Arabella Transmigration [SELE...

By Im_Starla

4.5M 548K 51.4K

[PART MASIH LENGKAP] (STORY KE-1) Bella yang baru saja di pecat dari pekerjaannya, frustasi dan memilih perg... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Duabelas
Tigabelas
Empatbelas
Limabelas
Enambelas
TujuhBelas
DelapanBelas
SembilanBelas
DuaPuluh
DuaPuluhSatu
DuaPuluhDua
DuaPuluhaTiga
DuaPuluhEmpat
DuaPuluhLima
DuaPuluhEnam
DuaPuluhTujuh
DuaPuluhDelapan
DuaPuluhSembilan
TigaPuluh
TigaPuluhSatu
TigaPuluhDua
TigaPuluhTiga
TigaPuluhLima
TigaPuluhEnam
TigaPuluhTujuh
TigaPuluhDelapan
TigaPuluhSembilan
EmpatPuluh
EmpatPuluhSatu
EmpatPuluhDua
EmpatPuluhTiga
EmpatPuluhEmpat
EmpatPuluhLima
EmpatPuluhEnam
EmpatPuluhTujuh
EmpatPuluhDelapan
EmpatPuluhSembilan
Limapuluh
LimapuluhSatu
Ending<3
INFO SEQUEL:)
Vote Cover
OPEN PRE-ORDER
Epilog
Ayooo baca, info PO
GUYSSS!!!
Siap nabung buat PO KE-2!!
PO KE-2 di mulai🔥
Novel Arabella restok di Shoppe!

TigaPuluhEmpat

51.2K 7.1K 606
By Im_Starla

Hello I am Come back 🥳

Jangan lupa Vote dan komen yaa😺

Happy reading 🖤

Eveline menghela napas dan menatap ke arah langit yang mulai gelap dari jendela kamarnya. Gadis cantik itu memejamkan matanya, dan tanpa sadar air matanya mengalir. Eveline sangat merindukan Kakaknya---Arthur.

Jika saja, kejadian ini tidak menimpa Bella, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Mungkin, keluarganya tidak akan se-khawatir ini, mengingat jika nyawa Arthur menjadi taruhan. Eveline tidak menyalakan Bella dari apa yang menimpa Arthur, tapi Eveline menyalahkan takdir.

Mengapa takdir bisa sekejam ini, pada hubungan Kakaknya? Padahal, Eveline sangat ingin melihat Arthur bahagia, dan di saat Arthur mulai bahagia, akar masalah pun kian keluar seolah-olah tengah menyerang Arthur.

"Andai saja, aku mengetahui siapa dalang dari penculikan Kak Bella," gumam Eveline, menghela napas sejenak, "Apa aku menemui William saja? Siapa tahu dia mau memberitahukan siapa wanita yang bekerjasama dengannya?"

Eveline tampak menimang-nimang pemikirannya. Apa menemui William dan memaksa pria itu untuk memberitahu kebenarannya, atau mencari tahu sendiri?

Jujur saja, selama ini Eveline tidak diam saja. Gadis itu berusaha mengungkap siapa dalang dari pelakunya, namun selalu berakhir sia-sia. Menurut Eveline, pelakunya itu sangat pintar dalam menyembunyikan jejaknya, dan itu membuat Eveline sedikit kesusahan.

"Ck!" Eveline berdecak kesal, "Sebaiknya aku menemui William besok di perbatasan, semoga saja dia mau memberitahuku, siapa pelaku utamanya itu," monolog Eveline yang setelah itu langsung menepuk jidatnya sendiri.

"Bagaimana caranya aku menemuinya? Sedangkan dia adalah Raja, yang pasti sangat sibuk." Eveline menggaruk pelipisnya--- memikirkan cara bagaimana bisa menemui William. Walaupun ia pergi ke perbatasan seperti lalu, belum tentu juga ia bertemu dengannya.

"Ah, sebaiknya aku tidur saja, dan memikirkan bagaimana caranya bertemu dengan Raja gila itu." Eveline hendak beranjak dari depan jendela, namun tanpa sengaja netra biru langitnya menangkap sosok berjubah di balik semak-semak yang tidak jauh dari letak kamarnya.

Eveline menajamkan penglihatannya, karena sedikit gelap, membuat Eveline kesusahan menangkap wajahnya. Eveline berdecak dan menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup sejenak, di rasa aman dan tidak ada yang masuk, Eveline menyeringai dan keluar dari jendela. Untung saja, tidak ada pengawal yang berjaga di sini.

Dengan sedikit kesusahan karena gaunnya, akhirnya kaki Eveline bisa menapaki rumput. Kembali menatap sekitar---berjaga-jaga jika ada yang melihat, dan untungnya dewi kebaikan tengah berpihak kepadanya.

Eveline mulai melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju sosok berjubah hitam itu. Sosok itu belum menyadari kehadiran Eveline, karena posisinya sekarang yang tengah membelakangi Eveline.

Sudut bibir Eveline terangkat, dan menampilkan seringai puasnya. Eveline merobek sisi gaun bawahnya secara kasar, membuat gaun yang tadinya sepanjang mata kaki, kini tinggal sebatas paha. Sosok berjubah itu tersentak saat mendengar suara sobekan itu, ia hendak lari namun kalah cepat, karena dengan satu kali hentakan, Eveline melompat ke arah semak-semak itu dan menangkap.

"Siapa kau?" tanya Eveline tajam seraya memegang bagian belakang jubah sosok itu, yang Eveline yakini seorang pria---di lihat dari postur tubuhnya yang lebih tinggi dari Eveline.

Pria menghela napas dan berdecak pelan.

"SIAPA DI SANA?!"

"PRAJURIT, PERIKSA KEADAAN DI SANA!"

Suara hentakan kaki yang saling beradu, membuat Eveline membulatkan matanya. Eveline menoleh dan mendapati para Prajurit yang tengah berlari ke arahnya. Eveline merasa De Javu kejadian ini seperti pernah terjadi, tapi kapan?

"Sial!" Pria berjubah itu mengumpat pelan dan langsung membalikkan badannya. Dan tanpa aba-aba, Pria itu langsung menggendong Eveline ala bridal style membuat Eveline terlonjak kaget.

"Hei! Apa yang kau---" Ucapan Eveline terpotong dengan suara serak namun tegas pria itu.

"Diam!" Pria itu menatap Eveline tajam, dan itu membuat Eveline kembali membulatkan matanya saat melihat wajah Pria berjubah yang tengah menggendongnya itu.

"William?!" kaget Eveline.

Sumpah demi apa, pria yang ingin di temui-nya sekarang ada di hadapannya dengan jarak sedekat ini. Ekhem mungkin ini takdir.

William menyeringai saat menatap wajah Eveline yang masih terlihat shock namun sangat menggemaskan di mata William.

William menoleh ke belakang, para prajurit itu sudah tidak terlihat, namun suara hentakan kakinya masih terdengar, yang artinya mereka belum aman. Sebenarnya, yang tidak aman di sini William bukannya Eveline.

"Mengapa kau membawaku juga?" tanya Eveline yang tengah melingkarkan tangannya di leher William---agar tidak terjatuh.

William masih terus berlari dan mengabaikan Eveline yang bertanya, membuat Eveline berdecak kesal.

"Turunkan aku di sini, ini kerajaanku dan para prajurit itu tidak mungkin menangkapku!" titah Eveline yang lagi-lagi di abaikan oleh William.

Langkah William terhenti di depan tembok bagian barat Kerajaan, yang penjagaannya sedikit. William mengeratkan pelukannya pada Eveline--- agar gadis itu tidak terjatuh.

"Kalau kau takut, pejamkan matamu," ujar William pelan tanpa menatap Eveline.

"Maksudmu? Hei! Kau mau membawaku kemana?" tanya Eveline.

William mendengus dan menatap Eveline kesal. "Keluar. Aku sudah terlanjur membawamu, dari pada melepaskanmu begitu saja, lebih baik aku membawamu pergi juga," kata William tanpa beban.

Eveline menatap tidak suka, saat ingin membalas, William malah meniup matanya, membuat mata Eveline terpejam selama lima detik.

Brukh!

Eveline membuka matanya dan langsung menatap sekitar. Keningnya berkerut saat melihat hutan lebat yang ada di hadapannya.

"Kita telah keluar dari area Istana," kata William seolah menjawab kebingungan Eveline.

Eveline menatap William terkejut. "Bagiamana bisa?" tanya Eveline kaget.

William mengedikkan bahunya dan menurunkan Eveline dari gendongannya. Matanya menatap tajam ke arah gaun Eveline yang menampilkan paha putihnya, Eveline yang melihat itu langsung menutup pahanya dengan tangan, dan menatap William horor.

William berdecak dan melepaskan jubahnya, dan memakaikannya pada Eveline, membuat Eveline terdiam di tempat.

"Apa kau mau memamerkan paha-mu itu padaku?" tanya William.

Eveline yang sudah memakai jubah William, dan mendongak untuk menatap William. "Hei! Enak saja. Aku merobek gaunku agar mudah menangkapmu. Namun siapa sangka jika akhirnya begini. Aku yang seharusnya menangkapmu malah balik tertangkap," cerocos Eveline.

William tersenyum tipis dan menggandeng bahu Eveline, agar mengikutinya.

"Sudah terjadi. Sebaiknya kau ikut bersamaku ke suatu tempat," ujar William.

Eveline berdecak. "Kau mau membawaku kemana? Kau mau menculik ku ya?" Eveline menunjuk William curiga.

William mengangguk. "Stok pelayan di kerajaanku kian menipis. Itu sebabnya aku menculik mu untuk ku jadikan pelayan di Kerajaanku," balas William.

Eveline mendelik tidak suka dan mencubit pinggang William, membuat pria itu meringis dan melepaskan tangannya yang sedang merangkul bahu Eveline.

"Itu sakit," ujar William sembari mengusap pinggangnya.

Eveline mengedikkan bahunya dan menjulurkan lidahnya. "Itu balasannya jika kau mau menjadikanku pelayan," ujar Eveline.

William terkekeh pelan dan kembali merangkul bahu Eveline, dan anehnya Eveline tidak menolak dan malah membiarkannya.

"Kalau menjadikanmu sebagai Ratu-ku bagaimana?" tanya William spontan membuat langkah Eveline terhenti.

Deg!

Eveline mengerjapkan matanya, jantungnya berdegup kencang dan bisa Eveline rasakan jika wajahnya memanas, dan juga perutnya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan. Ada apa dengan dirinya?

William yang melihat respon Eveline, spontan tertawa terbahak-bahak membuat Eveline menatapnya aneh.

"Apa kau tersipu dengan ucapanku? Hahaha, baiklah. Dari responmu aku bisa menyimpulkan jika kau berharap menjadi Ratu-ku. Tapi maaf saja, aku tadi hanya bercanda, dan kau tau jika aku ingin Arabella yang menjadi Ratu-ku," ujar William di sela tertawanya. Eveline yang mendengar itu, merasa aneh pada dirinya. Rasanya seperti ada yang patah dan sakit di hatinya, tapi Eveline bingung dengan rasa itu.

William menatap Eveline. "Tapi kalau kau mau, kau bisa menjadi Selirku, bagiamana?" tanya William.

Eveline masih terdiam dengan perasaannya. William yang melihat itu, tersenyum tipis dan mengacak rambut Eveline pelan, kemudian berjalan kembali meninggalkan Eveline yang masih terdiam.

"Cepatlah, jangan hanya diam di situ seperti patung," kata William tanpa menoleh kebelakang.

*****

Beberapa hari kemudian.

Bella tengah merenung di dalam kamarnya. Perasaannya terasa berkecamuk, antara takut dan bahagia. Setelah sekian lama penantian, akhirnya Bulan Purnama terjadi, dan malam ini adalah akhir dari penentuan, antara kembali atau tidak.

Bella merasa takut, jika saat bulan purnama terjadi, Arthur tidak kembali. Bella tidak akan siap kehilangan Arthur, Bella sangat takut. Hubungan mereka belum terlalu lama, dan untuk saling meninggalkan, tidak pernah terbesit di pikiran mereka berdua.

Hanya takdir yang menjadi jalan dari hubungan mereka.

"Tenanglah Bella. Aku yakin, jika Yang Mulia Raja akan kembali." Emely mengusap bahu Bella---berusaha menenangkan Ratu-nya itu.

Bella balik menatap Emely dengan sorot sendu. "Aku takut Emely ... Aku takut jika Arthur tidak kembali." Suara Bella bergetar saat mengatakan itu.

Emely tersenyum. "Cobalah berpikir positif. Aku yakin, jika Raja akan kembali. Mana mungkin Raja akan meninggalkan Istrinya yang sangat cantik ini," kata Emely membuat wajah Bella merona.

Emely terkekeh. "Hilangkan rasa takutmu. Cobalah berpikir positif dan yakinkan dirimu, jika Raja Arthur---Suamimu akan kembali," ujar Emely lagi.

Bella mengangguk pelan dan langsung memeluk Emely. Emely tersenyum dan balas memeluk Bella. Emely tahu jika Bella sangat takut, jika Emely di posisi Bella, maka Emely akan merasakan hal yang sama.

"Terima kasih sudah menemaniku, dan selalu menguatkan ku," kata Bella.

Emely mengangguk. "Itulah peran seorang sahabat," ujar Emely, "Seharusnya aku yang berterima kasih padamu. Mengenal mu membuat hidupku bahagia, aku pernah berpikir aku terlahir hanya menjadi pelayan yang setia melayani majikannya. Namun denganmu, aku merasa lebih tinggi, karena kau mau bersahabat denganku," lirih Emely.

Bella tersenyum dan semakin mengeratkan pelukannya. "Aku sudah menganggap mu sebagai saudaraku, Emely," ujar Bella.

Saat berada di zaman ini, Bella merasa sangat bahagia. Bella merasakan yang namanya Keluarga, cinta dari seorang suami, dan juga kasih sayang dari seorang sahabat. Jika boleh memilih antara masa ini atau masa depan, maka Bella akan menjawab dengan lantang jika Bella memilih berada di masa ini. Namun, walaupun itu keinginan Bella, ia tidak bisa berbuat apa-apa jika takdir berkata lain.

"Terima kasih Bella. Aku berjanji akan selalu melindungimu, walaupun nyawaku yang menjadi taruhannya," kata Emely.

*****

Malam pun tiba. Seluruh anggota kerajaan berkumpul di depan gerbang Istana. Kimberley terus menggenggam tangan Bella dengan erat, seolah menyalurkan perasaan yang di rasakannya juga. Eveline berada di pelukan Cixander, suasana terasa menegangkan.

Zack, Derral dan Moriz berdiri di sebelah Bella. Ke tiga pria itu ikut merasa takut. Takut jika Arthur tidak kembali. Bulan Purnama telah bersinar terang di atas sana. Perasaan semuanya semakin tegang, hanya ada satu kalimat yang bersarang di pikiran mereka semua.

Mengapa Arthur belum kembali.

Bella menitihkan air mata, perasaan takut melanda dirinya. Bulan Purnama akan segera berakhir, dan tanda-tanda kehadiran Arthur belum juga muncul. Apa sisi Iblis Arthur tidak hilang?

"Ibu ... Mengapa dia belum kembali? Apa dia sudah nyaman di sana dan melupakan Istana ini?" Bella bertanya dengan suara bergetar.

Kimberley diam tidak menjawab. Wanita paruh baya itu hanya membawa Bella ke dalam pelukannya.

"Ibu ... Purnama akan segera berakhir, mengapa belum ada tanda-tanda kehadirannya? Mengapa Ibu? Hiks."

Suasana menjadi hening. Semua merasakan sesak saat melihat Bella yang merontak dengan air mata membanjiri.

"Ibu jawab aku! Mengapa Arthur belum kembali?" Kimberley memejamkan matanya dan semakin mengeratkan pelukannya, air matanya ikut meluruh saat melihat tidak ada tanda-tanda kehadiran Putranya.

Eveline membenamkan wajahnya di dada Sang Ayah, dan menangis dalam diam. "Ayah, Apa Kakak akan kembali?" tanya Eveline penuh harapan.

Cixander menunduk dan mengusap surai Eveline. "Kakakmu akan kembali, kita akan menunggunya," jawab Cixander.

Walaupun ia tidak tahu, apa Arthur akan kembali atau tidak.

Semua mendongak dan melihat ke arah langit, Purnama telah berakhir, dan sosok yang di tunggu tak kunjung muncul. Bella luruh ke tanah, air matanya mengalir deras, dadanya terasa sesak, dengan suara bergetar Bella berteriak,

"ARTHUR MENGAPA KAU TIDAK KEMBALI! MENGAPA KAU MENINGGALKAN KAMI! Hiks."

Semua yang menyaksikan, meneteskan air mata. Ini adalah akhir dari semuanya. Arthur tidak kembali, yang Artinya Arthur menjadi iblis dan menempati gua kegelapan untuk selamanya.

Eveline menangis di pelukan Cixander, sedangkan Zack diam mematung. Tidak! Mereka belum mau kehilangan Arthur. Bukan! Tidak akan pernah mau kehilangan Arthur. Dan untuk pertama kalinya, Zack meneteskan air mata. Tubuh Zack ikut jatuh ke tanah, Zack tidak bisa menerima ini.

Memang Arthur tidak mati, namun dengan menjadi iblis sama saja Arthur pergi. Karena Arthur tidak bisa kembali ke Kerajaan, dan mereka tidak bisa menemui Arthur.

"Merindukan ku, hmm?!"

TBC

Update 🥳

Yuhuuii^^ Satu kata untuk Part ini?

Dan Satu kata buat aku:v xixixi (Star mode gabut)

Salam dari aku <3

Star⭐

Continue Reading

You'll Also Like

286K 20.5K 23
Kanara menyadari dirinya memasuki dunia novel dan lebih parahnya lagi Kanara berperan sebagai selingkuhan teman protagonis pria yang berujung di camp...
667K 56.7K 27
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ _______ (𝘔𝘦𝘯𝘨𝘢𝘶𝘮 𝘥𝘪𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘭𝘢...
3.3M 269K 63
Lunaria dalam bahasa bunga memiliki arti kejujuran, ketulusan, dan juga kemakmuran. Seperti arti namanya, ia menjalani hidupnya penuh ketulusan hingg...
411K 24K 53
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...