"Apabila bermimpi adalah satu-satunya cara bersamamu, maka aku tidak akan pernah membuka mataku."
- Aksara Putri Ratu -
Malam-malam sendu dengan harum bumbu nasi goreng di sekeliling gue, Aksara muncul lagi di hadapan gue. Sosok cewek yang akhir-akhir ini mengejutkan gue dengan sifat dan kelakuan aslinya yang bikin gue kaget.
"Lanang? Pak Candra mana?" tanya Aksara dengan wajah polosnya. Wajah yang gue liat ketika berduaan sama Aksara di Sekat Berinai.
"Bapak lagi ada keperluan. Kenapa? Kamu mau pesen nasi goreng?" tanya gue sembari mengorak-ngarik telur untuk nasi goreng pesanan orang-orang yang udah ngantri.
"Boleh deh. Pesen tiga ya--" ucap Aksara sembari duduk di kursi kosong di pojok kios.
Gue hanya meliriknya sesaat. Memastikan dia ada di bumi dan enggak kemana-kemana. Jujur, sebenernya gue ngerasa Aksara nyembunyiin sesuatu dari gue. Entah apa yang dia sembunyiin tapi gue ngerasa ada yang janggal dari dia.
Aksara melihat gue sesekali. Gue tau dia curi-curi pandang. Sayang, waktu gue gabisa diabisin hanya buat liatin Aksara duduk di pojokan kios dagang bapak gue. Apalagi gue udah punya Tararam.
Apasih Nang? Lo kan udah sama Tararam, jangan aneh-aneh deh! tegur gue dalam hati.
Setelah memenuhi beberapa pesanan yang cukup banyak, gue membuatkan pesenan Aksara yang udah nunggu dari duapuluh menit yang lalu. Antrian udah abis dan gue mengantarkan satu porsi nasi goreng buat Aksara yang menunggu di salah satu kursi pengunjung.
"Nih."
Gue menghidangkan nasi goreng pedes yang biasa Aksara pesen. "Ko cuman seporsi?" Aksara mengerenyitkan dahinya terheran-heran.
"Udah jangan kebanyakan makannya. Nanti gendut lagi," ucap gue sembari duduk di depan Aksara. Sontak Aksara tampak kebingungan. "Kenapa duduk disitu?" tanya Aksara heran.
"Emang kenapa?" gue balik nanya ke Aksara.
"Engga--- gapapa sih. Cuman kan--" Aksara tampak terbata-bata.
"Cuman apa?" gue meneruskan potongan kalimat yang Aksara belum selesaikan. "Cuman kan aku udah jahatin kamu Lanang. Kenapa masih mau duduk deket aku," ucap Aksara sembari menghindarkan wajahnya dari tatapan gue.
Kenapa gue ngerasa kasian terus kalo liat Aksara? Sebenernya dia itu siapa?
"Enggak tau."
Hanya jawaban singkat itu yang bisa gue ucapkan di hadapan Aksara. Gue gabisa boong, kalo ada dideket Aksara dan ada di deket Tararam itu beda. Bukannya gue sok ganteng atau gimana-gimana tapi gue selalu ngerasa ada yang harus gue lakuin buat Aksara.
Sementara ketika sama Tararam, gue ngerasa gue bener-bener dicintai sama dia. Jadi kerasa banget kalo Tararam itu sayang sama gue. Saking kerasanya gue ngerasa gue gaharus berusaha apapun ketika sama dia, karena Tararam yang bakalan ngelakuin segala sesuatunya buat gue.
Bahkan sekilas gue selalu ngerasa kalo keputusan gue buat macarin Tararam itu salah. Karena gue enggak berpikir lebih dulu dan langsung spontan ngajak Tararam pacaran. Meski sebenernya gue ngerasa seneng dan disayangin banget sama Tararam.
Tapi ..
Kalo gue ada dihadapan Aksara kayak sekarang ini, perasaan gue jadi gamang lagi. Perasaan gue selalu ngerasa kalo gue harus selalu kejar Aksara dan bisa bikin dia ketawa setiap dia butuh ketawa. Nangis setiap dia butuh nangis, intinya perasaan gue sama Aksara belum sepenuhnya padam.
Kalian boleh benci gue karena kelabilan dan dilema yang lagi gue rasain. Tapi gue enggak bisa buat enggak ada dideket Aksara kalo gue udah ngerasa ada yang aneh dari dia. Termasuk, ketiak-- eh ketika maksud gue. Termasuk ketika dia bilang dia itu temenan sama Gilfi dan lain sebagainya, gue ngerasa itu bukan hal yang sebenernya terjadi.
Aksara kamu kenapa?
***
"Enggak tau?" Aksara melahap nasi goreng yang gue buatin.
"Iya, aku ngerasa kamu lagi nyembunyiin sesuatu aja," ucap gue berterus terang.
"Aku enggak ngerasa nyembunyiin apapun. Emang aku gitu aslinya," ucap Aksara melahap nasi goreng itu semakin lahap.
"Yakin?" gue memastikan ucapan Aksara.
Aksara menatap gue agak lama. "Kamu mau ngomong apa sih? Jangan bikin aku gaenak deh--" Aksara tampak kesal berbicara sama gue.
"Kok kesel gitu? Apa aku salah ngomong sama kamu?"
Aksara menghentakkan sendoknya dan menghentikan suapannya. "Udah deh. Jangan ganggu ya?" Aksara tampak kesel.
Gue semakin bingung dengan perubah emosi sesaat Aksara. "Kamu alter-ego? "
"Sembarangan!" Aksara semakin kesel.
"Kalo emang enggak kenapa kamu pura-pura?" ucapan gue membuat Aksara semakin kesel dan kali ini benar-benar menghentikannya makannya.
"Udah deh. Aku pulang aja, males."
Gue dengan cepatnya menahan Aksara dengan memegang tangannya. "Tunggu!"
Aksara menolehkan pandangannya ke arah gue. Gue ngeliat mata yang penuh dengan kesedihan di sorot mata Aksara.
Gue tau elu nyembunyiin sesuatu sama gue. Gue gaakan berenti buat bikin lo ngomong sendiri apa yang elo sembunyiin dari gue.
"Apaan lagi si Lanang?" Aksara semakin bingung dengan sikap gue.
Gue yang sedari awal inging membuat Aksara mengakui sesuatu yang gue rasa dia sembunyiin, tiba-tiba teringat akan wajah tersenyum seorang perempuan.
Tararam.
Gue inget Tararam yang menebar senyum tulusnya sama gue. Gue gamau lukain perasaan Tararam kalo tau gue masih coba sesuatu ke Aksara.
Tiba-tiba Aksara mengucapkan satu hal yang bikin gue ngelepasin tangannya.
"Kamu ko jadi manis?"
Aksara tanpa sadar memuji penampilan baru gue. Meski enggak sepenuhnya baru, tapi dengan memotong rambut gue ini, gue terlihat lebih rapi dan seger. Tapi di mata Aksara gue jadi terlihat lebih--
Manis.
"Aku pulang--" ucap Aksara sembari berlalu meninggalkan gue menuju istana besarnya yang megah itu. Istana yang masih menyimpan misteri yang masih perlu waktu yang lebih lama buat gue mengenali istana dan penghuninya.
***
Dagangan udah abis, hari juga udah mulai gelap. Gue bersiap menutup kios dan segera pulang ke rumah. Gerobak nasi goreng bapak gue biasanya disimpen didepan kios sederhana Bapak. Gue hanya membawa dua tabung gas yang udah kosong kerumah.
Ini adalah saat-saat mencekam dalam hidup gue. Pulang jam 12 malem dengan dua tabung gas elpiji 3 kilogram di tangan kanan dan tangan kiri gue melewati satu komplek pemakaman yang penerangan jalannya sangat tidak sesuai standar.
TAKUT AING!
Udah gelap, sepi, jelek, dekil, gak gaul-- eh kenapa malah jadi curhat :(
Maksud gue, disini gelap banget. Cuacanya yang dingin juga bikin leher gue merinding enggak karuan. Gue gamau ketemu jenis-jenis hantu yang sering diomongin orang-orang kayak pocong, kuntilanak, genderuwo sama Ngatno disini.
Eh Ngatno bukan hantu, dia temen gue.
Gue membaca semua ayat suci Al-Qur'an yang gue hafal dikepala gue. Gini-gini gue hafal juz 30 Al-Qur-an. Gue membaca semua surat yang gue hapal di juz 30 itu.
Kulhu-Falaq-Binnas alias Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nass berulang-ulang sepanjang gue berjalan melewati pemakaman itu.
Tanpa waktu lama gue berhasil ngelewatin pemakaman itu dengan selamat. Gue enggak disamperin hantu apapun. Hah! Hantu itu hanya fiksi!
Lalu kemudian, semak-semak di samping gue bergerak. Angin berhembus lebih kencang dari biasanya. Kerikil-kerikil kecil terlempar ke arah gas elpiji yang lagi gue pegang. Menimbulkan suara yang membuat gue takut.
Gue pengen lari, tapi tangan gue berat karena lagi pegang gas. Gue mau tinggalin gas elpiji ini disini gue gaberani karena nanti Ibu bisa marah. Dan marahnya ibu lebih menakutkan dari sekumpulan genderuwo yang ngadain acara jerit malam.
Gue pun kembali membaca juz 30 Al-Qur'an yang gue hafal.
Setelah beberapa saat, tiba-tiba sebuah tangan memegang gue dari belakang. Gue udah gemeter dengan perasaan ingin kencing ditempat yang gue tahan-tahan.
"Lanang--"
"Hwaahhhhhhhhhh! teriak gue sembari melepaskan kedua gas dari tangan gue spontan. Gas itu mendarat di kaki orang yang menyentuh gue dari belakang.
"ADUUUUH!"
Hantu itu tampak kesakitan. Gue pun mulai merasa aneh. Mana ada hantu kesakitan?
Gue pun mengamati dengan seksama siapa sosok yang ada di belakang gue itu. Dan ternyata dia adalah-- "LANAAAAANG!"
Bapak gue.
"Kamu ini ngapain lemparin tabung gas ke kaki bapak?!" ucap bapak gue sembari meringis kesakitan.
"Ma--maaf pak. Lanang kira hantu--" ucap gue memelas.
"Hantu-- hantu palamu kayak batu!" Bapak tampak kesel sama gue.
"Lagian bapak juga yang salah!" gue membela diri.
"Salah? Apa salah bapak sampe kamu tega jatohin tabung itu ke kaki bapak?" Bapak gue masih tetep kesel.
"Lagian, nyapa Lanang di kuburan gini, mana gelap lagi disini. Lanang kan enggak tau itu bapak," ucap gue menjelaskan.
"Sekarepmu toh. Udah sekarang bawa lagi tabungnya. Ibumu udah nunggu dirumah."
Gue dan bapak pun kembali kerumah dengan bersama-sama.
***
"Anak-anak, Bunda bawa pengumuman. Untuk bulan depan, kita akan melaksanakan kemah selama tiga hari di salah satu tempat perkemahan yang sudah sekolah tentukan. Untuk itu, kalian harus mencari anggota kelompok kalian masing-masing."
Bunda Rita membuka pertemuan pagi di kelas dengan kabar yang dinantikan seluruh murid. Perkemahan. Perkemahan adalah momen penting SMA lainnya untuk menemukan cinta sejati atau bahkan mempertahankan cinta sejati kita.
Kalian nonton Drama Korea?
Perkemahan adalah momen penting bagi karakter utama untuk menonjolkan dirinya. Seperti misalnya dalam Drama Korea True Beauty. Tokoh utama dari cerita itu, Suho sama Lim Ju Kyung dapet adegan romantis mendayung perahu berdua sampe ciuman juga.
Jadi gue harus manfaatin ini buat jadiin momen bersejarah di masa SMA gue.
Tapi gue kan udah ciuman sama Tararam ya?
"Satu kelompok harus ada 8 orang. Jumlah kalian di kelas ini ada 32, jadi kalian harus membentuk empat kelompok. Kalo udah kebentuk kelompok segera serahkan formulir pendaftarannya ke Bunda di ruang guru. Sekarang Bunda biarin kalian buat ngebentuk dulu kelompoknya. Oke?"
"Oke Bunda!" jawab seluruh anak kelas sembari menaikkan jempolnya.
Pembentukan anggota perkemahan pun dimulai--- tapi nanti di part selanjutnya ya!
***
YOSH!
GIMANA PENDAPAT KALIAN TENTANG PART INI?
SUKA?
KALO SUKA JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA!
I WOLF U ALL:3!