The Same Feelings

By fauky_

183K 9.2K 545

Kisah Alvaro Gavriel dan Revita Pradipta yang baru saja dimulai... --Sekuel The Same Things-- More

The Same Feelings
Prolog - Revita
1. Alvaro - We're Back
2. Revita - Reunion Party
3. Alvaro - Pasar Malam
4. Revita - The Heartstrings and The Heartbreak
5. Alvaro - Jealous
6. Revita - Nightmares Begin
7. Alvaro - The Accident
8. Revita - This Feelings
9. Alvaro - I Think I'm in Love with You
10. Revita - Him
11. Alvaro - Beautiful in White
12. Revita - Shock
13. Alvaro - Afraid
14. Revita - A Day With Him
15. Alvaro - Protect Her
16. Revita - Everything Has Changed
17. Alvaro - Bad Dream
18. Revita - Walk Around In The Dark Night
20. Revita - Beetwen Alvaro Gavriel and Jovan Ryandi
21. Alvaro - The Psychopath
22. Revita - The Truth
23. Alvaro - Awake
-Sebuah Pesan-
24. Another Point of View
25. Alvaro - Happy Ending?
26. Revita - Epilog
GOOD NEWS!!!
Ready To Come Back

19. Alvaro - My Princess

5.1K 314 14
By fauky_

Rasanya aku ingin membunuh Billy dan Daniel yang menciptakan permainan ini. Bisa-bisanya mereka membuat permainan konyol seperti ini. Oke, sebenarnya aku bukan marah karena permainannya. Aku marah karena yang satu kelompok dengan Revita bukan aku, melainkan Kevin. Dan itu sukses membuatku uring-uringan tak jelas seperti ini. Dengan sangat terpaksa aku harus berjalan dengan Valeria.

Langkahku terhenti. Bagaimana mungkin aku lupa kalau Revita sangat takut dengan hal-hal menakutkan? Dan Kevin juga sangat takut dengan hal-hal berbau setan. Bagaimana keadaan mereka berdua? Ah sial, bagaimana kalau Revita menangis seperti dulu lagi saat di rumah hantu? Ingin rasanya aku berbalik arah, namun sekali lagi aku teringat akan peraturan sialan itu.

“Memikirkan Revita?” tanya Valeria

“Mereka berdua penakut. Kenapa bisa satu kelompok? Nggak adil banget”

“Bukan karena lo nggak satu kelompok sama Revita?”
Itu juga salah satu alasannya batinku

Aku hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan Valeria. Melihat gambaran peta yang dibuat oleh Billy dan Daniel. Ah, dasar mereka benar-benar payah dalam menggambar. Mana mungkin mereka dengan bisa membaca gambaran aneh seperti ini? Lagi-lagi aku kepikiran dengan Revita. Apa dia baik-baik saja? Apa Kevin bisa menjaga Revitaku? Revitaku? Ah, semoga suatu saat itu benar-benar terjadi.

“Lo sekhawatir itu sama Revita? Lo ada rasa sama dia?”

“Nggak, biasa aja. Kita Cuma sahabat” jawabku berbohong. Ya, aku berbohong. Karena sesungguhnya aku mencintainya.

“Tapi gue nggak yakin” jawab Valeria

Aku terus berjalan cepat mengikuti peta tersebut sebelum lilin di tangan Valeria habis. Valeria mengikutiku tanpa merasa takut. Tipe cewek pemberani. Tidak kaget sih, bisa dilihat dari perilakunya yang jauh dari kata anggun.

“Jadi, gimana? Lo ada rasa sama Revita? Kalo gitu, lo harus saingan dong sama Jovan?”

Mendengar nama Jovan disebut membuatku mengeratkan genggaman tanganku pada kertas ini. Mencoba menahan emosi yang akan meledak. Tidak! Jovan bukanlah sainganku. Bukankah Revita sendiri yang mengatakan bahwa dia tak ingin kembali pada Jovan? Membuatku memunculkan seringaian kecil.

“Jovan bukan tandingan gue” sahutku

“Jadi bener lo cinta sama Revita?” seru Valeria senang

“Emang segitu keliatannya ya kalo gue suka dia?” ujarku pada akhirnya

“Ehmm…mata lo itu seolah bilang kalo lo bakal ngelakuin apapun buat ngelindungi dia. Bahkan saat peluru menembus jantung lo, lo akan rela asalkan Revita selamat. Isn’t it?”

“Bahasa lo yaampun. Jadi penulis sana” sahutku datar

“Tapi gue seneng kalo Revita sama lo”

“Kenapa?”

“Revita nggak pantes buat cowok yang nggak bisa nentuin perasaannya sendiri. Jovan masih labil dan belum bisa tegas sama perasaannya sendiri”

Aku membenarkan dalam hati apa yang Valeria ucapkan. Jovan memang bukan lelaki yang tegas akan hidupnya. Dia masih belum sanggup menegaskan kemana hatinya berpihak. Dia mudah tergiur bayangan sesaat yang menggoda mata. Namun, saat yang dihatinya pergi dan menghilang, dia merasakan kehilangan yang sangat dalam. Dan dia pantas mendapatkannya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintainya dengan tulus.

Perjalanan masih lumayan panjang. Namun, baik aku maupun Valeria hanya terdiam. Sial, lama sekali sih petualangan sialan ini? Hatiku benar-benar tak bisa fokus saat ini. Pikiranku berada di tempat lain. Pikiranku dibawa lari oleh gadis yang saat ini berbeda rute perjalanan denganku.

“Jadi, lo bakal saingan sama sahabat lo sendiri, eh?” tanya Valeria kembali

“Saingan sama sahabat sendiri, mencintai seseorang yang dicintai juga oleh sahabat bukanlah hal baru buat gue” jawabku

“Maksud lo? Lo pernah saingan sama sahabat lo sebelumnya?”

“Ah, gue lupa. Lo tadi dateng telat ya?” tanyaku “Gue pernah suka. Ah, bahkan cinta sama Naira”

“NAIRA?” pekiknya kaget

“Biasa aja kali” sahutku terkekeh

“Tapi, Naira? Hubungan lo sama Kevin nggak ada apa-apa perasaan?” tanyanya bingung

“Cerita lama. Toh sekarang Naira bahagia sama Kevin kan? Itu udah lebih dari cukup buat gue. Naira bahagia, gue akan cari kebahagiaan gue yang lain. Kebahagiaan gue yang baru” ujarku

Jalanan sudah mulai menipis. Cahaya sudah mulai terlihat tepat saat lilin ini meleleh habis. Jadi, petunjuk peneranganku saat ini adalah lampu di depan hutan. Rasanya aku benar-benar ingin membunuh mereka berdua. Dengan santainya mereka menyalakan kayu bakar dan duduk santai sambik memakan jagung bakar. Dengan setengah berlari aku menghampiri mereka berdua dan menngapitnya dengan kedua lenganku.

“Kalian gila? Ngebiarin dua orang penakut dalam satu kelompok dan malah asik-asikan makan disini?” ujarku marah

“Lo gila? Mau ngebunuh gue, hah?” seru Billy sambil ingin melepas apitanku

“Ah, ngebunuh orang nggak dosa, udah dari tadi gue ngebunuh lo berdua” jawabku lalu melepaskan apitanku

“Santai aja kali, Var. Bentar lagi juga Revita bakalan nyampe” tenang Valeria

Aku terdiam dan mengambil duduk diantara Billy dan Daniel. Mereka memegang lehernya yang habis kuapit, lalu aku mendengar kekehan dari Luke. Membuatku melotot kearahnya. Dia langsung terdiam dan menahan tawanya. Melihat jam di tanganku. Mengapa mereka lama sekali? Aku sudah akan beranjak untuk menjemput mereka, namun tangan Billy menahanku.

Aku duduk dengan gelisah dan sering melihat kearah jam tangan. Sungguh, aku tak akan tenang jika belum melihat Revita. Bahkan ini sudah lebih dari lima menit aku menunggunya. Ini terlalu lama, aku sangat yakin bahwa Revita nyasar entah kemana. Langsung saja aku bangkit. Daniel menahan tanganku namun aku menepis tangannya. Aku tidak bisa tenang begitu saja.

Setengah berlari aku akan memasuki hutan. Namun, sebelum aku menyampai bibir hutan, Revita terlihat keluar dengan Yuuta. Revita merangkul lengan Yuuta erat seraya memejamkan matanya. Ya Tuhan, hatiku langsung tenang. Aku tau Revita pasti sangat ketakutan. Langsung saja aku menghampirinya dan memeluknya, mengambil alih peran Yuuta.

Seketika suasana langsung ramai karena aksiku barusan. Bodo amat. Aku tak peduli dengan apapun yang ada di dalam otak mereka. Hatiku langsung menghangat hanya karena melihatnya baik-baik saja. Memutar tubuh Revita untuk mengecek apakah dia baik-baik saja. Dan tindakanku langsung mendapat timpukan dari Kevin.

“Gue emang takut, tapi gue nggak bikin cewek lo lecet kali”

Aku menatap Revita dan melihat rona merah samar di wajahnya. Gadisku malu, eh? Langsung saja aku memeluknya lagi. Mengisi oksigen dalam paru-paruku. Dia bagaikan oksigen bagiku. Dimana saat aku tak mengetahui bagaimana keadaannya, maka aku akan merasakan sesak yang luar biasa sakitnya. Dan obatnya adalah mengetahui bahwa dia baik-baik saja dan memeluknya dengan sangat erat seperti ini.

I’m fine, Va. I’m fine” Tenangnya sambil menepuk punggungku

Langsung saja aku melepaskan pelukanku dan beranjak untuk duduk mengelilingi api unggun bersama anak-anak lainnya. Langsung saja aku mengambil tempat duduk di sebelah Billy. Luke membagikan jagung yang sudah diberikan bumbu dan menyuruh kami untuk membakarnya sendiri. Daniel menyodorkan gitar kepadaku. Membuatku memutar mata malas. Aku sedang tidak mood untuk bermain gitar. Revita mengambil alih jagungku dan menatapku seolah ingin aku bernyanyi. Akhirnya, aku mengambil gitar itu dan memangkunya di pangkuanku.

“Mau request lagu apaan?” tanyaku malas

“You suck at love!” usul Billy

Aku menyeringai sambil menatap Billy. Dan dia juga melakukan hal yang sama. Sepertinya kami memang tak ingin menyanyikan sesuatu yang membuat galau atau lagu-lagu dengan tema romantis. Akhirnya aku memulai intro lagu tersebut. Membuat lagu yang betempo cepat menjadi akustik.

Melihat teman-temanku berkumpul jadi satu sambil tertawa bersama rasanya sangat membahagiakan. Aku memainkan gitarku sambil menatap mereka satu-satu. Bahagia itu sederhana, hanya saat kamu bersama orang-orang yang kamu sayangi dan menyayangimu di depan api unggun dengan jagung bakar di tangan mereka masing-masing sambil menyanyikan lagu ditemani oleh petikan gitar. Sangat menyenangkan bukan?

We started off incredible
Connection undeniable
I swear I thought you were the one forever (forever)
But your love was like a loaded gun
You shot me down like everyone
Cause everyone's replaceable
When you're just so incapable
Of getting past skin deep

Guess what, another game over
I got burned but you're the real loser (hey!)
I don't know why (hey!)
I've wasted my time with you
You're bad news, a history repeater
You can't trust a serial cheater
You're good at hooking up but you suck at love
You suck at love

You played me like an amateur then stabbed me like a murderer
I'm left for dead, another one of your victims
It's not like you're unpredictable
But your act is so believable
I know it's nothing personal
It's just business as usual
You're good at what you do

Guess what, another game over
I got burned but you're the real loser (hey!)
I don't know why (hey!)
I've wasted my time with you
You're bad news, a history repeater
You can't trust a serial cheater
You're good at hooking up but you suck at love
You suck at love

Now I kinda feel bad for you
You're never gonna know
What it's like to have someone to turn to
Another day, another bed
It's just a game inside your head

Guess what, another game over
I got burned but you're the real loser (hey!)
I don't know why (hey!)
I've wasted my time with you
You're bad news, a history repeater
You can't trust a serial cheater
You're good at hooking up but you suck at love

Guess what, another game over
I got burned but you're the real loser (hey!)
I don't know why (hey!)
I've wasted my time with you
You're bad news, a history repeater
You can't trust a serial cheater
You're good at hooking up
(You're good at hooking up)
You messed this whole thing up
(You messed this whole thing up)
You were such an awesome fuck
But you suck at love
You suck at love

Billy dan Daniel ikut menyanyikan lagu tersebut. Lagu yang sebenarnya bermakna sakit hati, namun hanya makna. Jadi, bukan secara tersurat. Tempo yang cepat benar-benar menggairahkan untuk bermain musik. Dulu saat kami masih sering bermain, lagu ini juga termasuk sering kami mainkan jika kami sedang marah karena mendapat nilai ulangan yang jelek, atau sedang jengkel dengan guru di kelas.

Lalu, semua memesan beberapa lagu untuk dinyanyikan. Revita dengan sabar menyuapiku jagung bakar. Benar-benar romantis bukan? Walaupun aku tak menyukai dan selalu meledeknya yang menyukai novel-novel romantis, namun ketika melakukan kegiatan seperti ini, aku sangat senang sekali. Bahkan rasanya, aku ingin teriak kepada seluruh dunia bahwa aku teramat senang hari ini.

Lagu kedua adalah lagu pesanan Naira dia ingin aku menyanyikan lagu milik Justin Bieber yang berjudul As Long As You Love Me. Lalu, lagu kedua pesanan Luke, dia memesan lagu Blink 182 yang berjudul I Miss You. Daniel, Billy, dan Yuuta langsung bersorak sorai. Sepertinya kami—para cowok—menyukai band tersebut. Semua ikut bernyanyi saat aku mulai memasuki bait pertama. Membuatku mengistirahatkan suaraku dan bernyanyi secara lirih. Kami tertawa bersama saat menyanyikan lagu tersebut.

Revita memberiku minuman. Kegiatan masih berlanjut, mereka bilang masih ingin bernyanyi dan bersenang-senang di sini. Padahal, kami sudah mengkhawatirkan para gadis. Namun, mereka dengan keras kepalanya masih ingin sejenak bernyanyi dan tertawa bersama.

Hutan ini ternyata memang digunakan untuk sarana outbond. Dan kami sebelumnya sudah konfirmasi terlebih dahulu kepada pihak keamanan, dan mereka memberikan ijin. Tentu saja, tidak mungkin mereka menolak saat ketiga gadis tersebut merengek meminta untuk diijinkan menginap di depan api unggun seperti itu. Awalnya, aku jelas menentang tentang ide mereka, namun sekali lagi. Aku kalah dengan pandangan memelas milik Revita. Sekarang, Revita adalah salah satu kelemahanku.

Kami melanjutkan acara menyanyi kami. Dengan mereka yang sudah menyiapkan berbagai macam makanan yang siap untuk dibakar. Valeria memesan lagu milik Simple Plan yang berjudul Welcome to My Life, lalu Luke ingin menyanyikan lagu Simple Plan lainnya yang berjudul Jet Lag. Kami lanjut bernyanyi, sampai Naira sudah terlebih dahulu tertidur di pundak Kevin. Aku tersenyum melihat pemandangan tersebut. Benar-benar tak ada lagi rasa sakit ternyata.

Lalu, Valeria yang akhirnya tertidur di pundak Luke. Membuat Luke yang awalnya terkejut, namun kemudian membiarkan Valeria teridur. Satu per satu temanku mulai tertidur. Hingga tersisa hanya aku dan Revita yang bertahan untuk tak memejamkan mata. Mungkin Revita takut untuk memejamkan mata karena mimpi buruknya. Memainkan intro lullaby milik Revita. Dia terlihat terlonjak dan langsung menatapku. Membuatku tersenyum sambil tetap memainkan gitarku.

“Tidur, Ta” ujarku. Dia menggeleng pelan

“Ntar aku mimpi buruk lagi” ujarnya lirih

“Mimpi itu nggak akan mengganggumu malam ini. I’ll be your dreamcatcher. So, you just have a nice dream tonight” ujarku tersenyum

Promise?” tanyanya sambil menaikkan jari kelingkingnya. Mengajakku untuk pinky promise, eh? Dia benar-benar anak kecil ternyata.

Revita menatapku ragu. Aku menghentikan permainan gitarku dan menautkan kelingkingku pada kelingkingnya. Menyandarkan kepalanya pada bahuku. Lalu aku memilih menopang tubuhku dengan satu tanganku, sedangkan tanganku yang lain membelai kepalanya pelan. Berharap dia segera tertidur dalam rengkuhanku.

Mimpi indah, Ta batinku lalu mencium keningnya.


Hari ini aku sudah harus kembali ke rutinitas awalku, yakni bekerja. Tentu saja aku masih mendesign di rumah, aku masih takut dan tak ingin meninggalkan Revita sendirian di dalam rumah. Setelah dua hari lalu kami terbangun dengan badan yang pegal-pegal, kami langsung memutuskan untuk balik ke villa dan berkemas lalu, pulang ke Jakarta kembali.

Meminum kopi hitam hangat favoritku. Walaupun bukan buatan BitterSweet, namun aku tetap menyukainya, karena ini adalah kopi hitam. Setelah menyecapnya sebentar, aku menaruh cangkir tersebut dan mulai untuk menggambar kembali.

Revita masih belum turun dari kamarnya. Itu tandanya dia masih tertidur dengan pulas. Karena, saat dia terbangun dia pasti akan menemuiku di meja makan. Sepertinya, aku harus meminta Mama untuk menambahkan satu ruangan lagi untuk ruang kerjaku. Daripada meja makan ini yang berubah menjadi meja kerjaku bukan?

Kembali aku menekuni laporan orang yang akan memodifikasi mobilnya. Kenapa akhir-akhir ini banyak sekali anggota intelijen atau apapun yang tidak menyebutkan identitasnya? Lagi-lagi yang mereka pesan adalah mobil yang dimodifikasi untuk anti peluru dan kecepatannya yang nyaris menyamai para pembalap mobil profesional. Lagian, mana mungkin mereka bisa mengebut di Jakarta yang macetnya perlu diberi rekor Muri ini?

Menggoreskan pensilku dan mulai bergelut dengan semua imajinasiku. Aku ingin design kali ini sangatlah terlihat bahwa mobil ini berbahaya. Yang kalian akan temui sebagai mobil tahan banting, jika tersejadi tabrakan kuat atau apapun hanya meninggalkan goresan dibagian badan mobilnya saja. Setelah selesai menyelesaikan satu sketsa, langsung saja aku menyambar laptopku dan mulai membuat design-nya lewat aplikasi perangkat lunak bernama SketchUp. Aplikasi itu merupakan aplikasi buatan Google. Ah sepertinya Google ingin memperbanyak peruntungannya dengan membuat banyak aplikasi yang memudahkan masyarakat dalam melakukan tugasnya.

“Kerja lagi, Va?” aku terkejut dan nyaris jatuh jika tangan Revita tak menarik tanganku

“Revita ish. Nggak lucu tau nggak!” ujarku sebal

“Sorry, aku kira kan kamu denger langkah kakiku” ujarnya dengan cengiran

“Untung aku nggak jadi jatuh” kataku sambil mengelus dada

“Va!” panggil Revita yang kujawab dengan gumaman. Fokusku kembali pada design mobil di depanku

“Laper..” rajuknya

“Makan, Ta. Itu di dapur Bibi udah masakin tadi pagi” jawabku

“Temenin..” rajuknya lagi

Menghentikan gerakan tanganku di atas laptop dan menariknya untuk mengambil makanan. Sejak aku memutuskan untuk kerja di rumah, Revita menjadi sangat manja. Bahkan, dia sering kali ngomel karena aku lebih fokus untuk menggambar modifikasi dari mobil mobil ini. Revita mengambil makanannya dan langsung beranjak di depan TV. Aku hendak duduk kembali di kursi meja makan, saat panggilannya menghentikanku dan membuatku mendesah lalu berjalan untuk menemaninya makan di depan TV.

Revita sibuk menonton film favoritnya yang diputar di salah satu saluran luar negeri. Sedangkan aku hanya terdiam sambil mengecek ponselku. Siapa tau kak Dafa akan menyerahkan tugas kembali kepadaku. Mengapa saat ini aku malah jatuh cinta pada pekerjaanku ini? Kak Dafa mengirimiku chat dimana sang pemilik mobil ingin bertemu langsung denganku. Membuatku mengerutkan dahi. Untuk apa harus bertemu jika bisa mengirimkan melalui laporan?

Membalas pesan kak Dafa yang mengatakan bahwa aku menolak untuk petemuan tersebut. Aku tak ingin mengambil resiko meninggalkan Revita seorang diri dan menempatkannya dalam bahaya yang sangat besar. Lebih baik aku dibilang sombong oleh siapapun karena menolak untuk bertemu dibandingkan aku harus meninggalkan Revita sendirian di rumah.

“Kamu nggak mau ngantor aja, Va?” tanya Revita

“Nggak. Aku mending di rumah aja, kerja sambil jagain kamu. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Win win solution, rite?”

I’m not a child

I’m not saying like that. You are princess. Princess harus dijaga kan?”

“Namaku Revita Pradipta bukan Princess” ujarnya dengan nada bosan dan memutar mata

But, you’re my princess” jawabku sambil mengacak rambutnya

“Terus kamu jadi pengawalnya gitu?” cibirnya, namun aku melihat rona merah di kedua pipinya

No! I’m your prince, Princess” godaku lagi

Dan sesuai dugaanku bahwa pipinya langsung bersemu merah. Membuatku langsung tertawa tanpa mampu menahan tawaku. Sebagai hadiahnya, aku mendapat pukulan bertubi-tubi darinya. Namun, semua pukulannya tak merasa menyakitkan. Malah terasa sangat menyenangkan. Membuat hatiku tenang dan berbunga.

Hari ini aku menghabiskan waktuku hanya bersama Revita. Kami bermain PlayStation 3 sampai lelah, mungkin karena dia perempuan, jadi dia selalu kalah dalam permainan. Membuatnya merajuk dan mau tak mau aku mengalah untuk melihatnya tersenyum. Toh hanya sebuah permainan kan? Senyumannya lebih berarti dibanding game tersebut.

Kegiatan selanjutnya adalah aku menemaninya mengerjakan tugasnya yang setengah jalan. Aku membantunya dalam menggambar sesuatu yang dia masih kesulitan untuk menggambarnya. Lalu setelah itu, dia membantuku untuk memberi tambahan apa saya pada mobil yang akan aku design. Dan lucunya adalah dia selalu menghubungkan dengan mobil-mobil keren di film action. Dia selalu suka menonton film action.

Lalu kami beralih ke taman belakang untuk bermain piknik-piknikan. Dengan sandwich, spaghetti, roti bakar, dan snack ringan lainnya. Oke, ini adalah ide Revita yang mengatakan bahwa dia sangat kelaparan dan ingin makan di bawah sinar matahari. Dia pikir sinar matahari Indonesia sama seperti sinar matahari Jepang yang teduh? Namun, sekali lagi aku selalu kalah saat dia menatapku memohon dengan rajukannya yang benar-benar membuatku susah untuk menolaknya.

“Kamu masih ada rasa sama Naira, Va?” tanyanya tiba-tiba

“Ehm…kenapa, Princess?” ah, aku jadi kecanduan memanggilnya Princess

“Nggg…gapapa sih, Cuma tanya aja. Dan please, jangan panggil pake Princess”

“Kalo akunya nggak mau gimana?”

“Ish, kamu belum jawab, Alvaaaaaa” ujarnya sambil memukul lenganku

“Aku udah nggak ada rasa sih sama Naira” Karena hatiku udah kamu ambil alih, Princess batinku

“Sama sekali udah nggak ada?” tanyanya dengan entahlah…binar bahagia?

“Sama sekali. Kenapa, Princess?” tanyaku

“Ish, susah banget sih dibilangi. Don’t call me like that! I’m not a Princess

And like what I said, you’re my princess, Princess” ucapku sekali lagi

Dan aku sangat serius saat mengatakan bahwa dia adalah Princess bagiku. Dia adalah seorang putri yang harus aku jaga dengan sangat ketat. Dia adalah seorang putri yang sudah selayaknya aku cintai dengan tulus. Dia adalah seorang putri akan aku cintai dan aku lindungi segenap hatiku. Karena dia adalah seorang putri yang aku cintai.


Hari ini ada rapat penting yang benar-benar harus aku hadiri. Kak Dafa bahkan sampai menyuruh Revita merayuku agar aku menghadiri rapat tersebut. Dengan terpaksa aku berada di dalam ruangan ini dengan perasaan tak tentu. Ragaku berada dalam ruangan ini, hanya saja pikiranku berada di rumah. Pikiranku hanya tertuju kepada Revita. Apakah dia baik-baik saja selama aku tinggal rapat?

Kak Dafa masih berbicara tentang beberapa keberhasilannya beberapa minggu ini, dan dia berkata bahwa salah satu penyebabnya adalah design mobilku yang membuat para perusahaan tertarik untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan kak Dafa. Tak sedikit juga para pengusaha yang memuji hasil designku dan memintaku untuk men-design mobil mereka.

Aku hanya menanggapi dengan senyuman kecil dan hormat. Kata Ayah, jangan mudah melambung karena sebuah pujian, karena sebuah pujian mampu membuatmu lumpuh dan tak mampu berjalan ke depan untuk menjadi lebih maju lagi. Para pengusaha lainnya mengajukan beberapa laporan tentang keinginan modifikasi mobil mereka. Aku menerimanya dengan senyuman.

Setelah rapat selesai, aku langsung mengendarai mobilku untuk kembali pulang dan bertemu dengan Revita. Menghembuskan nafas lega saat aku melihat Revita sedang tidur siang di kamarnya. Aku pikir dia akan mengalamin terror lagi, namun melihatnya tertidur dengan tenang tersebut membuat kekhawatiranku menguap begitu saja.

Rasanya aku ingin melemparkan kak Dafa ke laut lepas. Bagaiman mungkin dia mengajakku ke dalam rapat dalam seminggu penuh ini? Bahkan aku pasti akan pulang sore hari. Revita selalu menasehatiku untuk tak mangkir dari rapat. Dan dalam seminggu ini, aku nyaris gila karena rasa khawatir yang besar kepada Revita. Aku teramat takut bahwa seseorang berusaha menyelakainya lagi. Aku takut terror-terror tersebut datang kembali.

Sang pangeran tak ingin sang putri tersakiti. Karena sang pangeran akan merasa terluka dan tak pantas menyandang gelar pangeran saat dia tak dapat menjaga sang putri dengan baik.

--------------

Yang kangen Alvaro angkat tangan hehehe *angkat tangan sendiri
Maafin yaaa agak lama update-nya. Tugas lagi numpuk banyak banget :((

Jadi prioritasnya harus dibagi dulu. Berhubung tugas udah kelar semua, baru deh bisa nulis lagi :))

Maafkan kalo typo bertebaran. Hope you like ot, guys! Love yaaaa :*

#PeaceUp

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 158K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.7M 319K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
564K 21.8K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...