[✔] 5. 真実 [TRUTH] : The Prolog

By tx421cph

3.2M 443K 752K

The Prolog of J's Universe ❝Tentang cinta yang murni, keserakahan, hingga pertumpahan darah yang membawa peta... More

Pembukaan
Tokoh : Bagian 1
Tokoh : Bagian 2
Tokoh : Bagian 3
00
01. Para Giok Kerajaan
02. Nyanyian Naga Emas
03. Tangisan Hutan Neraka
04. Amarah Zamrud Hijau
05. Dewi Penjaga Lembah Surga
06. Kisah Kelam Anak Raja
07. Dongeng Sang Penyair
08. Punggung Putih Sang Peony
09. Pangeran Yang Diberkati
10. Sang Matahari Menaruh Hati Pada Peony
11. Bertanya Pada Roh
12. Dewi Kemalangan
13. Aku Mencintaimu
14. Payung Merah
15. Hati Sang Naga
16. Kasih Tak Sampai
17. Tangisan Para Adam
18. Terikatnya Benang Merah
19. Aliansi
20. Pedang Bermata Dua
21. Perangkap
23. Setetes Darah Di Telaga Surgawi
24. Yin
25. Kekalahan Yang
26. Bencana Surgawi
27. Istana Para Iblis
28. Naga Emas VS Yin
29. Ksatria Terbuang
30. Kisah Janji-Janji Lampau
31. Sekat Terkutuk
32. Serpihan Setangkai Bakung
33. Mimpi Buruk Putra Naga
34. Pedang Bermata Dua
35. Darah Di Ujung Pedang
36. Menyingsingnya Matahari
37. Awal Mula Kehancuran
38. Zamrud Beracun
39. Kubangan Berdarah
40. Tawanan Raja
41. Peony Berdarah
42. Pion-Pion Yang Patah
43. Sang Pembelot
44. Pion terakhir
45. Permata Tersembunyi
46. Pelarian Panjang
47. Aliansi Terdesak
48. Rubah Di Balik Jubah
49. Sebuah Janji
50. Keturunan Sang Naga
[Final - Bagian I] Pedang Dan Bunga
[Final - Bagian II] Tangisan Terakhir Merak Putih
[Final - Bagian III] Akhir Para Legenda
Son of The Dragon
The J's Universe
Mother of The Dragon

22. Pilar Yang Patah

29.9K 5.9K 8.2K
By tx421cph

"Sebuah kisah kasih tak bisa selalu berakhir indah, dan itu adalah hukum alam."


Selamat Membaca~


Malam Sebelumnya...

"Apa kau sudah bertemu dengan Menteri Hwan?"

Wang Yeol hanya berdiri di depan Raja yang duduk di atas singgasananya. Entahlah, hari ini raut wajah Sang ayah terlihat sedikit berbeda. Yeol mencoba untuk tenang meski perasaannya tidak nyaman.

Dia berdeham pelan, "kami bertemu beberapa kali."

"Kau tahu maksudku, Wang Yeol," sambar Gwangjong cepat. "Ibumu memintamu untuk segera menikahi putri Keluarga Hwan, bukan?"

Wang Yeol mengangkat wajahnya, obsidian kelamnya bertemu dengan sepasang manik yang sama persis. Dia lihat... kerutan di kening Sang Raja tampak bergerak samar.

"Ya, Pyeha." Kemudian ia turunkan lagi pandangannya.

"Lalu?"

"Wang Yeol pikir ini sedikit terlalu cepat, jadi Wang Yeol berpikir untuk membicarakannya dengan Menteri Hwan dalam beberapa bulan ke depan."

"Apakah ini karena wanita gisaeng itu?"

Sungguh.

Wang Yeol berharap dirinya hanya sedang bermimpi. Dia harap kalimat barusan hanyalah bisikan dari delusinya.

Tangan pria itu gemetar dengan samar, ada sebuah panah tak terlihat yang menohok jantungnya kala kalimat Sang Raja terlontar. Kalimat dengan nada yang dingin dan mencekam, mengintimidasi, menekan Wang Yeol sampai ke paru-parunya.

"Pyeha—"

"Tinggalkan wanita itu, Putra Mahkota. Dia bukan duniamu, wanita gisaeng itu hanya akan menghancurkanmu pada akhirnya."

Wang Yeol tidak tahu darimana ayahnya bisa mengetahui tentang—

"Oh Seong So, aku akan menyingkirkan wanita itu dari Songak."

Pria yang lebih muda mendongakkan kepalanya dengan cepat, dia terkejut setengah mati. Getaran di tangannya mulai kentara, dan dia menatap ayahnya dengan penuh ketakutan.


Brukk!!


Sang Pewaris tahta menjatuhkan lututnya— tidak, dia bersujud. Dia bersujud dan menjatuhkan keningnya di atas lantai batu.

"Yang Mulia, ku mohon... dia tidak melakukan kesalahan apapun, tolong jangan sentuh dia, tolong... jangan sakiti dia."

Melihat anak sulungnya yang bahkan mau bersujud seperti itu, Wang So mendengus tidak percaya. "Lihat, kau bahkan menjatuhkan harga dirimu hanya untuk wanita rendahan sepertinya."

Wang Yeol mengangkat kepalanya, memandang Sang ayah jauh di atas singgasana. "Apa yang salah dengan itu? Apa yang salah dengan dia yang seorang gisaeng? Yang Mulia, aku sangat mencintainya, dia selalu peduli padaku dan—"

"Jadi apa maksudmu keluarga kerajaan tidak ada yang peduli padamu? Apa perhatian kecil dari wanita itu membuatmu berpikir bahwa dia sangat mencintaimu? Pangeran Mahkota, ketahuilah bahwa dia pasti akan menyakitimu suatu hari nanti."

"Dia tidak akan!" Seru Wang Yeol, dia tidak tahu mengapa dirinya bahkan berteriak di depan Raja. Dia hanya—

Penasihat Seon yang berdiri di dekat singgasana, menahan napas sejak tadi karena merasa tegang, dia juga sangat takut dan tak tahu harus berkata seperti apa.

"Cinta hanya akan memberimu malapetaka, tak ada cinta yang benar-benar murni di dunia ini," dingin Gwangjong, "jangan bertingkah seperti remaja, Yeol. Umurmu bahkan sudah lebih dari cukup untuk menikah."

"Aku tidak akan menikahi putri Keluarga Hwan," sahut Wang Yeol dengan tangan terkepal.

Raja masih memandangnya dengan dingin, "aku tahu, karena itulah kau selalu mengulur waktu, bukan? Kau ingin menjadi Raja terlebih dahulu, setelah itu kau akan mengabaikan kewajibanmu untuk menikahi putri Keluarga Hwan, dan kau malah akan menikah dengan gisaeng rendahan itu."

"Abeoji..."

Itu adalah kalimat paling menyakitkan yang pernah Yeol dengar. Tidak, padahal... dirinya sama sekali tak pernah berpikir selicik itu. Dia tidak pernah berniat untuk menentang perintah ayahnya, Wang Yeol hanya... kebingungan.

Dia terlalu bingung untuk mengambil keputusan.

"Seon Ji Won, singkirkan wanita itu dari Songak— dari seluruh tanah Goryeo. Pastikan Wang Yeol tak akan pernah bertemu dengannya, dan jangan pernah biarkan mereka untuk bertemu lagi sampai kapanpun—"

"ABEOJI!!!!"

Teriakan itu menggelegar, dan itu adalah untuk pertama kali dalam hidupnya Wang Yeol berteriak hingga pita suaranya nyaris putus, dan kali pertamanya ia lakukan di depan Raja.

"Ku bilang... jangan menyentuhnya..." suaranya melirih, terdengar menyedihkan, mirip orang yang akan dipenggal mati.

"Apa kau baru saja berteriak padaku?" Gwangjong memicing, berdiri dari duduknya, maju selangkah dengan tangan di belakang punggung.

"Jangan pernah menyentuhnya, jangan pernah menyakiti Oh Seong So. Aku sangat mencintainya, demi hidup dan matiku." Lalu tanpa sadar... setitik cairan bening mulai turun dari ujung matanya, setitik demi setitik.

"KAU ADALAH SEORANG CALON RAJA!!! APAKAH PANTAS MENURUTMU ANGGOTA KELUARGA KERAJAAN BERGAUL DENGAN GISAENG?! MEREKA HANYALAH WANITA RENDAHAN YANG HINA!!"

"MAKA AKU AKAN MUNDUR DARI POSISI SEBAGAI PUTRA MAHKOTA!! AKU TIDAK MEMBUTUHKAN TAHTA!!!"

"W-Wangseja-nim!!" Seon Ji Won panik, dia baru saja ingin menghampiri Wang Yeol yang matanya memerah karena amarah, tapi gerakan tangan Raja Gwangjong menghentikan langkahnya.

Gwangjong sangat murka. Keningnya mengernyit dengan gelisah, kepalan tangannya terlihat begitu nyata. Auranya begitu gelap, seolah dia ingin membunuh anak sulungnya saat itu juga.

"Apa kau benar-benar sudah gila?" Desis Sang Raja, "apa kau sungguh menentangku dan memilih wanita itu?"

"Hukum saja aku," Wang Yeol masih meneteskan air matanya, "hukum dan tendang aku keluar dari Goryeo, aku benar-benar... tidak akan pernah menginjakkan kakiku lagi di Songak."

"Kau...!!" Gwangjong menggertakkan gigi, dia marah, dia benar-benar sangat murka. "Baik jika itu yang kau inginkan," pria itu mengangkat dagu, memandang rendah Sang anak sulung yang masih bersujud di atas lantai batu. "Aku tidak membutuhkan seorang anak pembangkang yang tidak tahu cara berterima kasih. Wang Yeol, mulai saat ini... kau bukan anakku."

Meski hatinya sangat gentar, Wang Yeol kemudian berdiri. Dia melepaskan pakaian terhormatnya, jubah gwanbok dengan keliman benang emas. Menghempaskan pakaian itu ke lantai, dan menjatuhkan tusuk rambut emas yang dihadiahkan ayahnya saat ia berulang tahun sepuluh tahun yang lalu.

"Kau tidak berubah, abeoji. Kau tidak pernah bisa menghargai orang lain," dia berujar dingin, "kau melupakan fakta bahwa tidak semua di dunia ini selalu bisa dikendalikan oleh tahta dan kekuasaan. Mendapatkan wanita yang kau cintai dengan gelar Raja? Kau bahkan telah menghancurkan hidupnya dengan gelar Raja-mu itu."

Wang Yeol berbalik, dengan wajah kacau karena air mata. Dia meninggalkan paviliun Raja dengan hati hancurnya. Mengabaikan Sang ayah yang terdiam di tempat, hatinya seolah diremat.

"Yoon, ku mohon tunggu aku hingga aku berhasil mendapatkan tahta, aku akan menjemputmu! Kita akan berbahagia bersama."

"Hwangja-nim... tak bisakah kita meninggalkan istana? Istana adalah tempat yang mengerikan..."

"...mereka membakar orang tuaku... keluargaku..."

...

"Pyeha!!! Pyeha!!! Jangan sakiti Yeol!! Jangan sakiti dia!!"

Ratu Daemok datang sembari menangis, dia mencengkeram kaki Sang Raja, berlutut dengan tangannya yang gemetar.

Sementara Gwangjong masih berekspresi dingin, menatap lekat pada seorang pria yang kini menunduk dengan putus asa.

"Aku bersedia menerima hukuman, namun jangan pernah berani untuk menyentuh Oh Seong So."

Amarah Gwangjong masih belum mereda sejak semalam, dia bahkan tak bisa tidur saking murkanya.

Meski ini begitu mengejutkan, meski dia nyaris tidak mengenali pria yang berdebat dengannya semalam. Wang Yeol bukanlah anak seperti itu sejak dulu, dia selalu menurut dan patuh pada seluruh peraturannya dan kerajaan.

Tapi saat nyaris mewarisi tahta, dia melakukan kesalahan yang sangat fatal. Membangkang dan bahkan menantang seorang Raja.

"PYEHA!! WANG YEOL ADALAH ANAKMU!! APAKAH ENGKAU TEGA UNTUK MENGHUKUMNYA SEPERTI INI?!!" Nyonya Daemok masih histeris, wanita cantik itu tampak sangat kacau.

"Aku tidak akan pernah mengakui anak yang dengan terang-terangan melawan perintahku," tajamnya, "Guan Yu!!" Lalu dia berteriak dengan sangat keras.

Sang Eksekutor, meski dia gemetar, dia mencoba untuk memantapkan hatinya. Tangan Guan Yu yang memegang cambuk tampak mengerat.

"Maafkan saya, Yang Mulia," bisiknya, lalu ia angkat tangannya tinggi-tinggi.

"Hyung-nim!!!"


CTARRR!!!

CTARR!!

CTARR!!!


Semua orang refleks menutup matanya. Tangan Wang Han yang mengulur jatuh meluruh, hanya dia satu-satunya yang melihat bagaimana Sang tertua dicambuk punggungnya hingga berdarah.

"Hyung..." bisiknya, "Guan... berhenti..." dia ingin berteriak, namun dirinya sendiri ketakutan dan suaranya tidak mau keluar dengan lantang.


CTARR!!!

CTARR!!!

CTARR!!!


Meski Guan Yu tak sampai hati, dia tetaplah seorang Eksekutor Kerajaan yang terbiasa menghukum dan mengeksekusi manusia. Cambukannya begitu keras hingga terdengar seperti guntur di langit berhujan.

"Tolong bertahanlah Yang Mulia..."

Guan Yu tidak tahu mengapa dia berkata seperti itu, sementara hanya dengan 6 cambukan Wang Yeol merasa nyawanya seolah ditarik keluar dengan paksa. Hanya dengan 6 cambukan itu... punggungnya robek dan berdarah.

Namun Wang Yeol masih sadar sepenuhnya. Dia masih bersimpuh dengan tangan terkepal erat, urat-urat ototnya tampak nyata melingkari lengan hingga ke leher. Dia hanya mulai kesulitan bernapas.

"WANG YEOL!!!" Ratu Daemok semakin histeris, berteriak seakan tenggorokannya ingin putus. "GUAN YU HENTIKAN!! HENTIKANN!!"


CTARR!!


Semua orang hanya bisa termenung di tempatnya tanpa bisa melakukan apapun. Seon Jae Hyun, Hwang Je No, keduanya juga terlalu terkejut dengan ini.


~~~


Drap drap drap!!!


"A-apakah kau yakin ibuku ada disana?!"

"Eum! Anda ini sudah bertanya lebih dari sepuluh kali sejak pagi!"

Sejak pagi, Wang Jae sudah keluar dari istana. Dia pergi tanpa memberitahu siapapun, karena Son Je Ha mengatakan bahwa tidak ada siapapun yang boleh tahu tentang ini. Jadi, Sang Pangeran memercayainya.

Keduanya pergi berkuda, keluar dari Songak, menuju ke kaki gunung Gwanak yang jaraknya cukup jauh.

Bukannya Wang Jae tidak yakin hingg dia bertanya lebih dari sepuluh kali, tapi... dia hanya tidak menyangka. Ada sebuah perasaan senang dan gundah di hatinya.

Apa yang akan ia katakan saat bertemu dengan ibunya nanti? Bagaimana dia harus bereaksi? Apakah dia harus memeluknya ibunya begitu tiba?

Membayangkannya, Wang Jae tak bisa untuk berhenti tersenyum.

"H-Hwangja-nim anda berkuda terlalu cepat!!" Si gadis gisaeng yang duduk di depan tampak protes. Jubah hitam milik Wang Jae yang menutupi tubuh dan kepalanya berkibar dan nyaris terbang beberapa kali.

"Aku memegangimu, kau tidak akan jatuh!!" Serunya, mengeratkan pelukan di pinggang Si wanita muda.

Sudah cukup lama keduanya berkuda, dan mereka telah keluar dari Songak sejak tadi. Kuda hitam Wang Jae kini menelusuri hutan yang lumayan gelap, lebih gelap daripada hutan-hutan di Songak karena pepohonannya cukup rapat. Ah, yang jelas tak lebih gelap dari hutan neraka.


Srakk!!

Dukk!!


Kuda hitam itu berhenti tiba-tiba, Son Je Ha nyaris berteriak karena dia hampir saja terjatuh jika saja pelukan Wang Jae tidak mengerat.

Di depan sana, rupanya seseorang datang menghadang. Seorang pria berpakaian hitam-hitam yang hanya menampakkan sebaris mata dengan bekas luka. Pria itu baru saja melompat dari atas pohon, berhenti tepat di depan keduanya.

Wang Jae melotot kaget, dia segera meraih pangkal Pedang Yin di belakang punggungnya hingga suara Son Je Ha membuatnya berhenti.

"Yoon Gi!"

Pria itu adalah tangan kanan Pemimpin kelompok Gwanaksan. Yoon Gi. Kucing liarnya Na Yoon.

Dia maju beberapa langkah, kemudian membuka kain yang menutupi separuh wajahnya. Menatap pasangan yang berada di atas kuda dengan ekspresi datar.

"Kau..." Sang Pangeran terkejut.

"Nyonya Na takut kalian tersesat, jadi beliau mengutusku kemari."


~~~


"Minggir Kyung Soo! Aku harus menyelamatkan Wang Yeol!!"

"Itu tidak akan berguna!! Di saat seperti ini kau harus meninggalkan Gyobang!!"

"TIDAK! APA KAU GILA?! BAGAIMANA MUNGKIN AKU MELARIKAN DIRI SAAT WANG YEOL DI AMBANG KEMATIANNYA SEPERTI ITU?!!"

Perempuan itu berteriak marah. Oh Seong So mendorong tubuh Kyung Soo hingga terhuyung ke belakang, mengikat pedangnya ke belakang punggung.

"Raja tidak memberikan hukuman mati—!"

"GUAN YU MENCAMBUKNYA 500 KALI!! APA KAU PIKIR MANUSIA AKAN BERTAHAN MENERIMA CAMBUKAN SEBANYAK ITU?!! DAN ITU ADALAH CAMBUK BESI!! WANG YEOL BUKAN DEWA! DIA HANYA MANUSIA YANG BAHKAN SERING TERLUKA SETELAH BERPERANG!!

"BERHENTI OH SEONG SO!!"


Dugkhh!!


Bae Kyung Soo tidak ingin melakukan ini, tapi dia baru saja mendorong wanita itu hingga jatuh tersungkur ke tanah.

"Yang Mulia Putra Mahkota mau menerima hukuman ini, kedatanganmu ke sana hanya akan mengacaukan segalanya," parau Kyung Soo, "kau mau membuat Wang Yeol kecewa?"

"WANG YEOL ADALAH PRIA GILA!! DIA BAHKAN BERTINDAK TANPA BERPIKIR!! AKU BENAR-BENAR HARUS MENYELAMATKANNYA SEKARANG JUGA SEBELUM DI TERBUNUH SECARA PERLAHAN!!!"

Wanita itu kemudian menangis, dan ini adalah untuk pertama kalinya Kyung Soo akhirnya melihat wanita setangguh Oh Seong So menangis seperti orang putus asa.

Seong So menggelengkan kepala, "Wang Yeol selalu bertindak seenaknya, kau tahu..." dia terisak, "sejak awal aku sudah memintanya untuk menyerah, untuk melepaskanku. Kau tahu kenapa? Karena aku tahu hal seperti ini akan terjadi!!"

"S-Seong So..." Kyung Soo berlutut, mencengkeram kedua pundak wanita itu. "Ini bukan salahmu, ini bukan salah Pangeran Wang Yeol. Kita semua tidak pernah sadar sejak awal bahwa mereka akan menjatuhkan Putra Mahkota dengan cara licik seperti ini, semua rencana penyerangan itu hanya taktik untuk membuat kita terkecoh."


~~~


"Bukankah kau orang yang pernah bertarung dengan Hwang Je No?" Desis Wang Jae tajam.

"H-Hwangja-nim...!"

Son Je Ha mulai panik ketika atmosfer seketika berubah menjadi mencekam. Ketiganya bahkan sudah sampai di gerbang masuk perguruan bela diri Gwanak— dipimpin oleh Yoon Gi karena jalanan untuk sampai ke sana benar-benar rumit.

Dan sepanjang perjalanan tadi, Je Ha benar-benar merasakan hawa tidak menyenangkan di antara dua pria itu. Dia memegangi lengan Wang Jae, menariknya, takut jika tiba-tiba mereka saling tebas.

Yoon Gi hanya menatap datar, "aku sejujurnya tidak ingin bertemu denganmu, dan aku juga tidak tahu mengapa Nyonya Yoon membawa orang luar ke dalam perguruan kami yang jelas-jelas dirahasiakan dari dunia luar."

Alis Wang Jae berkedut, "aku adalah putra kandungnya."

"Aku tahu," Yoon Gi mulai berbalik, "tapi kau tetaplah orang luar yang selalu memandang rendah kami seperti rakyat Goryeo."

"Kau—!!!"

"Hwangja-nim hentikan!!" Je Ha langsung menahan lengan Sang Pangeran, "kita datang kemari untuk bertemu ibu anda!"

Sepertinya satu-satunya orang yang merasa kesal di sini adalah Wang Jae, Si pria berpakaian hitam yang satu lagi tampak acuh dan tidak peduli, Yoon Gi sudah berbalik dan berjalan lebih dulu, kemudian Son Je Ha menyeret Sang Pangeran untuk mengikuti kemana Yoon Gi akan membawa mereka pergi.

Saat memasuki area halaman utama di belakang, Je Ha sangat takjub. Banyak sekali laki-laki mulai dari seumuran anak-anak yang berlatih bela diri di sana. Dengan pedang kayu, panah, hingga tangan kosong.

Saat Yoon Gi, Wang Jae, dan Je Ha berjalan di sisi halaman dekat hanok sederhana yang berjajar membentang, seluruh perhatian murid-murid perguruan itu tertuju pada mereka.

Son Je Ha agak gugup, dia merapat ke sisi Wang Jae untuk bersembunyi, dia selalu takut menjadi pusat perhatian. Sementara Sang Pangeran melirik ke arah para lelaki berbeda usia itu. Mereka sepertinya terkejut, namun hal yang terjadi berikutnya malah membuat Wang Jae yang gantian terkejut.

Seluruh murid perguruan Gunung Gwanak itu membungkukkan tubuh mereka di hadapan Wang Jae yang tengah lewat, membungkuk dengan sopan seperti bagaimana mereka menghormati pemimpinnya.

"Mereka semua tahu kau adalah putra Nyonya Na, jangan seterkejut itu," acuh Yoon Gi yang berjalan di depan tanpa menoleh.

Entahlah, mungkin karena dia tidak pernah diperlakukan dengan sangat terhormat atau dijunjung tinggi, Wang Jae menjadi agak canggung, dia bingung bagaimana harus menanggapi orang-orang yang masih membungkuk padanya.

Dan pada akhirnya dia hanya berlari kecil untuk menyusul langkah Yoon Gi.

"Jadi selama ini orang-orang di gunung ini tahu jika anda adalah putra pemimpin mereka, aku sangat merinding, Hwangja-nim," Je Ha berbisik.

Wang Jae balas berbisik, "kau pikir aku tidak? Bukankah berarti selama ini aku seperti orang bodoh saat sebelumnya bertarung dengan mereka?"

Si gisaeng mengangguk kukuh, "benar, benar. Rupanya mereka sebenarnya hanya ingin berbicara dan membawa anda menemui Nyonya Na."

"Bukankah seharusnya mereka hanya perlu berbicara saja? Kedatangan mereka selalu membuat salah paham," Wang Jae mendengus.

"Eiy, bagaimana mereka bisa berbicara jika saat pertama melihat saja anda sudah menghunus pedang? Pedang anda itu legenda! Mereka tentu saja ketakutan!"

Sang Pangeran tampak malas, "lagipula mereka bandit, bagaimana mungkin aku tidak waspada saat melihat mereka?"

"Jika Nyonya Na mendengarmu, dia pasti akan meninju wajahmu sampai hidungmu berdarah."

Sahutan Yoon Gi yang berjalan di depan, membuat kedua orang yang barusan berbisik-bisik itu menoleh bersamaan. Pria bermata mirip kucing itu berhenti di depan hanok yang paling kecil dari bangunan hanok lainnya, namun tampak paling kokoh dan memiliki sebuah giwajip.

"Kau yang akan ku tinju," desis Wang Jae.

Yoon Gi tidak peduli, dia membuka pintu dari kayu tersebut dan dibaliknya masih ada selembar tirai. "Masuklah," katanya, "dan kau," lalu dia melirik Son Je Ha, "tetap di sini."

"O-oh, tentu."

Wang Jae tampak ragu pada awalnya, di memandangi tirai putih yang melambai pelan saat pintu baru saja terbuka. Sesaat, pria itu meneguk ludah. Kemudian berjalan masuk.


***


Ye Hwa nampak tenang, meski perasaannya sejak tadi tidak nyaman. Pria di hadapannya terlihat duduk dengan punggung yang tegak, menikmati makanan mereka yang terhidang dengan begitu rapi dan juga mewah meski hanya untuk dua orang.

Keduanya makan bersama, sepasang suami istri itu. Baek Min Ho dan Ye Hwa. Ini sejujurnya adalah rutinitas kecil, tapi masing-masing pihak selalu melakukannya dengan terpaksa, dan pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan meski tidak diinginkan.

Keduanya selalu makan dalam diam, dalam suasana canggung pula. Bahkan tak ada suara dentingan alat makan sama sekali, lebih seperti suasana duka.

Entahlah, hati Sang Tuan putri benar-benar tidak tenang, seperti dia ingin—

"Salam, Yang Mulia Putra Mahkota, ampuni saya apabila mengganggu kenyamanan Yang Mulia."

Seseorang bersuara dari balik pintu, Baek Min Ho meliriknya selama beberapa saat, memandangi siluet seorang pria yang diterangi cahaya dari luar.

Dengan suara rendahnya, dia menyahut. "Masuk."

Pintu kamar itu tergeser, menampakkan salah seorang prajurit berpangkat tinggi yang kemudian masuk sembari menjatuhkan satu lututnya ke atas lantai batu. Dia menundukkan kepala di hadapan Baek Min Ho.

"Saya membawa kabar... buruk," katanya. "Dari Goryeo."

Tak hanya Baek Min Ho, perhatian Ye Hwa teralihkan sepenuhnya ketika mendengar kata terakhir dari Si Prajurit, perempuan itu meletakkan sumpitnya, dia ingin menuntut jawaban, tapi Ye Hwa dirinya akan sangat tidak sopan menyela perbincangan Sang Pangeran.

Kening Baek Min Ho tampak mengernyit, samar sekali. "Ada apa?"

Masih menatap lantai yang ia pijak, prajurit itu berkata. "Yang Mulia Gwangjong telah melengserkan Pangeran Wang Yeol dari posisi Putra Mahkota, dan dia telah diusir keluar dari istana."


Prakk!!

Prang!!


Min Ho menoleh dengan cepat ke sisinya, Sang Tuan Putri baru saja berdiri dan menjatuhkan beberapa mangkuk guci yang berisi daging. Perempuan itu menatap nanar, tangannya gemetaran.

"O-orabeoni..."

Ye Hwa terlihat ingin menangis dan matanya sudah berkaca-kaca, dia berpegangan erat pada sisi meja. "Apa... apa yang terjadi dengannya? Mengapa bisa—"

"Saya dengar... Pangeran Wang Yeol telah memberontak, dia melawan dan menentang Raja," jawab Si Prajurit.

Ye Hwa masih gemetaran saat mendengarnya. Apakah ini... adalah pertanda perasaannya yang tidak nyaman sejak semalam? Tapi itu tidak mungkin, Ye Hwa tidak bisa memercayai apa kata Prajurit itu begitu saja.

Kakak sulungnya memberontak? Melawan perintah Raja? Itu bahkan adalah hal paling mustahil yang pernah dia dengar seumur hidupnya.

Melihat kondisi istrinya yang sepertinya benar-benar tak baik, Baek Min Ho hanya menghela napas, kemudian memandang Si Prajurit yang masih berlutut di depannya. "Pergilah."

"Baik, Yang Mulia."

Pria itu langsung berdiri, kemudian membungkukkan tubuhnya dengan santun, dan segera keluar dari kamar Putra Mahkota Baekje. Meninggalkan Baek Min Ho bersama Sang istri yang masih sangat syok.

Ye Hwa menangis diam-diam, dia masih sulit untuk percaya.

Min Ho menatapnya, kemudian dia memicing. "Kenapa kau melihatku seperti itu?"

"Yang Mulia..."

"Apa kau baru saja berpikir jika aku adalah dalang dibalik pelengseran tahta kakakmu?" Pria itu menatap tak suka. Kemudian mendecih, "kau tak mendengar apa yang dikatakan Prajurit tadi?"

Ye Hwa diam, gemetar ketakutan. Masih enggan untuk berbicara— meski dia yakin bahwa Baek Min Ho terlibat dalam penurunan posisi kakaknya sebagai Putra Mahkota, dia tak punya bukti untuk menuduh.

"Bukankah aku sudah pernah mengatakan... jangan sakiti saudara-sadaraku..." paraunya.

Baek Min Ho menghela napas tidak percaya, "kau sangat berani," dia menatap Ye Hwa nyalang. "Tuduh saja aku, tuduh aku sepuasmu. Kakakmu jatuh karena kebodohan yang telah dia lakukan sendiri, dan kau... mungkin tidak akan sanggup jika mendengar kenyataannya. Kakakmu yang sangat kau agungkan itu."


Brak!


Sang Putra Mahkota Baekje keluar dari kamarnya begitu saja, membanting pintu. Meninggalkan Ye Hwa, meninggalkan makanan yang bahkan belum mereka habiskan.

"Orabeoni..." dia hanya bisa menangis, dan kebingungan di tempatnya sendiri tanpa bisa berkata apapun.

"Ye Hwa-ya, maafkan aku... karena tidak bisa menghentikan pernikahan ini."

Ye Hwa harus kembali ke Goryeo. Dia harus memastikan semuanya dengan mata kepalanya sendiri.


~~~


"Ren."

"Oh, dage."

Putra bungsu Kaisar Taizu membalikkan tubuhnya, kemudian menautkan sepasang tangannya di depan dada sembari membungkuk hormat pada kakak tertua.

Wen Fei Yu tak juga berbicara ketika menghadap adik bungsunya. Ren mengedikkan alis, memerhatikan wajah Sang kakak yang terlihat lebih gelisah dari biasanya.

Tidak, sebenarnya Fei Yu selalu berwajah dingin dan auranya selalu seperti dataran es Arktik, tapi Wen Ren telah hidup selama 17 tahun dengan Sang kakak, jadi dia tentu tahu suasana hati saudaranya.

"Ge, ada apa?"

Sejujurnya, Fei Yu sangat ragu untuk bertanya. Ren tidak tahu kenapa kakaknya malah terlihat canggung seperti itu. Dia kemudian masih menunggu dengan sabar.

"Itu... apa kau tidak mendapatkan surat?"

Kening Si bungsu Wen kemudian mengernyit, "...surat?" Namun beberapa saat kemudian dia ber-oh, seperti baru menyadarinya. "Dage, apa kau sedang menunggu surat dari Wang Han?"

Wen Fei Yu diam saja, dan Ren menganggapnya sebagai jawaban 'ya'.

Kemudian, Ren menghela. "Aku masih tidak mendapatkan surat apapun, sepertinya... dage tahu tentang 'rencana penyerangan' itu?" Kalimatnya memelan di akhir, takut terdengar seseorang.

Si sulung masih diam, namun sorot matanya tampak menjawab.

"Han... masih tidak memberi kabar apapun," Ren tampak murung.

"Dimana Jun?" Tanya Fei Yu kemudian.

"Em, Jun-gege sedang berlatih di aula pedang."

Wen Fei Yu diam sejenak setelah mendengarnya, tampak berpikir sendiri.

Kemudian dia kembali menatap Si bungsu. "Ada yang aneh..."

"Tidak hanya dage, aku juga berpikir seperti itu," Ren tersenyum sedih, "aku tak bisa membantu Han lebih banyak, tapi akan ku pastikan Putri Yeo Kyung benar-benar aman di sini."

Wen Fei Yu sepertinya tidak memedulikan kalimat terakhir yang diucapkan adiknya, dia segera berbalik dengan langkah tergesa. "Aku akan pergi."

Wen Ren yang terkejut, kemudian mengejar. "K-kemana?"

"Menemui Wang Han."

"Tapi ge—"

"Tetaplah di sini, pastikan Jun tidak pergi kemana pun."


***

"Bawa dia pergi."

Raja Gwangjong. Dia lebih memilih untuk berbalik tanpa mau memandang anak sulungnya lebih lama lagi setelah mengatakan kalimat terakhir.

Bagaimanapun, meski dia adalah seorang Raja tegas yang tak pandang bulu, dirinya tetaplah memiliki naluri seorang ayah. Selama ini, Wang Yeol adalah seorang anak yang selalu dia banggakan. Anak pertamanya, anak yang selalu menemaninya di medan perang dan beberapa kali menyelamatkannya dari kematian.

Tapi satu hal yang membuatnya sangat kecewa adalah fakta bahwa anak sulungnya itu telah dibutakan oleh cinta, dan menentang dirinya yang merupakan seorang Raja sekaligus ayah.

Wang Yeol sekarat. Di atas tempat eksekusi itu dia sudah terbaring tidak berdaya, punggungnya hancur karena 500 cambukan besi Guan Yu. Mirip orang yang telah meregang nyawa, namun pria itu masih sadar. Dia masih sadar betul meski matanya berkunang-kunang dan napasnya berantakan.

Sang Pangeran Mahkota tidak bisa bergerak sedikit pun.

Saudara-saudaranya terlihat benar-benar tidak sanggup, melihat kondisi Sang tertua seperti itu, mereka sangat ngeri dan merasa mual meski sangat ingin mendekatinya.

"Hyung-nim!"

Wang Han nyaris berlari untuk mendekati Wang Yeol, namun sebelum dia benar-benar menjauh, Seon Jae Hyun telah menarik tangannya lebih dulu.

"Lepaskan aku," mata Wang Han sudah basah, dia menahan amarah.

Seon Jae Hyun hanya bisa memandanginya dengan sedih, "jika anda datang hanya untuk menangisi Yang Mulia, itu bukan keputusan yang tepat."

"Jae Hyun—"

"Panglima Hwang, tolong bawa Yang Mulia keluar dari istana dengan Guan Yu. Pangeran Jin, Pangeran Hun, tolong anda berdua untuk tidak mengikutcampuri masalah ini atau Raja akan menghukum kalian."

Di saat seperti ini, para Pangeran tampak linglung, bahkan Hwang Je No dan Guan Yu sekalipun. Maka, Seon Jae Hyun adalah satu-satunya yang harus bisa bertindak tegas dan mengendalikan keadaan.

Dengan sangat berat hati, Sang Panglima Perang menundukkan kepala. "Ya..."

"Hyung-nim!!"

Jin berlari, menerobos Hwang Je No dan menghampiri kakak sulungnya. Persetan dengan nasihat Jae Hyun, dia hanya ingin melihat kakaknya sekarang.

"Minggir Guan!"

Pangeran kedua mendorong tubuh Guan Yu menjauh. Sang Eksekutor hanya diam, wajahnya sangat murung, seperti tidak menyangka bahwa dirinyalah yang telah membuat Wang Yeol berada di ambang kematiannya seperti ini.

Ya, jika tidak seegra diobati... Wang Yeol pasti akan mati.

Tapi siapa yang akan mengobatinya? Raja bahkan memerintahkan untuk membuang Sang Putra Mahkota ke jurang terdalam di Goryeo.

"Hyung-nim..." Jin menangis sesenggukan, sembari gemetaran, dia memegangi lengan kakaknya dengan sangat hati-hati. "Hyung-nim tolong bertahanlah!"

Wang Yeol yang masih memiliki kesadarannya, kemudian membuka mata. Napasnya yang pendek-pendek terasa begitu ngeri, seolah dia bisa mati kapan saja. Jin bahkan bisa melihat sedikit tulang rusuk yang tertutupi oleh darah.

Yeol seharusnya tidak bisa bergerak, tapi dia masih menyempatkan dirinya untuk mengulurkan tangan, mencengkeram lengan adiknya dengan gemetar.

Lalu, suaranya yang parau itu terdengar, lirih sekali. Begitu lirih hingga hanya bisa didengar oleh Wang Jin. "Mengapa... k-kau melakukan ini... Jin." Suara yang lemah namun terdengar begitu sedih dan tersakiti.

Sang sulung menatap adiknya sembari bersimbah air mata.

Diam-diam, Wang Jin tersenyum asimetris. Tangisan palsunya itu memudar, dia memandang rendah Yeol di bawahnya. "Kau pantas mendapatkan ini, hyung-nim."








Bersambung...


.

.

.


Yeol... :'(


btw baru kali ini aku apdet pagi buta

soalnya seharian ini mau ngecat rumah, persiapan lebaran xixi

Continue Reading

You'll Also Like

33.7K 5.3K 171
Lu Gu menikah atas nama saudara laki-lakinya dan menikah dengan pemburu ganas di Desa Qingxi. Betapapun bersalahnya dia, di bawah paksaan pemukulan...
646K 126K 56
SUDAH TERBIT/DIBUKUKAN 📖 - part masih lengkap cinta masa SMA? bodoh ©anyanunim
2.7M 431K 39
[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 1 Kadang Natta bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kenapa dia masih bersedia pacaran sama Jeno Setyo Novanto yang jela...
952K 191K 45
[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 2 Bagi Davina, dia dan Jovanka adalah dua hal yang berbeda. Hidupnya terlalu rumit untuk dijelaskan, seperti terjebak d...