Gay-ilan [COMPLETED]

De zmingky176

304K 18K 2.3K

Nyatanya penyesalan selalu datang di akhir. Qilla merasakan hal itu. Karena truth or dare, Qilla terpaksa ha... Mais

Prolog || Gay-ilan
01 || Gay-ilan
02 || Gay-ilan
03 || Gay-ilan
04 || Gay-ilan
05 || Gay-ilan
07 || Gay-ilan
08 || Gay-ilan
09 || Gay-ilan
10 || Gay-ilan
11 || Gay-ilan
12 || Gay-ilan
13 || Gay-ilan
14 || Gay-ilan
15 || Gay-ilan
16 || Gay-ilan
17 || Gay-ilan
18 || Gay-ilan
19 || Gay-ilan
20 || Gay-ilan
21 || Gay-ilan
22 || Gay-ilan
23 || Gay-ilan
24 || Gay-ilan
25 || Gay-ilan
26 || Gay-ilan
27 || Gay-ilan
28 || Gay-ilan
29 || Gay-ilan
30 || Gay-ilan
31 || Gay-ilan
32 || Gay-ilan
33 | Gay-ilan
34 || Gay-ilan
35 || Gay-ilan
36 || Gay-ilan
Epilog || Gay-ilan

06 || Gay-ilan

8.9K 612 79
De zmingky176

Thank's dude for visiting my story:3
Vote and leave comment yo

𝓖𝓪𝔂 -𝓲𝓵𝓪𝓷

Qilla memutar kepala nya samar, takjub tentu saja. Meneliti bangunan yang menjulang tinggi di hadapan nya. Kini ia berpijak tepat di depan apartemen mewah.

Setelah menelpon Dylan dan menggangu tidur siang laki-laki itu, to the point Qilla memaksa nya untuk memberitahu keberadaan Dylan saat ini. Bukan nya tak mau secara langsung pergi ke alamat yang diberikan Miss Rissa, tetapi Dylan sedang tak berada disana, melainkan berada di apartemen milik orang tuanya dulu. Ia sempat menanyakan pada teman Dylan tadi.

Seumur hidup, Qilla tak pernah tinggal di apartemen. Kedua orang tuanya sedikit khawatir menitipkan diri nya seorang diri disana, apalagi kedua kakaknya sedang berada di kota yang berbeda.

Qilla tak menekan bell yang terpampang jelas di depan mata, ia mengeluarkan ponsel dari saku lalu mencari kontak seseorang, berniat menganggu lagi.

"Woi asshole, gue ada di depan apartemen lo sekarang. Buka cepat!" dengan tak berperasaan, Qilla langsung memutuskan panggilan secara sepihak.

Pandangannya kembali menyapu beberapa pintu apartemen yang lain hingga tak sadar 16 menit telah berlalu.

Tunggu, apa...?

Dengan tak sabar, Qilla kembali mengambil ponselnya di saku dan mencari kontak yang sama dengan yang ia telfon tadi. Panggilan pertama hingga ketiga tak dijawab, dengan perasaan kesal ia kembali menelpon untuk yang keempat kalinya.

Panggilan telah tersambung. sebelum Qilla berkata dengan perkataan kasarnya, Dylan memotong nya lebih dulu. "Bitch, get the shit out of there." Ucapnya dengan tak sabar, emosi juga kentara dalam ucapan tersebut.

"Woi bangke, gue udah cape kesini buat nyampaikan pesan dari Miss Rissa dan lo ngusir gue? not as easy as that dude. Now, biarkan gue masuk."

Decakan kesal terdengar di seberang sana tak lama helaan nafas samar-samar terdengar, "very well."

Tak lama, pintu terbuka. Qilla terpekik senang. Oh tuhan, hadiah apa yang kau berikan ini? Batin nya tidak menyangka. Hell, pria sialan itu berdiri di hadapannya dengan keadaan setengah telanjang, boxer yang menutupi paha bawahnya dan sightless di bagian atas. Belum lagi rambut nya yang berantakan dengan wajah bantal menambah kesan sexy tentu nya. Oh yeah, jangan lupakan otot otot perut nan menggoda milik Dylan yang seakan-akan menyuruh Qilla untuk mengelus nya.

DYLAN SIALAN!!!

Tapi matanya langsung berhenti tepat pada tatto yang tercetak jelas pada bahu lelaki itu. Gambar serigala berkepala tiga yang sedang menyemburkan api dan beberapa ular yang mengelilingi serigala tersebut terlihat menarik. Tatto itu berukuran sedang. Dengan konsep yang simple itu membuat Qilla suka dengan tatto Dylan.

"Woah, tatto yang bagus boy. Lo terlihat makin gentle dengan motif itu," ia menunjuk tatto itu dengan dagunya.

"And yeah, gue juga suka sama mata lo." Qilla menatap mata Dylan dengan tatapan berbinar, lalu berjalan mendekat, menyisakan jarak 6 cm di antara mereka. "Dan bonusnya, tubuh sexy lo." Bisiknya melanjutkan.

"You act like a bitch." Qilla tersenyum miring menanggapi ucapan kasar Dylan. Ia mundur beberapa langkah, berusaha menjaga jarak dengan laki-laki itu.

"Sama lo doang." Jawab Qilla santai.

Qilla tersenyum, matanya kembali menatap pemandangan yang menggoda iman nya, lalu memasuki ruangan yang tidak terlalu luas itu, padahal sang pemilik rumah belum berkata apapun.

Dylan menghela nafas dan tak menggubris ataupun marah pada Qilla, melihat sifat seenaknya dari gadis yang baru beberapa minggu ia ketahui keberadaan nya.

"Jangan sentuh apapun yang ada disini!" Larang Dylan, ia menekankan setiap kata kata yang ia ucap kan.

Qilla mendelik, "Ck, posesif."

Pandangan Qilla kembali beralih menatap interior apartemen yang didominasi dengan warna gelap. Ruangan itu tak terlalu luas tapi nyaman dan rapi. Ternyata Dylan yang sifatnya seperti itu menyukai kerapian.

Matanya terus menjelajahi ruangan tersebut, di samping meja pantry, seekor kucing Persia-Himalaya yang berwarna abu abu itu tengah memakan makanan nya dengan tenang.


"Lo punya kucing?" tanya Qilla. Ia menatap Dylan yang juga sedang menatap nya tanpa ekspresi.

"Gue rasa mata lo bermasalah." Mendengar jawaban menyebalkan Dylan, Qilla menatap lelaki itu tajam.

Qilla hendak beranjak dari sofa menuju kucing itu berada, berniat bermain dengan kucing yang dengan cueknya melahap makanan. Tiba tiba tangan kekar Dylan mencekal pergelangan tangan nya yang membuat Qilla langsung terduduk di sofa.

"Gue bilang, jangan sentuh apapun yang ada disini termasuk kucing gue!" tegur Dylan tajam nan menusuk. dia menatap Dylan tak terima.

Bagaimana bisa Dylan sepelit itu padanya, padahal Qilla juga ingin menyentuh bulu panjang nan halus kucing itu sekaligus ingin mencium nya juga. Qilla memberengut kesal.

Tanpa perintah, kedua iris yang berbeda warna tersebut saling bertatap satu sama lain. Iris mata yang sanggup menghipnotis mereka beberapa saat. Pandangan Qilla semakin fokus pada mata Dylan, menyelami lebih dalam lagi iris gray yang kini menjadi favorit nya itu.

Tapi tak berapa lama, Dylan memutuskan kontak mata diantara mereka. Tapi pandangan keduanya tetap berada di titik yang sama alias sama sama menikmati paras sempurna diantara mereka.

"Lo sepertinya senang lihat wajah gue?" Ujar Dylan dan berlalu begitu saja dari hadapannya. Qilla mengalihkan tatapan nya pada televisi.

Qilla masih tak bergeming, pandangan nya tetap fokus pada benda persegi didepan nya kini, "Lo merasa gak sih kalo lo itu ganteng?" bukannya menjawab, Qilla mengeluarkan pertanyaan yang sedari kemarin bersarang di pikiran.

Suasana semakin hening pertanda Dylan hanya diam tanpa memberi Qilla jawaban, ia menghela nafas lalu menatap kearah Dylan berada, lelaki itu sedang meneguk minuman kaleng yang berada banyak didalam kotak.

Setelah nya, Dylan kembali menatap Qilla. "Apa menurut lo gue seperti itu?" bukannya menjawab, Dylan malah membalikkan pertanyaan yang sama pada Qilla.

Menaikkan alisnya sebelah lalu memutar bola matanya ke kiri pertanda bahwa Qilla kini tengah berpikir. "Entahlah, lo bisa lihat dari beberapa gadis di high school dan diluar high school, tapi... Ck, wajah lo biasa aja tapi kenapa lo punya banyak fans?" kalimat terakhir perlu diragukan kembali.

Dylan tersenyum smirk, "iri babe?" lelaki itu menaikkan alisnya, menggoda Qilla tentu saja.

Mata Qilla menyipit, menatap tak terima, tapi tetap tak menggubris ucapan mengesalkan Dylan. Ia hanya diam, menatap tak suka kearah Dylan yang terlihat menahan tawa.

"Lo suka banget buat gue kesal."

"Lo juga."

Ok, diam lebih baik. Jangan dengarkan setan yang sayangnya tampan itu. Ucapnya mencoba menenangkan hatinya yang panas, ingin rasanya Qilla menarik kepala Dylan, sungguh.

Dylan mengambil 2 botol minuman yang di kotak tadi, lalu melemparkan satunya pada Qilla yang ditangkap baik oleh gadis itu.

"Btw, kenapa lagi dengan berita yang guru itu buat? Gue udah bosan dengar ocehan tak berguna itu."

Qilla mengambil secarik kertas yang dititip Miss Rissa padanya tadi didalam tas, "tuh baca," ucapnya melempar kertas itu keatas meja yang ada disana.

Dylan mengernyit lalu mengambil kertas itu. Ia tak membuka melainkan menatap Qilla bertanya. Qilla yang sadar, memutar bola matanya lalu mendengus kasar.

"Lo punya tangan kan? Tinggal dibuka trus dibaca, gitu doang susah amat sih. Miss bilang lo absen selama semester ini  lima kali berturut-turut dan nilai lo banyak yang kosong. Jadi lo besok harus nemui Miss di kantor."

Dylan mengangguk samar, ia beranjak dari tempat nya berdiri menuju kamar. Qilla tetap setia duduk di sofa yang berada di apartemen Dylan sambil membaca koran yang terletak di meja.

Tak lama lelaki itu keluar, Qilla menoleh, mendesah kecewa ketika Dylan tak lagi berpenampilan sightless, matanya memperhatikan penampilan Dylan; t-shirt abu abu kebesaran, jeans hitam, grunge necklace yang membalut lehernya, dan sepatu converse hitam.

Wow dude. Takjub Qilla. Oh tampan sekali manusia didepan nya ini, apalagi rambut yang berantakan itu ingin sekali Qilla jambak.

"Lo mau kemana?" tanya Qilla pada Dylan.

"Keluar." Jawabnya singkat.

Qilla berdiri, menghampiri Dylan yang sedang mengambil sesuatu di atas lemari televisi. Qilla menoleh pada Dylan, bertepatan cowok itu juga menoleh padanya saat sadar bahwa Qilla sudah berdiri tepat disamping nya.

"Lan, lo udah punya pacar?" Dylan menaikkan alisnya saat Qilla dengan santai nya melayangkan pertanyaan.

"Apa yang lo tau dari gue?" Dylan tak menjawab, ia memberi Qilla pertanyaan kembali.

"Entahlah..." Qilla menunduk, lalu mendonggak, kembali menatap Dylan yang juga sedang menatapnya. "Kalo lo gak punya, pacaran sama gue ya," katanya dengan cepat. Gugup? tentu saja ketika mengucapkan kalimat memalukan itu.

"Gue tau lo gak serius ngucapin kalimat itu, karena gue tau lo pasti paham tentang gue. Kalo udah selesai lo bisa pulang sekarang, untuk berita yang dari Miss Risa, besok gue bakal ke sekolah."

Qilla tak membalas, karena jujur perkataan Dylan ada benar nya. Ia tidak serius mengucapkan kalimat tersebut.

Ketika mereka telah diluar apartemen, Dylan berbalik setelah menutup pintu. Qilla terus saja menatap pada Dylan dengan senyuman manisnya.

"Ok, besok bakal gue coba lagi nanya hal yang sama ke lo. Btw, makasih untuk hari ini tampan. Until tomorrow tootsie." Ia mengucapkan itu diselingi kedipan mata. Qilla membuat nya se-seksual mungkin dan tak lupa juga kecupan jauh.

❦︎

"Oh shit! Gue baru sadar gue bertingkah jalang di depan Dylan. Gilaa, gimana nanti dia benaran mikir gue kayak gitu? Astaga, ini semua karna dare."

Qilla terus mendumel di sepanjang jalan. Ia berjalan kaki dari apartemen Dylan dan sekarang berhenti tepat didepan supermarket. Tempat itu tak terlalu jauh dari apartemen. Untuk pulang, ia bisa memesan ojek nantinya.

Sebenarnya saat ke sekolah tadi, Qilla menggunakan ojek online begitupun menuju apartemen Dylan. Motor nya kehabisan bensin, dan Qilla tidak sempat mengisinya.

"Qilla." Suara seseorang terdengar memanggil nya. Qilla menoleh, kemudian menebarkan senyum manis yang mampu memikat semua orang yang melihatnya. Leo lah orang yang memanggil nya tadi.

"Lo ngapain disini?" tanya Leo pada Qilla ketika jarak mereka sudah dekat.

Qilla menatap beberapa cemilan yang berada di rak. "Mau beli cemilan untuk dimakan di rumah nanti. Lo ngapain disini?" tanya Qilla balik.

"Yeah same." Qilla mengangguk mengerti.

Mereka sibuk kembali memilih barang belanjaan, Qilla yang berada di rak makanan dan Leo yang pergi ke rak sabun. Hari ini full time Qilla berdiam diri di rumah seperti kebiasaan sebelumnya, sembari maraton film Harry Potter dan beberapa film western lainnya. Atau setidaknya, Qilla konser lagu western dirumah.

Setelah selesai Qilla pergi membayar belanjaan nya ke kasir. Untung saja ia sudah menyiapkan beberapa lembar uang merah di tas. Qilla tak ingin kejadian beberapa minggu kemarin terulangi lagi. Ia lebih bersyukur, belanja di supermarket yang berbeda dengan supermarket sebelum nya.

"Lo banyak juga belanja nya." Leo berjalan kebelakang Qilla sembari mengantri. Qilla menoleh, beruntung masih ada beberapa orang yang sedang mengantri didepan nya jadi ia masih bisa berbicara santai dengan Leo.

Qilla tertawa pelan, "Gue mah kalo dirumah harus ada makanan dalam jumlah banyak." Ucapnya, lalu matanya melirik keranjang Leo. Beberapa cemilan dan sabun berada disana, dan ada juga beberapa pembalut dengan berbeda ukuran.

"Lo─"

"...Punya adek gue." Sela Leo.

Gadis dengan rambut sebahu yang tinggi hanya 1,63 cm itu menatap Leo penuh selidik, sedikit tidak percaya.

Melihat itu, Leo menggela nafas. "Beneran Qill, punya adek gue." Qilla mengangguk. Tak lama giliran mereka lah yang membayar belanjaan. Keduanya sama sama keluar dari supermarket dengan kantong belanjaan nya masing masing.

Leo menoleh ketika langkah Qilla terhenti. "kenapa?" tanya Leo padanya.

"Hm itu, gue boleh gak nebeng sama lo? Gue gak bawa kendaraan ya sekalian hemat kalo gue nebeng ke lo." Kata Qilla diselingi kekehan di akhir kalimatnya.

Leo mengangguk, "Boleh. Mumpung gue bawa mobil, jadi barang lo yang kebanyakan jadinya muat." Ucapnya yang langsung mengundang tatapan kesal Qilla, Leo yang melihatnya hanya tersenyum tipis.

"I'm kidding."

Keduanya memasuki mobil putih milik Leo. Setelah meletakkan belanjaan nya di kursi belakang, Qilla membuka pintu depan dan duduk tepat di samping Leo.

Suasana diantara mereka hening, tak ada yang berniat membuka percakapan. Leo dan Qilla sama sama sibuk dengan pikiran nya masing masing, bahkan suara musik pun tak terdengar.

Qilla menatap Leo yang sedang fokus menyetir, pandangan nya jatuh pada sesuatu yang memerah tepat di dahi Leo.

"Dahi lo kenapa?" tanya Qilla.

"Kena lemparan batu waktu gue lagi tidur."

Ucapan Leo mengingatkan kejadian tadi pagi bersama kedua sahabatnya, dimana Qilla tidak sengaja melakukannya. Tangan Qilla menyentuh bekas luka yang memerah itu sedangkan Leo masih tetap fokus menyetir tanpa melihat kegiatan Qilla.

"Sakit ya?" tanya Qilla sambil mengusap bekas tersebut.

"Gak sih, cuma tu orang ganggu waktu istirahat gue." Nadanya terdengar seperti menyindir.

Bukan nya kesal telah disindir, Qilla semakin bersalah mendengar penuturan Leo. Tangan nya tak lagi menyentuh bekas yang kemerahan, ia mengangguk tengkuk nya yang tak gatal.

"Maaf Leo, sebenarnya gue yang lemparin batu nya ke lo. Tapi serius, gue gak sengaja. Sekali lagi maaf ya, nanti pokok nya lo singgah dulu dirumah biar gue obati."

Leo menoleh padanya sekilas sambil terkekeh, tak lama pandangan nya kembali ke depan. "Udah lo gak usah bersalah gitu, lagian gak sakit sekarang. Lagi lupa ini lukanya tadi pagi, sekarang mah udah sembuh kali."

"Ya tetap aja gue gak enak, kan gue penyebab luka nya."

Tangan Leo terulur mengelus surai hitam Qilla, kemudian tersenyum tipis, "Udah, lo gak udah bersalah gitu elah. Lagian ini cuma luka kecil doang. Tapi kalo lo pingin juga ngobatin yaudah nanti gue mampir sebentar."

Qilla tersenyum, kemudian pandangan mereka ke depan dengan Leo yang fokus menyetir dan Qilla yang memasang earphone bluetooth nya ke telinga. Memutar music Alec Benjamin sungguh membuat mood Qilla kembali bagus.

𝓖𝓪𝔂 -𝓲𝓵𝓪𝓷

2000+ word babe!😙

"Bitch, get the shit out of there." [Brengsek, pergi dari sini!"]

Yukk vote sama comment nya jangan lupa;)
Disini aku pal in lope sama Dylan, dan dengan tak berperasaan Leo datang☺

mari berkenalan dengan Leo <<<

Aleon Andrinata Kusuma

Continue lendo

Você também vai gostar

229K 20.6K 48
~Don't copy my story if you have brain~ -S and when i look at you, i know your already become my world- Drax Shana tidak pernah menyesal kabur dari...
95.5K 12.5K 34
"Rockstar" -(n) a famous and successful singer or performer of rock music. Bintang rock yang menjadi kebanggaan negara Inggris itu bernama Nathaniel...
1.2M 52.7K 51
Highest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut...
ILIOS De Ann

Ficção Adolescente

223K 19.4K 47
Dari kecil sampai umurnya menginjak tujuh belas tahun, Aruna sudah lebih dari sepuluh kali pindah sekolah. Alasannya hanya satu, ayahnya seorang perw...