FROM A TO Z, I LOVE YOU - (CO...

By verlitaisme

294K 39.5K 3.6K

Adelicia Aubree, 27 tahun. Baru saja putus cinta dari dari tunangannya, setelah menjalin kasih selama 3,5 tah... More

Meet Aubree & Zayn
HELLO FROM US!
1. PEREMPUAN YANG PATAH HATI
2. LELAKI YANG KATANYA MANDUL
3. APA KITA HARUS BERTEMU?
4. KITA, HUJAN, DAN KISAH YANG SERUPA
0T11AAPTW10
5. MARI SALING MELUPAKAN
6. HUBUNGI AKU, AKU MENANTI
8. APA KAMU BAHAGIA? KARENA AKU BAHAGIA!
9. MENDEKAT, AKU AKAN MENJAGAMU
10. TESTPACK DAN LELAKI RANDOM
11. ANTARA CINTA DAN TANGGUNG JAWAB
12. HARI YANG PENUH KEJUTAN
13. MUSUH DALAM SELIMUT
14. KECUPAN DAN PELUKAN YANG MENENANGKAN
15. BUKAN URUSANMU!
16. PERMINTAAN MENDADAK YANG MENGEJUTKAN
17. KARENA KITA HARUS SALING MENGENAL
18. WANITA TERHORMAT YANG MENYELINAP
19. LAMARAN DAN PERSIAPAN HARI BAHAGIA
20. MENIKAH! LALU ....
AUBREE, PEREMPUAN YANG PATAH HATINYA
SELIMUT TAMBAHAN
KUE ULANG TAHUN
How I Found Your Number
VOTE COVER!
OPEN PO!
Bundling
Ready On Playbook!

7. DUA GARIS TAK TERDUGA

10.8K 1.6K 297
By verlitaisme

"Sepertinya, kamu hamil, Cantik ...."

Perkataan Nenek Amika yang terus berdengung di telinganya sejak siang tadi, membuat langkah Aubree terhenti di depan sebuah apotek malam ini. Jiwanya bergelut, untuk melanglah masuk dan membeli alat tes kehamilan, atau menganggap ucapan nenek tua itu sebagai angin lalu.

Lagi pula, bagaimana mungkin dirinya hamil? Hanya Zayn satu-satunya pria yang menyentuhnya. Dan Zayn mandul!

Tetapi, lagi. Omongan Nenek Amika begitu meyakinkan. Tangan Aubree perlahan bergerak menyentuh bagian perutnya, merunduk, dan menatap bagian yang terlihat rata.

Ketika mual tiba-tiba terasa mendesak, Aubree tidak lagi mencegah langkahnya untuk masuk. Dengan sedikit canggung, dia membeli testpack, kemudian segera berlalu dari apotek.

Di kamar kos-nya, Aubree termenung di ujung ranjang. Pada tangannya testpack yang tadi dibeli tergenggam. Rintihan tangis keluar dari bibirnya. Tidak boleh ada yang mendengar nestapanya malam ini.

Sekali lagi dilihatnya betul-betul garis dua yang terpampang di benda pipih itu. Tidk percaya rasaya. Bukankah Zayn mandul? Apa yang terjadi kalau memang benar pria itu mandul? Dia pasti akan berkelit, membiarkannya memutuskan apa yang harus dilakukan sendirian. Apa Zayn membohonginya?

Membayangkan hal itu saja, sudah membuat Aubree gemetar. Hanya Zayn yang pernah menyentuhnya. Bayangan tentang orangtuanya pun bergolak di pikiran. Apa yang harus dikatakannya pada mereka,  saat perut semakin membesar, tanpa ada ayah dari sang calon bayi?

Tetapi Aubree tahu, dia tidak boleh hancur sehancur-hancurnya. Dia harus melakukan sesuatu. Setidaknya Zayn harus tahu, entah apa pun nanti reaksinya.

Cepat diraihnya ponsel pada ranjang, menggulir layar ponsel, dan bersyukur saat melihat nomor Zayn masih ada di sana. Untungnya, dia tidak gegabah langsung menghapus nomor pria itu. Untung ....

Aubree merapatkan ponsel ke telinga, menanti dengan cemas saat panggilannya tidak juga direspon. Sepertinya Zayn tidak akan mengangkat telepon dari nomor asing. Ada sedikit penyesalan karena telah meminta pria itu menghapus nomor teleponnya. Siapa yang tahu, kejadian tak terduga ini akan terjadi?

Hampir saja Aubree meletakkan ponsel karena putus asa, saat tiba-tiba sahutan terdengar.

"Aubree?" Sapaan itu terdengar berat, membuat perempuan itu berdebar.

"Za-Zayn ...." Aubree menyahut dengan gemetar. Zayn langsung tahu kalau dirinya yang menelepon. Sudah pasti, pria itu juga tidak menghapus nomor teleponnya.

"Ya, Aubree. Apa kamu baik-baik saja?"

Tidak. Aubree sedang tidak baik-baik saja.

"A-Apa aku mengganggu?"

"Tidak!" Zayn menyahut cepat di seberang sana. "Aku justru lega kamu menghubungiku. Aku menanti kamu menghubungiku."

Aubree menggigit bibir bawahnya sendiri, menarik napas sebelum berkata, "A-Aku ...."

Sialnya, jantung yang berdegup dan kesedihan mendadak melesak masuk ke hatinya. Membayangkan bagaimana reaksi Zayn benar-benar membuatnya Aubree serba salah.

"Aubree, apa aku sudah merusak semangat hidupmu?" Pertanyaan Zayn terdengar sayup-sayup. Nyaris tak terdengar. Meaki tidak yakin, Aubree merasa ada penyesalan yang terselip di sana.

"Zayn ...." Aubree mendesah, lelah menahan tangis sepanjang panggilan telepon. "Apa kita bisa bertemu? Di kedai kopi waktu itu?"

Tanpa diduga Zayn menyahut dengan cepat, "Aku akan tiba di sana dalam setengah jam."

***

Cokelat panas, hujan, alunan 'Berawal Dari Tatap' milik Yura yang memanjakan telinga, kursi dan meja dekat lemari berbentuk kubikel telepon yang sama waktu itu.

Kali ini, Aubree yang duduk menanti Zayn. Mata perempuan itu tidak lepas dari pintu yang membuka dan menutup beberapa kali saat ada pengunjung datang dan pergi.

Sesungguhnya Aubree merasa kecemasan yang sangat. Testpack yang dibawanya dalam tas kecil hitam yang saat ini berada di meja, akan mengubah seluruh hidupnya---dan mungkin Zayn---malam ini.

Suara pintu kaca yang terbuka membuat perempuan dengan sweater cokelat susu longgar itu, kembali menoleh ke arah pintu.

Seorang pria berkaus putih yang ditimpa jaket berbahan denim terlihat masuk. Berdiri sejenak di ambang pintu, menyapu ruangan dengan pandangan. Saat matanya bertemu dengan mata perempuan yang sedang dicarinya, senyum pun tersungging.

Zayn melangkah mendekati perempuan yang sedang berdebar hebat saat ini. Entah mengapa, rasanya menyenangkan bisa menemui Aubree malam ini. Melihat perempuan itu baik-baik saja, kelegaannya semakin menjadi. Sepertinya, kekhawatirannya lebih dari seminggu belakangan ini berlebihan.

Begitu tiba di hadapan Aubree, Zayn menarik kursi dan duduk di sana.

"Aku lega kamu baik-baik saja," katanya, begitu bokongnya lekat pada kursi. "Ada apa?"

Aubree menghela napas panjang dengan perlahan. Tangannya bergerak merogoh tas di meja untuk mencari benda yang akan diperlihatkannya pada Zayn.

Tidak lama, testpack itu sudah diletakkannya pada meja di hadapan Zayn.

"Testpack?" Zayn bertanya setelah melihat benda panjang itu di meja sesaat. Dipandangnya Aubree dengan penuh tanda tanya.

"Garisnya dua," sahut Aubree sambil menunjuk ke arah garis di testpack.

Zayn menunduk lagi, memperhatikan kembali garis dengan tidak paham.

"Kamu hamil?" tanyanya bingung, kembali menatap Aubree.

"Anak kamu ...." Aubree berucap, dengan kerongkongan yang mendadak kering.

Zayn mematung untuk beberapa saat, sebelum menunduk lagi untuk melihat testpack dan Aubree bergantian. Kemudian, kembali membeku.

Logikanya bergelut. Bertanya-tanya tentang bagaimana bisa Aubree mengatakan kalau ia hamil karena dirinya? Bukannya perempuan itu tahu kalau seorang Zayn tidak dapat membuahi.

Aubree sendiri menunduk dalam-dalam. Gelisah, paham sekali jika Zayn hendak berkelit. Pasrah. Logika saja, bagaimana bisa lelaki mandul membuahi.

Membayangkan hari-harinya setelah ini, membuat hati Aubree nyeri. Tetapi, apa boleh dikata? Dia tidak mungkin melakukan kesalahan sekali lagi dengan menggugurkan jabang bayinya.

"Kita akan ke dokter besok."

Ucapan Zayn sontak membuat Aubree mengangkat kepala. Matanya mengerjap berkali-kali, mencoba memastikan apa yang baru saja didengarnya.

"Kita akan memeriksa kandunganmu ke dokter besok," ucap Zayn lagi.

"Apa sebenarnya kamu tau, kalau sebenarnya kamu bisa membuahi?" Aubree bertanya dengan hati-hati, takut kalau Zayn berpikir dirinya sedang dituduh. Meski pun, sebenarnya demikian. Jika Zayn benar tahu, artinya Aubree telah ditipu.

Zayn menggeleng. "Aku tidak bisa membuahi, itu yang aku tau. Selama 3 tahun 6 bulan, tidak ada satu pun benih yang berhasil berkembang di rahim Kiran."

Kiran ....
Baru kali ini Aubree mendengar nama itu. Yang langsung disimpulkannya sebagai nama dari mantan istri Zayn.

'Kalau kamu yakin ini bukan anakmu, kenapa ...." Aubree menggantung kalimat, kembali ia mengerjap menatap Zayn yang terlihat tenang di hadapannya.

"Karena kamu hamil, dan harus diperiksa. Bukannya seharusnya begitu?" Zayn bertanya, lalu senyum tipis nan pelit itu, terpasang di wajahnya.

Aubree menghela napas, meraih testpack dan memasukkannya kembali ke tas dengan tergesa. Zayn sedang mengasihaninya, itu yang dirasakannya. Berbuat baik karena terpaksa. Benar-benar harga dirinya tersentil.

"Aku tidak ingin dikasiha---"

"Apa selain denganku, kamu tidur juga dengan pria lain?" Pertanyaan Zayn membuat omongan Aubree terhenti. Pria itu menatap lekat perempuan yang sedang menatapnya seolah-olah hendak menangis.

Tentu saja Aubree merasa benar-benar sedih ketika petanyaan itu meluncur dari mulut Zayn. Hanya Zayn yang pernah menyentuhnya, tidak ada orang lain, dan Aubree berani bersumpah untuk itu.

Air mata dari mata indah itu pun luruh. Ditutupnya wajah dengan kedua telapak tangan agar kesedihannya tak tampak.

"Cuma kamu, Zayn. Cuma kamu ...," ucap Aubree lirih dengan suara gemetar.

"Keajaiban. Siapa yang tau, 'kan?" Zayn berbisik, seraya mengulurkan tangan untuk menarik telapak tangan yang menutupi wajah cantik Aubree "Besok, kita ke dokter," ujarnya lagi, meyakinkan.

***

Zayn menghentikan BMW the X3-nya di depan sebuah rumah berlantai dua dengan cat biru di pinggir jalan. Tulisan "Rumah Kos Alamanda", tersemat di pagar hitam yang terbuat dari besi ulir.

Zayn menurunkan kaca jendela mobilnya, melongok ke arah rumah mencari keberadaan Aubree. Saat tidak dilihatnya perempuan itu, segera diambilnya ponsel dan mengirimkan pesan di WA Messenger.


Aku sudah di depan kosan kamu.

Tunggu sebentar.

Zayn meletakkan ponselnya kembali ke saku kemeja kotak-kotak yang dikenakannya. Kemudian menatap lagi ke arah rumah, sampai ketika tubuh semampai bergaun kotak-kotak muncul dan mendekati mobilnya.

"Aku boleh masuk?" Aubree sedikit menunduk sambil membetulkan letak tas yang dicangklong.

Zayn tidak menjawab, dia malah fokus gaun kotak-kotak yang dikenakan oleh Aubree.

"Apa kita janjian?" tanyanya, pada perempuan yang diikat ekor kuda rambutnya pagi ini.

Otomatis Aubree memperhatikan gaun yang dikenakannya dan Zayn. Kemudian menggeleng.

Zayn menyungging senyum, memberi kode dengan mwnggerakkan kepala ke arah Aubree agar perempuan itu masuk ke bangku penumpang sebelahnya. Setelah itu, keduanya segera meluncur menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, duduk di depan ruangan yang di pintunya tertera nama dokter dengan tittle Spog di belakang namanya. Aubree tak henti-hentinya menoleh, menatap sekeliling dengan cemas.

"Ada apa?" tanya Zayn, menyadari kecemasan Aubree.

"Aku khawatir," Aubree menatap Zayn, "ada yang mengenaliku." Dia berbisik.

Zayn menyungging senyum, paham akan rasa khawatir perempuan itu. "Makanya aku ngajak ke yang praktek pagi," katanya. "Masih sepi."

Aubree mengerucutkan bibir, kembali menatap sekitar dan menyadari kalau memang masih sepi. Dihelanya napas, kemudian bersandar dengan lebih santai.

Tidak lama kemudian nama Adelicia Aubree dipanggil. Bersama Zayn dia masuk ke dalam ruang periksa. Ada seorang dokter wanita ramah, yang tersenyum sejak mereka muncul dari balik pintu.

"Ada yang bisa dibantu?" Dokter bernama Hani---sebagaimana tertera di mejanya---bertanya, ketika keduanya sudah duduk.

"Saya hamil," sahut Aubree. "Padahal dia mandul ...." Aubree menunjuk Zayn dengan ibu jari, sementara matanya menatap dr. Heni dengan serius.

Mata Zayn membulat, menoleh ke arah Aubree dengan tidak percaya. Bisa-bisanya perempuan ini berbicara selugas itu tanpa ragu. Mengatakannya mandul di depan orang asing tanpa persetujuan.

Tidak mungkin beradu argumen di depan dokter, Zayn hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Menoleh ke arah dr. Heni yang ternyata juga sedang menatapnya, dan melempar senyum dengan kedua bahu yang terangkat pasrah.

"Apa sudah ada hasil dari pemeriksaan yang menyatakan Anda mandul, Pak?" tanya si Dokter dengan kening berkerut.

Zayn mengangguk. "Sudah diperiksa dan diobati. Selama dua tahun terakhir, dan tidak membuahkan hasil sama sekali."

"Mungkin kali ini berhasil? Siapa yang tau?" Dr. Heni menyungging senyum. Kemudian dipersilakannya Aubree untuk berbaring di atas ranjang.

Aubree sedikit terkejut saat cairan serupa gel yang dingin dioleskan di perutnya. Lalu benda layaknya barcode di letakkan di perutnya dan digeser-geser dengan lembut.

Zayn sendiri berdiri tak jauh dari Aubree. Matanya khusuk menatap layar monitor yang meperlihatkan gambar putih abu-abu yang terlihat asing.  Berbentuk kerucut, dengan titik hitam kecil di bagian bawah.

"Ini calon bayinya." Dokter itu menunjuk ke arah titik hitam kecil, yang sedari tadi mengusik pandangan Zayn.

"Itu cuma sebuah titik," ujar Zayn, tidak yakin dengan ucapan si dokter.

"Titik dulu, kemudian menjadi gumpalan, baru, deh, nanti akan muncul bagian-bagian tubuhnya beberapa bulan ke depan." Lagi, dokter itu menjelaskan.

"Aku benaran hamil?" Aubree mengamati layar dengan tak percaya.

"Kapan terakhir menstruasi?" tanya dr. Heni, sambil mengambil tisu dan melap gel dari kulit perut Aubree.

"Hampir tiga minggu lalu." Aubree menyahut, memperbaiki bajunya yang disingkap, juga menyingkap selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya.

Saat hendak duduk, dengan sigap tangan Zayn terulur. Membantu Aubree bangkit dan berdiri. Agak kikuk, perempuan itu menerima bantuan Zayn, membiarkan pria itu merangkul pinggangnya agar mudah berdiri.

Dr. Heni terlihat sudah duduk di kursinya, tangannya bergerak mencatat resep.

"Saat ini jabang bayinya sehat, memasuki minggu ketiga ...."

"Eh!" Aubree hendak protes. Dirinya bahkan baru bercinta dengan Zayn seminggu lebih yang lalu.

"Jangan kaget. Ini dihitung dari masa terakhir haid." Sepertinya dr. Heni paham dengan apa yang hendak diprotes.

Aubree memberengut di kursinya, sementara Zayn hanya mengangguk-angguk. Dia tak paham.

"Mau saya berikan pengantar ke dokter andrologi? Anda bisa cek kesuburan di sana kalau mau ...." Dokter itu menatap Zayn.

Belum sempat Zayn menjawab, Aubree sudah mengiyakan terlebih dahulu, dengan bersemangat.

***

"Kami akan menganalisis sperma Anda." Dokter pria berkacamata menyodorkan tabung bening ke arah Zayn. "Saya butuh sperma Anda."

Zayn memerima tabung kecil itu, sementara Aubree bergidik jijik. Membayangkan cairan kental berwarna keputihan di tabung itu, membuatnya bergidik.

Namun, ini bukan kali pertama untuk Zayn. Dia pernah melakukan analisis ini dulu. Analisis yang menyatakan bahwa dia tidak subur.

"Ruangannya di sana." Si dokter menunjuk pintu yang ada di sisi kirinya. Ruangan di dalam ruangan. "Ada majalah, dan koleksi film yang mungkin Anda butuhkan." Dia tersenyum, sementara Aubree melongo dengan mata melebar. Perempuan itu benar-benar takjub.

"Saya streaming aja, Dok." Zayn berseloroh, bangkit dari duduk dan masuk ke ruangan yang ditunjuk.

Aubree memperhatikan Zayn hingga hilang di balik pintu.

"Apa yang akan Zayn lakukan di sana?" Aubree bertanya.

Dokter andrologi bernama Hendra itu menatap Aubree sambil tersenyum. "Masturbasi."

Sontak Aubree menutup mulut dengan salah satu telapak tangannya. "Mas-Masturbasi?" tanyanya lagi dengan terkejut.

"Saya butuh spermanya." Dokter itu mengangguk, tak lama keningnya berkerut. "Anda istrinya, 'kan?"

"Heh?" Aubree kembali terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba.

"Bantu suami Anda sana! Daripada masturbasi, yang halal kan sudah ada," ujarnya.

Aubree menggeleng, menyeringai senyum, berharap paniknya tak terbaca.

"Bantulah. Kasian suaminya, nanti malah lecet. Tidak ada CCTV kok di sana. Aman." Dokter Hendra mendesak.

"Tapi, Dok ...."

"Kasurnya juga nyaman. Ayo, jadi istri yang baik ...."

Sialan! Aubree mengumpat dalam hati.

Namun, demi menghindari kecerewetan dan desakan lebih lanjut. Meski ragu dan berdebar setengah mati karena malu, Aubree masuk juga ke ruangan itu.

Zayn yang baru saja menurunkan resleting celananya, segera menarik kembali resleting naik begitu melihat pintu terbuka, dan Aubree melangkah masuk.

"Ngapain?" tanyanya panik, setelah pintu tertutup.

Aubree mengangkat bahunya, lalu menurunkannya dengan lunglai. "Disuruh dr. Hendra bantuin kamu." Dia meringis.

Zayn mengulum senyum. Menahan agar tidak meledak tawanya.

"Disuruh jadi istri yang baik.  Kalau enggak, nanti kamu lecet." Aubree menambahkan, "Sialan banget."

"Jadi, mau bantuin aku?" Zayn menggerakkan tangannya, seolah-olah hendak menurunkan resletingnya kembali.

Aubree segera berbalik, memunggungi Zayn yang duduk di ujung ranjang di ruangan itu. Dipejamkannya mata erat-erat. Serasa masih kurang, ditutupnya juga mata yang terpejam dengan telapak tangan kuat-kuat.

"Jangan mendesah!" Aubree memperingatkan, wajahnya terasa panas karena malu luar biasa. "Apalagi mengerang!" tambahnya.

*
*
*

Suka?

Continue Reading

You'll Also Like

211K 24.5K 59
[discontinued] just read and you won't regret it. use your imaginationβ™‘
84.1K 12.4K 40
Di usianya yang menginjak 28 tahun, Sofie dijodohkan oleh orang tuanya. Gadis itu tak percaya mengalami pemaksaan dalam keluarganya sendiri. Padahal...
97.8K 11K 38
everyone will find a home to stay. Querencia (n) : /kΙ›ΛˆΙΉΙ›nsΙͺΙ™/ The place where one's strength is drawn from; where one feels at home; the place where...
50.3K 4.1K 37
[REVISI CERITA ETHAN] Romance/Humor/Sad/Family Kami berpisah dengan cara baik-baik. Bahkan di antara kami tidak ada yang merasa tersakiti karena...