa?"

"Darimana saja kau?!" Sean melotot.

"Buatkan kau ini." Aku menaruh sepiring nasi goreng itu ke hadapannya. Raut wajah Sean berubah 180 derajat, dia mengambil sendok lalu melahap sesuap nasi itu.

"Ini buatanmu?" tanya Sean sambil mengerutkan dahinya.

"Iya." Kenapa? Apa tidak enak?

"Lezat, enak juga. Bangganya punya istri yang pintar masak.." Dia mencubit pipiku lalu kembali memakan nasgor itu.

Aku ikut duduk didepannya dan menopang daguku. Melihatnya makan dengan seksama.
"Sean, aku mau ke sekolah yang kemarin, boleh?"

Sean menoleh, "Tidak, aku sedang sibuk sekarang. Jadi tidak bisa kesana."

"Aku sendirian saja ya, aku bosan dirumah terus." rengutku. Dia menghembuskan nafas kesal.

"Tidak boleh, kau mau mati disana?"

"Hah mati? Tidak mungkin." kataku dengan wajah mengejek.

"Kau itu manusia, sayang. Apalagi darahmu sangat nikmat. Pasti di incar banyak orang."

"Tapi kan mereka belum tahu rasanya, nah darimana mereka tahu darahku enak?" tanyaku penasaran. Sean mengusap leherku.

"Aromamu itu tercium kemana-mana. Walau aku sudah menghambatnya, masih saja aromanya keluar."

"Eh kemarin tidak ada yang berani mendekatiku." ucapku masih mencari alasan. Oh ayolah aku sangat bosan disini terus. Mau kabur tak bisa, mau mati saja tapi sayang nyawaku. Aku masih muda.

"Ya karena ada aku! Ingat, saat aku pergi sebentar, ada pria yang mendekatimu? Dia yang menggigitmu saat pesta waktu itu. Dia sudah ketagihan dengan darahmu." ucap Sean panjang kali lebar. Aku hanya mengangguk-angguk saja. Kau juga sama, juga ketagihan dengan darahku kan?

"Jangan macam-macam ya, Tika. Awas saja kalau kau ketempat itu saat aku sedang pergi nanti." ancamnya.

"Iya!" ucapku cepat lalu pergi meninggalkan dia sendiri. Aku pergi ke kamar. Aku tidak tahu bagaimana ekspresi Sean saat aku pergi tadi. Aku tidak peduli.

Didalam kamar, aku berdiri diam didepan jendela mewah ini. Aku seperti burung dalam sangkar. Tetapi sayangnya aku tak mempunyai sayap.

"Tika?" Sean membuka pintu kamar dan memanggilku. Aku menoleh sejenak lalu kembali melihat pemandangan hutan liar diluar sana.

"Kau marah padaku ya?" tanya Sean saat berjalan mendekatiku dan memelukku tubuhku dari belakang.

"Lepaskan!" Aku pun melepaskan tangannya dari perutku.

"Kau ini kenapa? Jangan seperti ini sayang. Aku kan tidak bisa kesana soalnya aku ada kerjaan sebentar."

"Iya aku mengerti. Pergilah."
Aku menjawab penjelasannya acuh. Sean menghela nafasnya dan menghembuskannya kasar. Aku yakin dia menahan amarah. Dia pun pergi dengan langkah yang besar meninggalkanku sendirian dikamar.

Tidak terasa waktu malam tiba. Sean belum pulang juga. Kerjaan sebentar huh? Aku benci dengannya sungguh. Aku tidak mau bertemu dengannya. Setelah makan malam sendirian, aku berniat tidur dikamar Nate. Nate dan Ibunya kemarin entah pergi kemana aku juga tak tahu. Yang penting mereka tidak ada disini, jadi kamarnya kosong. Aku kunci pintu kamar dan tidur dengan damai.

BRRAAAAAKKKKK!!

Bunyi pintu terbuka paksa membuatku terkejut dan langsung terbangun.
"Oh, Sean.." Aku menunduk saat melihat raut wajahnya yang sedang marah itu.

"KAU KIRA AKU TIDAK TAHU KAU DISINI HAH!!?" Sean membentakku seperti biasa. Aku mengerucutkan bibirku. Sial nasibku.

Sean menarik tanganku kuat dan dengan cepat ber-teleportasi ke kamarnya. Bukan sih, dia berjalan tadi. Tapi cepat. Aih sudahlah.

"Mau apa kau disana tadi!?" tanya dia kesal saat kami sudah berada didalam kamar Sean.

"Tidur saja, Sean."
Aku menjawab tanpa melihat matanya.

"Kau ini kenapa sekarang kurang ajar sekali padaku!?" tanya Sean lagi dengan nada tinggi. Aku tidak berani menjawab ucapannya itu.

Tiba-tiba Sean memegang pundakku dengan kedua tangannya.

Tes. Tes.

Darah menetes sedikit demi sedikit saat dia menggigit leherku. Kapan dia melakukan itu? Aku tidak merasakan sakit apapun.

"Tidurlah." Sean keluar sebentar. Aku tak tahu dia kemana. Segera aku bersihkan darah dileherku dengan baju dan naik ketempat tidur. Tak beberapa lama kemudian aku pun tertidur.

*****

"MAMAAAAA..."

Aku tersentak bangun dari tidurku. Ya ampun, aku mimpi buruk. Mungkin terlalu lama aku disini? Berapa lama ya? Satu minggu atau dua minggu? Aku tak ingat.

Arrghhhhh, aku bahkan sudah lupa keluargaku. Aku melihat Sean disampingku. Dia tertidur pulas dan tak bangun padahal aku berteriak keras tadi.

Sean aku mau pulang.. Tidakkah kau mengerti perasaanku, Sean?

Aku mau keluar. Hati-hati aku melangkahi tubuh Sean, berjalan pelan menuju pintu dan keluar kamar dengan selamat. Akhir-akhir ini tidur Sean nyenyak. Tidak seperti waktu pertama aku kesini.

Kakiku tidak berhenti berjalan. Aku terus melangkah keluar rumah bak istana itu. Aku menoleh kebelakang, tidak ada Sean mengejarku. Setelah aku keluar dari pagar raksasa itu, aku mulai berlari. Berlari seolah aku dikejar seekor harimau atau makhluk ganas lainnya. Yang kupikirkan hanyalah, aku ingin pulang kerumahku. Rasa rinduku sudah sangat besar dengan keluargaku.

Aku terus berlari kencang tak peduli puluhan tetes keringat yang terus meluncur diseluruh tubuhku. Aku terus berlari, untungnya aku ingat jalan saat Raka membawaku kesini pertama kali.
Berlari dengan pakaian piyama (baju tidur) dan kaki telanjang tanpa alas, oke aku hebat, aku akui. Aku capek dan kakiku lecet semua. Tapi itu bisa dipikirkan nanti. Yang penting aku sudah berlari sejauh ini.

Tak terasa secercah cahaya kota menyinari mataku. Astaga, akhirnya aku tiba disini. Perjuangan besar. Ya tuhan, Thanks!

Aku kembali berlari dan tak pedulikan semua lecet ditelapak kakiku. Sekitar beberapa km jauhnya, aku berada di sekitar komplek. Aku tahu rumah Annie didekat sini, setidaknya aku kesana dulu malam ini. Rumahku masih jauh dan tak mungkin aku terus berlari kan. Bisa-bisa aku pingsan nanti.

"Annie, Annie.." Aku mengetuk pintu rumah Annie tak sabar. Aku takut sungguh. Degupan jantungku sehabis berlari juga belum hilang. Belum lagi aku dehidrasi sekarang.

"Siapa?" Annie membuka pintu rumahnya. "Oh astaga, Tika? Kau kenapa Ya Tuhan, masuk dulu." ucap Annie menarik tanganku masuk lalu mengunci kembali pintu rumahnya. Raut wajah Annie sungguh syok melihatku tengah malam begini berkunjung kerumahnya.

"Kenapa kau belum tidur?" tanyaku dengan nada ngos-ngosan. Annie mengambil segelas air lalu menyodorkannya ke arahku. Cepat-cepat aku meneguk air itu hingga tandas.

"Aku lagi nonton film. Kau kenapa malam-malam begini berkeliaran? belum lagi keringatmu banyak sekali!? Kau habis marathon? Astaga, Tika. Kakimu lecet semua begitu!!!"

Annie terus mengoceh tak jelas. Aku tak menjawabnya karena aku masih sangat kelelahan sekarang. Aku pun merebahkan diri disofa empuknya itu.

"Aku menginap malam ini, boleh?" tanyaku pelan.

"Tentu saja, orang tuaku juga lagi liburan. Kita ke kamarku saja. Tapi sebelum itu, kau harus mandi, Tika." katanya. Temanku satu ini ku akui sangat cerewet.

Oh God. Thanks!
Selamat! Aku berhasil kabur yeaaahhhh! Aku hebat ya aku hebat. Siapa yang berani menandingiku berlari dengan kaki telanjang tanpa alas? Tidak ada! Ku akui aku hebat. Setidaknya aku bebas dari pria psikopat aneh itu. Walaupun aku merasa masalah ini tidak bisa selesai begitu saja. Tapi apa peduliku? Aku hebat yeah!!

Bye-bye Sean.
And Then, Go to the Hell!!

Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

3.6M 237K 76
Selama 28 tahun hidup, Rene sama sekali tidak memiliki pikiran untuk menikah apalagi sampai memiliki anak. Dia terlalu larut dengan kehidupannya yang...
3.3M 300K 88
[Part lengkap] Ini semua berawal dari ban bus yang bocor pagi itu~ P.s terima kasih untuk pembaca yang sudah meninggalkan komentar di cerita ini. Kal...
1.7M 137K 102
Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Thalia mengalami kecelakaa...
10M 1.2M 60
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...