Waktu berlalu dengan begitu cepat, bahkan tak terasa kalau ternyata sekarang dua hari telah berlalu.
Altar megah sudah terbentuk di dalam apartemen kediaman keluarga Rexi.
Susunan demi susunan stand makanan terbentuk dengan begitu mewah. Makanan yang tampak terlihat menggugah selera sudah terpampang dengan jelas.
Sungguh dekorasi pesta pernikahan yang begitu mewah dan megah.
"Ck ... Pembohong!" seru Rexi saat melihat seluruh desain altar itu.
"Dia bilang kalau dia bakalan bujuk Mamanya biar enggak nikah sama Papa gue. Tapi, nyatanya cuma bohong doang!" serunya lagi dengan emosi.
Rexi berjalan dengan emosi sambil mengarahkan pandangan matanya untuk terus memperhatikan dekorasi pesta pernikahan itu.
"Ck ... Desain macam apa ini?!" tanya Rexi sambil memegang bunga mawar putih yang bertaburan di atas altar.
"Norak! Alay! Emang desain Pelakor itu beda! Suka desain murahan!" serunya emosi sambil menginjak bunga mawar putih itu dengan kesal.
"Siapa yang lo bilang Pelakor?" tanya seseorang.
Rexi membalikkan badannya dengan cepat untuk melihat siapa yang baru saja buka bicara di belakangnya.
Kedua bola mata Rexi membulat dengan lebar saat dia melihat Al yang tengah berdiri di hadapannya dengan menggunakan setelan kemeja berwarna putih dan perpaduan jas berwarna hitam.
"Lo jangan pernah cap Mama gue sebagai Pelakor, apalagi bilang kalau Mama gue murahan!" sinis Al.
"Mirror dikit! Lo jangan langsung judge Mama gue! Lihat sama diri lo sendiri!" seru Al sambil melirik dress yang dikenakan oleh Rexi.
"Ck ... Pakai dress yang kekurangan bahan. Paha di umbar-umbar. Mana bagian leher bajunya terlalu terbuka. Lo lebih murahan!" seru Al.
Rexi mendelikkan matanya, dia tidak terima dengan ucapan Al.
Al tersenyum sinis laku berjalan mendekati Rexi.
"Apa gue boleh nanya sama lo?" bisik Al pada daun telinga kanan Rexi.
"Mama lo pernah ngajarin lo buat jaga tubuh, enggak?" tanya Al menyindir sambil tersenyum menyeringai.
Rexi mengepalkan tangannya dengan kuat.
"Lo jangan sekali-kali hina Mama gue!" seru Rexi emosi.
"Lo enggak suka kalau gue hina Mama lo? Emangnya, lo enggak mikir, gimana perasaan gue kalau lo hina Mama gue?! Bahkan parahnya, lo malah ngatain dia dengan kalimat sialan lo itu!" seru Al.
Rexi bergeming di tempatnya.
"Apa? Lo kenapa diam?" tanya Al remeh.
"Lo enggak bisa berkata-kata lagi, kan?" lanjutnya dengan sinis.
Al mendecih sinis lalu membalikkan badannya sambil berjalan menjauhi Rexi, tetapi dia langsung menghentikan langkahnya saat dia tersadar akan satu hal.
"Ah iya ... Ada satu lagi," kata Al.
"Gue udah bujuk Mama gue biar enggak nikah sama Papa lo. Tapi, Papa lo sujud di kaki gue. Jadi, gue terima aja karena gue enggak pembangkang kayak lo," kata Al lagi dengan tenang.
Al tersenyum menang lalu berjalan pergi meninggalkan Rexi.
"Ck ... Cowok gila! Cowok berengsek! Cowok sialan!" teriak Rexi.
Rexi mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.
"Ck ... Kenapa gue harus saudaraan sama dia, sih?! Bisa enggak kalau gue ganti saudara tiri aja?! Argggg!" seru Rexi histeris.
***
"Saya Barack Maxis berjanji akan menjaga Bellina dengan sepenuh hati. Saya berjanji akan setia dan juga memenuhi kebutuhan hidupnya."
"Saya Bellina Neima berjanji akan menerima Barack Maxis dengan sepenuh hati sebagai suami saya. Dan saya juga berjanji akan menjadi istri yang baik untuknya dan juga akan menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya."
Tepuk tangan yang begitu keras terdengar saat setelah Barack dan Bellina mengucapkan janji suci mereka berdua dan berakhir sah menjadi sepasang suami-istri.
"Cih ... Menjijikkan!" sinis Rexi saat melihat acara di mana Barack dan Bellina saling berciuman satu sama lain di atas altar.
Rexi berjalan pergi meninggalkan pesta itu, sedangkan Al diam-diam menyunggingkan senyuman kemenangannya saat melihat kepergian Rexi.
***
Rexi terduduk di salah satu kursi taman yang berada di belakang apartemen keluarganya.
Rexi menghela napas panjang, lalu menghembuskannya dengan kasar.
Untuk yang kedua kalinya Rexi menarik napasnya dengan dalam dan menghembuskannya dengan kasar.
"Dua kali."
Rexi menolehkan kepalanya dengan cepat karena seseorang baru saja angkat bicara di sampingnya.
"Lah?! Lo?!" pekik Rexi.
Deian tersenyum lebar sambil memegang dasi kupu-kupunya.
"Dunia ternyata sempit banget, yah?" tanya Deian, Rexi mengerutkan keningnya.
"Lo ternyata cewek yang bakalan jadi adik tirinya Al," lanjutnya sambil terkekeh pelan.
"Jadi?" tanya Rexi malas.
"Enggak ada apa-apa, sih. Cuma, lo kelihatan stres banget," kata Deian.
"Lo tadi tarik napas terus dibuang berkali-kali," lanjutnya.
Rexi terdiam.
"Lo enggak terima sama pernikahan ini?" tanya Deian to the point.
"Hum ..." jawab Rexi berdeham.
"Why?!" tanya Deian penasaran.
"Lo enggak usah tahu. Ini bukan urusan lo," kata Rexi malas lalu berdiri dari duduknya.
"Lo mau ke mana?" tanya Deian.
"Masuk," jawab Rexi singkat, lalu berjalan pergi meninggalkan Deian sendiri di taman.
Deian menatap kepergian Rexi dengan nanar, lalu kemudian menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Ck ... Emang sempit nih dunia," gumamnya.
***
"Kesal gue!"
Rexi menghentakkan kakinya di atas lantai berkali-kali, dia tak peduli dengan pandangan para tamu yang ada di pesta itu.
Kedua bola mata Rexi melirik ke arah suatu lemari yang berisi beberapa jenis alkohol.
"Enggak apa-apa, kan, kalau gue minum wine dikit aja?" gumam Rexi.
Rexi mengambil salah satu botol wine dan menuangkannya pada gelas yang tadinya dia bawa.
"Ke kamar aja kali, yah?" gumamnya.
Rexi mengambil sebotol wine dan membawanya menuju kamarnya.
Perlahan Rexi duduk di atas kasur sambil mengangkat botol wine-nya dengan tinggi.
"Hello wine!" sapa Rexi seakan dia bisa berbicara dengan minuman beralkohol itu.
"Kita akhirnya ketemu lagi, wine. Ini yang kedua kalinya kita ketemu dan sekarang kita ketemu di pesta pernikahan Papa gue," kata Rexi lagi sambil tersenyum tipis.
Rexi mulai membuang gelasnya ke sembarang arah, tak peduli kalau gelas kaca mahal itu pecah begitu saja di atas lantai. Rexi lebih memilih untuk meminum alkohol itu dari botolnya langsung.
Berkali-kali Rexi meminum minuman beralkohol itu, dia tak peduli kalau nantinya dia mabuk.
Mungkin sudah terlalu banyak minum, Rexi akhirnya ambruk di atas kasur king size-nya.
"Hiks ..."
Gadis mungil itu sudah tak mampu menahan air matanya yang ingin tumpah. Dia juga tak mampu menahan isak tangisnya.
"Hiks ... Hiks ... Papa jahat! Kenapa Papa menikah dan ninggalin Mama?! Kenapa Papa harus menikah sama wanita sialan itu?!" teriak Rexi keras.
"Mama ... Papa nikah lagi. Rexi enggak terima pernikahan itu, Mama. Rexi enggak terima. Rexi enggak mau punya Mama baru. Rexi enggak mau ..." racaunya dan berakhir dia yang tidak sadarkan diri karena pengaruh alkohol yang sudah dia minum.