Rexi langsung terbangun dari tidurnya sambil mengatur napasnya yang tidak beraturan.
"Astaga! Mimpi itu lagi?! Padahal, udah lama gue enggak mimpi itu!" serunya kaget.
"Kok, mimpi itu tiba-tiba muncul lagi?!" tanya Rexi lagi.
Rexi berusaha untuk mengingat sesuatu melalui mimpi itu, tetapi dia malah merasakan perih pada kepalanya.
"Aww!" ringisnya.
"Kok, sakit, sih?" gumamnya bertanya.
Rexi perlahan berdiri dari posisinya dan berjalan sempoyongan menuju dapur. Al yang melihat Rexi masuk dapur hanya menatap perempuan itu dengan santai sambil meneguk air putihnya dengan tenang.
"Sshh ... Kok, masih sakit, sih?" tanya Rexi pelan.
Rexi perlahan kembali bergerak, tetapi dia hampir terjatuh. Untung saja Al menahan pinggangnya dengan cepat.
Kedua tangan Rexi tiba-tiba bergerak untuk meraba-raba pipi Al, detik berikutnya Al membulatkan matanya dengan begitu lebar karena Rexi yang tiba-tiba mencium bibirnya.
Sekitar beberapa detik, Rexi berniat melepaskan ciumannya. Tapi, Al menahannya dan malah memperdalam ciuman mereka berdua.
"Akhirnya, gue bisa merasakan ciuman ini lagi," batin Al.
Rexi melepaskan ciumannya secara perlahan sambil menghela napas pelan.
"Alo ..." lirihnya, lalu menutup mata.
Al kaget saat mendengarkan nama yang baru saja diucapkan oleh Rexi.
"Alo?" tanya Al pelan, lalu menggendong Rexi ala bridal style.
***
Pagi hari telah tiba.
Rexi terbangun dari tidurnya dengan cepat. Kedua bibir cantiknya tiba-tiba tersenyum dengan begitu lebar dan menciptakan senyuman yang begitu cantik.
Rexi menatap bayangan dirinya di cermin full body yang ada di hadapannya.
"Kok, mood gue tiba-tiba enak banget di pagi ini, sih?" tanya Rexi.
Rexi mengangkat kedua pundaknya secara bersamaan.
"Bodoh amat deh," katanya, lalu berjalan masuk kamar mandi.
***
Selepas Rexi bersiap-siap, dia langsung berjalan menuju ruang makan. Bahkan dia berjalan dengan begitu anggun menuruni anak tangga satu per satu sambil tersenyum manis.
"Selamat pagi, Mama. Selamat pagi, Papa."
Rexi memberikan kecupan singkat pada pipi Bellina dan Barack secara bergantian usai dia memberikan ucapan selamat pagi untuk Papa dan juga Mama tirinya itu.
Bellina dan Barack pastinya kaget saat mendapatkan perlakuan seperti itu dari Rexi. Terlebih lagi, Rexi yang memanggil Bellina dengan sebutan 'Mama'. Al yang melihat itu hanya memandang santai saja.
Rexi menarik kursi kosong yang ada di samping Al, lalu duduk di sana dengan enteng.
"Re ... Rexi ..." panggil Bellina pelan.
"Ya, Mama?" jawab Rexi, dia melirik ke arah Bellina sekilas.
"Ma, oles selei coklat dong," pinta Rexi sambil menyodorkan roti tawar di depan Bellina.
Bellina kaget bukan main saat mendengarkan permintaan Rexi.
"Ma ... Tangan Rexi capek loh," katanya dengan nada suara dibuat manja. Dia bahkan mengerucutkan bibirnya.
"Ah ... I ... Iya ..." gugup Bellina.
Bellina mengambil roti yang dipegang oleh Rexi, lalu mulai mengoleskan selei di atasnya.
"I ... Ini ..." kata Bellina sambil menyodorkan rotinya kepada Rexi.
Rexi mengambil roti itu dan tidak lupa dia memakannya dengan lahap.
"Mama emang terbaik deh!" puji Rexi senang sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.
Seketika semua yang ada di ruang makan itu menatap Rexi dengan keheranan, membuat Rexi yang ingin kembali memakan rotinya langsung mengurungkan niatnya dan menatap anggota keluarganya satu persatu dengan heran.
"Kenapa kalian malah diam? Kenapa enggak makan?" tanya Rexi heran.
"Mama juga. Kenapa Mama malah diam?" tanya Rexi sambil menatap Bellina dengan heran.
"Ulang lagi, Sayang. Tadi kamu bilang apa?" tanya Bellina.
"Mama kenapa malah diam?" tanya Rexi dengan polosnya.
Grep!
Bellina tiba-tiba memeluk Rexi dengan begitu erat.
"Ulang lagi, Sayang. Kamu tadi panggil Mama apa?" tanya Bellina terharu.
"Mama ..." jawab Rexi manja sambil membalas pelukan jangan Bellina.
"Akhirnya tuhan mengabulkan permintaanku," batin Barack terharu.
Al menatap kedekatan Rexi dan Bellina dengan nanar.
"Apa kedekatan Mama dan Rexi bakalan berpengaruh sama darah persaudaraan gue?" tanya Al di dalam hati. Dia kembali terdiam.
Al tiba-tiba berdiri dari duduknya, membuat semua orang yang ada di sana langsung menatap ke arahnya dengan cepat.
"Mama. Papa. Al mau berangkat ke sekolah sekarang," kata Al. Dia mencium punggung tangan Bellina dan Barack secara bergantian.
Al langsung berjalan keluar dari ruang makan itu tanpa menunggu jawaban Mama dan Papanya.
"Kak Al! Tunggu!" seru Rexi.
"Mama. Papa. Eci juga mau berangkat sekolah bareng kak Al!" kata Rexi panik. Dia takut kalau Al meninggalkan dirinya.
Rexi mencium punggung tangan Barack dan Bellina secara bergantian, lalu berlari cepat keluar dari ruang makan itu.
"Mas ... Tadi, kamu dengar sendiri, kan?! Rexi panggil aku Mama!" kata Bellina dengan bahagia.
"Iya, Sayang," jawab Barack sambil tersenyum.
"Tapi, tadi Rexi panggil dirinya sendiri dengan nama Eci, kan?" tanya Bellina.
Barack menatap Bellina dengan kaget. Kenapa dia baru sadar akan hal itu?
***
"Lah! Kok, masuk sini?!" tanya Al kaget saat Rexi masuk mobilnya.
"Berangkat sama Abang boleh lah," jawab Rexi sambil tersenyum lebar.
Degh!
Lagi dan lagi. Ada rasa sesak di dalam dada Al saat mendengarkan penuturan Rexi yang menganggapnya sebagai kakak saja.
Al menghela napas panjang dan lebih memilih untuk menginjak gas mobilnya.
"Gue senang banget dan nyaman banget kalau dekat sama Al," batin Rexi sambil melirik ke arah Al. Dia juga tersenyum kecil.
"Ngapain lo lirik gue?" tanya Al, tetapi matanya masih fokus menatap ke arah depan.
"Enggak! Eci cuma lihat Alo!" jawab Rexi.
Ckit!
Al tiba-tiba menginjak rem mobilnya usai mendengarkan ucapan Rexi. Dia benar-benar kaget. Sedangkan Rexi langsung tak sadarkan diri usai kepalanya terbentur dashboard mobil Al.
"Rexi!" seru Al kaget.
Al mengangkat tubuh mungil Rexi dan membawanya menuju kursi penumpang. Al membaringkan Rexi di sana.
"Astaga! Lo kenapa bisa pingsan kayak gini, sih?!" tanya Al panik.
Al kembali duduk di kursi sopir. Dia kembali menyetir mobilnya menuju sekolah.
"Aduh ... Lo kenapa malah pingsan di saat kayak gini, sih, Rex?" tanya Al panik dan bingung.
Al melirik ke arah jam tangannya. Detik berikutnya dia mendengkus kesal.
"Sial! Mana kita berdua udah telat tiga puluh menit lagi!" gumamnya.
Al melirik ke arah Rexi, lalu kembali fokus menyetir mobilnya.
"Hah ... Mau ke rumah sakit. Tapi, rumah sakitnya jauh banget! Gue ke sekolah aja lah! Nanti di sekolah Rexi ditangani sama petugas kesehatan sekolah," gumam Al.
Al mengendarai mobilnya dengan cepat dan berharap dia bisa sampai sekolah dengan cepat. Dia benar-benar sangat khawatir dengan keadaan Rexi yang tak sadarkan diri.
"Rex ... Sorry banget kalau lo pingsan kayak gini gara-gara gue," batin Al di dalam hatinya sambil menghela napas berat.