[✔] 5. 真実 [TRUTH] : The Prolog

By tx421cph

3.2M 443K 752K

The Prolog of J's Universe ❝Tentang cinta yang murni, keserakahan, hingga pertumpahan darah yang membawa peta... More

Pembukaan
Tokoh : Bagian 1
Tokoh : Bagian 2
Tokoh : Bagian 3
00
01. Para Giok Kerajaan
02. Nyanyian Naga Emas
03. Tangisan Hutan Neraka
04. Amarah Zamrud Hijau
05. Dewi Penjaga Lembah Surga
06. Kisah Kelam Anak Raja
07. Dongeng Sang Penyair
08. Punggung Putih Sang Peony
09. Pangeran Yang Diberkati
10. Sang Matahari Menaruh Hati Pada Peony
11. Bertanya Pada Roh
12. Dewi Kemalangan
13. Aku Mencintaimu
14. Payung Merah
15. Hati Sang Naga
16. Kasih Tak Sampai
17. Tangisan Para Adam
18. Terikatnya Benang Merah
19. Aliansi
20. Pedang Bermata Dua
21. Perangkap
22. Pilar Yang Patah
23. Setetes Darah Di Telaga Surgawi
24. Yin
25. Kekalahan Yang
26. Bencana Surgawi
27. Istana Para Iblis
29. Ksatria Terbuang
30. Kisah Janji-Janji Lampau
31. Sekat Terkutuk
32. Serpihan Setangkai Bakung
33. Mimpi Buruk Putra Naga
34. Pedang Bermata Dua
35. Darah Di Ujung Pedang
36. Menyingsingnya Matahari
37. Awal Mula Kehancuran
38. Zamrud Beracun
39. Kubangan Berdarah
40. Tawanan Raja
41. Peony Berdarah
42. Pion-Pion Yang Patah
43. Sang Pembelot
44. Pion terakhir
45. Permata Tersembunyi
46. Pelarian Panjang
47. Aliansi Terdesak
48. Rubah Di Balik Jubah
49. Sebuah Janji
50. Keturunan Sang Naga
[Final - Bagian I] Pedang Dan Bunga
[Final - Bagian II] Tangisan Terakhir Merak Putih
[Final - Bagian III] Akhir Para Legenda
Son of The Dragon
The J's Universe
Mother of The Dragon

28. Naga Emas VS Yin

29.2K 5.5K 14.5K
By tx421cph

keluarga serbuk berlian check 😎🤙 *backsound jedag jedug*

imagine The Goryeo Kingdom in era modern empires.

The princes looks so fine, but our trio empire officials really hit different 😳


trigger warning ⚠️ 
satu chapter ini isinya full pertarungan antara Wang Jae dan Hwang Je No

jangan lupa play multimedianya biar makin ngefeel


Selamat Membaca


"Apakah kau salah bicara?" 

"Tidak."

Kening Wang Jae mengernyit, menukik dengan tajam sekali saat Hwang Je No menjawabnya dengan lugas. "Ku tanya sekali lagi, apa kau salah bicara?" 

Hwang Je No masih tetap pada pendiriannya, meski dia merasa gusar luar biasa, Panglima itu tetap berdiri tegak di depan Sang Pangeran. 

"Son Je Ha adalah kekasihku, Yang Mulia. Tuan Seon Jae Hyun menjadi gibu-nya untuk melindungi dia, karena itu... ku mohon tolong lepaskan dia, Yang Mulia."

Raut wajah sedih luar biasa Hwang Je No sangat kentara, seolah pria itu ingin menangis, seolah dia begitu kebingungan selama beberapa terakhir karena memikirkan cara untuk menghadapi Wang Jae. 

Pangeran ke tujuh masih diam, meski sejak tadi dia memicing dan kerutan keningnya bergerak tidak nyaman. Dia terus menyelami Hwang Je No yang kelu dan berusaha mencari kebohongan di sana.

Wang Jae sendiri berpikir, dia berharap Hwang Je No hanya membercandai dirinya.

"Aku mencintai perempuan itu, aku mencintai Son Je Ha," tegasnya kemudian. 

Ungkapan itu pun sudah menyiratkan jika dia enggan untuk melepaskan Si perempuan gisaeng. 

Panglima itu menghela napas samar, "Yang Mulia, kami saling mencintai, dia menangis di depanku karena—"

"KU BILANG AKU SANGAT MENCINTAI PEREMPUAN ITU!!"

Wang Jae mengeluarkan suara menggelegar, bentakannya membuat Je No terkejut hingga Panglima Perang itu mundur selangkah. Beruntung mereka tidak berada di keramaian desa dan tepat di samping hutan sehingga tak ada yang mendengarkan percakapan menegangkan keduanya. 

Tapi melihat Wang Jae yang mendadak membentaknya seperti itu, Hwang Je No mulai gemetar.

Tidak, bukan karena dia sedang ketakutan. Je No hanya sangsi apakah usahanya untuk bicara baik-baik akan gagal? Apakah yang dikatakan Jae Hyun akan menjadi kenyataan? 

Apakah dia dan Wang Jae akan benar-benar berseteru pada akhirnya? Wang Jae sungguh... tidak mau mengalah meski dia telah menjelaskan semuanya dengan baik dan—

"Jadi pria yang dimaksud oleh Son Je Ha sebelumnya adalah dirimu? Dia menolak perasaanku dan berkata jika telah mencintai pria lain, pria itu adalah dirimu?" Wang Jae menggertakkan gigi/

Je No menurunkan pandangannya dengan murung, "ya."

Kemudian, Pangeran ke tujuh tertawa. Dia tertawa lepas ke udara, "hahaha!! Kau sangat lucu, Hwang Je No!" Gelaknya, "apa kau tidak ingin bercermin untuk melihat tampak seperti apa kau sekarang?"

Je No menatapnya, masih tak berkata-kata dengan sorot mata kuyu. 

"Kau seperti tikus menyedihkan yang berhadapan dengan harimau, Hwang Je No," sambung Wang Jae, dengan sebuah seringai lebar. 

"Hwangja-nim..."

"Mengapa?! Apa aku berani bicara seperti ini padaku karena kau menganggap kita seperti saudara? Teman sejak kecil? Apakah kedekatan dan keakraban kita bisa membuatmu bertingkah tidak sopan seperti ini?" Yang lebih muda mendengus, "kau sama saja seperti Jae Hyun, sangat berani. 

Hwang Je No menghembuskan napas lelahnya dengan pasrah, "Yang Mulia, ini bukanlah seperti yang anda pikirkan. Itulah kenapa aku mencoba untuk bicara baik-baik dengan anda, aku tidak ingin merusak hubungan di antara kita—"

"Lalu tinggalkan Son Je Ha."

Tatapan dingin dan menusuk. Dingin. Benar-benar sedingin Pedang Yin-Yang hingga membuat Je No sempat meremang. 

"Jika kau tidak ingin merusak hubungan persaudaraan kita itu, tinggalkan Son Je Ha."

Demi Tuhan, apa yang harus Je No lakukan sekarang?

"Kau hanyalah seorang Panglima, hidup dan matimu, kau hanya akan terus mengabdi kepada Goryeo, lalu bagaimana caramu untuk membahagiakan perempuan itu? Hwang Je No, kau jelas-jelas tak bisa dibandingkan denganku."

Apakah pria ini... benar-benar Wang Jae? Pangeran Wang Jae yang selalu bersikap lembut dan peduli padanya itu baru saja merendahkan dirinya?

Hwang Je No mulai tersinggung, namun dia tetap bisa mengontrol emosinya dengan sangat baik.

"Membahagiakannya atau tidak, itu bukan urusan anda, Yang Mulia," jawabnya dengan tegas. "Son Je Ha mencintaiku, itu adalah satu fakta yang harus anda sadari."

Setelah mendengar itu, Wang Jae hanya tersenyum penuh sarkasme. Dia mendengus tidak menyangka, seolah-olah dia tak akan pernah mengira jika Hwang Je No dengan berani mengatakan hal seperti itu di depannya. 

"Hubungan kalian berdua bukanlah urusanku," katanya, menarik Pedang Yin yang berada di punggungnya. "Lalu bagaimana, Hwang Je No?" Dia angkat sedikit dagu Je No dengan ujung bilah pedang hitamnya itu.

Jantung Hwang Je No sempat berdegup sekali dengan sangat keras, seperti ada sebuah batu besar yang menghantam dadanya. Dia juga merasakan betapa dinginnya bilah pedang itu, sangat dingin, lebih dingin dari es. 

"Kau pun tidak bisa melupakan fakta jika saat ini akulah yang memiliki perempuan itu, meski kau sudah mengakui semuanya di depanku seperti ini, itu tidak akan mengubah apapun." Wang Jae tersenyum. 

Saking dinginnya bilah pedang itu, kulit di dagu Hwang Je No memerah, dia pun merasa kulitnya mulai mati rasa. 

"Kau mau aku mengembalikannya?" Lanjut Wang Jae, "angkat pedangmu, Hwang Je No."


DUAGKH!!


"Ughh!"

Wang Jae menendang dada Hwang Je No sekuat tenaga, membuat pria itu mundur dan nyaris saja terjatuh. 

"Y-Yang Mulia—"

"Hahaha! Angkat pedangmu dan lawan aku!" Sang Pangeran tertawa nyalang, menunjuk Sang Panglima dengan Pedang Yin-nya yang mengkilat. 

Je No merasa ini akan menjadi akhir hidupnya. "Yang Mulia ku mohon..." 

Dia mencoba memohon, berusaha meminimalisir perdebatan, tapi Wang Jae bahkan kini mengajaknya bertarung. 

"Kemari Hwang Je No! Kemari! Hahaha! Yakinkan aku bahwa kau memang patut untuk memiliki perempuan itu!" 

"Yang Mulia hentikan! Bukan ini yang ku ingin—"


TRAKK!!


Tanpa diduga dan sangat tiba-tiba, Wang Jae menghunuskan Pedang Yin miliknya, dan Hwang Je No dengan refleks yang baik menangkis serangan itu dengan seruling giok yang dia tarik dari pinggangnya. 

Dan betapa terkejutnya ia saat seruling dari giok hitam itu sedikit rompal di bagian yang terhantam bilah Yin. 

Seruling hitam kesayangannya itu terbuat dari material giok terkuat di bumi, ini adalah pertama kalinya ada benda lain yang mampu meretakkan serulingnya. 

Dan itu adalah Pedang Yin. 

Hwang Je No tahu ketiga pedang legenda milik mereka bertiga mampu untuk membelah batu besar, hanya saja Je No benar-benar terkejut karena Yin mampu membuat serulingnya rompal sementara sebelumnya Zamrud Hijau Guan Yu bahkan tak bisa membuatnya tergores sedikit pun. 

Ingatkah saat Sang Panglima dan Eksekutor itu bertarung dan Je No yang hanya menggunakan serulingnya? Meski dia menggunakannya untuk menangkis Pedang Zamrud Hijau puluhan kali, serulingnya benar-benar tak tergores. 


Trakk!! Trak! Trakk!!


"Apa yang kau lakukan, Hwang Je No?! Jangan hanya gunakan serulingmu dan cabutlah Naga Emas!" Wang Jae terus menyerangnya, tak memberinya kesempatan untuk bernapas. 

Hwang Je No sedang berada dalam dilema yang besar, dia terus melompat mundur untuk menghindari serangan Sang Pangeran, dan lagi-lagi menangkisnya dengan seruling hitam. 

"Yang Mulia! Demi Tuhan aku tak ingin bertarung dengan anda!! Sadarlah!"

Wang Jae tertawa, menghunuskan Pedang Yin ke dada Hwang Je No, namun tentu saja Panglima itu bisa menghindari. "Sadarlah?!" Teriaknya tidak percaya, "bukankah seharusnya kau yang sadar diri, Hwang Je No?!!" 

"AKU TIDAK INGIN KITA BERTARUNG HANYA KARENA SEORANG GADIS!!" Je No berteriak nyalang dari kejauhan setelah menghindari pedang keramat itu.

"DAN MENGAPA KAU MEMPERMASALAHKANNYA KALAU BEGITU?! BUKANKAH DIA HANYA SEORANG GADIS?!" Wang Jae balas berteriak. 


Jrashh!!


Satu ayunan Pedang Yin lagi-lagi gagal untuk menebas Hwang Je No, sebagai gantinya, pedang itu memotong sebuah pohon setinggi 20 meter di belakang Je No. 


Bruagkhh!!


Ambruklah pohon tersebut. Korban pohon pertama dalam pertarungan Sang Pangeran dan Panglima Perang.

Je No sadar bahwa ini tidak akan membaik, karena itu sejak tadi dia terus memancing Wang Jae agar keduanya semakin masuk ke dalam hutan dan menjauh dari desa. Akan sangat gawat jika penduduk melihat keduanya bertarung dengan sengit. 

Karena pertarungan ini tak bisa disebut latih tanding, Wang Jae benar-benar bringas seolah serius ingin membunuhnya. 

Hwang Je No sendiri bukanlah seseorang yang akan menarik Pedang Naga Emasnya keluar dengan mudah meski dia adalah Panglima Perang, apalagi orang yang dia hadapi saat ini adalah Wang Jae. 

Itu sangat mustahil. Sebisa mungkin, dia hanya akan menghindar dan menangkis serangan Wang Jae dengan serulingnya. 

"KU BILANG KELUARKAN NAGA EMASMU BRENGSEK!!"


DUAGKH!!


Wang Jae menggeram kesal, dia menendang wajah Hwang Je No hingga pria yang lebih tua darinya itu terpelanting dan punggungnya menubruk batang pohon dengan kuat. 

Je No merasa kesakitan, namun dia meredam erangannya. Wajah kanannya benar-benar terasa ngilu dan kebas, saking sakitnya sampai dia merasa mati rasa sesaat. 

Sang Panglima terbatuk, dia terkejut karena darah keluar dari mulutnya saat itu, namun rupanya itu karena gigi gerahamnya yang patah. 

Dengan napas menggebu, Je No memegangi mulutnya yang berdarah setelah memuntahkan giginya, dia pandang Wang Jae yang mulai berjalan mendekat sembari menatapnya dengan pandangan penuh merendahkan. 

"Aku memerintahkanmu untuk mengeluarkan Naga Emas, kau mau membangkang perintahku?" Dingin Pangeran. 

Hwang Je No mulai berkeringat dingin, dia mencoba menetralisir rasa sakit di wajah dan juga gusinya yang ngilu luar biasa. Sepertinya dia merasa cukup beruntung karena Wang Jae memilih untuk menendangnya alih-alih langsung menebas kepalanya langsung dengan Yin. 

"Ughh..." Je No merintih pelan, dia benar-benar terlihat sangat kesakitan. 

Jadi... kekuatan Wang Jae memang benar berada di atas para Pangeran yang lain, ya? 

Tapi Je No yakin Wang Jae masih belum memperlihatkan kemampuan yang sebenarnya. 

"Hwangja-nim," Panglima itu memanggil dengan napas tersengal, "aku sungguh tak ingin berseteru dengan anda, sungguh... anda adalah orang yang sangat ku hormati dan ingin ku lindungi, bagaimana mungkin... anda menyuruhku untuk menarik Naga Emas?" 

Mendengar pengakuan itu, Pangeran ke tujuh tampak memicingkan mata, dia maju selangkah mendekat, berdiri menjulang di depan Hwang Je No yang masih terduduk di atas tanah yang dipenuhi dedaunan kering. 

"Begitu kah? Kau sungguh tidak mau melawanku? Sebegitu hormatnya kau padaku?"

Hwang Je No mengangguk tanpa ragu. "Ku mohon..."

"Jika begitu jangan melarangku untuk mendapatkan Son Je Ha, jangan mengakui jika perempuan itu adalah kekasihmu."

Hwang Je No benar-benar lelah dan dia sungguh tak tahu lagi harus memohon dengan cara yang seperti apa.

Lantas, dengan sedikit terseok, Panglima Perang itu berlutut di depan Wang Jae, setelah mengusap darah di sekitar mulutnya dengan kasar, dia menundukkan kepala sedalam mungkin hingga nyaris menyentuh tanah.

Lalu pria itu menangis, "ku mohon... Yang Mulia, aku sangat mencintainya, aku sangat mencintai Son Je Ha. Ku mohon jangan ambil dia dariku, ku mohon... demi hidup dan matiku, aku benar-benar mencintai perempuan itu..." 

Wang Jae menancapkan ujung Pedang Yin ke tanah, masih memandang rendah Hwang Je No di bawah kakinya. 

"Lalu bagaimana jika aku mengatakan hal yang sama, Hwang Yong-Geum? Apa tanggapanmu jika aku mengatakan aku mencintai Son Je Ha demi hidup dan matiku? Bahwa aku rela mengorbankan apapun demi perempuan itu, bahwa aku rela membunuh saudara-saudaraku termasuk juga dirimu demi perempuan itu?"

Tangan Je No yang berada di atas tanah pun terkepal, dia memejamkan matanya rapat-rapat dan terus menunduk. Untuk sesaat, dia tak menjawab sepatah kata, karena pria itu memang tak tahu, apa yang harus ia katakan. 

"Je No, Je No, kau sama saja dengan Seon Jae Hyun, mau bersujud dan membuang harga dirimu sendiri seperti itu," Pangeran ke tujuh tergelak, merasa geli. 

Hwang Je No masih membisu di tempatnya. 

Dia ingin menjawab, namun kalimatnya berhenti di tenggorokan saat kaki Wang Jae mendarat di atas kepalanya, semakin menekan dahinya ke atas tanah. 

"Sadarlah siapa yang kau hadapi saat ini, aku adalah pangeranmu, tuanmu, orang yang selalu kau layani sejak kecil. Lalu apa sekarang? Kau masih punya muka untuk membangkangku?" Wang Jae tersenyum penuh remeh, menginjak-injak kepala Hwang Je No yang bersujud di depannya. 

Dengan deraian air mata, berkatalah Sang Putra Naga. "Aku memang melayani anda, Yang Mulia, namun anda tak bisa mencampurkan permasalahan hati di dalamnya. Bukankah anda pasti berpikir, jika cinta tak memandang kasta dan kedudukan?" 

Sejenak kemudian, Wang Jae tersenyum tipis dengan asimetris. Ia angkat kakinya dari atas kepala Hwang Je No, "jawaban yang bagus." 

Pria itu mundur dua langkah, kemudian memasangkan sarung Pedang Yin kembali. Hwang Je No yang melihatnya menjadi lega, mengira bahwa Wang Jae akan mengakhiri perseteruan mereka. 

"Yang Mulia—"

"Berdiri," Wang Jae kembali menodongkan Pedang Yin bersarung itu sekali lagi, "aku tidak akan melepaskan sarungnya, karena aku tahu kau akan langsung mati, aku tidak mau kau mati dengan mudah Hwang Je No." 

"Anda bukan Pangeran Wang Jae yang ku kenal," Hwang Je No merasa mulai putus asa. "Mengapa anda seperti ini... Yang Mulia."

Karena tak memiliki pilihan lain, dia menarik Pedang Naga Emas dari belakang punggungnya, membiarkan sarung pedang penuh ukiran naga itu masih menutup bilahnya yang tajam luar biasa. Je No gunakan pedang itu untuk membantunya berdiri, menopang tubuhnya yang sedikit tidak seimbang. 

Wang Jae mendengus geli, "kau pikir bagaimana rasanya menjadi diriku? Aku sudah lelah terus mengalah seumur hidupku, dianaktirikan, direndahkan karena aku adalah seorang anak haram."

Kedua pria itu kemudian berhadapan dengan pedang masing-masing di tangan. 

"Aku tidak mau lagi dibodohi, Hwang Je No. Kau tahu, aku memang merasa sangat sedih saat Yeol hyung-nim dibuang dan dibunuh, tapi sekarang aku bersyukur karena ini merupakan kesempatan bagiku." Pangeran ke tujuh tertawa sembari mengarahkan anak-anak rambutnya ke belakang, "ya, aku akan mengambil alih Goryeo dan membalas perbuatan manusia-manusia rendahan yang telah membuat hidupku sengsara." 

Hwang Je No terkejut. Dia terkejut setengah mati saat mendengar kalimat terakhir Wang Jae, mata nanarnya menatap pria yang lebih muda, berusaha mencari kebohongan dari sorot tajam itu. 

"Hwangja-nim... mengapa— a-apa maksud anda?"

Wang Jae mendengus sarkas, "semua saudaraku itu, aku akan menyingkirkan mereka segera untuk menduduki tahta Goryeo. Akulah yang akan menjadi Raja!!"

"?!!"


TRANGG!!!


Pangeran ke tujuh mengayunkan pedangnya, Je No dengan cekatan membalas tebasan pedang itu dengan Naga Emas miliknya. Benturan dua pedang legenda tak terelakkan, benturan yang membuat tangan kedua pria itu bergetar hingga nyaris menjatuhkan pedang mereka. 

Ini buruk, Hwang Je No tak lagi dihadapkan dengan pilihan, dia harus melawan Wang Jae bagaimana pun juga. 


Trang!! Trangg!!


Energi yang saling berlawanan itu saling bertemu, membuat angin di sekitar mereka menghembus dengan sangat kencang dan menerbangkan dedaunan di atas tanah. 

Hwang Je No adalah Panglima Perang yang ditakuti di seluruh negeri, Wang Jae adalah Pangeran Goryeo yang memiliki kekuatan tempur terhebat dan selalu berada di garda terdepan setiap berperang. 

Sekarang kedua orang tak terkalahkan itu sedang berhadapan, saling mengayunkan pedang, pertarungan tak terhindari yang mengguncang tanah hutan. 

"Ya, Hwang Je No! Seperti itu!! Hahahaa keluarkan semua kekuatanmu!!" 

Wang Jae terdengar sangat senang, dia benar-benar tak segan memukulkan Pedang Yin-nya ke arah Hwang Je No yang selalu bisa menghindar dengan cepat. Senyumannya begitu lebar dan mengerikan, dia pun dengan mudah bisa menghindari serangan Si Panglima padanya. 

Pedang Naga Emas jauh lebih besar dari Pedang Yin, namun itu memudahkan Wang Jae untuk bergerak dengan sangat cepat. 


DUGKH!!


"Ukhh!!"

Wang Jae menghantam perut Je No dengan pedang punggung pedang, dan Hwang Je No membalas dengan cepat. 


DUAGKH!!


"Argh!" Pedang Naga Emas menghantam punggung Wang Jae hingga Pangeran itu limbung, "ck!"

Begitulah keduanya terus bertarung, meski Hwang Je No merasa begitu bersalah karena telah membuat Wang Jae kesakitan, dia bahkan merelakan dirinya terkena pukulan beberapa kali. 


Duagkh!!

Buagkh!

Bugkh!!

Dughh!!


Tak hanya menggunakan pedang, Hwang Je No dan Wang Jae sesekali melayangkan pukulan dengan tangan kosong. Meninju wajah, kepala, dan perut satu sama lain. Membuat wajah mereka mulai terluka, robek, lebam, hingga muncul beberapa bercak darah. 

Lalu saat berhasil menangkap kerah pakaian Je No, Wang Jae berbisik dengan tajam, "ku bilang lepaskan Son Je Ha, perempuan itu milikku."

Je No yang napasnya tak beraturan dan pelipisnya mengucurkan darah hingga ke dagu, balas mencengkeram kerah Wang Jae. "Anda tak bisa menekanku seperti ini, semuanya percuma jika Son Je Ha pun hanya mencintaiku, Yang Mulia." 

"KAU BERISIK!! MAKA AKU AKAN MEMBUATNYA MENCINTAIKU!!"


DUAGKHH!!!


Pangeran ke tujuh membenturkan kepalanya sendiri ke kepala Hwang Je No. Rasa sakit tak hanya menyerang Sang Panglima, tapi juga dirinya. Namun dia tak berdarah, sementara dahi Hwang Je No mulai mengalirkan darah, melewati antara sepasang matanya. 

Penampakannya benar-benar sangat kacau. Di antara Wang Jae dan Hwang Je No, Sang Panglima Peranglah yang paling banyak mendapatkan luka. Wang Jae tidak berdarah separah Hwang Je No, hanya beberapa lebam dan sedikit luka robek di sudut bibirnya. 

"Apa kau meremehkanku?" Desis Wang Jae, "setelah aku menjadi Raja nanti, aku akan bisa melakukan apapun, Hwang Je No. Aku akan memiliki segalanya, aku akan bisa membahagiakan Son Je Ha dengan mudah!!" 

Dengan napasnya yang pendek-pendek seperti nyaris mati, Hwang Je No menjawab. "Sesungguhnya cinta bukanlah... t-tentang materi, Y-Yang Mulia... anda tak akan bisa... mendapatkan cinta dengan kekuasaan, karena... i-itu ber..arti... obsesilah yang berbicara, bukan hati."

Amarah Wang Jae semakin meledak ketika mendengar kalimat Hwang Je No. Dia merasa Je No merendahkan dirinya, meremehkannya, menyepelekannya bahwa dia tidak akan mampu untuk membuat Son Je Ha mencintainya dengan tulus. 

"Hwang Je No... aku benar-benar muak mendengar kata-katamu." 

Dengan tangan gemetar, Wang Jae mulai menarik Pedang Yin dari sarungnya. 

"BERHENTI!! BERHENTI!! HENTIKAN YANG MULIA!!"

Gerakan tangan Sang Pangeran langsung terhenti, dia mengernyit dengan tajam saat orang ketiga datang dan menengahi pertempuran hidup dan mati Pangeran dengan Panglimanya. 

Emosi Wang Jae semakin tak terkendali ketika melihat sosok yang menjadi penyebab utama pertarungan tersebut, seorang wanita yang datang dengan pakaian lusuh seperti biasa, nyaris menangis.

Sayangnya, raut sedih itu bukan untuknya, namun untuk Hwang Je No yang nyaris roboh. 

Son Je Ha tidak akan terkejut bagaimana kedua pria ini bisa bertarung, karena dia sudah bisa memahami situasi di antara keduanya. 

Karena itu, dia tak perlu menahan diri lagi.

"HWANG YONG-GEUM!!"

Perempuan gisaeng itu berlari ke arah Hwang Je No yang benar-benar nyaris ambruk, Son Je Ha dengan cepat menahan tubuhnya meski berat, merengkuh tubuh Hwang Je No yang nyaris pingsan. 

"Hwang Yong-Geum..." perempuan itu merintih, menyentuh wajah penuh luka dan darah itu dengan hati-hati. 

Dengan lemah, Je No tersenyum, "Nona Son, mengapa... kau datang kemari?" 

"Apa yang anda lakukan..." Je Ha menangis, memeluk Je No dengan erat, seerat mungkin seolah takut kehilangan. 

Je No masih sempat untuk tertawa kecil, tawa kecilnya yang lembut dan menyejukkan seperti biasa. "Aku sedang... memperjuangkanmu, seperti janjiku."

"Panglima Hwang—"

"Son Je Ha," dari seberang, Wang Jae memanggil, suaranya lantang sekali. "Mengapa kau pergi ke sana? Bukankah gibu-mu adalah aku?" Ujarnya, "kemari." 

Wang Jae tersenyum, namun Je Ha benar-benar sangat takut dengan senyum lebar yang seperti ingin menerkamnya hidup-hidup. 

"Hwang Yong-Geum... aku sangat takut, aku t-takut... padanya..." dia berbisik pelan dan mengeratkan pelukannya. 

Son Je Ha gemetaran. Hwang Je No tidak tahu apa yang telah dilakukan Wang Jae pada kekasihnya hingga nampaknya perempuan ini seperti begitu trauma. 

"Jangan... takut," Panglima berbisik pelan, "aku disini," tangan kirinya yang bebas memeluk sosok ringkih itu, mencium kening Sang terkasih, mengabaikan darah yang mengotori dahi Son Je Ha. 

Wang Jae mendecih melihatnya, "kemari atau aku akan membawamu dengan paksa, Son Je Ha."

Mendengar itu, Hwang Je No semakin mengeratkan rengkuhannya. "Anda lihat, Yang Mulia, tak ada yang bisa anda paksakan di sini. Hanya dari matanya pun, anda tentu sudah tahu, bagaimana perasaan Son Je Ha kepada anda."

Pangeran ke tujuh memandang pasangan itu dengan tidak suka, kerutan di keningnya bergerak-gerak gelisah. 

"Yang Mulia, dia membencimu."

"HENTIKAN!!! DIAM KAU BRENGSEKK!!!"


TRANGG!!!


"HWANG YONG-GEUM!!"

Wang Jae menyerbu, dia telah membuka sarung Pedang Yin dan menghunuskan pedang itu, namun Hwang Je No telah bergerak lebih dulu dan mendorong Son Je Ha menjauh, dia menangkis Pedang Yin.

Je No menangkis Pedang Yin dengan sekali tebas hingga pedang itu terlempar. 

Amarah Wang Jae semakin memuncak, sepasang matanya kini benar-benar menjadi lebih bengis, seperti memperlihatkan bahwa Sang Pangeran baru saja kehilangan kendali atas dirinya sendiri. 

Je No sadar, bahwasanya Wang Jae telah dikendalikan oleh Pedang Yin.

Karena amarahnya yang membesar itu pula, Wang Jae merebut Naga Emas yang telah keluar dari sarungnya dengan cepat.

"HWANGJA-NIM HENTIKAN!!!"


JRASHH!!!


Napas Hwang Je No sempat berhenti selama beberapa detik. 

Pedang Naga Emas-nya itu menusuk dada sebelah kirinya. 

Hwang Je No ditendang oleh Wang Jae sebelumnya hingga ia jatuh tersungkur di atas tanah, dia baru saja ingin berdiri namun Wang Jae telah menancapkan pedang emas itu ke dadanya. 

Sakit. 

Rasanya sangat menyakitkan. 

Seperti mau mati.

"HWANG YONG-GEUM!!!" Son Je Ha menangis, dia meraung sejadi-jadinya. "LEPASKAN PANGLIMA HWANG!! LEPASKAN DIA!!"

"HAHAHAHA!!! SEKARANG KAU MEMOHON PADAKU?!" Pria itu tertawa, kakinya berada di atas perut Je No, tangannya pun masih memegang gagang Naga Emas yang menancap. "Son Je Ha, Son Je Ha, jika saja kau mendengarkanku sejak awal, aku tidak akan melakukan ini." 

"P-pergi..." Je No mulai mengalirkan darah dari mulutnya, pandangannya remang-remang, dia mencoba untuk berbicara kepada kekasihnya. "Pergi... d-dari si...ni."

Bukannya mendengarkan, perempuan gisaeng itu malah berlari menghampiri Wang Jae dan Hwang Je No. "LEPASKAN PANGLIMA HWANG!!!" Dia menarik-narik lengan Wang Jae, tanpa takut, memukul-mukul lengan Sang Pangeran sekuat tenaga. 


Dugkhh!


Tapi Wang Jae dengan mudah menendang perut Son Je Ha hingga perempuan itu terlempar sejauh tiga meter. 

"S-Son—!! AARGGHH!!!"

"Inilah yang terjadi jika kalian mencoba melawanku."

Wang Jae semakin menusukkan Pedang Naga Emas itu lebih dalam. 

"HENTIKAN!! HWANGJA-NIM HENTIKANN!!!" Meski perutnya sakit luar biasa, perempuan itu berteriak histeris. 

"ARGHHH!!!"

Hwang Je No memekik, meraung, mengerang kesakitan saat pedangnya sendiri menusuk dadanya lebih dalam hingga nyaris menembus ke punggung belakang. 

Wang Jae di atasnya, tersenyum lebar sembari memegang gagang pedang. Menggila.

"HENTIKAN HENTIKAN HENTIKAN!!!" Son Je Ha menangis, "AKU AKAN IKUT DENGANMU!! AKU AKAN IKUT DENGANMU YANG MULIA!! HENTIKAN!! JANGAN BUNUH PANGLIMA HWANG!! JANGAN BUNUH DIA!!!!"

Lantas, berhentilah Sang Pangeran ke tujuh. 

Dengan pandangan seperti pembunuh gila, dia menoleh ke arah Son Je Ha yang menangis hingga suaranya nyaris menghilang. 

Hwang Je No tak berkutik, dia hanya memandang langit-langit hutan dengan kosong, lalu menangis. Hanya itu yang bisa dia lakukan.

Namun dia masih hidup, Sang Panglima Perang masih hidup.

Pedang Naga Emas tidak akan pernah bisa membunuhnya, namun dia akan tetap merasakan sakit, dia merasakan sakit sebagaimana saat tubuhmu ditusuk dengan pedang besar tajamnya bisa membelah batu. 

Hwang Je No merasakan rasa sakit luar biasa seolah jiwanya seperti ditarik keluar, tapi dia tidak akan mati. 

"Begitu lebih baik," Wang Jae tersenyum, kemudian dia menurunkan kakinya dari perut Hwang Je No dan melepaskan Pedang Naga Emas. 

Wang Jae tidak mencabutnya, dia membiarkan pedang itu menancap di dada Sang Panglima. 

"J-Je... Ha-ya..." suara yang patah-patah dan mirip bisikan itu terdengar. 

"Panglima Hwang, maafkan aku, aku akan berbicara dengannya! Aku akan berbicara dengannya untuk menjelaskan semua ini agar dia mengerti!!" 

"Jangan mendekatinya," Sang Pangeran langsung menarik Si gisaeng setelah dia mengambil pedangnya sendiri yang jatuh di atas tanah. 

"Tolonglah dia!!"

"Dia tidak akan mati," dingin Wang Jae.

Lalu dibawalah Son Je Ha pergi dari sana, Wang Jae mencengkeram dengan sangat erat lengan perempuan itu. Erat sekali, membuat Sang hawa merintih kesakitan seperti Wang Jae akan menghancurkan tulangnya. 

Dengan pandangan yang remang, Hwang Je No hanya bisa memandangi kepergian Pangeran ke tujuh bersama kekasihnya. Dia membenci dirinya sendiri, karena tak bisa berbuat apapun. Hwang Je No menyalahkan dirinya sendiri, karena Son Je Ha harus berkorban untuknya.

Lalu Sang Panglima Perang memejamkan mata. Hari itu, untuk pertama kalinya dia dikalahkan dalam sebuah pertarungan. 



Bersambung...



.

.

.



aku saat menulis chapter ini : *kena mental*

Continue Reading

You'll Also Like

124K 19.1K 47
END Yogyakarta dan kamu, dua hal yang membuatku terkesan akan skenario yang telah Tuhan lukiskan. Aku hanya bisa terus berdoa, agar kisah kita selalu...
2.9M 35.3K 11
Estefania Aretta seorang perempuan yang menginjak umur 25 tahun ini. Bekerja sebagai salah satu pemilik tokoh bunga di kota Las Vegas. Semua nya berj...
507K 96.7K 56
When I hate you, aku cuman aktingㅡcinderèyna, 2O2O
32.8K 3.5K 24
Teruntuk, Jung Jaehyun. Sincerely, Satu di antara jutaan hati yang memilihmu.