Mr. Angkasa (18++)

By Chcovanilate

459K 15K 713

Angkasa terus saja memperhatikan Rana. Wajah gadis itu makin merah saat Angkasa berusaha makin masuk kedalam... More

Part 01. ohhh Shit
02. sekolah
3. Petaka Rumah Gemoy
4. dia kembali
5. Kemal Saga
06. Ga good looking
07. Sinta
08. Hy Geovano
09. sisi gelap
10. Hujan
11. Gosong
13.Hmmm
14.Dah lah males
15. Curhatan Geovano
16. baku hantam
17.dogy
18. Pahit
19.Hmmm
20. Jengjeng
21
22.hotel
23. ga tau mo kasih judul apa wkwk
24. gang sempit
25. Greco
26. Markas? done
27.Lalu siapa?
28. apa sih ege
29. anjay 29 part
30.
31. gali sumur
32. salah paham
33. jangan sentuh
34. ngundurin diri?
35. Kenapa ga ditembak sih?
36. Mampus
37. di tembak?
38. Geovano mau pindah gaes
39. good bye Geovano
40. Tamat
Angkasa season 2???
finally Angkasa S2

12. Brooot

10.3K 312 10
By Chcovanilate

"Iya papa ku cintaaa" Rana memutar bola matanya malas saat mendengar ocehan Aswan sang ayah dari balik telepon.

Sore ini ia tengah berada di sebuah supermarket yang baru buka. Tadi ia pulang cepat saat Glen bilang ada supermarket besar yang mengadakan diskon besar-besaran. Dengan celana jeans selutut dan kaos berwarna biru langit ia menjelajahi tiap inci bangunan besar ini, memburu bahan makanan yang sedang diskon.

Dengan ponsel yang melekat di telinganya ia mendorong trolley menyusuri tiap lorong sambil melihat-lihat produk yang berjejer di rak. Ia berhenti sejenak saat melihat  papan yang bertuliskan " Diskon 50%" lalu memasukan beberapa kaleng sarden.
"Hmmmm enakan yang merah apa yang ijo? " Tanya Rana pada papanya.

"Apa? ".

" Sarden"

"Yang murah aja, inget harus hemat. Keuangan lagi buruk cafe sepi terus"

Rana berdecih, sudah hapal prinsip sang ayah. 'Rasa No 2 Harga No 1' pelit banget kan?

"Itu artinya Rana yang harus turun tangan, sesekali ajak lah anakmu yang cantik ini ke sana. Siapa tau ada bule kecantol" Ia tertawa lalu mendorong kereta belanjaan yang sudah  penuh itu ke kasir.

"Engga boleh"papanya terdengar menyeruput minuman di sana " Temen papa genit semua, nanti ngeliat kamu bisa-bisa papa dapet vila"

"Hah?" Rana menyerahkan belanjaannya ke kasir dan petugas kasir segera mentotal belanjaan Rana.

"Temen papa di sini orang berduit semua, kalo ngeliat kamu bisa-bisa mereka naksir trus di sogok lah papa pake vila minimal yang di kawasan seminyak" Canda Aswan. Ya bukan itu alasan sebenarnya ia melarang betul Rana ke Bali sejak dulu, ia tak ingin putri kesayangannya melihat hidupnya yang keras di Bali. Ya walau sejak memiliki cafe sendiri ia tak pernah mengalami masalah keuangan lagi tapi ia tak ingin Rana sedih melihat ayahnya yang hidup kesepian di sini.

"Amin pa, cariin yang udah bau tanah. Nanti mati warisan bagi 2. Setuju? " Rana tertawa menanggapi candaan ayahnya membuat ayahnya menyunggingkan senyum di seberang sana.

"Total Rp. 413.000 mbak" Kata sang kasir memecah ke asikan Rana dengan ayahnya.

"Bentar pa, bayar dulu" Ia mengeluarkan beberapa lembar uangnya dari dalam saku. Matanya terbelak saat ia sadar ia hanya membawa 4 lembar seratus ribuan dan dua lembar lima ribuan. Parah uangnya kurang. Kemudian ia menoleh ke mbak kasir yang sudah usai memasukan belanjaan Rana ke kantong belanjaan besar.

Ia menggigit bibir bawahnya tak enak hati, "mbak uang saya kurang tiga ribu. Barangnya boleh di kurangin? " Sebenarnya ia malu.

Petugas kasir itu tersenyum lalu mengangguk. Tangannya menarik kembali tas besar yang penuh dengan barang belanjaan Rana.

"Tunggu, " Suara lembut mencegat kasir itu.

Ternyata seorang gadis dengan tinggi setara dengan Rana yang kebetulan mengantri tepat di belakang Rana pelakunya.

"Pake uang saya aja, " Ia tersenyum tulus. Lalu menyerahkan uang Rp. 20.000 dan dua botol air mineral. "Tolong, saya cepet-cepet" Ia menepis rambut yang sempat menghalangi pandangannya.

Wajah cantinya seketika memancarkan aura positif di tambah dengan atasan pink yang cocok dengan kulit putihnya dan jeans panjang yang menambah kesan elegan di kaki jenjangnya seketika membuat Rana kagum akan kecantikannya.

Rana tersenyum terharu lalu bertanya, sambil merangkul tas belanjaan yang berat itu.
"Lo tinggal di mana? Biar gue ganti duit lo bentar"

Gadis itu hanya tersenyum, "santai aja. " Lalu menepuk bahu Rana dan berjalan keluar saat transakainya selesai.

"Gilaaa tu cewek udah cakep baik lagi" Rana berdecak kagum.

"Kenapa Ran? " Ternyata ia belum mematikan panggilan dengan ayahnya.

"Ada manusia baik pah," Rana pun berjalan keluar sambil bercerita dengan ayahnya lewat telephon.

Kirana yang sudah di nanti oleh Geovano di mobil berjalan bergegas. Yaps gadis yang bayarin uang Rana yang kurang barusan adalah Kirana. Dan benar kali ini ia bersama Geovano.

Saat hendak membuka pintu mobil, pundak Kirana di tepuk oleh Seseorang. Saat berbalik, napas kirana seakan tercegat,detak jantungnya berpacu makin cepat karena yang menepuk punggungnya ternyata Angkasa yang masih memakai seragam sekolah. Raut wajahnya tak dapat di artikan wajah apa itu.

Melihat Angkasa yang berdiri di dekat Kirana Geovano keluar bermaksud memanasi Angkasa.

"Aku sempet nyariin kamu tadi di sekolah, tapi... " Ia langsung menyorot manik hitam Geovano dan tersenyum pedih.

"Angkasa, tadi di sekolah aku pulangnya telatan. Kalo ga percaya tanya Yusa, aku bareng Geovano karena Bagas yang nyuruh buat ke..... "

"Udah engga papa" Angkasa berusaha tersenyum. "Tapi mungkin hari ini... Hari terakhir aku ngeganggu kamu"

Botol air yang di pegang Kirana jatuh seketika. Geovano yang awalnya berdiri di sisi lain mobil mendekat. Tak sangka jika Angkasa menyerah begitu saja. Ia tak suka permainan kali ini, ia jauh-jauh pindah ke sini tapi hanya ini yang ia dapatkan? Tak ada perlawanan.

Semudah itu?  Ia kemudian memalingkan pandangannya ke Kirana. Ia terlihat memucat. Sedalam itu rasa yang Kirana miliki ke Angkasa? Rasa bersalah merasuki hati Geovano saat melihat raut wajah kirana yang kosong.

Anggkasa menghela napas kemudian mengusap rambut Kirana, "Makasih udah baik ke aku" Ia kemudian berlalu.

Tangan Kirana dengan cepat mencengkram lengan Angkasa. Dengan wajah sedih ia bertanya, "Kenapa kamu gini? Cuma salah paham kecil gini, kamu... " Suaranya bergetar menahan pedih hati. Sesaat kemudian bulir bening muncul di pelupuk mata indahnya dan menetes membasahi pipi.

Angkasa dengan sigap mengusap pipi Kirana, menghapus air matanya yang sempat menetes.

"Aku cuma ga mau kamu jadi mainan yang kami rebutin" Dengan senyum kesal ia menyoroti Geovano.

Kirana mengikuti arah pandangan Angkasa lalu seketika raut wajahnya berubah menjadi kesal dan kecewa.

"Maksudnya apa Angkasa? Kamu cuma nganggep aku mainan??? " Ia mencengkram seragam Angkasa dan membenamkan wajahnya di sana. Terlintas kata-kata Gildan yang yakin bahwa Angkasa tak akan melepaskan Kirana. Tapi apa? Ia benar-benar berubah.

Hari perlahan gelap.
Usai kejadian tadi Angkasa menelusuri jalanan tanpa arah, terlalu pengecut rasanya menyakiti gadis berhati lembut itu. Tapi menjadikan dia sebagai mainan yang harus di rebutkan berasama Geovano tentu lebih kejam. Terlebih lagi Geovano itu akrab dengan kakaknya, Bagas. Ia tentu dapat dengan licin masuk untuk memenangkan Kirana.

Ia berhenti ketika lampu lalu lintas berwarna merah. Perutnya berbunyi, lapar rasanya karena sejak tadi pagi ia sama sekali tak dapat makan karena memikirkan markas. Masalahnya pun bertambah saat ia tau orang tuanya bertengkar, belum lagi hubungannya dengan Kirana. Sebenarnya ia sudah pulang dari rumah keluarganya, tapi ibunya sudah tak ada di sana. Hanya ada beberapa asisten rumah tangga yang membereskan kekacauan.

Ia benar-benar tertekan kali ini.
Tak tau harus kemana.

Tanpa sengaja Angkasa melihat kesamping kanannya, ada seorang anak gadis berperawakan kurus tapi terlihat sangat girang duduk di atas motor tua. Ia memeluk erat laki-laki yang mungkin ayahnya dan melihat ke wajah wanita tua yang duduk menghapitnya.

"Buk habis dari rumah kak Nana, nanti bikinin telur dadar yaa" Katanya dengan senyum lebar.

Wanita itu mengangguk dan mengusap kepala gadis itu dengan gemas dan gadis itu kembali tersenyum memperlihatkan giginya yang ompong.

Angkasa ikut tersenyum melihatnya. Kemudian lampu hijau menyala dan ia melajukan motornya. Sejujurnya segelintir rasa iri merasuki hatinya, tak pernah dalam ingatannya ibunya memasak untuknya, ataupun ayah membonceng dia dan ibunya untuk menikmati waktu bersama. Setaunya ayah dan ibu akan bertemu ketika hari libur.

---***----

"Nih... " Rana menyerahkan kantong plastik pada gadis kecil yang berdiri di depan pintunya.

Clara menerimanya dengan antusias kemudian berlari ke arah ayahnya yang menunggu di motor. "Yeyyy ayah, makan ikan... Ga jadi makan telurrrr" Ia kegirangan.

Ibunya tersenyum penuh makna, "makasih ya neng, "

"Saya yang makasih, udah dari kemaren pengen makan ubi jalar tapi ga nemu-nemu. Untung ibuk bawain. Kalo enggak anak saya bisa ileran" Ia tertawa membuat wanita yang didepannya kaget.

"Neng? "

Sadar dengan raut kaget rana cepat-cepat menepis, "engga lah buk, canda doang"

Wanita itu tertawa, kemudian menepuk pundak Rana"Saya pulang dulu ya neng, makasih itunya"

Rana mengangguk, "makasih kembali. Salam buat pak Manto"

Wanita itu mengangguk lalu pergi.

Ya pak Manto adalah pencuri yang pernah Rana ceritakan pada Angkasa. Keluarga pak Manto kerab datang ke rumah Rana untuk membawakan sedikit makanan sebagai ucapan terimakasih atas kebaikan Rana.

Rana juga sering memberikan sesuatu untuk keluarga sederhana itu, seperti hari ini ia memberikan beberapa kaleng sarden dan beberapa ikat sayur untuk mereka. Rasanya senang bisa membantumembantu walau hanya dengan hal-hal kecil.

Ia masuk ke kamarnya, setelah datang dari supermarket ia meletakan belanjaannya dan menatanya di kulkas serta rak dapur. Lalu mandi dan saat selesai berpakaian keluarga pak Manto datang. Kini ia ingin melanjutkan aktifitasnya yang benar-benar kreatif yaitu rebahan.

Belum utuh badannya menyentuh ranjang tiba-tiba dari lantai bawah ada yang meneriaki namanya.

Ia menghentakkan kakinya kesal, lalu turun dengan langkah berat.

Ternyata di sofa sudah ada Glen si anak dongo dan dua gadis. Siapa lagi kalo bukan Gemoy dan Vino.  Seakan tuan rumah Glen berdiri " Silakan duduk, Anggap saja rumah sendiri"

Rana berdecih dan berhenti di pertengahan tangga, "ngapain? Ganggu aja malem-malem bertamu"

"Ya elah gue kangen ama sahabat gue yang atu ini, " Gemoy berujar dengan senyum gemas.

Vino hanya mengangguk tanpa mempalingkan wajahnya dari buku kecil, mungkin komik atau apalah.

"Jadi kalian yang ngajak curut ini kesini? " Rana pun kembali berjalan dan mengambil duduk di sebelah Glen.

Gemoy menggeleng cepat, "Gue ngajak dia barengan kesini?" Raut wajahnya enek saat menoleh ke Glen yang duduk di sofa dengan satu kaki di tekuk di atas sofa.

Glen mendesis tak peduli, is lebih memilih mencomot toples kue kering di atas meja.

Rana menggeleng heran sedangkan Vino tetap asik dengan dunianya sendiri.

"Baca apa Vin? " Rana menarik buku yang di pegang Vino.

Saat membaca sekilas ia kembali melemparlannya pada Vino yang sudah kesal bukunya di ambil paksa.
"Cerita romantis, memuakan"

Vino mengherdikan bahu tak peduli dan kembali membaca.

"Temen kita udah punya hobi baru. Semenjak dia deket sama..."

"Lembayung? " Rana menerka dengan tepat membuat Vino dan Gemoy membelakan matanya. Sedangkan Glen lebih memilih diam, karena tak paham dengan pembahasan mereka.

"Lo tau? " Tanya Gemoy mewakili perasaan Vino.

Rana mengangguk santai, walau sebenarnya sedikit perih saat menyebutkan nama orang yang pernah dekat dengannya itu.

Ia membuka mulutnya sebuah pertanda bahwa Glen harus menyuapi Rana dengan makanan yang Glen genggam, karena paham Glen pun melakukan apa yang di maksud Rana. "Lagi pula alasan dia dulu ngejauhin gue karena gue bukan tipenya, tipenya itu kaya lo Vin, dia sendiri yang bilang"

Gemoy mengangguk paham, legalah rasanya Rana tak marah jika Vino dekat dengan orang yang pernah Rana tangisi.

Berbeda dengan Gemoy, Vino jadi makin tak enak hati.

"Lo jadi pulang bareng Geovano? " Gemoy segera melemparkan tatapan menusuk ke arah Rana dan Glen yang asik ngemil.

Rana nampak sedikit bingung, "Pulang bareng? Kapan? "

"Tadi waktu di kantin dia ngajakin lo, dan lo mau. Ya kan vin? " Gemoy menyenggol Vino yang dari tadi diam tak enak hati. Vino terperanjat kaget lalu menganggui dan tersenyum canggung.

"Kantin??? Haaaa iyaaaaah" Rana baru ingat kalo ia bakalan pulang bareng, goblok banget sih dia. Kalo ia inget kan lumayan naik mobil mewah, tau gini dia kan ga bakalan nebeng Glen naik motor kena angin-angin jalanan.

Di lain tempat Gildan tengah mentraktir anak-anak BUMANTARA di sebuah warung makan. Jangan harap Gildan akan mentraktir mereka di restoran mewah kantong Gildan terlaku sempit untung mengeluarkan uang banyak. Mau mentraktir saja bagi anak BUMANTARA sudah suatu kejadian langka.

"Kira-kira siapa ya? " Tanya Aksa sambil meneguk es teh.

"Geovano mungkin" David mencoba menerka,siapa tau jawabannya benar dan dapat sesuatu.

"Bukan, Geovano cuma ngerebut pacar ga sampe adu fisik atau berurusan ke geng kita. " Kata Aksa, ya ia tau sedikit tentang Geovano melalui Andin dan ia merasa maklum jika Geovano tak menyukai dirinya karena Angkasa adalah orang yang Geovano benci, maklum masalalu mereka sedikit rumit hingga jadi seperti ini. Padahal mereka dulu sahabat karib.

"Gue yakin, pasti suruhannya Kemal Saga. Secara yang tau markas kan cuma mereka" Kata Yusa dengan penuh keyakinan. Ia mengambil kerupuk dan memakannya dengan semangat.

Bayung hanya mengamati perbincangan mereka berusaha mencari fakta sebanyak-banyaknya.

"Ga mungkin dua tengil itu, lagi pula waktu kita bawa ke markas... Eh kita ga tutup matanya kan ya? " Danis yang awalnya santai mendadak heboh. Ia meletakan sendoknya dan mengacak rambutnya. Mereka dalam bahaya.

"Mati kita" Timpal Alex yang tadi hanya menyimak.

"Kalo Angkasa tau, wah wafat kita"
Tabah Yusa dengan wajah prustasi saat selesai memakan kerupuk.

"Yaudah, lo cari mereka berdua. Bawa kerumah Angkasa biar gue urus" Perintah Bayung pada Aksa dan Danis.

"Ehhh Ngomong-ngomong Angkasa kemana? Kok kaya kebelet gitu tadi" Tanya Yusa pada Gildan.

Gildan yang fokus makan hanya mengherdikan bahu karena sedikit tak suka saat lapar di ajak bicara, "Mungkin kepentingan OSIS. Makan cepet jangan bacot"

"Braaaaak" Suara gebrakan meja mengagetkan semua pelanggan warteg itu.

Termasuk anak BUMANTARA langsung menoleh ke sumber suara. Ternyata sosok pria tinggi  beraut geram memandangi mereka semua. Yusa yang makan kerupuk berhenti sejenak, Alex yang sedang ngupil pun membatalkan niatnya. Tapi hanya Danis yang tak bisa menghentikan aktifitasnya.
"Broooooot" Kentut Danis di tengah keheningan membuat Aksa refleks menyiramnya dengan es teh.

"Kenapa nih? " Gildan Berdiri menghadap pria itu, ia paling tak suka makannya di ganggu.

"Mana Angkasa? " Iya bertanya dengan nada tinggi menahan emosi. Wajahnya memerah dan seketika ia mencengkram kerah baju Gildan dan mengangkatnya.

Gildan menepis tangan pria itu dengan sekali hempasan hingga tangannya terhempas. Pria itu meringis sakit, karena kesal ia hendak melayankan tinju, Aksa melompat dari duduknya  dan menendang pria itu hingga tersungkur kebelakang. Tubuhnya menghantam meja pelanggan paling depan. Membuat semua pelanggan wanita kaget lalu berhamburan kesana-sini dan seketika suasana menegang.

Kini giliran Yusa, ia bangkit lalu menyeret pria itu ke trotoar dan menghantamnya habis-habisan. Sadar jiwa brutal Yusa keluar, Danis segera melerainya dan memisahkan mereka di bantu anak BUMANTARA yang lainnya. Bayung hanya duduk menyimak tak mau ikut campur urusan mereka. Alex yang baru selesai mengupil pun bangkit dari duduk ia mengambil baskom air yang ia lihat di dekat Washtafel yang pastinya air comberan dan menyiram pria itu tak berhenti sampai di sana ia pun menempelkan kotoran hidungnya yang ia simpan di saku tadi tepat di pipi pria yang sudah tak berdaya itu.

"Udah cukup, jangan ketularan kaya Angkasa deh" Bentak Gildan membuat mereka semua berhenti.

"Liat yang kalian buat, mereka ga jadi makan. Warteg kacau" Gildan menunjuk warung itu yang sudah berantakan dan beberapa pelanggan sembunyi di pojokan.

Hanya Bayung yang tetap duduk di tempatnya sambil mengunyah makanannya.

"Lo ga papa? " Gildan mengulurkan tanggannya pada cowok yang udah tak berdaya itu.

Pria itu menepis uluran tangan Gildan membuat anak-anak BUMANTARA berdecih kesal, Yusa melangkahkan kakinya lalu meludahi wajah pria itu.

Yaah meskpin anak BUMANTARA kebanyakan dongo, tapi kalo masalah baku hantam jangan ditanya. Apalagi kalau yang berurusan dengan nama Geng mereka, teman, dan orang-orang terdekat mereka tak pernah pandang bulu. Itu sebabnya tak ada yang brani cari masalah ke BUMANTARA karena sikap solid mereka.

"Dia siapa? " Bisik Alex pada David.

David mengherdikan bahu, "Ga kenal"

Gildan merasa wajah pria itu tak begitu asing, tapi siapa? Mengapa ia menanyakan keberadaan Angkasa? Ada masalah apa lagi ini???

_***___

:')





Continue Reading

You'll Also Like

516K 23.2K 34
Follow dulu untuk membaca. Beberapa part di private. Menikah dengan pria karena keinginan ayahnya, dan aku harus meninggalkan pria yang kucintai, saa...
636 157 40
Gw adalah ayrletta claras anandra aduh maaf ga sengaja "Ayrlet tidak sengaja menabrak orang tersebut, dan pergi begitu saja meninggalkan orang yang...
6.2M 25.2K 3
Dewasa21+ "Gak usah pura-pura tersiksa. Gue tau cewek kayak lo gimana. Sekarang bilang berapa harga tubuh lo satu malam? Gue bakal bayar berapapun it...
990K 23.1K 49
Cerita kali ini mengkisahkan tentang Alvaro dan Aletta, sekelas selama tiga tahun tak berarti menumbuhkan interaksi serta kedekatan diantara keduanya...