BIRU [ On Going ]

Par YatiFifzii

6.8K 2.5K 7.8K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] WARNING‼️ Mengandung kata-kata kasar. Harap bijak memilih bacaan. Ambil posit... Plus

1.Selamat Tinggal Luka
2. Move On
3. Biang onar
4. Tamparan manis
5. Terkuak nya Amarah
6. Begitu?
7. Si Kebo
8. Maaf
9. 2 CeCan
10. Perdebatan
11. Terlambat
12. Kambuh
13. Kok ?
14. Kesetanan
15. Salah paham
16. Makhluk Astral
Larissa Frauen
17. Tetap Pendirian
18. Secarik Kertas
19. 2 M
20. Pacar Katanya
21. Kesempatan
22. Keputusan
23. Pengakuan
24. 100% Ngeselin
25. Ego dan Hati
26. Melepas Atau Menetap?
27. Kebenaran & Kekecewaan
28. Apa lagi Ini?
29. Sudah Kecewa
30. Mencari Solusi
31. Danau Penyejuk
32. Pelukan Singkat
33. Rumah Baru
34. Kembaran Charlina
35. Promise
36. Aisha Cenayang?
37. Sakit Aja Terus!
38. Akhirnya
39. Bertemu Lagi
40. Harus Jadi Rahasia!
41. Aku sih, yes!
42. Dia Kembali
43. Hujan di Kala Itu
44. Pertikaian

45. Seberkas Kisah

81 13 68
Par YatiFifzii

Di part ini, kalian bakal tau alasan kenapa dulu di pertemuan pertama mereka, Hauraa manggil Zain dengan nama Vero.:v

Bacanya alon-alon wae. Biar ngeh😅

------

"Kau tahu kenapa ada senja?" Hauraa menoleh ke sumber suara. Lalu, menautkan kedua pangkal alisnya. Pertanyaan macam apa itu?

"Berhenti menanyakan teori-teori tidak masuk akalmu itu!" sanggah Hauraa sambil terkekeh. Ini adalah hari seminggu setelah pertemuan mereka, dan Hauraa pun tidak terlalu cuek lagi. Pria itu selalu mempunyai topik pembicaraan, hingga membuat Hauraa terseret dan menanggapi teori-teori tidak masuk akal yang ia ciptakan.

"Agar terpisah, maka harus ada pemisah."

"Ha?" Hauraa refleks menyahut.

"Karena untuk memisahkan siang dan malam, maka harus ada pemisah. Itulah sebabnya ada senja." Pria itu melanjutkan teorinya tanpa memedulikan jawaban Hauraa.

"Tidak begitu!" sangkal Hauraa. "Senja bukan pemisah layaknya pemeran antagonis dalam sebuah cerita! Senja itu indah, nyaman dan menenangkan. Dia bukan penyebab terpisahnya siang dan malam." Hauraa protes kala senja yang indah dan tak tahu apa-apa itu malah disalahkan.

Pria di sampingnya kembali terkekeh. "Lalu?" tanyanya pada Hauraa.

"Sekarang aku tanya," ucap pria itu lagi saat Hauraa tak jua membuka suara. "Senja hadir kapan?"

"Ketika siang hendak berganti malam," jawab Hauraa polos. Hal itu tentu saja membuat pria itu tertawa.

"Masih menyangkal bahwa senja bukan pemeran antagonis bagi siang dan malam?" Hauraa kesal sekarang. Baiklah, ia akui ia salah menjawab.

"Senja memang indah, nyaman dan menenangkan. Namun, tanpa disadari ia juga penabur luka bagi siang dan malam. Dia pemisah. Akan tetapi, senja juga tidak patut disalahkan dalam hal ini." Pria itu mulai membuka teorinya sendiri.

Hauraa memanyunkan bibirnya. Entahlah, ia menolak percaya, tetapi yang dikatakan pria di sampingnya ini juga tak dapat disangkal. Ets, tunggu! Teori macam apa ini? Memangnya siang, senja dan malam pemain film?

"Berarti fajar juga pemeran antagonis dong?" Entah kenapa, dari sekian banyak pembahasan, Hauraa malah mengucapkan kalimat ini.

Jika senja dianggap sebagai pemeran antagonis dalam kisah siang dan malam. Maka, semestinya fajar juga dianggap pemeran antagonis dalam kisah malam dan siang. Begitu bukan?

"Fajar dan senja sama-sama peran antagonis bagi siang dan malam. Begitu juga sebaliknya."

"Maksudnya?"

"Baik senja dan fajar maupun siang dan malam, mereka sama-sama pemeran antagonis dan protagonis pada posisinya masing-masing." Hauraa semakin bingung mendengar penuturan pria di depannya itu.

"Bukan hanya siang dan malam saja yang terhempas untuk bersatu karena kehadiran fajar dan senja, tapi fajar dan Senja juga." Pria itu tersenyum.

"Fajar dan senja juga tak pernah bisa bersatu, tak pernah bertemu. Mereka tak pernah bisa  berdampingan, karena selalu saja ada siang yang hadir di antara mereka."

"Terus?"

"Kau tahu karena apa?"

"Takdir?" jawab Hauraa sekaligus bertanya. Pria itu pun mengangguk.

"Karena skanerio Tuhan memang indah."

Ah, kali ini Hauraa tersenyum sembari mengangguk mengiyakan. Tak dapat dipungkiri, ia juga membenarkan ucapan pria itu.

Andai saja fajar dan senja tidak ada. Bagaimana jadinya? Semua orang di muka bumi ini pasti tidak tahu detik-detik pergantian siang dan malam. Tiba-tiba saja sudah malam, tiba-tiba saja sudah siang. Bukankah itu mengerikan?

"Hei! Kenapa kau senyum-senyum begitu? Sudah mendapatkan jawabannya?" Ucapan Aisha yang sambil menepuk pundaknya berhasil membuyarkan lamunan Hauraa tentang Vero.

Yah, pria yang membahas prihal malam, siang, senja dan fajar itu adalah Vero, yang ternyata tak lain dan tak bukan adalah Zain.

"Kemarin-kemarin saja menangis, sekarang senyum-senyum." Ayra ikutan bersuara sambil terkekeh. Dia ikut senang melihat senyuman yang terpancar di wajah sahabatnya itu.

"Huaaa. Aku tidak ingin pisah dari kalian ... hikss." Kali ini Sella yang bersuara dengan suara cempreng andalannya, disertai dengan tangisnya yang pecah.

Hauraa, Aisha dan Ayra sontak menatap Sella. Dan benar saja, gadis yang terkenal cuek dan ratu tidur sekaligus ratu makan itu tengah menangis. Hal itu membuat ketiganya terkekeh.

"Aku pastikan, nanti saat perpisahan pasti kalian menangis histeris. Uh, cengeng!" Itu suara Aisha. Gadis itu sengaja mengulang kalimat yang sama dengan yang diucapkan Sella beberapa hari lalu. Hal itu membuat Sella menatap Aisha tajam.

Namun, bukannya takut, Aisha malah terkikik. Tatapan tajam dari Sella kali ini benar-benar lucu baginya. Siapa sangka yang akan menangis histeris adalah Sella.

Bukannya ketiga gadis itu tidak sedih. Tentu saja mereka sedih. Siapa yang tidak sedih kala akan terpisah dari sahabat? Hanya saja, mereka tak ingin menciptakan hari terakhir kebersamaan mereka menjadi hari tersuram.

Yah, mereka ingin menjadikan hari perpisahan ini menjadi hari termanis. Oleh sebab itu, ketiga gadis itu sepakat untuk tidak akan menangis. Ah, ralat! Bukan ketiga gadis itu, tetapi empat. Hanya saja, Sella tidak bisa menahan gejolak kesedihan dan bendungan air matanya.

------

Setelah acara perpisahan usai, mereka semua pun memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing. Menyiapkan segala barang milik mereka untuk dibawa pulang esok hari.

Setelah melawati satu malam yang terasa amat panjang, kini waktu subuh pun tiba. Mereka segera membersihkan diri dan mengambil wudhu. Lalu, mengenakan mukena untuk melansanakan salat subuh berjamaah di masjid pesantren Nurul Huda.

Detik, menit dan jam berlalu begitu cepat. Kini, waktu pun menunjukkan pukul 07:30 wib. Masih pagi memang. Akan tetapi, ada beberapa dari mereka yang sudah beranjak pergi menuju kampung halaman tercinta.

Berbeda dengan santriwati lain yang mulai beranjak pergi, kini Hauraa tengah berdiri di ambang pintu rumah ustazah yang selama satu tahun ini membimbingnya. Yah, Ustazah Layla.

"Silakan masuk, Hauraa!" ucap wanita itu. Hauraa pun tersenyum dan mengangguk patuh.

Baru saja Hauraa berjalan beberapa langkah, ia pun menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba. Bukan karena teringat sesuatu, melainkan tanpa disengaja matanya menangkap sosok pria yang membuatnya dilema selama ini, Zain.

"Duduklah! Saya akan mengambilkan air untukmu," ucap Layla sembari melangkah menuju dapur.

Hauraa pun melangkah menuju sofa dengan ragu, jantungnnya pun sudah berdetak dengan sangat cepat. Tidak ada pilihan lain selain duduk di sana. Tidak mungkin ia tetap berdiri sampai Layla kembali bukan?

"Assalamu'alaikum, Hauraa." Mendengar salam dari pria yang tengah duduk di sofa tepat di depannya, Hauraa pun refleks mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk.

"Wa-wa'alaikumsalam." Hauraa menjawab ragu dan terbata. Hal itu membuat pria tersebut tersenyum.

"Skanerio Allah benar-benar luar biasa. Senang bisa bertemu denganmu lagi, Hauraa."

Skanerio Tuhan memang sangat luar biasa, hingga membuat umat-Nya tidak dapat menebak alur yang telah ditentukan-Nya. Maka, tak jarang umat-Nya terluka dan kecewa ketika skanerio yang telah Ia tentukan tak sesuai harapan sang umat.

"Kenapa kau membohongiku?" tanya Hauraa pelan.

Tidak ada embel-embel ustaz yang ia katakan. Umur Zain memang jauh lebih tua beberapa tahun dari Hauraa, dan Hauraa pun tahu itu. Hanya saja, saat ini mereka tidak sedang berada di dalam kelas. Lagi pula, Hauraa juga sudah lulus. Bukannya tidak sopan memanggil guru muda yang satu itu tanpa embel-embel ustaz, hanya saja ia merasa risih akan embel-embel itu.

Dulu, dipertemuan mereka saat Hauraa masih di SMA luar, dengan sangat jelas Hauraa memanggil Zain tanpa embel-embel apapun. Lantas, sekarang dengan tiba-tiba ia memanggil dengan menambah embel-embel ustaz dikarenakan pria tersebut mengajar di pesantrennya. Bukankah itu terdengar aneh? Toh, Zain juga tak pernah mengajar di kelas Hauraa. Ah, terserah jika ada yang menyebut Hauraa tak sopan. Hauraa hanya melakukan hal yang membuatnya nyaman saja.

"Tentang apa aku berbohong padamu, Hauraa?" tanya Zain. "Tidak ada kebohongan apapun yang kucapkan padamu. Semua yang menyangkut tentangmu adalah kejujuran."

"Termasuk isi hatiku."

"Namamu!" sahut Hauraa cepat. "Kau telah membohongiku. Kau berbohong, Zain!" Zain terkekeh melihat raut wajah Hauraa yang terlihat sebal. Dapat Zain pastikan, gadis itu tengah kesal padanya.

"Vero atau Zain, mana yang benar? Kenapa kau tak jujur saja?" tanya Hauraa. "Kenapa kau membohongiku?" tanyanya lagi. Kali ini, suara Hauraa terdengar lebih lirih.

"Hauraa ...," panggil Zain. "Sekarang, biarkan aku yang bertanya padamu." Hauraa bergeming, ia masih sangat kesal kepada pria di depannya itu. Ia merasa dipermainkan selama ini.

Di pertemuan pertama kau mengenalnya dengan nama A, sedangkan di pertemuan kedua kau mengenalnya dengan nama B. Bukankah itu menyebalkan?

"Coba kau ingat! Apa pernah aku mengatakan bahwa namaku Vero?"

Deg!

Jantung Hauraa yang tadinya berdetak tak menentu, kini semakin cepat berdetak, seakan berlari. Sepersekian detik selanjutnya, ingatan Hauraa kembali berputar pada masa silam. Masa dimana ia masih mengenal Zain dengan nama 'Vero'.

Flashback on.

"Siapa namamu?"

Yang ditanya hanya terkekeh tanpa berniat menjawab. Sedangkan Haura masih diam menunggu jawaban dari pria di sampingnya. Namun, tak juga ada tanda-tanda bahwa pria itu akan membuka suara.

"Aku tahu kau tidak tuli. Jawablah!" Pria itu kembali terkekeh, membuat Hauraa geram. Apa yang lucu? Oke, jangan salahkan Hauraa jika ia menganggap pria tampan itu gila!

"Aku tanya sekali lagi, siapa namamu?" Hauraa berusaha untuk tetap sabar, padahal hatinya sudah teramat kesal pada pria di depannya itu. Bukan karena pertanyaannya kali ini tidak dijawab. Akan tetapi, sudah sejak seminggu yang lalu ia menanyakan pertanyaan yang sama. Namun, selalu saja dijawab dengan kekehan. Menyebalkan bukan?

"Senang."

Kali ini Hauraa kembali dibuat bingung dengan jawaban dari kata itu. Apa Hauraa salah dengar? Masa iya ada nama orang, Senang? Ayolah, otaknya menolak untuk percaya.

"Aku senang. Akhirnya hari ini kau banyak bicara juga, tidak seperti hari-hari biasanya," sambung pria itu sembari tersenyum manis.

Oh, ayolah. Bukan ini jawaban yang Hauraa inginkan. Ia hanya bertanya nama, tetapi kenapa harus dijawab demikian? Fix, otak pria tampan ini bermasalah!

Akan tetapi, perkataan pria itu juga tak dapat disangkal, yang dikatakannya benar. Sedari pertemuan pertamanya minggu lalu, Hauraa memang sangat jarang membuka suara.

Hauraa memutar bola matanya malas. "Aku bertanya namamu, bukan tentang suasana hatimu!"

"Tidak penting namaku siapa, yang terpenting kita saling kenal dan menyapa kala berjumpa." Pria itu tersenyum. "dan diam-diam saling mencinta," batinnya.

"Vero?" tanya Hauraa pelan, nyaris tak terdengar. Namun, dengan pendengaran tajamnya, pria itu masih bisa mendengarnya meski samar-samar.

"Vero?" Pria itu ikut bertanya.

Hauraa mengangguk. "Navero Erlangga," ucapnya sembari menunjuk deretan huruf yang terdapat di depan buku yang tengah pria itu pegang.

Refleks, pria itu pun mengikuti arah telunjuk Hauraa pada bukunya. Di bagian depan buku itu terdapat deretan huruf yang tertulis "Navero Erlangga". Sepersekian detik selanjutnya, pria itu pun menautkan kedua pangkal alis tebalnya, kemudian terkekeh. Jadi ini alasan gadis di depannya itu mengklaim namanya Vero? Oh, ayolah. Bolehkah ia tertawa saat ini?

"Baiklah! Mulai sekarang aku akan memanggilmu Vero. Ya, namamu Vero!" putus Haura tanpa menunggu persetujuan dari sang empu.

"Hei! It-"

"Tidak ada sanggahan! Pokoknya, di mataku namamu adalah Vero. Valid, no debat!" sanggah Hauraa memotong ucapan pria tersebut.

"Sekarang, katakan padaku! Bagian mana aku berbohong padamu, Ukhti Hauraa?" Zain tersenyum penuh pengejekan. Membuyarkan Hauraa dari lamunannya.

------

Yuhuu, apa ini?
Yaya gak tau apa yang Yaya tulis. Omg😀😭
Semoga suka, ya💙

Gak ada Charlina?
Ya emang gak ada. Yang bilang ada siapa? Kalian aja yang terlalu kangen dan berharap di part ini Charlina bakal nongol😝🤣


Haha. Charlina pasti bakal nongol kok. Tapi sekarang ya emang belum waktunya aja. Ntar pas Charlina nongol, dijamin kalian pasti bakal kaget😎
Loh, kok kaget? Ada kejutan?
Ya, iya dong😘 Kejutan besar, besar-besaran bangetttt🔥

Di part selanjutnya adalah jawaban Hauraa tentang perjodohan ini. Hayo ... tim terima atau tolak, nih?

Vomentnya jan lupa, ya 🐬

Sayang kalian semua😭💙

See you😘

11 Juli 2020

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

Who Am I? Par Irys

Roman d'amour

475K 45.2K 28
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...
1M 48.3K 38
Kalluna Ciara Hermawan memutuskan untuk pulang ke kampung Ibu nya dan meninggalkan hiruk pikuk gemerlap kota metropolitan yang sudah berteman dengan...
2.4M 266K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
230K 16.2K 28
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...