My Stupid Brothers โœ”

By hinamorihika_

516K 72.3K 16.9K

Terkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam... More

0. Tujuh Anak Setan
1. Mau Ikut Pergi
2. Bertdey Surprais
3. Bertdey Surprais (2)
4. Chaos
5. Sisi Lain Jaemin
6. Nana Lagi, Nana Terus
7. Adhyaska dan Adhynata
8. Nana Sakit? OMG!
9. Arena
10. Dibalik Topeng
11. Saga and Their Own Friends
12. Meet Grandpa
14. Nobody Normal
15. Mahasiswa Baru
16. Satu Persatu
17. The Fact?
18. Be Careful!
19. Who Are You?
20. Hospital
21. Sebuah Petunjuk
22. Saga vs Pradipta
23. Turn Back Time
24. Saga's New Member
25. The Day When She Knows
26. Haechan and His Nana
27. Laut dan Langit Sore
28. Mencoba Memperbaiki
29. Tentang Fakta
30. Terkuak
31. Keributan Saga
32. Adrian Jisung Saga
33. A Dark Night
34. Everything Gonna be Okay?
35. Baikan
36. Finally!
37. Menutup Lembar Terakhir
Epilogue : Final (A ver)
Epilogue : Final (B ver)

13. The Truth Untold

14.4K 1.9K 383
By hinamorihika_

Adhynata Jaemin Saga itu pendiam, oang-orang di sekitarnya sudah paham akan hal itu. Berbanding terbalik dengan Adhyaska Haechan Saga yang supel dan ramah. Di sekolah, Jaemin hanya akan duduk diam dan tak melakukan apapun kecuali disuruh guru atau ada yang membutuhkannya.

Dan satu hal pasti, Jaemin tidak punya teman. 

Dari TK sampai SD kelas tiga, yang ia lakukan hanya mengamati orang lain di bangku pojok. Melihat teman-temannya mengobrol, berlari kesana kemari dan tertawa, bermain bersama teman-temannya, sedikit banyak menimbulkan rasa iri pada Jaemin. Ia ingin ikut tetapi malu dan takut tertolak. Jaemin paling tidak bisa ditolak oleh orang lain.

Saat kenaikan kelas empat, ada yang berbeda. Kelas baru, suasana baru, murid baru, juga teman baru. Sosok mungil dengan senyum mengembang datang menghampiri Jaemin dan mengulurkan tangannya dengan semangat.

"Halo, namaku Rafansyah Seungmin! Kamu bisa panggil aku Rafa ya!"

Jaemin tertegun. Baru kali ini ada yang secara terang-terangan mendekati serta mengulurkan tangannya. Dengan ragu, Jaemin menyambut uluran tangan Seungmin. "A-aku Adhynata." Ucapnya dengan lirih.

"Hah? Aku gabisa denger kamu ngomong apa," Seungmin mendekatkan telinganya pada Jaemin. "Yang kenceng dong."

"Adhynata."

"Adhy.. Nata? Oke, aku panggil kamu Nata ya! Sekarang kita sahabat, oke?"

Senyum yang ditorehkan Seungmin mampu menular pada Jaemin. Anak Saga itu ikut tersenyum dan mengangguk antusias. Sebuah pengalaman baru baginya mempunyai orang yang bisa disebut sebagai teman.

Lantas Seungmin membuktikan ucapannya. Ia benar-benar menjadi teman dekat seorang Jaemin yang pendiam itu. Memang awalnya sedikit sulit karena kepribadian keduanya yang bertolak belakang, namun baik Seungmin dan Jaemin sama-sama berusaha untuk membangun pertemanan yang baik.

Jaemin sampai menceritakan tentang Seungmin berulang kali pada Irene, Suho, enam saudaranya, bahkan hingga kakek nenek om tante. Yang paling bahagia tentu saja Haechan, karena akhirnya sang adik kembar punya teman yang bisa diajak bermain bersama.

Ketika kelas lima, ada murid baru dari Bandung. Namanya Mutiara Heejin, begitu cantik dan menyenangkan. Heejin ini tipikal gadis kecil pendiam namun cukup pemberani. Ia yang pertama kali menghampiri Jaemin dan Seungmin untuk berteman, dan tentu saja disambut dengan senang hati.

Sejak saat itu, mereka selalu berjumlah tiga orang. Dimana ada Jaemin, disitu ada Seungmin dan Heejin. Bahkan guru-guru sampai menyebut mereka sebagai Trio Ubur-Ubur saking lengketnya. Kalau yang satu tidak masuk, maka yang dua lainnya akan ditanyai.

Berteman dengan Seungmin dan Heejin membawa aura positif bagi Jaemin. Ia menjadi lebih ekspresif dan berani, tidak lagi hanya duduk di pojokan melainkan dapat bergabung untuk bermain bersama teman sekelas lainnya. Saat ada olimpiade, biasanya Seungmin dan Heejin yang paling semangat mengajukan Jaemin sebagai kandidat.

Pertemanan itu berlangsung dengan baik hingga kelas enam, menjelang kelulusan Sekolah Dasar.

"J-jadi beneran mau pindah?" Jaemin mengerucutkan bibir, matanya berkaca-kaca.

Seungmin mengangguk tidak ikhlas, matanya juga berkaca-kaca. "Iyaa, Papa pindah dinas ke Surabaya. Makanya Mama, aku, sama Abang harus ikut."

"T-trus Mutia?" Jaemin beralih pada satu-satunya perempuan di circle mereka. "Pindah juga?"

Heejin mengangguk kecil, wajahnya juga sedih sekali. "Masa dinas Ayah udah selesai, jadi aku sama Bunda balik lagi ke Bandung."

Jaemin menghapus air matanya yang turun, kepalanya menggeleng tidak suka. "N-nanti Nata s-sama siapaaa??"

"Iihh jangan nangiiiss! Nanti Nata bikin temen baru yaa di SMP? Kan udah gede, harus bisa!"

Jaemin menggeleng lagi, isakannya semakin kuat membuat kedua temannya panik. "Gamau! Gamau yang lain! Hiks hiks."

"Ih jangan cengeng! Laki-laki gaboleh nangis!" Sentak Seungmin, namun ia juga terlihat akan menangis. Jadi ia langsung memeluk Jaemin dengan erat, diikuti Heejin setelahnya. "Ih dasar bayi!"

"Hiks, Na-Nata bukan bayi!"

"Bayi!"

"Bukaann, huaaaaa!" Nangisnya malah semakin kencang.

Di usia yang baru menginjak 12 tahun, Jaemin menyadari bahwa tidak ada yang bertahan selamanya. People come and people go. Yang pertama bukan berarti menjadi yang terakhir. Selalu ada pergantian di setiap sela kehidupan.

••••

"Aku mau confess sama Mutia, sebelum kita jauh trus gatau kapan ketemu lagi."

Jaemin memiringkan kepala. "Con.. Pres?"

Seungmin menghela napas. "Confess, Nata sayang."

"Apatuh?"

"Ih dasar bayi, polos banget!" Seungmin dengan gemas mengusak rambut tebal Jaemin. Keduanya memang tengah mengobrol di sela pengambilan nilai praktek olahraga sembari sesekali memperhatikan Heejin yang sedang mendapat giliran "Confess tuh pernyataan suka!"

"Kamu suka Mutia?"

Seungmin mengangguk semangat. "Cantik, pinter, lucu! Makanya aku suka."

"Berarti selama ini kamu enggak suka aku?" Jaemin mengerucutkan bibirnya menahan sedih.

"Iihhh bukan gituuu!" Seungmin rasanya mau nangis saja. Jaemin tuh polosnya kebangetan, efek dari kurang pergaulan kali ya. Beda sama Haechan yang bahkan sudah pintar tebar pesona sana sini, memanfaatkan kegantengannya sesuai ajaran kakak-kakaknya.

"Maksudnya suka kaya Mama Papa gitu lho! Suka antara laki-laki dan perempuan!"

Jaemin mengangguk-angguk paham. Haechan pernah cerita kalau Mark naksir teman sekelasnya, lalu setelahnya jadi bahan ledekan satu rumah. Apalagi Renjun dan Jeno yang tidak ada habisnya bertanya macam-macam pada Mark. Jaemin sih tidak mengerti jenis pertanyaan yang diajukan kembar laknat itu, soalnya Haechan pasti langsung membawanya pergi.

"Trus kamu mau bilang kapan?"

"Nanti pas kelulusan!" Ujar Seungmin semangat. "Kata Abangku, kalo suka itu harus diungkapin, biar lega dan nggak kepikiran. Gapapa ditolak, yang penting ngomong dulu."

Jaemin mengangguk-angguk kecil. "Iya sih, nanti kan kamu di Surabaya trus Mutia di Bandung. Jadi pasti susah banget ketemu. Aku yang satu rumah sama Mami Papi aja jaraanngg banget ketemu, soalnya mereka sibuk!"

Seungmin menepuk pundak Jaemin. "Tapi saudara kamu kan banyak. Tetep rame sih."

Jaemin mengiyakan. "Iya sih, kata Papi jumlahnya cukup buat bikin anggota boyband kaya Smash gitu."

Seungmin mengedikan bahu tak peduli. "Rencananya aku mau confess sambil ngasih boneka kucing, kan Mutia suka banget sama kucing. Bagus ga menurutmu?"

"Bagus-bagus aja sih."

"Trus—"

"Hey! Ngomongin apa nih enggak ajak-ajak aku?" Heejin tiba-tiba menyelinap di tengah Jaemin dan Seungmin yang tengah berbincang serius. Seungmin langsung panik, takut Heejin mendengar rencananya.

"Ngomongin apa aja." Balas Jaemin kalem.

"Tapi tadi aku denger kamu ngomong bagus bagus itu, apanya yang bagus?"

Jaemin melirik Seungmin yang nampak pucat, lalu senyum kecil terulas. Telunjuknya mengarah pada sebentang langit biru dengan awan putih yang cantik. "Langitnya yang bagus."

"Oohhh," Heejin ikut menengadah, tidak menyadari jika Seungmin menghela napas lega. "Iya ya, bagus."

Seungmin diam-diam memberi tepukan terima kasih pada Jaemin.

••••

Hari kelulusan tiba. Jaemin dan Haechan sudah lucu dan tampan dengan suit yang membalut tubuh mereka. Irene meminta sepupunya yang seorang designer untuk membuat jas yang simpel namun elegan di hari kelulusan putra kembarnya. Hal itu sudah berlangsung berkali-kali di setiap kelulusan putra-putranya, bahkan sejak kelulusan TK.

Acara berlangsung di aula sekolah yang mampu menampung ratusan orang. Haechan dan Jaemin ditemani kedua orangtuanya yang rela meninggalkan sejenak pekerjaan mereka, lalu si kembar bungsu yang masih kelas lima, juga tiga kakak yang sudah SMP alias semua keluarga Saga datang. Tetapi lima anak Saga lain harus menunggu di luar karena hanya orang tua yang diizinkan duduk di kursi yang sudah disediakan. Jadi lima setan kecil itu menunggu di taman saja, sekalian berbaur dengam habitat asli.

Setelah serangkaian ucapan selamat serta pidato dari petinggi sekolah, kini tibalah saat dimana anak-anak harus memberikan surat yang sudah mereka tulis ke orang tua masing-masing. Surat yang berisi mimpi yang kelak ingin diwujudkan di masa depan serta ucapan terima kasih karena sudah merawat dan membesarkan mereka. Sesuai kesepakatan, Haechan memberikan surat pada Suho sementara Jaemin pada Irene.

Saat Haechan sudah memberikannya pada Suho, tinggal Jaemin yang kelimpungan sendiri mencari suratnya. Irene hanya menunggu sembari tertawa gemas akan tingkah lucu sang anak.

"Jadi Mami enggak dapet surat nih?" Irene pura-pura merajuk dan membuat Jaemin tambah panik.

"Ih enggak gitu Mamiii! Nana udah bikin kok suratnya, tapi lupa taruh dimana!"

Haechan memiringkan kepala. "Kayaknya masih di loker kamu deh Na. Soalnya waktu gladi bersih kan kamu taro disana karna enggak mau suratnya lecek."

Jaemin menepuk keningnya. "Nana baru inget! Yaudah Mami tunggu disini ya, Nana ambil dulu!"

"Eh eh, kamu mau kemana?" Tangan wanita cantik itu menahan lengan kecil sang putra. "Udah enggak apa-apa, nanti di rumah kamu bikin lagi trus kasih Mami, oke?"

"Ih kalo Nana bikin ulang, Nana udah lupa isi suratnya apa aja!" Jaemin menghentakkan kaki dengan kesal. "Soalnya isi suratnya panjaaaaanngg banget, trus dibikinnya dengan penuh cinta! Kalo ditulis ulang, rasanya beda Mamiii."

Irene menghela napas sementara Suho tertawa kecil. "Yaudah kamu ambil dulu, tapi hati-hati ya? Ditemenin sama Echan gih."

Sepasang anak kembar itu mengangguk kemudian saling bergandengan tangan keluar aula. Orang tua yang ada disana hanya tersenyum menahan gemas. Sudah lucu, tampan, anak konglomerat pula. Kurang apa coba anak Saga ini?

Oiya, kurang akhlak.

Loker Jaemin berada di lantai tiga sesuai dengan letak kelas. Saat baru sampai lantai dua, Haechan sudah mengeluh malas dan memilih menunggu saja. Jadi Jaemin melanjutkan langkah ke lantai tiga sementara Haechan duduk di ujung tangga yang menyambungkan lantai satu dan dua. Mirip gembel tapi versi gantengnya. Gembel glow up.

Jaemin menyusuri koridor yang luas itu dengan riang. Ia berlari mendekati puluhan loker milik siswa kelas enam dan langsung membuka miliknya. Tangan Jaemin meraih amplop biru yang ia buat kemarin, tak lupa senyum bahagia terpancar.

Ketika berbalik, Jaemin terkejut saat Heejin sudah berdiri beberapa meter darinya sembari melambai lucu. Anak Saga itu terkekeh pelan.

"Ngagetin ih!"

Heejin tertawa. "Tadi aku liat kamu sama Aska ke atas, yaudah aku ikut deh." Heejin mengendikkan bahu. "Tapi Aska nunggu di bawah ya?"

"Iya, dia males ke atas. Udah ganteng masa keringetan, gitu katanya." Jaemin berujar sembari mendekat pada Heejin. "Kamu mau ngambil barang yang ketinggalan di loker? Udah kamu cek semua barangmu? Nanti kalo ketinggalan kamunya kasian, Bandung jauh lho."

Heejin tertawa lagi, kali ini sembari menggeleng hingga rambut panjangnya bergoyang. Heejin nampak cantik sekali dengan gaun merah muda selutut juga jepitan bunga di rambut. Mirip karakter putri bangsawan yang sering ditonton Mami.

"Udah kok udaahh, lokerku udah kosong. Aku kesini mau ngomong sama kamu."

"Kan bisa dibawah?" Jaemin menggaruk pelipisnya dengan bingung. "Gausah disusulin kesini, nanti kan kita ketemu buat foto-foto."

Heejin menggeleng. "Aku cuman mau ngomong berdua sama kamu, Ta."

Jaemin mengernyit. "Huh?"

Heejin menyampirkan rambutnya ke belakang telinga, terlihat sekali gadis kecil itu gugup. Dengan tangan gemetar, ia menyerahkan paperbag biru muda pada Jaemin.

"Eh?"

"Buat kamu, oleh-oleh perpisahan."

Mata Jaemin menyendu sedih, tetapi tangannya tetap merogoh paperbag yang ternyata berisi sebuah kotak kecil. Saat dibuka, senyum manis terulas di bibir Jaemin.


"Kamu itu mirip kelinci, makanya aku beliin kamu snow globe yang itu."

"Lucu banget," Gumam Jaemin sembari menggoyang-goyangkan globe agar saljunya bertebaran. "Makasih Mutia, aku suka hadiahnya. Um, tapi aku belum beli kado buat kamu. Gimana dong?" Tanyanya dengan sedih.

Kedua telapak tangan Heejin bergerak ke kiri dan kanan, indikasi menolak. "Gapapa kok, ga harus dibales. Aku cuma mau ngasih aja, sekalian.."

"Sekalian?"

"Um," Heejin menarik napas panjang kemudian mengembuskannya dengan mulut. Mata bulatnya bertemu dengan mata rusa Jaemin. "Aku mau jujur.."

Jaemin menunggu dengan sabar meskipun ia kebingungan setengah mati.

"Akusukasamakamu."

"Hah?" Jaemin mengerjap, telinganya didekatkan ke mulut Heejin agar lebih jelas. "Yang jelas dong ngomongnya, jangan kaya Bang Mark yang ngomong gapake rem."

"Ih!" Heejin cemberut, tapi tak ayal tetap mengulang ucapannya. "Aku. Suka. Sama. Kamu. Adhyata."

Jaemin menjauhkan telinganya dan tertegun, menatap Heejin yang kini menundukkan kepalanya. "S-suka?"

Heejin mengangguk kecil, dengan tatapan lurus ke lantai. "Kamu baik. Perhatian. Gemesin. Kaya malaikat. Ganteng dan lucu juga. Perempuan mana yang enggak suka sama kamu?"

Jaemin terdiam, terlalu bingung untuk sekedar bereaksi.

"Tapi aku engga minta kamu jadi pacarku kok. Aku masih kecil, kata Ayah gaboleh pacaran dulu. Kamu juga pasti sama kan? Aku cuma mau bilang aja biar enggak kepikiran terus pas di Bandung." Kepala gadis cantik itu terangkat disertai senyum manis yang terpantri. "Bener kata Bunda, aku jadi lega abis ngomong ini sama kamu."

"M-maksudnya?"

"Kata Bunda, nggak ada salahnya nyampein perasaanku sebelum pergi jauh biar lega. Kan kita gatau bisa ketemu lagi atau enggak."

"Kata Abangku, kalo suka itu harus diungkapin, biar lega dan nggak kepikiran. Gapapa ditolak, yang penting ngomong dulu."

Jaemin mendadak dipenuhi rasa bersalah pada Seungmin. Sahabat laki-lakinya itu menyukai Heejin, tetapi Heejin malah menyukai Jaemin. Meski bukan salahnya, tetapi tetap menimbulkan perasaan tidak nyaman pada dada Jaemin. Perasaan bersalah dan kalut menguasai anak Saga itu.

"Aku cuma mau ngomong itu, makanya sampe nyusulin kesini. Kalo di bawah kan banyak orang, jadi malu." Heejin terkekeh kecil. "Jangan terlalu dipikirin ya? Lagian besok aku udah berangkat ke Bandung kok, kamu pasti cepet lupa soal ini. Aku yakin di SMP nanti banyak perempuan yang suka sama kamu juga."

Jaemin menghela napas, berusaha menampilkan senyum meski terpaksa. "Kamu gapapa?"

"Eh? Aku?" Heejin menunjuk dirinya sendiri. "Ya gapapa lah, kan cuma pernyataan suka doang hahaha! Kata Bunda, ini cuma cinta monyet dan hanya sebentar. Nanti juga hilang sendiri kalo udah lama enggak ketemu. Santai!"

Jaemin bisa bernapas lega dan tersenyum lebih ikhlas. "Huft, aku cuma takut kamu sedih. Kamu kan sahabatku. Tapi yaudah deh, makasih ya karna udah suka sama aku. Dan maaf, aku cuma bisa suka sama kamu sekedar temen aja."

Heejin mengangguk, tangannya mengibas santai. "Tenang aja." Pun raut wajah Heejin yang terlihat tidak ambil pusing berhasil mengangkat sedikit beban di hati Jaemin.

"Turun yuk, kayaknya kita udah kelamaan disini deh. Kasian Echan juga ntar lumutan di bawah."

Jaemin mengangguk. "Kamu duluan, aku mau ngecek ulang loker dulu. Takutnya ada barangku yang ketinggalan."

Heejin mengangguk kemudian melambaikan tangan. Setelah Jaemin mengecek ulang loker dan menutupnya dengan rapat, pemuda itu bergegas berbalik. Pekikan kaget terdengar saat Seungmin tahu-tahu sudah dibelakangnya.

"Tadi Mutia, sekarang Rafa. Kenapa pada suka banget ngagetin sih?" Gerutu Jaemin. Ia menghampiri Seungmin yang terlihat.. Datar? Tumben, biasanya Seungmin suka tersenyum dimanapun dan kapanpun. Tapi raut wajah sinis serta terlihat kemusuhan itu sedikit membuat Jaemin takut.

"Raf?"

"Aku denger semua," Ujar Seungmin langsung to the point. "Mutia suka sama kamu kan?"

"L-lho?" Jaemin mengepalkan tangan. "K-kamu tau darimana?"

"Aku ngumpet di deket tembok tadi. Aku denger semuanya, Adhyasta Jaemin." Seungmin berjalan mendekat pada Jaemin dengan mata yang terlihat menampakkan kebencian. "Kamu jahat, Ta."

"H-huh?"

"Apa kamu enggak cukup sama apa yang kamu punya, Ta?" Tangan Seungmin terkepal erat.

"..."

"Adhyasta, kamu punya semuanya!" Seungmin agak berteriak saat mengatakannya, menimbulkan gema di lorong yang sepi itu. "Kamu tuh lucu, gemesin, baik. Kamu punya keluarga yang sayaanngg banget sama kamu, sodara-sodara yang ngasih semua perhatian ke kamu. Kamu punya harta yang banyak juga. Bahkan guru-guru lebih suka merhatiin kamu daripada murid lain. Trus sekarang Mutia?" Matanya mengarah pada snow globe yang masih digenggam Jaemin. "Dia bahkan ngasih kamu hadiah tapi aku enggak?"

Jaemin menggeleng kuat. "T-tapi Raf, aku enggak suka sama Mutia!"

"Tetep aja Ta, Mutia suka sama kamu! Jahat tau ga?! Aku ngasih tau kamu rencanaku buat confess ke Mutia, tapi nyatanya apa? Kalian malah berduaan di sini dan ninggalin aku! Kalian jahat, aku benci!"

Jaemin terkejut. Matanya langsung mengarah pada mata Seungmin yang berkaca-kaca. "Tapi kamu sahabatku, Raf. Aku enggak mungkin jahatin kamu!"

"Bohong! Kalian semua sama, sama-sama pembohong! Jahat!" Seungmin sedikit mendorong bahu Jaemin. "Aku benci sama kamu, sama Mutia juga.  Ada untungnya juga Ayah pindah ke Surabaya, jadi aku gaperlu ketemu sama orang sok suci kaya kamu."

Ada rasa sakit tak tertahankan yang mencengkram erat dada Jaemin. Hatinya hancur saat Seungmin, orang pertama yang berhasil menggapai dirinya, justru menjadi orang pertama juga yang menjatuhkannya. Rasanya lebih sakit daripada saat Jisung mencuri eskrimnya, atau saat Haechan berbohong padanya.

"A-aku minta maaf Raf. Maaf kalo udah bikin kamu sakit hati."

Seungmin membuang muka. "Gak butuh. Percuma kamu minta maaf, gabakal bikin Mutia jadi suka sama aku."

"Raf.. Please.."

Saat Jaemin hendak menyentuh bahu Seungmin, pemuda itu lebih dulu menghindar. Seungmin melangkah menjauh hendak menuruni tangga. "Udahlah, mending persahabatan kita sampe sini aja. Gaada sahabat yang suka nyakitin sahabatnya sendiri."

Jaemin menahan lengan Seungmin namun pemuda itu mendorong bahu Jaemin hingga agak tersungkur meski tidak sampai terduduk.

"NANA, LAMA BANGET SIH?!" Suara Haechan dari lantai dua terdengar, membuat kedua pemuda yang tengah berselisih itu menoleh.

"Tuh, udah dicariin sama kembaranmu. Mending kamu turun, aku udah muak liat muka sok baik kamu."

Jaemin menggigit bibirnya menahan tangis. Sungguh Jaemin tidak tahu dimana letak kesalahannya, tetapi Seungmin bertingkah seolah ia manusia paling jahat di bumi. Seungmin bahkan tidak mau melihat wajahnya lagi.

"Y-yaudah, sekali lagi aku minta maaf Raf. Maaf kalo udah bikin kamu sakit hati ya. Aku enggak bermaksud, sumpah. Trus kamu baik-baik di Surabaya, jangan nakal. Kamu pasti bakal ketemu sama temen yang lebih baik dari aku. Semoga kita bisa ketemu lagi nanti."

Jaemin melangkah duluan memunggungi Seungmin yang hanya diam. Jaemin menghela napas panjang, berusaha menahan tangis. Kata Mami, Jaemin sudah besar. Jadi tidak boleh cengeng lagi.

Di ujung tangga, Haechan hanya mengernyit saat melihat kembarannya seperti ingin menangis. Baru saja Haechan akan naik untuk menghampiri, tetapi teriakan nyaring dari bibirnya lebih dulu terlontar.

Jaemin baru menuruni satu tangga saat mendadak merasakan sepasang tangan mendorong kuat punggungnya dari belakang. Snow globe yang digenggamnya terjatuh dan pecah, bersamaan dengan gravitasi yang menarik tubuhnya ke bawah. Rasanya seperti melayang dalam sepersekian detik, lalu disadarkan dengan rasa sakit luar biasa saat menghantam tangga yang tajam dan keras. Tubuh Jaemin berguling cepat ke bawah dalam hitungan detik, lalu berhenti tepat di bawah kaki Haechan. Diam, tidak bergerak sedikitpun.

Haechan seperti ditarik nyawanya saat itu juga. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat pemandangan paling mengerikan seumur hidupnya. Sosok yang selama ini Haechan jaga setengah mati, di sayang dengan seluruh cinta, kini tergeletak dengan kepala penuh darah tepat di sebelah kakinya. Dan pelakunya adalah sosok yang selama ini diceritakan sang adik dengan penuh keceriaan, penuh kebahagiaan dan tawa, juga jadi penyemangatnya untuk pergi sekolah. Rafansyah Seungmin.

Haechan berteriak sekuat yang ia mampu. Berusaha memanggil nama Jaemin juga nama-nama yang terlintas di kepalanya untuk meminta tolong. Suaranya sangat keras sampai pita suaranya seperti ingin putus. Haechan memeluk erat Jaemin, masih berteriak seperti kesetanan memanggil Jaemin sembari menangis hebat.

Bahkan saat tangan besar menarik Haechan agar melepas Jaemin, saat orang lain mengangkat tubuh Jaemin, Haechan tetap berteriak dan memberontak. Jejak darah yang ditinggalkan tidak luput dari mata Haechan, membuat anak itu semakin tidak terkendali dan memberontak sekuat tenaga.

Meski seseorang memeluknya dengan sangat erat seolah menahan pergerakannya, Haechan tetap tidak berhenti. Ia ketakutan setengah mati. Bayang-bayang Jaemin yang terguling di tangga tidak kunjung berhenti berputar dari benaknya. Haechan tetap menangis dan  berteriak sampai suaranya habis. Hingga ia bahkan tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun.

Hari itu menjadi hari paling mengerikan bagi sosok Adhyaska Haechan Saga.

BTW (Behind the Wattpad) corner

Haechan : "coba sini yang kemaren nyalahin gua mulu, sini sungkem! Kalian tuh gatau rasanya ngeliat sodara kembar yang kalian sayang setengah mampus, tau-tau jatuh trus.. Hiks.." (Malah nangis)

Jaemin : "gausah lebay, gua masih hidup. Cita-cita gua buat ngejual lo semua di black market belum kesampean."

Mark, Chenle, Jisung : "udah belom sih dramanya? Mau balik nih, laper! Mana ga dikasih nasi kotak pula."

Renjun Jeno : "Cepetan, kita ada janji di arena dua jam lagi. Eh eh telpon si Chiki suruh jemput kesini."

Haechan : "chapter depan gua muncul lagi kan?"

Mark : (mendorong Haechan hingga nyungsep) "LO MULU TRUS GUA KAPAN?? GUA HARUS KERJA KERAS BUAT BAYAR CICILAN NIH!"

Renjun : "lagian mark-hyung bego banget, masa beli kebon semangka pake syopipay later."

Jeno : "hah emang bisa?! Sopipeyleter kan ada batas limitnya???"

Renjun : "wong gua cuma ngarang."

Chenle Jisung : (menyimak)

Jaemin : "bacot lo semua, bacot. Bubar sekarang atau gua acak-acak usus lo semua?"

(Kabur semua)

Continue Reading

You'll Also Like

10.1K 697 12
NOVEL TERJEMAHAN ็‚ฎ็ฐๅฅณ้…ไธ‰ๆญฒๅŠ[ๅ…ซ้›ถ] Pengarang: Meow Ji Jenis: Kelahiran kembali melalui waktu Status: Selesai Pembaruan terakhir: 26 Desember 2021 Bab Terba...
129K 12.4K 22
SUDAH TAMAT Description; Jika Renjun bisa tersenyum dengan sangat tulus, maka ia juga bisa menangis dengan sangat pedih. #3 fanfiksi -2 juni 2021 #12...
793K 116K 122
ยฐยฐ. "Mbak mau adopsi anak ngga??" "Saya mau jual anak,siapa tau mbaknya minat" ยฐ. "PAPAA!!" ยฐยฐ. "Apaa!!diem makannya,atau papa jual kalian b...
192K 20.6K 33
[ renjun ft. nct dream ] he's gone. start : 20 Juli 2020 finish : 16 November 2020 ยฉlonjwinnaa, 2020