***
- Masih Flashback -
"Guys! Ngantin, yuk!" seru Nina antusias.
"Uhm ... Enggak deh. Gue enggak bisa. Gue ada urusan, soalnya," tolak Rexi gugup.
"Urusan apaan emangnya?" tanya Nina penasaran.
"Uhm ..." Rexi menggigit bibir bawahnya.
"Astaga, Rexi! Udah beberapa hari ini, kita berempat enggak makan bareng, yah!" kesal Kiara.
"Sorry ... Gue janji sama kalian bertiga. Besok, gue yang traktir," kata Rexi pada akhirnya.
Rexi berlari cepat keluar dari kelas tanpa menunggu jawaban Nina, Kiara maupun Renata.
"Nina! Kiara!" seru Renata sambil menahan pergelangan tangan Nina dan Kiara.
Nina maupun Kiara menatap Renata dengan tatapan keheranan. Sebelah alis mereka terangkat secara bersamaan.
"Ada sesuatu yang harus lo berdua ketahui," kata Renata.
"Apa?" tanya Kiara penasaran.
"Tentang Rexi dan Aksa," jawab Renata sambil melirik ke arah Nina.
"Aksa?!" pekik Nina heboh. Kalau masalah Aksa, dia maju paling awal.
"Hum ..." deham Renata sambil menganggukkan kepalanya.
"Ah ... Udah deh, Ren. Enggak usah lambe kayak gini deh. Apalagi kalau sama sahabat sendiri," kata Kiara malas.
"Ck! Mending gosipin aja daripada kalian berdua enggak tahu kebenarannya," kata Renata sinis.
Kiara yang berusaha untuk menolak ajakan Renata selalu gagal karena Nina yang juga berusaha memaksa untuk mendengarkan. Mau tak mau, mereka mulai mendengarkan hot topic dari Renata.
"Jadi, Al bilang sama gue kalau tadi pagi, Aksa datang ke rumah Rexi," kata Renata membuka gosipnya.
"Ha?! Ma ... Maksudnya?! Gue enggak ngerti!" pekik Nina.
"Ck! Kan, gue udah bilang kalau gosipin sahabat sendiri itu enggak berfaedah, Nin," kata Kiara malas.
"Huft! Emang, sih ... Kita berdua itu enggak dianggap teman, apalagi sahabat sama si Rexi. Sampai kalian berdua enggak tahu kalau Rexi dan Al itu saudara tiri, kan?" tanya Renata dengan nada suara yang dibuat sedih.
"What?!" pekik Kiara dan Nina secara bersamaan. Mereka berdua kaget dengan penuturan dari Renata.
"Jadi, selama ini-"
"Uhm ... Rexi sama Al itu saudara tiri," potong Renata tenang.
"Astaga! Kok, Rexi enggak ada bilang sama kita, sih?!" tanya Nina kesal.
Renata mengangkat kedua pundaknya secara bersamaan sebagai jawaban.
"Dan yang gue dengarkan. Rexi sama Aksa itu lagi pendekatan! Wow, enggak, sih?!" seru Renata antusias.
"Emangnya, siapa yang bilang?" tanya Kiara.
"Al. Dia bilang kalau mereka lagi pendekatan," jawab Renata tenang.
"Pe ... Pendekatan?" tanya Nina mengulangi dengan nada suara tak percaya.
"Uhm ..." jawab Renata sambil menganggukkan kepalanya.
"Parahnya, mereka berdua nanti mau ketemuan di rooftop sekolah," kata Renata dengan santai.
"Ck! Enggak usah dengar apa kata Renata, Nin!" seru Kiara. Dia sudah paham kalau Renata itu tidak menyukai Rexi dari awal.
"Ck! Lo enggak percaya sama gue, Ki?! Kita buktiin aja nanti di rooftop sekolah!" kesal Renata sambil menatap Kiara dengan tajam.
"Ajaran sesat lo!" kesal Kiara.
Kiara melirik ke arah Nina dengan begitu malas.
"Terserah dari lo aja, Nin. Lo mau sama Renata, kek. Mau sama Rexi, kek. Terserah. Gue udah lapar banget!" final Kiara.
Kiara melenggang pergi menuju kantin sekolah. Dia terlalu malas mengurus gosip yang tak akan membuat perut kelaparannya kenyang.
Renata melirik ke arah Nina yang menatap kosong ke depan. Dia tersenyum licik.
"Kalau gue, sih ... Enggak suka banget kalau orang yang gue suka yang nyatanya gebetan gue didekati sama cewek lain. Apalagi sama sahabat sendiri," kata Renata mengompori.
"Udah susah banget kita berjuang. Tapi, dia dengan mudahnya ngerebut gitu aja. Gila enggak, sih, Nin. Lo-"
"Kita susulin Rexi sekarang!" potong Nina emosi.
"Yes!" seru Renata antusias saat melihat Nina sudah pergi dengan wajah marah dari kelas.
"Lo bakalan hancur, Rexi," kata Renata penuh bahagia.
- Flashback Off -
***
"Buka! Hah ... Hah ... Gu ... Gue sesak di dalam sini, Anjing!" teriak Rexi keras sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.
"Siapa di dalam?!" tanya seseorang dari luar.
Rexi tersenyum lega.
"Gue-"
Brak!
Seseorang mendobrak pintu kamar mandi itu dengan cukup keras.
"Loh! Rexi!" pekik sang pendobrak.
Rexi menatap pria penolongnya itu dengan nanar.
"De ... Deian ..." ucapnya terbata-bata.
"Gu-"
Belum sampai ucapannya, Rexi langsung pingsan. Untung saja Deian bergerak cepat untuk menangkapnya.
"Astaga! Rexi!" seru Deian panik.
Deian menggendong tubuh mungil Rexi melalu koridor sekolah menuju ruang kesehatan ala bridal style. Semua pandangan mata pastinya mengarah ke Deian.
Baru saja Deian ingin masuk ke ruang kesehatan, seseorang menahannya dengan cepat.
"Minggir, Al! Rexi pingsan!" seru Deian emosi.
"Gue kakaknya!" kata Al ketus.
Al mengambil alih Rexi untuk pindah ke dalam gendongannya dan membiarkan Deian sendiri di ambang pintu ruang kesehatan.
Deian membalikkan badannya dan bermaksud masuk ke dalam ruang kesehatan itu, tetapi Al dengan cepat menghadangnya.
Al mendorong Deian dengan kasar setelah dia membaringkan Rexi di atas kasur ruang kesehatan.
Usai berhasil mendorong Deian sampai keluar dari ruang kesehatan itu, Al langsung mengunci pintu ruangan itu dari dalam.
"Al! Buka pintunya!" teriak Deian dari luar sana.
Al tidak menggubris teriakan Deian dari luar sana. Dia lebih memilih untuk berjalan mendekati Rexi yang masih berbaring di atas ranjang ruang kesehatan dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Al menatap adik tirinya itu dengan tatapan yang begitu nanar.
"Astaga! Lo kenapa bisa kayak gini, sih, Rex?! Kenapa bisa gini?!" tanya Al khawatir.
Al benar-benar merasa begitu khawatir saat melihat Deian yang tadinya menggendong Rexi yang sudah tak sadarkan diri. Dia semakin khawatir karena sudah beberapa menit Rexi belum sadar juga.
"Astaga! Kok, belum sadar juga, sih?!" tanya Al panik.
Al yang tadinya uring-uringan sendiri tiba-tiba terdiam di tempatnya. Kedua bola matanya menatap lurus tepat pada bibir mungil milik Rexi.
Al mengitari pandangannya untuk mencari dan juga memastikan bahwa di dalam ruangan itu hanya ada dirinya dan juga Rexi berdua.
"Rex ... Apa gue boleh lakuin hal itu sama lo?" tanya Al pelan. Dia tak habis pikir kalau dia akan berpikir untuk melakukan hal itu kepada Rexi.
Al perlahan membungkukkan badannya agar dia bisa lebih dekat lagi dengan Rexi. Dia menyatukan bibirnya dengan bibir mungil Rexi. Uhm ... Semacam memberi napas buatan menurutnya.
Al tak ada cara lain lagi selain memberikan napas buatan untuk Rexi. Ah ... Mungkin dia terlalu blank atau terlalu bodoh untuk saat ini. Bukankah dia bisa menyimpan beberapa tetes alkohol pada kapas dan menghirupkan hidung Rexi pada bau tajam alkohol itu? Ah .. Al memang hanya modus, mungkin.
"Al ..." lirih Rexi dengan sedikit kaget saat melihat keberadaan Al di dalam ruangan itu.
Al menatap Rexi dengan tatapannya yang begitu datar. Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya dia berteriak senang karena Rexi yang sudah tersadar.