My Stupid Brothers โœ”

By hinamorihika_

518K 72.5K 16.9K

Terkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam... More

0. Tujuh Anak Setan
1. Mau Ikut Pergi
2. Bertdey Surprais
3. Bertdey Surprais (2)
4. Chaos
5. Sisi Lain Jaemin
6. Nana Lagi, Nana Terus
7. Adhyaska dan Adhynata
8. Nana Sakit? OMG!
9. Arena
10. Dibalik Topeng
11. Saga and Their Own Friends
12. Meet Grandpa
13. The Truth Untold
14. Nobody Normal
15. Mahasiswa Baru
16. Satu Persatu
17. The Fact?
19. Who Are You?
20. Hospital
21. Sebuah Petunjuk
22. Saga vs Pradipta
23. Turn Back Time
24. Saga's New Member
25. The Day When She Knows
26. Haechan and His Nana
27. Laut dan Langit Sore
28. Mencoba Memperbaiki
29. Tentang Fakta
30. Terkuak
31. Keributan Saga
32. Adrian Jisung Saga
33. A Dark Night
34. Everything Gonna be Okay?
35. Baikan
36. Finally!
37. Menutup Lembar Terakhir
Epilogue : Final (A ver)
Epilogue : Final (B ver)

18. Be Careful!

10.7K 1.6K 312
By hinamorihika_

"Mau kemana Bang?"

Jaehyun memutar bola mata malas kala dua adik kembarnya bertanya. Ampun deh, sejak menginjakkan kaki di rumah sejak hari pertama sampai sekarang hampir seminggu, Sungchan dan Winter seperti ribet sendiri melarang Jaehyun pergi tanpa sepengetahuan mereka. Lebih tepatnya, mereka menahan Jaehyun agar bersama mereka dengan alibi kangen.

Padahal mah karena disuap :')

"Abang mau ke rumah temen, dah ah jangan diikutin mulu!" Jaehyun mengambil kunci motor saat mendadak tangan Winter menahannya.

"Siapa Bang?"

"Kepo banget lo bocil."

"IIHHH ABANG, KASIH TAU GUE GAK?!"

Jaehyun otomatis menutup telinganya kala Winter berteriak. Sementara Sungchan tertawa puas.

"Mau ke rumah si Jeka."

"Ikuuutt!" Kali ini Sungchan yang berteriak. Dia paling suka diajak main bareng teman-teman abangnya itu, soalnya asik-asik. Anak tongkrongan banget bro.

"Dari kemaren ngikut mulu lo kaya buntut kuda," dengus Jaehyun sebal. "Lagian ntar gue yang digetok Mama karna ngajak bocil keluar malem. Gue tuh baru balik besok pagi, kaya enggak hapal aja sih."

Sungchan cemberut. "Padahal gue mau minta diajarin fotografi sama Bang Mingyu."

"Helaahh kan bisa kapan-kapan. Gue nih mau ketemuan mumpung ada disini!" Jaehyun mengibaskan tangannya dan menyuruh dua adiknya masuk ke kamar. "Dah sana minum susu, cuci muka, cuci kaki, trus bobok. Ntar kalo lo udah gedean dikit, gue ajak main sampe pagi deh."

Sungchan cemberut namun tak ayal mengangguk. Winter sendiri pasrah, tidak bisa juga melarang Jaehyun menemui teman-temannya. Kan mereka disuruh menjauhkan Jaehyun dengan Jaemin saja, bukan yang lain.

Setelah Jaehyun menghilang dengan motor vespanya, Winter mengeluarkan ponsel dari saku dan terlihat mengirim pesan pada seseorang.

"Lo ngapain?"

Winter membalas tanpa menoleh. "Ngasih tau Bang Mark buat mastiin Kak Na ada di rumah, biar enggak ketemuan sama Bang Jeff."

Yep, jadi Mark yang mengirim sogokan pada dua sepupunya ini untuk menjauhkan oknum Jeffrey Bratadikara dari sosok adik kesayangannya. Sebenarnya Sungchan dan Winter tidak mengerti kenapa Mark berbuat sampai sejauh itu, tapi berhubung uang suapnya besar, jadi yaaa jalankan saja.

••••

Jaehyun menurunkan standar vespanya di depan minimarket. Terlihat dua pemuda tengah duduk di bangku yang disediakan pihak minimarket sembari menyantap pop mie, berbincang dengan serius.

"Little peach."

Jaemin mendongak dan segera tersenyum lebar. Ia langsung berdiri dan membiarkan tubuhnya dipeluk erat oleh sang kakak sepupu.

"Miss you so much," Bisik Jaehyun. "Really."

"Miss you too biggie peach."

Setelah puas saling berpelukan, Jaehyun ikut duduk di kursi setelah menyapa pemuda lain yang tersenyum padanya.

"Halo Al."

"Yo Bang."

Jaemin sendiri masuk ke minimarket dan tak lama kembali dengan pop mie yang masih mengepul panas dan sebotol aqua, menyerahkannya pada Jaehyun yang diterima dengan senang hati berhubung sulung Taeyeon itu sedang kelaparan. Ketiga pemuda itu lantas larut dalam perbincangan ringan terutama Jaehyun Jaemin yang saling bertukar kabar selama terpisah di dua benua berbeda.

"Kok lo bisa lolos kesini, Na?" tanya Jaehyun.

Jaemin tersenyum tipis. "Ada Mbok Ati yang bisa diajak kerjasama."

"Gile, keren juga. Eiya pantes sih, lo kan bos dari segala bos."

Ketiga pria muda itu tertawa.

"Btw, si kembar emang disogok berapa sama sodara gue?" tanya Jaemin sembari merapikan bekas makannya.

"Pas gue cek di rekening Winter sih, dia nerima seratus juta dari kakak sulung lo, tapi..." kening Jaehyun sedikit mengerut. "gue juga nemu transferan lima puluh juta di rekening Sungchan, dari adek lo."

Gerakan Jaemin terhenti, menatap Jaehyun dengan tak percaya. "Which one?"

"The youngest."

Jaemin buru-buru membuka ponsel guna mengecek sesuatu. Rekening Jisung aman, tidak ada transaksi apapun dalam jumlah besar selama sebulan terakhir. Hanya ada transaksi kecil-kecilan seperti online shop atau sekedar jajan biasa. Transaksi paling besar sejumlah dua juta rupiah, itupun untuk sepatu dan Jaemin tahu.  Jadi bagaimana caranya Jisung bisa mentransfer 50 juta pada Sungchan?

"Adrian punya rekening lain," seakan bisa membaca kebingungan Jaemin, pemuda yang dipanggil dengan Al itu berujar tenang. "Dia bikin rekening lain diem-diem."

"Trus pemasukannya darimana? Selama ini Mami Papi pasti transfer duit jajan ke rekening ini."

"Emang kalian cuma dua bersaudara?" Sahutan dari Jaehyun lantas menyadarkan Jaemin akan satu hal.

Jisung tidak berdiri sendiri.

Tangan Jaemin mengepal. Ia lantas menelepon seseorang, yang langsung diangkat bahkan sebelum dering keempat.

"Selamat malam Tuan Muda. Ada yang bisa saya bantu?"

"Call me Nata, Pak Kun. Udah berapa kali aku bilang?" Jaemin memutar bola mata jengah.  "Pak Kun sibuk?"

"Tidak, Nata. Saya hanya bermain dengan putri saya." kemudian suara bayi menggemaskan terdengar.

"Baby Yi?" Jaemin terkekeh kecil. "Kangen bangeeett, kapan-kapan bawa ke rumah ya?"

"Baik Nata, tapi kalau istri saya mengizinkan ya." Kun tertawa kecil. "Ada apa Nata telepon saya malam-malam?"

"Aku mau nanya," Jaemin menjilat bibirnya. "Adek bikin rekening lain ya?" tanyanya to the point.

Hening sesaat sebelum pria diseberang sana menjawab. "Tidak, Nata. Adrian hanya punya satu rekening yang sekarang kamu pegang."

Jaemin menyandarkan tubuhnya pada kursi, tersenyum miring sembari menggeleng. "Saya mau Pak Kun cari rekening baru Adek, lacak semua transaksi sejak awal rekening dibuat sampai hari ini. Dia menerima uang dari siapa, mengirim uang pada siapa, semua harus lengkap dan jelas. Saya kasih batas waktu sampai besok siang."

Kun tidak langsung menjawab, terdengar ragu-ragu membalas. "T-tapi Nata—"

"Pak Kun," nada Jaemin berubah menjadi serius. "Ingat selama ini Anda bekerja untuk siapa."

••••

Arena malam itu terbilang ramai, apalagi sekarang malam minggu. Di ujung arena yang jarang dilewati lalu lalang, The Kings sibuk berdiskusi tentang siapa yang akan turun balapan malam ini.

"Gue aja deh, udah lama gak turun." Kata Karina santai. "Lawannya si tiang berjalan itu kan? Aisha?"

Renjun mengangguk. "Tapi lo hati-hati, Aisha manuvernya jago parah. Lengah dikit, mobil lo oleng trus guling-guling trus lo mati."

"Mulut lo bener-bener butuh pendidikan ya."

Jeno mendengus kecil. "Percuma dikasih pendidikan kalo cuma numpang lewat, gaada yang nyantol di otak."

"Ngaca. Kembaran itu cerminan diri."

Lucas menguap, lalu melihat jam yang melingkar apik di tangan. "Yok, sejam lagi. Lo mau taruhan apa? Si Aisha tuh bocah matre, pasti gamau yang murahan."

"Oh, pantes pacaran sama Allen." Renjun terkekeh. "Buat diporotin ternyata. Kasian dah Bang Al."

Karina mengeluarkan dompet dan melempar debit card ke atas meja dengan santai. "Isinya 180 juta kalo nggak salah. Buat dia foya-foya sampe mampus juga bisa."

Jeno mengernyit. "Tumben? Gue kira lo bakal ngasih mobil."

"Aduh, skip dulu deh. Masalahnya si Jeffry kan lagi pulang. Kalo gue kalah, dia pasti curiga dong? Masa gue berangkat naik mobil, pulangnya ngesot." Dumel Karina. "Dia kalau ngomel mirip emak gua. Pengang nih kuping."

"Lho, Jeffry pulang? Kok gue baru tau?" Jeno mengangkat sebelah alisnya.

"Udah seminggu anjir. Kan gue sama si Chiki yang jemput."

"Najis modusnya bisaan banget," Misuh Lucas. "Alibi jemput abang tapi mau berduaan kan lo?"

"Gas dong Rin, jangan dianggurin." Renjun menyenggol lengan sang sepupu. "Lo nunggu Shotaro nembak duluan, sama aja kaya nunggu bocah lima tahun ngerti kalkulus."

"Kebalik ga sih? Harusnya kan dia?"

"Si Nana pernah bilang kalo Shotaro tuh bocah TK abis mandi sore yang kita culik waktu lagi main sepeda roda tiga di taman." Jeno menggelengkan kepala, disahut Lucas yang tertawa.

Saat keempatnya sedang berbincang seru, kedatangan tiba-tiba dari tiga orang membuat suasana mendadak berubah. Renjun dan Jeno menatap sinis pada sosok didepannya meski belum ada satu katapun yang terucap.

"Mau ngapain lo?"

Hyunjin, Yeji, dan Guanlin datang dengan gayanya yang angkuh. Si sulung Pradipta maju dan mencengkram erat lengan Renjun secara mendadak, membuat Jeno langsung maju tidak terima.

"Heh apa-apaan lo!"

Namun Guanlin menahan Jeno dengan sentakan halus. "Dengerin dulu apa yang mau Fisqi omongin."

"Tapi gausah nyentuh kembaran gue juga kan?!"

"Sshht, bacot." Desis Yeji.

Renjun dan Hyunjin saling bertatapan tajam. Renjun masih dendam pada Hyunjin pasal taruhan terakhir mereka. Taruhan yang membuat pipinya membiru akibat tinjuan Haechan.

"Taruhannya apa?"

Hyunjin tersenyum miring saat Renjun dan dia sudah berdiri di samping mobil masing-masing. Sebagai penantang, maka Hyunjin yang pertama mengajukan soal taruhan.

"Adhynata." Hyunjin bisa melihat kilat terkejut dan marah yang mendadak timbul pada wajah Renjun. "Kalo gue menang, lo dan sodara-sodara lo harus longgar sama aturan kalian ke Nata."

Renjun langsung maju dan mencengkram kerah kemeja Hyunjin dengan erat. Matanya melotot dan memerah menahan marah. "Lo siapa emangnya?! Berani banget ngomong gitu ke gue? Gue kakaknya! Gue yang pegang aturan soal adek gue!"

Hyunjin menahan tangan Renjun sembari tersenyum remeh. "Tapi hanya Nata yang bisa pegang aturan untuk dirinya sendiri tanpa orang luar. Lagipula gue cuma minta kebebasan Nata, bukan minta adek lo buat dibawa ke Pradipta. Atau mau gitu aja taruhannya? Gue rasa Fisqa gak bakal keberatan punya adek baru."

Renjun menghempaskan Hyunjin dengan kasar hingga pemuda itu nyaris terjungkal ke aspal. Demi harga dirinya yang setinggi langit, Renjun tidak bisa menolak permintaan Hyunjin atau The Kings akan di-cap culun dan penakut.

"Oke." Renjun menatap Hyunjin dengan tajam. "Sebagai balasannya, kalo gue menang, maka lo dan tiga antek-antek lo dilarang untuk berhubungan atau berkomunikasi dengan Nana lagi. Selamanya."

Hyunjin tersenyum. Renjun masuk dalam perangkapnya.

"Deal."

"Sekarang apa?" Tanya Renjun ketus. "Lo belom puas monopoli adek gue?"

"Sebenernya bukan itu, tapi masih ada hubungannya dengan Nata."

Jujur Renjun ingin sekali menendang wajah sok ganteng pria muda dihadapannya. Tapi melihat raut wajah Hyunjin yang mengeras, bisa dipastikan Pradipta ini benar-benar serius.

"Apa lagi?"

"Awasin adek lo yang bener."

Renjun dan Jeno mengernyitkan kening.

"Maksud lo?" Jeno menaikkan sebelah alis. "Gue sama sodara gue juga selalu ngawasin Nana."

Hyunjin mendengus remeh. Dua kembar bodoh ini tidak memahami maksud ucapannya. "Listen, enggak selamanya lo tahu apa yang lagi dilakuin sama Nata, seketat apapun pengawasan yang kalian kasih. Semakin rapat kurungan kalian, maka semakin pintar pula Nata membuat celah."

"Maksud lo apa sih? Ngomong yang bener, sat!" Bentak Renjun tak sabaran. Dia benar-benar clueless dengan maksud Hyunjin.

Hyunjin mendadak melepas cengkramannya pada lengan Renjun, menatap tajam manik anak kedua Saga itu. "Coba buat Nata lebih terbuka sama kalian, anak-anak Saga yang terhormat. Buat dia lebih mudah mengeluarkan emosi dan pikiran yang jadi beban dia selama ini. Nata itu diluarnya kuat, tapi sekali aja kalian pukul, dia hancur."

Pandangan Hyunjin beralih pada Jeno. "Inget pesan gua ini baik-baik; apapun yang terjadi nanti, kontrol emosi dengan baik. Jangan gegabah, jangan termakan amarah. Jaga lidah dan tangan pada tempatnya. Jangan sampai melakukan hal yang ngebuat kalian menyesal seumur hidup. Ingat, nyawa Nata tergantung pada perilaku kalian."

Selepas mengucapkan itu, Hyunjin, Yeji, dan Guanlin langsung pergi meninggalkan The Kings. Karina dan Lucas mencibir Hyunjin yang menurut mereka tidak jelas. Jeno terlihat masih mencerna, sementara Renjun sedikit banyak mendapat maksud pesan Hyunjin meski ia sendiri tidak paham bagaimana konteksnya.

Renjun menoleh pada Jeno. "Lo disini dulu, gue mau pulang duluan."

"Lo kemakan sama omongan gajelas si Fisqi?" Cibir Lucas.

"Bukan itu," Renjun mengeluarkan kunci mobil dari sakunya, bersiap pulang. "Gue mau mastiin sesuatu." Kemudian langsung beranjak pergi.

Jeno diam tak bergeming, tapi jelas kepalanya masih berusaha mencerna.

••••

"Jalan-jalan skuy."

Jaemin yang sedang menyesap jus jeruknya mengangguk kala mendengar ucapan Ryujin. "Kuy."

Saat ini lima sekawan sedang berkumpul di kantin fakultas Felix setelah menyelesaikan kelas masing-masing. Kebetulan jadwal mereka berdekatan sehingga tidak perlu menunggu terlalu lama. Kantin FEB menjadi pilihan karena terletak di tengah dan memudahkan kelimanya bertemu, mengingat antara satu fakultas dengan fakultas lain seperti dari ujung ke ujung.

"Kemana nih?" Tanya Felix.

"Mau Lippo Karawaci atau Summarecon?" Yeji memberi pilihan.

"Lippo aja, soalnya tinggal kepeleset trus nyampe." Jaemin berujar tenang.

"Owkey, Yang Mulia wants, Yang Mulia gets."

Jadilah lima sekawan ini berada di Lippo Karawaci dengan penampilan yang sebenarnya biasa saja tapi berhasil menarik perhatian. Bagaimana tidak, orang-orangnya bening dan cakep semua, tipikal anak hits ibukota. Yang cowok ganteng, yang cewek cantik.

"Timezone duluuu!" Rengek Yeji.

"Iye iye."

Setelah mengisi kartu, lima bocah gabut ini berkeliling mencari permainan yang diinginkan. Telunjuk Jaemin mengarah ke rel roller coaster yang berada tepat di atas kepalanya. "Main ini yuk?"

"Halah, roller coasternya kecil. Ga seru." Felix menggeleng.

Tangan Ryujin dengan sebal menoyor kepala Felix. "Begayaan banget bocil. Engga inget kali ya waktu di Dufan ada yang muntah."

Felix nyengir. Tanpa perasaan, dua gadis itu menyeret Felix mengikuti Jaemin yang sudah dengan santai menaiki tangga menuju permainan roller coaster. Hyunjin tertawa sembari merekam Felix yang terlihat berusaha menarik diri dan menolak untuk naik. Trauma.

Jaemin menyerahkan kartu Timezone pada petugas, melirik pada teman-temannya kemudian berujar santai. "Lima orang ya Mas."

"Gue enggaaaakkk! Empat aja Mas, empat aja!!" itu Felix yang masih berusaha melepas diri.

"Lima."

"Empaat!"

"Lima."

"Empaaatt aarrgghh!"

Mas petugasnya bingung sendiri. "Empat atau lima?"

"Lima."

Felix pasrah kala petugasnya sudah menggesek kartu sebanyak lima kali, mau tidak mau ikut naik meski tidak ikhlas. Dan yang paling menyebalkan, Felix disuruh duduk sendiri di bangku paling belakang sementara teman-temannya duduk berpasangan di depan.

Yeji mengaitkan tangannya ke lengan Jaemin dan menoleh ke belakang. "Nata, kalo gue ketakutan boleh meluk lo kan?" tanyanya dengan nada meledek yang sangat ketara.

Jaemin tertawa kecil. "Sini-sini."

Ryujin melakukan hal yang sama pada Hyunjin lalu mengerling jahil. "Pinjam lengan lo ya Fis."

"Dengan sukarela." Hyunjin tak kalah meledek.

"Emang lo semua teman biadab!" Maki Felix. Ia mengeratkan pegangannya padahal roller coaster belum jalan. Entah sial atau beruntung, Timezone hari itu cukup sepi karena hari Senin. Jadilah setelah ditunggu beberapa saat, hanya ada mereka berlima yang menaiki roller coaster.

Ketika roller coaster mulai maju, Felix memejamkan mata dan merapal doa sebanyak yang ia bisa. Semua doa ia rapalkan bahkan doa makan dan doa sebelum tidur juga tak terlewat. Ketika roller coaster mulai naik, rapalan doa Felix semakin kencang dan terdengar, sementara teman-teman kurang ajarnya tertawa terbahak-bahak. Bahkan Hyunjin tak luput merekam dengan kamera depan.

Ketika roller coaster turun, teriakan membahana Felix bahkan terdengar hingga luar Timezone.

••••

"Itu suara siapa anjir?!" Chenle nyaris menjatuhkan sendok eskrimnya kala mendengar teriakan super membahana entah dari mana. Gadis cantik di sebelahnya juga mendadak memegang dadanya karena terkejut.

"Dari arah Timezone gak sih?"

"Kayaknya. Itu suara om-om kali ya?"

Yireina Wang mengangguk. Gadis yang kerap disapa Yiren itu meringis kecil. "Serem."

"Lagian om-om cupu banget, udah bangkotan masih takut roller coaster." Chenle mencibir. Satu tangannya terulur untuk menggandeng tangan Yiren dan kembali menyusuri mall. Lucu sih, dua bocah berseragam SMA bergandengan tangan sembari masing-masing menggenggam eskrim. "Yuk."

Hm, Chenle sudah besar ya.

"Lo gaboleh gitu," Yiren menggeleng lembut. "Tiap orang kan punya trauma masing-masing, enggak mandang gender dan usia. Gaboleh suka meremehkan ketakutan orang lain. Emang ada aturan kalo om-om gaboleh takut naik roller coaster?"

Chenle cemberut. "Iya deh iya."

Keduanya memang terbilang cukup dekat meski hingga detik ini masih berstatus sebagai teman. Lagipula Chenle belum ingin pacaran, masih mau jadi bayi-nya Kak Na. Untungnya Yiren merupakan sosok pengertian dan sabar, jadi tidak mempermasalahkan status mereka yang hanya sahabat. Berada dekat dengan Chenle sudah lebih dari cukup kok.

"Eh gue mau ke toilet bentar," Yiren menyerahkan eskrimnya untuk dititip sebentar. "Bentar ya."

"Oke."

Chenle menunggu tak jauh dari ruang toilet perempuan sembari bersender di tembok. Sesekali mengedarkan pandangannya untuk melihat orang lalu lalang. Pandangannya tak sengaja beralih saat mendengar teriakan kecil seorang wanita yang baru keluar dari toilet. Ternyata ia tak sengaja menabrak seorang pria yang melangkah terburu-buru.

"HEI!"

Sebenarnya Chenle bukan tipe yang peduli pada orang asing, tapi hati nuraninya terketuk kala melihat wanita yang tak sengaja tertabrak itu tengah hamil besar. Dengan tergesa, Chenle langsung membantu wanita itu untuk berdiri tegak. Beruntung ia tidak sampai terjatuh, hanya mundur beberapa langkah sembari memegang perut buncitnya karena terkejut.

"Mbak gapapa?" Tanya Chenle khawatir, lalu menoleh pada sosok yang sudah menghilang di kamar mandi pria. "Laki-laki sialan, gapunya mata kali? Mau gue kejar, Mbak?"

Wanita itu menggeleng pelan lalu memegang lengan Chenle. "Gapapa Dek, gausah diperpanjang. Lagian saya gapapa kok, cuma kaget aja."

"Bener? Perutnya sakit gak?"

Wanita yang menurut perkiraan Chenle masih berusia 20 tahunan itu kembali menggeleng. "Serius saya gapapa. Baby-nya cuma nendang karena kaget, tapi saya baik-baik aja."

Chenle tersenyum tipis. "Lain kali kalo ketemu modelan kaya gitu teriakin aja ya Mbak. Enggak tanggung jawab banget jadi cowok." Cibirnya. "Kalo Mbak jatuh kan bahaya, mana lagi hamil gede gini. Btw Mbak sendirian?"

Wanita itu terkekeh endengar ocehan Chenle yang menggemaskan. "Oke deh, lain kali saya teriakin. Kalo soal sendirian, iya. Saya iseng jalan-jalan aja, bosen soalnya."

"Bukannya mau sotoy nih ya Mbak, tapi lain kali jalan-jalannya sama suami aja ya? Soalnya rawan juga bumil begini jalan sendirian. Saya ngeri liatnya, takut kenapa-napa."

Ekspresi sang wanita agak mengeruh, namun ia tetap memberikan seulas senyum. "Makasih banyak ya Dek."

Chenle tersenyum. "God bless both of you, Mbak."

Wanita itu sedikit terperajat kala tendangan dari dalam perutnya terasa cukup keras. Ia lantas tertawa kecil. "He said, God bless Uncle too."

"Oh my, such a sweet baby boy."

Kemudian setelah berterimakasih sekali lagi, sang wanita pamit meninggalkan Chenle yang masih tersenyum dengan tatapan tak lepas dari perut besar itu.

Lalu mendadak cemberut.

"Mau adek bayiiii. Jisung udah susah diajak main sekarang, ish."


Dapet THR berapa tahun ini? 😝

Continue Reading

You'll Also Like

699K 74.3K 44
[don't forget to follow brillantemine] โ”€ haechan and his universe have been lost. โš ๏ธ post about : mentalillness, depression, blood, traumatic, self...
57.1K 6K 20
[BUKAN CERITA BXB] Abiandra kecil sesekali berandai sambil menatap Mada. Bagaimana kehidupannya sekarang, jika sang kakak memiliki kondisi seperti an...
1.2K 220 4
tidak ada hal lain selain kebodohan disini. semua orang sangat mudah untuk ditipu, bahkan semua tidak mengetahui rahasia besar di kota yang mereka te...
101K 8.6K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...