FROM A TO Z, I LOVE YOU - (CO...

By verlitaisme

294K 39.5K 3.6K

Adelicia Aubree, 27 tahun. Baru saja putus cinta dari dari tunangannya, setelah menjalin kasih selama 3,5 tah... More

Meet Aubree & Zayn
HELLO FROM US!
1. PEREMPUAN YANG PATAH HATI
2. LELAKI YANG KATANYA MANDUL
3. APA KITA HARUS BERTEMU?
4. KITA, HUJAN, DAN KISAH YANG SERUPA
0T11AAPTW10
6. HUBUNGI AKU, AKU MENANTI
7. DUA GARIS TAK TERDUGA
8. APA KAMU BAHAGIA? KARENA AKU BAHAGIA!
9. MENDEKAT, AKU AKAN MENJAGAMU
10. TESTPACK DAN LELAKI RANDOM
11. ANTARA CINTA DAN TANGGUNG JAWAB
12. HARI YANG PENUH KEJUTAN
13. MUSUH DALAM SELIMUT
14. KECUPAN DAN PELUKAN YANG MENENANGKAN
15. BUKAN URUSANMU!
16. PERMINTAAN MENDADAK YANG MENGEJUTKAN
17. KARENA KITA HARUS SALING MENGENAL
18. WANITA TERHORMAT YANG MENYELINAP
19. LAMARAN DAN PERSIAPAN HARI BAHAGIA
20. MENIKAH! LALU ....
AUBREE, PEREMPUAN YANG PATAH HATINYA
SELIMUT TAMBAHAN
KUE ULANG TAHUN
How I Found Your Number
VOTE COVER!
OPEN PO!
Bundling
Ready On Playbook!

5. MARI SALING MELUPAKAN

11.8K 1.5K 91
By verlitaisme

Verlitas speaking:

Uhuk! Berhubung aku enggak pasang rate dewasa di sini, maka segala scene dewasa yang (mungkin akan) ada kalian baca di novel-nya aja, ya, nanti 😁.

Btw, jangan lupa vote dan comments-nya, Kakaaaa ....

Makasih. 😘

*
*
*


❤❤

"Jadi, bagaimana kita akan menyikapi apa yang terjadi semalam?"

Pertanyaan Zayn, membuat dada Aubree berdenyut. Meski sudah berlalu lebih dari seminggu yang lalu, pertanyaan itu tetap saja membuatnya berdebar setiap kali teringat. Ada perasaan malu, serba salah, dan lega sekaligus.

"Kamu baik-baik saja, Cantik?"

Tepukan pelan di bahu membuat Aubree terhenyak. Dia menoleh, dan menemukan Nenek Amika yang berada di sebelahnya, tersenyum dengan wajah penuh kerut.

Siang ini mereka berdua ada di bawah pohon ceri yang tumbuh di halaman samping Panti Jompo Nirmala. Aubree, merupakan salah satu pekerja sosial di tempat ini. Dia akan datang setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Sementara pada hari yang kosong, kadang digunakan untuk menyalurkan hobinya membuat kue.

"Apa aku terlihat enggak baik, Nek?" Aubree memasang senyum di wajah. Menarik salah satu tangan si Nenek, untuk ditepuk-tepuknya dengan pelan.

"Belakangan ini kamu terlalu banyak diam." Nenek Amika yang seluruh rambutnya sudah memutih itu, membalik posisi tangan. Sekarang, tangan Aubree yang ditepuk-tepuknya. "Ada masalah?"

Aubree mengerjap, hendak menggeleng saat tiba-tiba bayangan Zayn yang menarik lepas bath robe-nya malam itu, terpampang jelas di depan mata. Bath robe yang terlepas, bersamaan dengan bibir bertaut perlahan.

"Ini benar-benar yang pertama, uhm?"

Suara berat Zayn kembali bergema. Aubree masih bisa merasakan usapan lembut di atas perutnya, kecupan menggelitik di lehernya, desahan nikmat di telinganya. Sial!

"Semoga kamu baik-baik saja, Cantik ...."

Lagi, ucapan Nenek Amika membawa Aubree ke alam sadar. Perempuan muda itu kembali mengerjap, memasang senyum untuk menutupi ingatan-ingatan mesumnya. "Apa kita perlu masuk sekarang dan bergabung dengan yang lain, Nek? Aku bisa membacakan cerita untuk kalian," ujarnya, mencoba mengalihkan perhatian.

"Aku tidak melihat si Tampan datang bersamamu. Kalian bertengkar?" Namun, sepertinya Nenek Amika tidak mudah dialihkan perhatiannya.

Aubree menarik tangan yang menggenggam wanita tua itu, menengadah untuk menatap langit biru yang diliputi sinar menyilaukan mentari. Matanya menyipit demi menghalau cahaya. Aubree sadar betul kalau Nenek Amika sedang membicarakan tentang Theo. Sesekali, mereka memang datang berdua ke tempat ini. Theo, salah satu penyumbang di tempat ini. Salah satu yang terbesar.

"Kami ... putus," desisnya, membuat Nenek Amika mendesah dengan berat. "Dia sepertinya baik, tapi---"

"Dia dermawan." Nenek Amika memotong ucapan Aubree. "Tapi itu tidak menjamin attitude. Baguslah kalau kalian putus. Undangan belum dicetak, 'kan?"

Aubree kembali menatap ke arah wanita tua yang saay ini memakai gaun merah muda yang manis. Nenek Amika memang gemar sekali dengan warna yang satu itu, ia memiliki banyak gaun berwarna itu dalam berbagai model. Katanya, anaknya yang saat ini bekerja di Perancis, kerap membawakannya gaun dan pernak-pernik warna kesukaannya.

"Bagus kalau kami putus?" Kening Aubree mengerut.

Si Nenek tertawa lepas melihat bagaimana perempuan muda di hadapannya terlihat penasaran. "Maksudku, lebih baik putus sekarang dari pada cerai pada saat telah menikah. Itu sama sekali tidak menyenangkan. Berkaca saja padaku, Cantik."

Aubree menggeleng-geleng sambil berdecak. Nenek Amika memang selalu terlihat ceria, meski dibeberapa kesempatan dipergokinya wanita itu terdiam dengan raut sedih. Nenek ini bercerai pada saat pernikahannya sudah melewati tahun ke 20. Miris memang. Menikah lama, tapi akhirnya bercerai karena sebuah pengkhianatan. Dia selalu bilang sudah melupakan semua kejadian menyakitkan. Namun, Aubree pernah mendengarnya beberapa kali menangis. Bahkan, foto keluarga kecilnya yang lengkap---Nenek Amika, anak lelaki semata wayangnya, dan mantan suaminya---masih berada dalam laci sebelah ranjangnya. 

"Aku berpikir kami berjodoh sampai maut memisahkan, ternyata tidak." Nenek Amika tersenyum miris.

Sadar raut wajah Nenek Amika berubah sendu, Aubree kembali meraih kedua telapak tangan berkerut itu, dan menggenggamnya erat. "Apa aku perlu menceritakan sesuatu yang lucu agar Nenek Amika tertawa?"

Si Nenek menggeleng. "Tidak perlu. Kamu juga perlu dihibur. Patah hati, kadang perlu dilampiaskan sampai puas, supaya lebih mudah melupakan."

"Patah hati ... check!" Sialan, Zayn! Wajah itu berkelebat lagi, sampai-sampai Aubree menutup matanya untuk mengusir bayangan wajah bergaris tegas itu. 

"Sebaiknya kamu pulang saja, Cantik." Nenek Amika menyarankan. "Besok, buatkan kami kue yang banyak, bawa lusa saat kamu datang."

"Maafkan aku, Nek." Aubree membuka mata dan menatap Nenek Amika dengan sendu. "Rasanya, aku memang sedang enggak baik-baik saja." Kemudian, napasnya terhela.

***

"Aku akan memberikanmu dua pilihan, dan hubungan kita setelah ini akan berjalan sesuai dengan apa yang kamu pilih." 

Zayn yang sudah berpakaian lengkap pagi itu---setelah kejadian malam itu---berkata seraya menyerahkan kaus dan jeans milik Aubree yang sudah terlipat rapi, pada si empunya yang masih duduk di ranjang dengan tubuh tertutup bedcover. Setelahnya dia berbalik, berdiri memunggungi perempuan yang digagahinya semalam.

Melihat Zayn membalik tubuh, Aubree segera bangkit. Perempuan itu merasa ada yang berdenyut di tubuh bagian bawahnya saat dirinya bangkit terburu-buru. Namun, ditahannya demi memakai pakaiannya kembali.

"Jangan berbalik dulu!" serunya, khawatir jika Zayn tetiba berbalik dan melihatnya telanjang. 

Astaga! Padahal, semalam Aubree sama sekali menepis rasa malu saat Zayn menyentuh setiap jengkal tubuhnya. 

"Sudah?" Zayn bertanya setelah beberapa saat.

Aubree yang sudah mengenakan jeans, segera meloloskan kaus dari lehernya, dan selesai!

"Sudah!" serunya, sambil mendudukkan diri di ujung ranjang.

Zayn kembali berbalik, menatap perempuan yang sudah duduk manis dan tersenyum ke arahnya. Hati kecilnya bertanya-tanya, apakah Aubree tidak menyesal dengan kejadian semalam? Seharusnya Zayn tahu diri. Seharusnya dia berhenti saat gadis---yang saat ini tidak gadis lagi akibat kelakuannya itu, berbisik semalam. "Ini pertama buatku, Zayn ...."

Sialnya, hasratnya malah kian menggebu. Semakin terbakar. Menjadi-jadi.

"Jadi apa pilihannya?" Aubree berusaha terlihat santai di mata Zayn, meski hatinya berdebar tak keruan. Aubree tidak menyesali kejadian semalam, dia tidak menolak sama sekali saat lelaki itu menyentuhnya. Atas nama patah hati, sakit hati, pelampiasan. Entahlah.

Zayn menarik napas panjang, dan mengembuskannya dengan perlahan.

"Yang pertama, aku akan tetap bersamamu sampai kamu merasa baik-baik saja dengan kejadian semalam. Itu benar-benar pertama kalinya, 'kan?"

"Kamu meragukanku?" Aubree terdengar tidak senang.

"Masalahnya, aku ga ngeliat bercak da---"

"Berengsek!" Aubree mendengkus, kedua tangannya terlipat di depan dada. "Aku pernah terjatuh, kecelakaan kecil yang menyebabkan selaput---"

"Aku percaya!" Zayn mengangkat kedua tangannya, meminta Aubree berhenti untuk bercerita. "Kamu seamatir itu memang."

"Berengsek kuadrat!" maki Aubree sambil menatap Zayn dengan tajam.

Zayn justru tertawa. Aubree benar-benar menarik. "Aku enggak bermaksud menyinggung kamu. Maaf," ucapnya tulus.

Aubree mendesah, mencoba kembali rileks. "Lanjut. Kamu mau bilang apa tadi?" tanyanya.

Lelaki berkemeja putih itu menyandarkan tubuhnya pada meja yang berada tak jauh dari ranjang. Mencengkeram pinggiran meja, sementara matanya fokus pada Aubree. Apa sebaiknya dia tidak mengatakan pilihan kedua? Seharusnya, dia tetap saja berada di sisi perempuan ini, Aubree menarik, dan sepertinya ... menyenangkan.

"Kita tetap bersama saja. Aku akan tetap berada di sekitarmu kalau-kalau kamu membutuhkanku. Sampai kamu merasa tidak apa-apa tanpa aku, dan bisa menjalani hidupmu dengan normal." Zayn berucap panjang. "Jadi, tidak ada pilihan kedua."

Aubree terdiam, menatap lelaki yang terlihat bersungguh-sungguh dengan ucapannya itu, dengan kaku. Apakah setelah ini, setelah kejadian pertama kali ini, hidupnya akan berubah menjadi tidak normal? Sampai-sampai seorang Zayn merasa tidak enak seperti ini padanya? Bukankah apa yang tertera pada aplikasi mengenai alasan mereka bergabung sudah sangat jelas? Hubungan tanpa ikatan

"Apa pilihan yang kedua?" Aubree bertanya lagi. "Sebelumnya kamu bilang, kalau kamu akan ngasih aku dua pilihan."

"Aku berubah pikiran." Zayn mengibaskan telapak tangannya, meminta Aubree untuk melupakan pilihan selanjutnya.

Namun, perempuan itu menatapnya tajam dan penuh peringatan. Membuat Zayn berdecak dengan perasaan serba salah.

"Kita." Dijedanya ucapan sesaat karena ragu. "Kita selesai sampai di sini. Berpisah." Ia sebut juga pilihan kedua yang enggan diucapnya, setelah sebelumnya menghela napas dengan sangat berat.

Tanpa disangkanya, Aubree melebarkan senyum. "Kita memiliki alasan yang sama saat bergabung dengan aplikasi pencarian jodoh itu; hubungan tanpa ikatan. Alasan kita melakukan hal semalam; patah hati, pelampiasan. Lagi pula kamu mandul. Enggak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku enggak bakal hamil. Enggak akan ada yang bikin kita harus ketemu lagi ...."

Zayn menggigit bibir bawahnya, menyimak Aubree yang terlihat kelewat santai. Bahkan, ini bukan pertama kalinya bagi Zayn untuk bercinta, tetapi dia merasa khawatir. Tetapi Aubree, sama sekali tidak terlihat kekhawatiran di wajah perempuan itu. 

"Mari kita saling melupakan. Menghapus nomor telepon masing-masing dari kontak telepon, dan menganggap bahwa ini tidak pernah terjadi." Aubree berkata yakin. "Siapa tau, Madam Rose akan mempertemukanmu dengan gadis lain yang bisa menyembuhkan luka hatimu. Demikian juga dengan aku ...."

Zayn berdeham, seolah-olah ada yang tersangkut di tenggorokannya. Tidak ada lagi alasan baginya berada di sisi Aubree. Dia sudah menawarkan, tetapi ditolak. Ya sudah ....

"Yakin?" Tetapi, Zayn hendak meyakinkan sekali lagi. Dia tidak ingin ada penyesalan untuk Aubree ke depannya.

"Aku enggak akan hamil." Aubree menyentuh perutnya sendiri. "Aman. Silakan kita berdua, hidup dengan tenang setelah ini."

Maka, Zayn pun mengiyakan.

***

Aroma telur bercampur butter yang dipanggang, memenuhi dapur rumah kos yang ditempati Aubree siang ini. Hanya ada Aubree di rumah kos delapan kamar ini. Penghuni yang lain sudah pergi bekerja sejak tadi pagi.

Aubree selalu menyukai aroma kue, selalu menyukai tangannya yang kotor karena tepung dan gula. Ini adalah kegiatan yang selalu bisa mengalihkan dunianya. Apalagi kalau sudah pada tahap menghias. 

Ketika oven berdenting, perempuan yang siang ini mengenakan celemek berwarna biru itu, segera mengenakan sarung tangan anti panasnya. Perlahan dibukanya oven, dan menarik loyang dengan perlahan. Namun, pening tiba-tiba mendera kepalanya, bersamaan dengan mual yang teramat sangat. Membuat loyang terlepas dari tangan, dan jatuh ke lantai tanpa bisa dicegah. Cupcake-cupcake yang belum sempat dihiasnya itu pun, berjatuhan, bergelinding di ujung kakinya.

Aubree mencoba membungkuk, tetapi mual semakin menjadi. Maka, alih-alih memunguti cupcake yang sudah pasti tidak terselamatkan lagi itu, dia justru berlarian ke arah kamar mandi yang berada tak jauh dari dapur. Sesampainya di sana, tidak ada satu pun yang keluar dari perut dan mulutnya. Dia hanya mual dan pening. Itu saja. Dan sepertinya, ini turut berdampak pada perutnya yang tetiba terasa kram. Padahal, jadwal haid-nya masih sekitar satu minggu lagi.

Sisa hari pun dihabiskan Aubree untuk berbaring. Entah mengapa dia merasa sangat lelah. Padahal baru siang hari, dan yang dilakukannya sejak tadi hanya membuat kue. Sebelumnya, dia tidak pernah merasa mudah lelah seperti ini.

***

"Kamu pucat sekali." Nenek Amika meghampiri Aubree yang baru saja selesai membacakan cerita untuk para penghuni panti jompo. Para wanita dan pria tua yang tadi berada di ruangan yang mereka sebut aula ini, sudah berhamburan keluar ruangan. 

"Benarkah?" Aubree yang masih duduk di kursinya menoleh ke arah Nenek Amika. Ditariknya kursi terdekat ke sisinya, dan mempersilakan wanita tua itu untuk duduk di sebelahnya.

"Iya." Si Nenek menyahut yakin. 

"Kayaknya aku masuk angin, Nek. Kemarin aku merasa sangat mual, tapi enggak ada apa-apa yang keluar dari perut dan mulut." Aubree menjelaskan.

"Sekarang masih?" Nenek Amika mengamati wajah Aubree.

Aubree mengangguk. "Agak mendingan dibanding tadi pagi."

"Mualnya pagi-pagi?" Wanita tua itu mengulurkan punggung tangan kanannya dan diletakkan ke kening Aubree. "Tidak panas." Ditariknya kembali tangannya, dan menatap dengan cemas.

Aubree menggeleng. "Aku cuma masuk angin, mual, sakit kepala, dan kram perut. Ck!" Perempuan berkemeja biru itu berdecak.  Disentuhnya perut yang tetiba terasa tidak nyaman. "Aku juga mudah lelah sekarang. Entahlah," keluhnya lagi.

Nenek Amika tetiba menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ditatapnya Aubree dengan cemas dan khawatir.

"Sejauh apa hubunganmu dengan si Tampan dulu, Cantik?" tanyanya masih dengan mulut yang ditutupi telapak tangan.

Kening Aubree mengerut, mencoba mengira-ngira arah pertanyaan.

"Maksud---"

"Aku selalu tidak setuju degan pergaulan anak muda zaman sekarang. Dan aku selalu yakin, kalau kamu tidak mungkin melakukan sejauh itu. Tapi---" Digantungnya kalimat seraya menatap Aubree dengan prihatin. Tangan yang tadi menutup mulut, sudah bergerak mengusap-usap salah satu lengan pekerja sosial yang duduk di sebelahnya itu. "Apa kalian melakukan itu?"

"Itu?" Aubree benar-benar tidak paham.

Nenek Amika menghentikan usapan di lengan Aubree, ganti dengan cengkeraman emosional karena terbawa perasaan. 

"Sepertinya," tatapan prihatin wanita tua itu semakin menjadi, "kamu hamil, Cantik ...."

*
*
*

Verlita's speaking!

Tuan Mandul, siap-siap tanggung jawab! 😂





Continue Reading

You'll Also Like

555K 35.1K 33
Karena terlalu sering ditanyai tentang pasangan, Gauri nekat membuat keputusan gila, yaitu menyetujui tawaran dari istri sepupunya untuk melakukan ke...
749K 100K 42
Kendra Audrya, mahasiswi Hukum semester akhir yang jatuh cinta pada sepupu tunangannya. Pria yang memiliki selisih usia 11 tahun itu bernama Erwin, s...
211K 24.5K 59
[discontinued] just read and you won't regret it. use your imaginationβ™‘
980K 96K 58
Don't Cross the Line, sebuah idiom sakti yang menuntun Hanni tetap bertahan pada posisinya. Seorang wanita dewasa yang sejak kecil sangat terlatih da...