My Stupid Brothers โœ”

By hinamorihika_

518K 72.5K 16.9K

Terkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam... More

0. Tujuh Anak Setan
1. Mau Ikut Pergi
2. Bertdey Surprais
3. Bertdey Surprais (2)
4. Chaos
5. Sisi Lain Jaemin
6. Nana Lagi, Nana Terus
7. Adhyaska dan Adhynata
8. Nana Sakit? OMG!
9. Arena
10. Dibalik Topeng
11. Saga and Their Own Friends
12. Meet Grandpa
13. The Truth Untold
14. Nobody Normal
16. Satu Persatu
17. The Fact?
18. Be Careful!
19. Who Are You?
20. Hospital
21. Sebuah Petunjuk
22. Saga vs Pradipta
23. Turn Back Time
24. Saga's New Member
25. The Day When She Knows
26. Haechan and His Nana
27. Laut dan Langit Sore
28. Mencoba Memperbaiki
29. Tentang Fakta
30. Terkuak
31. Keributan Saga
32. Adrian Jisung Saga
33. A Dark Night
34. Everything Gonna be Okay?
35. Baikan
36. Finally!
37. Menutup Lembar Terakhir
Epilogue : Final (A ver)
Epilogue : Final (B ver)

15. Mahasiswa Baru

14.6K 1.9K 1.3K
By hinamorihika_

"Gila gila, ga kerasa sekarang kita udah jadi maba."

Jaemin memutar bola matanya malas, tidak peduli Haechan terus mengoceh tentang betapa semangatnya ia menjadi mahasiswa baru. Tangan Jaemin sibuk menumis cumi sebagai sarapan untuk keenam saudara laknatnya, mengabaikan kerusuhan yang terjadi di meja makan.

"Biasalah, semangat maba. Coba ntar kalo udah semester tiga ke atas, sambat mulu tiap hari." Nyinyir Mark sembari mengaduk kopi untuk dirinya sendiri. Mark memang sudah berada di semester tujuh dan mulai stress untuk pengajuan proposal skripsi. Baru judul saja sudah ditolak terus oleh dosen pembimbingnya.

Si kembar Jeno dan Renjun yang baru menginjak semester tiga sih masih santai tanpa beban. Tidak tahu nanti.

"Yah Abaaaanggg," Haechan memukul lengan kakak pertamanya dengan kesal. "Jangan mematahkan semangat maba dong!"

"Dikira jadi mahasiswa enak kali ya." Gumam Renjun malas.

"Belom aja dikasih tugas sama dosen kaya helaan napas." Tambah Jeno.

Haechan mencibir. "Gaya banget lo berdua, ngerjain tugas aja enggak."

Jaemin menata piring dibantu Jisung yang tumben hari ini menjadi anak baik. Biasanya kalau begini sih ada maunya, makanya Yang Mulia Penguasa Rumah harus dibaik-baikin dulu biar dibolehin.

Kok ada Jaemin? Katanya mau kuliah di UGM??

Salahkan Haechan yang terlanjur mendaftarkan Jaemin di kampus yang sama dengannya dan tiga kakak mereka. Salahkan si kembar bungsu yang punya kemampuan merengek dan menyerang Jaemin dengan kelucuan mereka. Salahkan Mark dengan dramanya yang tidak pernah selesai. Salahkan si kembar laknat yang mengerahkan kemampuan berandal mereka untuk membuat Jaemin tidak bisa meninggalkan mereka. Pokoknya salahkan semua anak Saga!

Jadilah Jaemin resmi menjadi mahasiswa kedokteran di universitas swasta terkenal di Tangerang. Yang UKT per-semester bisa membeli mobil baru.

Sudah sudah, rakyat jelata seperti kita can't relate.

"Jangan berantem mulu, cepet ambil nasi trus sarapan!" Titah Jaemin mutlak, membuat enam pemuda lainnya langsung mengikuti perintah Baginda.

Jaemin mendudukan diri di tengah Jeno dan Chenle, mulai mengambil setengah centong nasi dan dua sendok cumi. Jeno yang melihatnya mengernyit tidak suka.

"Lo makan apa ngemil doang?"

Jaemin menyendok nasinya dengan malas. "Gue mau diet."

Sontak denting sendok yang beradu dengan piring segera berhenti dan enam pasang mata mengarah pada Jaemin.

"Lo? Mau? Diet?" Jeno mengangkat satu tangan Jaemin dan menggoyang-goyangkannya dengan brutal. "Lo udah kurus begini anjrit, apanya yang mau lo dietin? Lambung?"

"Kak Na gausah ngadi-ngadi," Chenle memutar bola mata. "Badan udah tulang semua ngapain masih pake acara diet."

Mark mengangguk. "Mending lo diet dosa aja."

Haechan yang duduk tepat di seberang Jaemin, segera berdiri dan menyendok dua centong penuh ke piring sang kembaran, tak lupa menuang banyak cumi dan sapo tahu ke atas nasi. "Makan sampe abis, jangan berani ninggalin meja makan sebelum piring lo kosong."

Jaemin mengerucutkan bibir, menusuk-nusuk nasi dengan kesal hingga suara sendok yang beradu dengan piring terdengar keras.

Renjun mengangkat sebelah alis. "Pantes lo semalem cuma makan buah."

Jisung disebelahnya mengernyit. "Emang kenyang? Gue aja kadang-kadang tengah malem laper lagi padahal udah makan malem."

Si kembar bungsu memutuskan untuk mengubah nama panggilan sendiri ketika naik kelas dua. Yang awalnya 'Lele' dan 'Adek', sekarang sudah berani menyebut diri sendiri dengan 'gue' dan memanggil kakak-kakaknya dengan 'lo'. Bocah sok gede emang.

Pengecualian terhadap kakak tersayang alias Adhynata Jaemin. Masih menyebut diri sendiri dengan Lele dan Adek karena masih pengen dimanja-manja dan jadi adik kecilnya Kak Na tercinta.

"Iya, terus gue jadi korbannya!" Gerutu Chenle sebal. "Bangunin tengah malem cuma minta dibikinin indomie."

Jaemin mengalihkan pandangannya dari nasi. "Kok Adek enggak bilang Kak Na? Harusnya ketok aja pintu kamarnya, biar Kak Na yang bikinin."

Jisung melirik Haechan dengan malas, kemudian melengos. "Takut diterkam beruang liar."

Bermenit-menit berlalu. Enam anak Saga sudah menyelesaikan sarapan mereka dan bersiap memulai aktivitas, meninggalkan Jaemin yang masih mengaduk-aduk nasinya dengan bosan. Bahkan jika ditilik, nasi dan lauknya bahkan tidak berkurang lebih dari seperempat.

"Ck, ayo Na nanti telat!" Decak Haechan sambil mengecek jam tangannya berkali-kali. Kebetulan kelas pertama mereka memiliki jam masuk yang berbeda tipis, jadi lebih baik berangkat bersama. "Hari pertama masuk masa' mau telat?!"

Berhubung Haechan dan Jaemin sudah kuliah, jadi mereka memutuskan untuk membawa mobil sendiri-sendiri karena berbeda fakultas. Sementara Chenle dan Jisung menggunakan supir sampai salah satu diantara mereka mendapat SIM.

Jaemin mendongak, wajahnya terlihat malas. "Kan lo sendiri yang bilang jangan ninggalin meja makan sebelum piring gue kosong?" Kemudian memperlihatkan piring yang masih penuh. "Ini masih banyak. Ya lo tungguin aja."

Haechan mengerang kesal. Dengan kasar ia menjauhkan piring Jaemin dan menyodorkan gelas berisi air putih. "Nunggu lo kelar makan mah keburu Lele sama Adek jadi sarjana! Dah nih buruan minum abis itu berangkat. Tapi nanti siang gue jejelin lo makanan lagi!"

Jaemin meminum air putihnya sembari tersenyum kemenangan.

"Lagian lo kenapa jadi susah makan lagi sih? Waktu masuk SMA porsi makan lo udah normal lho." Punggung tangan Haechan menempel pada kening Jaemin. "Enggak sakit kan?"

Jaemin menggeleng sembari meletakkan gelas minumnya. "Gue lagi bosen aja liat bentuk nasi."

"Tapi semalem gue denger lo muntah-muntah," mata Haechan memicing tajam. "Jangan bohong sama gue, Adhynata."

"Salah denger kali lo."

Haechan mengernyit. "Gue beneran denger lo muntah semalem. Dan sekarang lo susah makan." Haechan bersedekap. "Lo... Lo enggak..." Haechan menggigit bibir bawahnya dengan ragu. "Lo enggak hamil kan?"

Hening. Lalu suara Mark terdengar menggelegar tak lama kemudian.

"SIAPA YANG HAMIL???!" diikuti langkah lari yang rusuh. Mark kembali ke ruang makan dengan wajah terkejut. "SIAPA?! GUE BELUM SIAP PUNYA KEPONAKAN!"

Jaemin memijit ujung hidungnya dengan frustasi.

"Nana, Bang." Haechan menoleh pada kakak pertamanya dengan wajah memelas. "Kita bakal punya keponakan sembilan bulan lagi."

"HAH?!" Mark menjatuhkan tubuhnya ke lantai dengan dramatis, bertumpu dengan dua lutut dan tangan terangkat guna mengacak rambut. "Kenyataan macam apa ini??"

Secara bersamaan, Jeno dan Renjun menuruni tangga dan mengernyit saat melihat kakak mereka berlutut di lantai dengan frustasi. "Lo ngapain Bang? Belajar jadi pengemis?" Tanya Renjun heran.

Mark menoleh, kemudian memasang wajah sesedih mungkin. "Bentar lagi kita bakal punya keponakan."

"HAH?!"

"Nana..." Telunjuk Mark menunjuk Jaemin yang menonton drama didepannya dengan anteng. "Nana kita hamil."

Jaemin kira Jeno dan Renjun akan lebih waras, tapi nyatanya—

Renjun memegang dadanya dengan ekspresi terkejut bahkan sampai mundur beberapa langkah, juga Jeno yang menganga tak percaya dan ikut menjatuhkan diri di sebelah Mark lalu berteriak frustasi. "ARRGGHHH! TIDAAAK!!!"

—sama gilanya.

"Siapa yang hamilin lo Na? Jawab pertanyaan Mas!" Renjun menggeram marah. "Biar gue lindas pake mobil kesayangan gue sampe ga berbentuk!"

"Cepet kasih kita identitasnya, biar bisa langsung gue beresin malam ini juga." Desak Jeno.

"Apa perlu Abang bunuh bapak dari bayi itu, Na?" Mark bertanya sembari menyeka air mata imajiner dari sudut mata. "Apa harus begitu, IYA?!"

YA TUHAN TOLONG JAEMIN.

Suara langkah kaki Chenle dan Jisung yang berlari mendekat membuat Jaemin semakin pusing tak karuan. Pasti dua bontot ini akan menambah drama Senin pagi.

"KAK NA HAMIIILLL???" Chenle menatap tak percaya sembari menutup mulutnya, sementara Jisung sudah tersedu-sedu tidak terima. "LELE GAMAU PUNYA KEPONAKAN! NANTI GA DISAYANG SAMA KAK NA LAGIIII!"

"Huweeeeee!" Jisung memeluk Renjun dengan sedih. "Adek belom puas jadi anak bontot, huhuhuhu!"

"Gugurin aja!" Sentak Haechan tiba-tiba. "Anak itu gapunya hak sama sekali atas Saga karna tercipta di luar nikah. Apalagi bapaknya gamau tanggung jawab kan? Daripada masa depan anak lo gajelas, mending gugurin dari sekarang mumpung belum terbentuk."

Jisung melepas pelukannya dan menggeleng tidak setuju. "Walaupun gue gasuka kalo posisi bontot bakal kegeser, tapi gue ga setuju kalo janinnya digugurin. Kasian dia ga salah apa-apa! Dosa juga kan."

Renjun mengangguk. "Bener kata Haechan, gugurin aja. Dosa ditanggung belakangan." kemudian matanya melirik Jeno.

Haechan mendadak ikut berlutut dengan tangan menumpu pada paha Jaemin. "Maafin gue Na, mungkin ini salah gue yang enggak becus ngejaga lo. Padahal sebagai kembaran, udah wajib hukumnya bagi gue buat ngelindungin lo dari hal-hal yang cenderung berbahaya dan merusak masa depan lo. Gue udah gagal kali ini, maafin gue Na. Hiks!"

Tanda tangan pengeluaran diri dari KK ada di sebelah mana sih?

"Anak-anak setan," Jaemin mengambil napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan, berulang-ulang. "Lo inget ga sih gender gue?"

Hening.

"GUE MASIH LAKI TULEN, BANGSAAATT!!! GUE YANG MEMBUAHI, BUKAN DIBUAHI! GUE MASIH PUNYA BATANG, PERLU GUE TUNJUKIN IN CASE KALO KALIAN LUPA??? JANGAN RAGUKAN KECEBONG GUE ANJIIINNGG, GUE MASIH BISA NGEHAMILIN CEWEK!"

Jaemin menghela napas panjang, berusaha menetralkan emosi. "Kasian kecebong gue insecure karena krisis identitas."

Mungkin karena terlalu sering menggantikan peran ibu, anak-anak Saga ini melupakan gender asli dari Adhynata Jaemin.

••••

"Sodara-sodara lo emang gobloknya gaada obat."

Hyunjin tertawa puas mendengar cerita Jaemin, sementara yang bercerita malah bersungut-sungut sebal. Keduanya sedang melangkah bersama menuju kelas selanjutnya, sesekali menyapa senior dengan sopan.

Yep. Hyunjin, Yeji, Felix, dan Ryujin memutuskan mengikuti Jaemin ke universitas yang sama, hanya saja berbeda fakultas. Hyunjin yang sejak SMA bercita-cita menjadi dokter spesialis onkologi, tentu dengan senang hati menjadi ekor Jaemin selama lima tahun kedepan.

"Mereka tuh lupa kalo gue masih laki." Jaemin masih belum berhenti menggerutu sejak sepuluh menit lalu. "Gila kali ya ganteng begini dikira hamil."

Hyunjin menyeka sudut matanya yang berair karena terlalu banyak tertawa. "Emang sodara kembar tuh random banget, asli! Fisqa juga sama kelakuannya kaya setan. Pernah waktu itu abis pulang balapan, kita mendadak pengen banget bakmie Pasmod kan. Eh ngantri panjang banget tuh. Mungkin karna udah nunggu sejam tapi belum dapet juga, si Fisqa akhirnya berdiri di atas kursi trus teriak ke abangnya kalo tokonya bakal dia beli sekalian sama harga diri penjualnya! Lo paham ga sih seberapa malunya gue punya kembaran model kaya gitu, apalagi diliatin pengunjung lain? Lo tau kan seberapa ramenya Pasmod kalo malem minggu?????"

Sekarang ganti Jaemin yang ketawa ngakak atas penderitaan Hyunjin.

"Mending kita jodohin aja ga sih Aska sama Fisqa?" Tanya Hyunjin sembari memegang dagu, pose berpikir. "Sama-sama gajelas, hobinya ngancem orang, trus akhir nama juga sama."

"Dan posesif." Tambah Jaemin. "Boleh tuh. Si Echan kayanya jomblo juga, udah ga laku menjajakan diri kali."

"Si Fisqa juga udah sepi pelanggan kayanya. Dia kan open BO."

Setelah sampai di kelas dan memilih bangku belakang, keduanya lanjut mengobrol. Kelas masih sepi karena matkul selanjutnya dimulai setengah jam lagi dan maba lain memilih berkeliling untuk mengenali lingkungan kampus. Tapi dua manusia ini terlalu malas mengeluarkan energi jadi memilih langsung ke kelas dan ghibah.

"Lo masih sering balapan?" Tanya Jaemin sembari menyedot jus kotak yang dibawakan oleh Haechan.

"Masih lah, namanya juga masa muda." Hyunjin menaikturunkan sebelah alisnya. "Lo kapan-kapan harus ikut sih. Gausah turun, nonton aja dari tribun. Ngeliatin gue sama sodara lo balapan."

"Males ah. Kalo tabrakan trus mati kan nanti gue harus jadi saksi mata."

"Sianjing," Hyunjin mendengus. "Eh tapi sampe kapan anak itu lo perbudak? Kasian anjir."

Baru Jaemin akan membuka mulut, tapi pesan masuk di ponselnya membuat pemuda itu kembali mengatupkan bibir. Setelah membacanya sesaat, manik mata Jaemin melirik pada Hyunjin yang tengah menggigit pulpen.

"Eh Fis, mau ikut ke rumah sakit gue ga?" Jaemin tersenyum tipis.

Hyunjin membola. "Gila, beneran rumah sakit itu jadi atas nama lo?!"

"Yaiyalah anjir, Grandpa tuh terlalu sayang sama gue makanya semua yang gue minta pasti diturutin." Ujarnya santai. "Grandpa udah beres ngalihin rumah sakit atas nama gue."

"Ikut lah anjir, mau pamer nih kalo temen gue pemiliknya." Hyunjin geleng-geleng kepala. "Eh kalo lo mau jual beberapa persen saham gitu, siap nampung nih gue." Hyunjin cengengesan.

"Mulus banget ya rencana lo, mentang-mentang calon dokter."

"Ya harus lah, demi masa depan." Hyunjin terdiam sesaat, kemudian berdeham. "Btw sodara lo udah tau?"

"Nope. Gue minta Grandpa diem-diem aja biar pada ga cemburu karna gue dapet duluan."

Senyum miring terulas di bibir Hyunjin "Bullshit."

Jaemin meregangkan sedikit badannya, kemudian bersandar pada kursi. Mahasiswa lain mulai datang satu persatu, sesekali menyapa kedua anak adam itu dan mengajak berkenalan.

"Abis ini langsung ke rumah sakit?" Tanya Hyunjin. "Trus Aska?"

"Telpon Alin, suruh sepupunya gerak." Jaemin menjawab sembari mulai menyalakan MacBook. "Biar kita ga diikutin."

Hyunjin mengeluarkan ponsel dan mulai menghubungi Guanlin, teman sepermainannya di arena. Sementara Jaemin menyempatkan diri membuka mobile banking dan mentransfer sejumlah uang dalam nominal yang tidak sedikit.






beban hidup

Udh gue tf |
Nanti gue nyusul ke rs|
Dan jangan pernah lo sebut nama gue ataupun keluarga saga lainnya disana|
Paham?|

|ya
|thanks ta
|btw gue ga sengaja ngeliat jeno sama jisung di supermarket

Lo paham harus apa kan?|

|sangat paham, tenang aja
|mereka ga liat gue kok
|gue pake masker sm topi

Good|
Jadi anak baik selama lo masih butuh gue|
Inget|
Lo yang butuh gue|
Bukan gue yang butuh lo|







Jaemin menutup ponselnya dan menoleh pada Hyunjin yang selesai menelepon Guanlin.

"Aman."

••••

Jaemin berlari ke kamar mandi dan langsung memuntahkan isi perutnya di kloset. Makan siang hari ini keluar semua beserta jus kotak yang ia minum di kelas. Jaemin menunggu beberapa saat sebelum sesuatu merambat naik ke tenggorokan dan membuat pemuda itu muntah untuk yang kedua kalinya.

Jaemin merasakan sebuah tangan besar memijit tengkuknya perlahan. Merasa lebih baik, Jaemin menyalakan flush dan membersihkan sisa menjijikkan di sekitar mulutnya dengan air wastafel.

"Mau gue panggilin dokter?"

Jaemin menggeleng dan berbalik, lantas menyandarkan tubuh lelahnya pada tubuh bidang sang kakak. Lengan kekar Jeno melingkar di punggung sang adik dan menariknya keluar dari kamar mandi dengan pelan-pelan. Apalagi dengan posisi Jaemin yang bergelayut seperti ini agak menyusahkan Jeno untuk berjalan.

Jeno memberi kode pada Mbok Ati untuk membawakan teh hangat dan obat, sementara ia sendiri menuntun Jaemin hati-hati ke kamar. Wajah sang adik terlihat pucat dan jujur membuat Jeno khawatir.

Jaemin berbaring di kasur dengan tak nyaman. Jeno sendiri membuka lemari dan menarik satu kaus yang sekiranya nyaman digunakan karena adiknya masih kotor sepulang kuliah. Anak itu langsung berlari dari garasi ke kamar mandi untuk muntah, bahkan sepatu saja belum dilepas.

Jeno sebenarnya agak heran kenapa Jaemin malah pulang menyetir sendiri, padahal berangkat dengan Haechan. Sekarang Haechan malah tidak jelas penampakannya dimana. Jeno jelas agak marah, karena kondisi Jaemin cukup berbahaya untuk dibiarkan menyetir sendiri. Masih beruntung Jaemin sampai di rumah dengan selamat.

"Ganti baju dulu." Jeno meletakkan kaus di sebelah Jaemin dan duduk di ujung kasur. Tangannya cekatan membuka sepatu sang adik dan meletakkannya di sudut kamar, karena ia tahu Jaemin paling benci berantakan.

"Hng." Jaemin hanya bergumam tidak jelas. Jeno keluar kamar dan tak lama kembali lagi dengan termometer di tangan.  Anak ketiga Saga itu berdecak saat suhu di termometer menunjuk angka 37,9.

Setelah memastikan Jaemin berganti baju meski ogah-ogahan, Jeno menelepon Haechan dengan wajah datar sembari satu tangan mengusap rambut Jaemin yang lepek karena keringat dingin.

"Halo Mas?"

"Lo dimana?" Tanya Jeno to the point.

"Gue lagi sama temen-temen. Tumben nanyain?"

"Adek kembar lo sakit dan bisa-bisanya lo pergi main? Ngebiarin dia nyetir sendiri ke rumah? Lo waras?" Meski Jeno tidak menaikkan nadanya dan terdengar konstan datar, tetapi tekanan yang ia beri di setiap kata cukup mengantarkan pesan bahwa Jeno marah.

Jeno tidak mendengar jawaban melainkan grasak-grusuk yang cukup berisik, lalu perkataan Haechan yang menyuruh Sunwoo untuk mengantarnya pulang.

"Nana sakit apa? Parah ga? Udah lo panggil dokter?"

"Lo liat aja sendiri di rumah." Kemudian mematikan telepon secara sepihak.

Jaemin membuka matanya dan menepuk pelan tangan Jeno yang mengusap rambutnya. "Mas, Echan jangan dimarahin." ujarnya dengan suara serak.

"Na, Echan tuh ceroboh. Seharusnya sebagai saudara kembar, dia bisa ngerasain kalo lo lagi nggak baik-baik aja. Lah sekarang dia lagi main sama temen-temennya, sedangkan lo nyetir sendiri dengan kondisi kaya gini. Kalo amit-amit lo pingsan di tengah jalan gimana?"

Jaemin terkekeh kecil mendengar omelan Jeno. Jeno itu tipikal kalem dan punya stok sabar lumayan banyak, tapi sekalinya marah seramnya luar biasa. Selama ini Jaemin belum pernah melihat Jeno marah dan tidak ada keinginan baginya membuat kakak ketiganya itu marah. Mendengar Jeno mengomel saja sudah cukup menakutkan. Beda dengan Renjun yang kalau mengomel malah tidak didengarkan.

"Echan tadinya gamau pergi," Ucap Jaemin lirih. "Tapi gue yang maksa dia buat pergi sama temen-temennya. Jadi ini salah gue."

Jeno menghela napas panjang. "Lo tuh ya, gue bener-bener ga ngerti lagi. Sialnya gue gabisa marah ke lo."

Jaemin terkekeh, menepuk lagi tangan sang kakak yang masih bertengger di kepalanya.

"Puk puk lagi kepala gue sampe bobo ya, Mas?"

Btw coba yang umurnya masih dibawah 18 tahun, tolong absen disini ya (boleh sebutin umur, boleh enggak). Inget, harus jujur ya! Yang udh diatas 18 jangan ngaku masih kecil, yg dibawah 18 jangan ngaku udah gede. Aku serius, mau aku survey berapa rata2 umur pembaca disini.

Karna sejujurnya kata-kata di cerita-ceritaku agak frontal dan kasar. Jadi aku harus survey buat rata rata umur pembaca untuk penyesuaian kedepannya. Yang udah diatas 18 kuanggap aman ya, mau nunjukin diri di kolom yg ini boleh. Kali aja nemu  temen satu line 🤪

Tolong banget ya temen-temen, ini penting soalnya. Tolong banget buat dijawab dan jujur. Karena ini buat kenyamanan kita semua kedepannya. Terimakasih!








Continue Reading

You'll Also Like

10.1K 697 12
NOVEL TERJEMAHAN ็‚ฎ็ฐๅฅณ้…ไธ‰ๆญฒๅŠ[ๅ…ซ้›ถ] Pengarang: Meow Ji Jenis: Kelahiran kembali melalui waktu Status: Selesai Pembaruan terakhir: 26 Desember 2021 Bab Terba...
698K 40.4K 55
[BROTHERSHIP STORY] ๐Ÿšซ Bukan bxb, yaoi, ataupun bl Update sesuai mood dan kalau lagi ada ide โ€ผ๏ธ Ceritanya cuma oneshoot-twoshoot, tapi kadang lebih
192K 20.6K 33
[ renjun ft. nct dream ] he's gone. start : 20 Juli 2020 finish : 16 November 2020 ยฉlonjwinnaa, 2020
793K 116K 122
ยฐยฐ. "Mbak mau adopsi anak ngga??" "Saya mau jual anak,siapa tau mbaknya minat" ยฐ. "PAPAA!!" ยฐยฐ. "Apaa!!diem makannya,atau papa jual kalian b...