FROM A TO Z, I LOVE YOU - (CO...

By verlitaisme

294K 39.5K 3.6K

Adelicia Aubree, 27 tahun. Baru saja putus cinta dari dari tunangannya, setelah menjalin kasih selama 3,5 tah... More

Meet Aubree & Zayn
HELLO FROM US!
1. PEREMPUAN YANG PATAH HATI
2. LELAKI YANG KATANYA MANDUL
3. APA KITA HARUS BERTEMU?
0T11AAPTW10
5. MARI SALING MELUPAKAN
6. HUBUNGI AKU, AKU MENANTI
7. DUA GARIS TAK TERDUGA
8. APA KAMU BAHAGIA? KARENA AKU BAHAGIA!
9. MENDEKAT, AKU AKAN MENJAGAMU
10. TESTPACK DAN LELAKI RANDOM
11. ANTARA CINTA DAN TANGGUNG JAWAB
12. HARI YANG PENUH KEJUTAN
13. MUSUH DALAM SELIMUT
14. KECUPAN DAN PELUKAN YANG MENENANGKAN
15. BUKAN URUSANMU!
16. PERMINTAAN MENDADAK YANG MENGEJUTKAN
17. KARENA KITA HARUS SALING MENGENAL
18. WANITA TERHORMAT YANG MENYELINAP
19. LAMARAN DAN PERSIAPAN HARI BAHAGIA
20. MENIKAH! LALU ....
AUBREE, PEREMPUAN YANG PATAH HATINYA
SELIMUT TAMBAHAN
KUE ULANG TAHUN
How I Found Your Number
VOTE COVER!
OPEN PO!
Bundling
Ready On Playbook!

4. KITA, HUJAN, DAN KISAH YANG SERUPA

12K 1.7K 71
By verlitaisme

Votes-nya dulu, Kaka, sebelum baca. ❤
Comment dan shares-nya juga boleh bangets. 😘

*
*
*

Lelaki berdada bidang itu, baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk berwarna putih yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Rambut setengah basahnya, berjatuhan beberapa bagian di kening. Beberapa tetes air juga masih terlihat di bagian tubuh bagian atasnya yang telanjang.

Langkahnya bergerak menuju ruang yang berdempetan dengan kamar mandi, masih di kamar yang sama. Walk in closet. Namun, langkah itu segera terhenti di ambang ruang tanpa pintu itu. Sekuat tenaga dirinya menahan diri untuk tidak menengok bagian kiri walk in closet yang kosong melempong. Dulu, pakaian dan aksesoris Kiran—mantan istrinya—yang mengisi bagian itu.

Berusaha tak acuh, Zayn langsung melangkah ke arah kanan. Menuju bagian di mana jas, kemeja, dan celananya tergantung. Memilih stelan jas abu-abu gelap tanpa ragu, dan mengenakannya dengan cepat.

Tidak lama kemudian, dia sudah berada kembali di dalam kamar. Memilah berkas-berkas yang akan dibawanya ke kantor, dari meja kerja yang berada di kamar tidurnya.

Zayn Zavyan merupakan seseorang yang disibukan dengan bisnis jual beli gedung. Dia akan membeli gedung lama atau pun tua, melakukan renovasi, dan menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi tentuya. Bisnis yang lumayan berkembang, sehingga membuatnya menempati urutan ke 77 dari 100 pengusaha muda sukses, yang didengung-dengungkan sebuah majalah bisnis terkenal se-Nusantara.

Ponsel yang berada di meja kerjanya mendadak berdering. Membuatnya menoleh, dan menghela napas ketika melihat nama Kiran yang berkedap-kedip pada layar. Sesungguhnya dia tidak ingin menyahut, tetapi keengganan dianggap sebagai pengecut membuatnya segera meraih ponsel dan megusap layar demi menjawab panggilan.

"Ya ... Kiran?"

"Kapan kamu akan menandatangani surat itu, Zayn? Atau kamu bermaksud banding di pengadilan?"

Sialnya, meski Kiran mengatakan sesuatu yang menyakiti hatinya, suara perempuan itu masih terdengar merdu di telinganya. Sakit hatinya, memudar sejenak. Hanya sejenak, karena setelahnya bertumpuk lagi di dalam sana.

"Aku sudah menyerahkan urusan ini pada Hans. Kamu bisa menghubungi dia untuk lebih jelasnya," sahut Zayn, seraya memejamkan mata.

"Hans? Kalau begitu, aku akan meminta pengacaraku menghubunginya."

Zayn menghela napas.

"Lalu, masalah harta gono-gini—"

"Atur saja, Kiran." Zayn memotong. Dia tidak mau ambil pusing mengenai harta gono-gini. Terserah. Kiran sudah mendampinginya pada masa-masa sulit dulu, menopangnya pada saat-saat dirinya nyaris menyerah menjalani bisnis ini. Jadi, jika sekarang mantan istrinya itu menuntut bagiannya, biarkan saja.

"Baik kalau begitu."

Kemudian hening. Keheningan yang membuat seorang Zayn menjadi gelisah. Untungnya sebelum gelisahnya membuncah, Kiran sudah terlebih dulu mengucapkan salam perpisahan.

"Jaga dirimu, Zayn. Bye ...."

Panggilan ditutup, bahkan sebelum pengusaha muda itu membalas ucapan itu.

Zayn menghela napas kencang dan berat. Menyayangkan sikap Kiran yang sepertinya menganggap enteng sebuah perpisahan. Apakah hanya dirinya yang sakit hati akibat perceraian ini?

Nyaris diletakkannya ponsel ke meja, ketika sebuah notifikasi khas aplikasi terkutuk yang di-install Hans kemarin, memekik. Madam Rose.

Karena ponsel tersebut masih tergenggam, maka Zayn tergelitik untuk mengetahui notifikasi seperti apa yang masuk dari aplikasi kencan itu.

Sebuah chat muncul pada layar.

Aku Aubree, 27 tahun. Aku rasa, aku enggak perlu jelasin ini karena kamu pasti udah baca di bio aku.

Zayn mengerutkan kening. Penasaran, disentuhnya foto profil pada fitur chat yang segera membawanya pada profil seorang perempuan berpakaian merah. Full make up, seolah-olah sedang melakukan sebuah pemotretan. Cantik. Dia tidak bisa menampik akan hal itu.

Kemudian matanya turun pada biodata yang tertera di bagian bawah foto.

Nama: Aubree.
Usia: 27 tahun.
Lokasi: Jakarta.
Hal yang paling disuka: Bercinta.

Zayn berhenti pada bagian yang paling disukai, lalu menyeringai. Apa-apaan seorang perempuan bisa menulis bercinta sebagai sesuatu yang disukainya, di sebuah aplikasi kencan yang jelas-jelas bakal bisa dibaca oleh banyak orang?

Matanya kembali turun pada keterangan selanjutnya.

Hal yang paling dibenci: Patah hati.
Alasan bergabung: Hubungan tanpa ikatan.

Sama. Apakah kesamaan ini, yang membuat mereka dikatakan cocok sama lain oleh aplikasi sok tahu ini?

Sebuah pesan kembali masuk.

Aku enggak tau apa yang harus aku tulis supaya kamu mau balas pesanku. Tapi tunanganku berselingkuh, dan aku memutuskan untuk meninggalkannya. Kamu tau alasannya selingkuh dari aku? Karena aku ga bisa dibawanya ke atas ranjang. Gila sih!

Zayn terdiam. Dibacanya kata demi kata dengan saksama dan merasa kasihan.

Aku berdandan cantik pada malam tahun baru, menghampiri dia yang ga kunjung datang menjemput. Tetapi ternyata, dia baru aja selesai making love sama cewek lain. Ga perlu banyak cakap, aku langsung ninggalin dia lah. Tiga tahun enam bulan hubungan kami, terasa sia-sia sekarang. Itu sebabnya, aku tulis patah hati sebagai hal yang aku benci.

Entah mengapa dada Zayn berdegup kencang. 3 tahun 6 bulan yang sama, rasa sakit di tahun baru, patah hati. Mereka sama sekali belum bertemu, tapi rasanya—

Bagaimana kalau aku bilang, bahwa aku bercerai di malam tahun baru setelah menikah selama tiga tahun enam bulan?

Apa kita harus bertemu, Aubree?

Zayn menggigit bibir bawahnya, memikirkan sesuatu yang mungkin akan meyakinkan perempuan itu untuk mau menemuinya. Mungkinkah dia harus menuliskan sesuatu yang membuat si perempuan yang kesukaannya bercinta itu, tertarik?

Pecinta yang aman? Pecinta yang akan meyakinkannya untuk mau menemuinya, dan merasa aman. Tapi apa?

Lagi, matanya menatap pada hal yang paling disuka, yang tertera pada bio Aubree.

Bercinta ....
Bercinta ....

Bercinta? Padahal perempuan itu dikhianati karena masalah bercinta.

Baiklah, tidak perlu malu kalau begitu. Lagi pula, Aubree juga menceritakan kisahnya tanpa malu-malu.

Maka, kembali jemari Zayn bergerak pada layar ponsel.

Fyi, aku hebat di ranjang, meski tidak bisa membuahi.

Dibacanya ulang apa yang baru dikirimnya pada kolom chat dan berdecak miris. Sekarang, Aubree tahu kalau dirinya mandul. Ck!

Sepertinya, jika perempuan ini setuju untuk bertemu, akan sangat tidak nyaman berhubungan melalui aplikasi. Bukankah berhubungan langsung akan lebih nyaman, meskipun aplikasi kencan ini juga menjanjikan kenyamanan?

08112278910. Hubungi aku, Aubree. Kita akan bersenang-senang.

Ditekannya tombol enter, tapi pesan itu menggantung dengan notifikasi peringatan: Pesan ini tidak terkirim. Anda melanggar aturan mengenai informasi nomor telepon pribadi.

Mata Zayn membulat. Tidak boleh mencantumkan nomor telepon pribadi? Dia memang sama sekali belum membaca term and conditions pada aplikasi. Ternyata, seribet ini.

Namun, bukan Zayn namanya kalau bisa dibatasi oleh sebuah aturan yang dibuat oleh sebuah aplikasi.

0T11AAPTW10. Hubungi aku, Aubree. Kita akan bersenang-senang.

Kali ini terkirim tanpa kendala. Tinggal menunggu, secerdas apa seorang Aubree memecahkan kode nomor telepon yang diberikannya.

***

"Saya rasa, project akuisisi Gedung Maharaja ini, sangat tidak layak dilanjutkan, Pak."

Seorang lelaki yang sebagian rambutnya sudah memutih, terlihat tidak puas pada presentasi yang sedang dilakukan oleh rekannya.

Zayn yang duduk di ujung meja, memimpin rapat menoleh pada si penyela.

"Ada alasan yang jelas untuk ketidak setujuan Anda, Pak Pram?" tanyanya.

Pram, lelaki yang rambutnya sebagian sudah memutih, padahal usianya baru 33 tahun itu, menoleh juga ke arah Zayn.

"Gedung itu sudah lama tidak dihuni. Sama sekali tidak terurus, dan belum ada renovasi selama 15 tahun berdiri. Dan yang paling jadi masalah, gedung ini miring. Saya rasa, akan sangat sia-sia mengakuisisi gedung miring yang belum pernah dipugar sama sekali. 90% ... tidak. 99% tidak akan ada yang mau membeli gedung tersebut. 1%-nya yang mau membeli adalah orang gila. Semoga itu bukan kita." Pram menutup penjabaran panjang lebarnya, seraya melirik ke arah rekan kerjanya yang masih berdiri kikuk di depan layar proyektor dengan kaku.

Zayn mengangguk-angguk. Setuju dengan penjabaran dari Pram.

"Itu sebabnya kamu mendapatkan penawaran murah." Pram melanjutkan, menunjuk ke arah si presenter, seakan masih tidak puas dengan ceramahnya barusan.

"Baiklah—"

Ucapan Zayn terhenti karena ponselnya bergetar.

"Sebentar ...." Diraihnya ponsel dari saku bagian dalam saku kemejanya. Ada pesan masuk ke WA messenger-nya dari nomor tak dikenal. Khawatir pesan itu penting, maka segera dibukanya.

Sore ini, jam 4:30, Blumchen Coffee

Siapa? Tidak ada nama pengirimnya. Baru hendak mengabaikan pesan tersebut, tiba-tiba masuk pesan baru.

Aubree.

Sontak senyum Zayn mengembang. Aubree berhasil mengetahui nomor teleponnya. Diliriknya jam di tangan. Sudah pukul 3:40 sore.

Jemari Zayn pun kembali bergerak pada layar untuk sekadar menjawab; Ok. Sampai bertemu sebentar lagi.

"Jadi, Pak ... apa project saya ini tidak bisa dilanjut?"

Ucapan dari lelaki yang masih berdiri di depan layar, proyektor membuat Zayn kembali menatap ke depan.

"Cari project lain, Lee. Benar kata Pram, kita tidak mungkin membeli gedung yang tidak diminati." Zayn bangkit dari duduk. "Meeting kita cukup sampai di sini hari ini. Terima kasih semuanya."

Lalu, segera Zayn melangkah keluar ruangan. Dirinya hanya punya waktu kurang dari satu jam ke Blumchen Coffee. Tahu sendiri, Jakarta tidak pernah tidak macet. Zayn tidak mau terlambat di pertemuan pertama dengan Aubree.

***

Kafe dengan interior unik dan klasik itu, terlihat cukup lenggang sore itu. Sudah lewat sepuluh menit dari waktu perjanjian, dan perempuan bernama Aubree itu belum juga muncul. Sementara hujan yang turun sejak setengah jam lalu, semakin deras.

Zayn gelisah, secangkir espresso classic yang tadi dipesannya, sudah habis setengahnya. Lelaki itu memilih meja di dekat sebuah lemari berisi buku, yang bentuknya seperti sebuah kabin telepon jadul berwarna merah. Dari sini, dia bisa leluasa melihat orang-orang yang keluar masuk dari pintu depan. Dia juga bisa melihat orang-orang yang berteduh di depan kafe.

Rasanya kegelisahan sudah menjadi bagian hidup dari Zayn beberapa hari terakhir. Dan semakin menjadi-jadi karena merasa sedang dikerjai oleh seorang perempuan, yang hanya dikenalnya dari aplikasi biro jodoh. Dia sangat yakin, kalau Aubree—yang mungkin hanya sebuah nama samaran, menurutnya—sedang mempermainkannya.

Sudah lewat dari dua puluh menit sekarang. Tidak ada kabar sama sekali. Sudah pasti dia dikerjai.

Dengan kesal, Zayn bangkit dari duduk setelah menyelipkan lembar lima puluh ribu di meja. Seharusnya, dia sama sekali tidak boleh mempercayai orang, yang bahkan hanya berbicara dengannya lewat aplikasi kencan dan WA Messenger. Ini akibatnya. Dibodohi.

Langkah Zayn lebar-lebar menuju pintu. Ditariknya pintu, bersamaan dengan seorang perempuan yang tiba-tiba masuk terburu-buru, membuat Zayn harus menepi karena perempuan berkaus putih itu basah kuyup.

"Maaf!" seru si perempuan yang terlihat menunduk, mencoba menepis air yang membasahi kaus dan celana jeans-nya dengan tangan. Tentu saja percuma, mana bisa air ditepis?

"Ma—" Perempuan itu menengadah, dan terdiam. Sama dengan Zayn yang membeku saat menyadari siapa perempuan yang baru saja datang.

"Au ... bree?" terkanya ragu, yang disahut dengan kedipan berkali-kali.

Tiba-tiba saja perempuan itu memeluk dirinya sendiri, dan terlihat menggigil. Refleks, Zayn melepas jas-nya dan menyampirkan benda itu pada bahu Aubree.

Dicegahnya pelayan yang lewat. "Kopi untuk gadis ini," pintanya.

"Cokelat panas!" Aubree menyela.

"Cokelat panas." Zayn merevisi. "Ke meja di dekat lemari buku." Zayn menunjuk mejanya tadi.

Si pelayan mengangguk paham, dan segera meninggalkan mereka.

"A-apa kita bisa duduk saja?" Aubree benar-benar merasa kedinginan, dia sampai bicara dengan gemetar. Dirapatkannya jas yang tersampir di tubuhnya hingga rapat, berharap akan ada kehangatan lebih.

"Tentu!" Zayn membimbing Aubree ke mejanya tadi. Kedua tangannya mencengkeram lembut lengan perempuan itu. Ditariknya kursi, dan membiarkan tubuh yang basah itu duduk di sana.

Selanjutnya, Zayn duduk di seberang Aubree. Mengamati perempuan yang gemetar hingga membiru bibirnya. "Kenapa cokelatnya lama sekali ...." Ia bergumam, melirik-lirik ke arah meja bartender.

"Maaf, aku terlambat. Mobilku mogok." Aubree berkata, sembari mengamati sosok si depannya. Kaki perempuan itu bergerak-gerak karena kedinginan di bawah meja. "Jadi aku ke sini sambil lari, nembus hujan."

Seniat itu? Benak Zayn bertanya-tanya. Sepertinya dia telah salah menilai seorang Aubree. Dia tidak sedang dikerjai.

"Mobilnya di mana?" tanya Zayn.

"Tujuh gedung dari sini. Udah aku pinggirin dan telepon montir langganan. Aman sama dia. Ga perlu ninggalin kunci juga. Ga tau gimana, dia selalu sukses bawa itu mobil ke bengkel dengan selamat." Aubree nyengir, memperlihatkan deretan gigi yang gemeletuk.

Mau tidak mau tawa Zayn pecah, meski ditahan supaya tidak sampai muncrat. Perempuan ini menarik.

Tidak lama cokelat pesanan Aubree datang. Langsung di seruput, dan membuat perempuan itu berdesis kepanasan berkali-kali, juga membuat Zayn mengucapkan hati-hati dan pelan-pelan berkali-kali.

"Ini enggak berhasil, aku benar-benar kedinginan." Aubree menatap Zayn, memelas.

Lelaki dengan tatapan elang itu memperhatikan bagaimana tubuh itu menggigil. Rambut perempuan di hadapannya itu pun sangat-sangat basah. Wajah yang dilihatnya saat ini, sedikit berbeda dengan yang dilihatnya pada foto profil, meski garis cantiknya sama sekali tidak berubah. Hanya saja, kali ini, wajah itu cuma dihias lipstik merah jambu pada bibir.

"Kamu mau menghabiskan cokelatnya, atau segera pergi dari tempat ini dan mendapat kehangatan?" Zayn bertanya.

"Aku butuh kehangatan." Aubree menjawab mantap.

Cepat Zayn bangkit dari duduk, menghampiri Aubree di kursinya, dan menggapai pergelangan tangan perempuan itu. "Akan kuberi kamu kehangatan," bilangnya, seraya menarik pergelangan tangan Aubree, sehingga bagkit dari duduk.

Aubree tidak mengatakan apa pun. Patuh ketika lelaki yang tingginya menjulang itu, menariknya keluar dari kafe.

***

Aubree terdiam, berdiri membelakangi ranjang dengan canggung. Tidak menyangka kalau Zayn—lelaki yang baru dikenalnya—membawanya ke sebuah kamar hotel.

Zayn sendiri mondar-mandir di hadapannya. Laki-laki itu terlihat gelisah. Sesekali melirik ke arahnya, kemudian menghela napas.

Aubree merapatkan jas yang masih tersampir, mengutuk pendingin ruangan kamar yang malah membuatnya semakin menggigil. Lututnya masih saja gemetar. Zayn sama sekali tidak membawanya ke tempat yang hangat, tapi malah sebaliknya.

"Aku masih kedinginan, Zayn!" Aubree berkata, protes meski nadanya rendah.

Langkah Zayn terhenti, tepat di hadapan Aubree. Pandangan mereka bertemu untuk beberapa saat, sebelum Zayn merebut jas yang menutupi kaus putih basah milik Aubree, lepas.

Sontak mata Zayn tidak bisa lepas dari cetakan-cetakan lekukan tubuh yang terlihat jelas pada kaus yang basah. Dikutuknya perbuatannya yang dengan berani melepas jas dari tubuh perempuan itu.

Aubree hendak protes, tapi Zayn cepat berkata, "Kalau pakaianmu masih basah, kamu akan terus kedingingan."

Perempuan itu bergeming.

"Lepas pakaianmu, lalu berendam dengan air hangat di bathtub. Aku akan meminta pihak hotel mengeringkan pakaianmu ...," sambung Zayn.

"Terus aku pakai apa, saat pakaianku sedang dikeringkan?" Aubree bertanya, karena dia sama sekali tidak membawa pakaian cadangan. Ini baru pertemuan pertama, tidak seharusnya hotel menjadi tempat persinggahan.

"Hm ...." Zayn tampak berpikir. Tetapi tidak lama, karena setelahnya, ide brilian—menurutnya sendiri—muncul. "Pakai bath robe. Setidaknya itu kering."

Mata Aubree membulat, yang disambut dengan gendikkan bahu Zayn.

Namun, Aubree tidak mempunyai pilihan lain. Maka dia segera masuk ke kamar mandi, melepas seluruh pakaiannya yang basah, dan menyerahkannya pada Zayn dari balik pintu. Setelah sebelumnya berteriak agar lelaki itu memejamkan mata, saat menerima pakaiannya yang basah.

Aubree menuruti saran Zayn. Dia berendam air hangat pada bathtub. Membiarkan kehangatan memijat tubuhnya yang dingin dan lelah. Merendam kepalanya, dan membiarkan kehangatan mengusir pening di kepala, yang dirasakannya beberapa hari terakhir.

Tidak lama, perempuan itu sudah mengenakan bath robe berwarna putih. Tanpa sehelai benang pun di dalamnya. Apa boleh buat, Aubree tidak prepare sama sekali mengenai mobil yang mogok, hujan, dingin, dan kamar hotel.

Ditatapnya pintu kamar mandi yang masih menutup, ragu untuk masuk ke kamar. Tetapi, dia tidak mungkin berada di dalam kamar mandi terus menerus.

Maka, meski ragu, diraihnya juga kenop pintu, dan menarik benda itu terbuka.

Aubree benar-benar terkejut ketika mendapati Zayn berdiri tepat di balik pintu. Kemeja lelaki itu—yang sebelumnya terlihat rapi—terbuka tiga kancing teratasnya, membuat Aubree bisa sedikit mengintip bagian dada yang terlihat lebar dan kokoh. Sekuat tenaga, dikuatkannya diri agar tidak menampilkan ekpresi berlebihan.

"Mau mandi?" Aubree bertanya, saat mata keduanya masih saling mengunci.

Zayn menggeleng.

Aubree mengangguk. Tidak paham sebenarnya.

"Tiga tahun enam bulan. Check!" Zayn berkata, membuat Aubree menyimak dan berusaha menyimpulkan.

"Patah hati ... check!" Lagi Zayn berkata.

"Hubungan tanpa ikatan ...." Kali ini, Zayn mengangkat salah satu alis ke arah Aubree.

Seakan paham maksud dari Zayn, Aubree menyahut. "Check!" bilangnya pelan, membuat Zayn tersenyum tipis. Puas.

"Apa hal yang paling kamu sukai, Aubree?" Zayn bertanya dengan nada berat, seraya maju selangkah mendekati Aubree yang mendadak membeku. Selangkah saja lagi, tubuh mereka akan menjadi semakin rapat, nyaris tak bercelah.

"Ber-bercinta ...." Lidah perempuan itu terasa kelu. Zayn tersenyum lagi.

"Hal yang paling kusukai?"

Aubree menggigit bibir bawahnya, terlebih saat Zayn sepertinya memutuskan akan melangkah lagi.

"Hm?" Zayn masih menahan langkah, menunggu jawaban dari pasangannya malam ini.

Sudah terlanjur! Benak Aubree memaki dirinya sendiri.

"Wanita ...," ucap Aubree, lalu disunggingnya senyum, mendahului senyum yang muncul kemudian di bibir Zayn.

"Sempurna ...." Zayn melangkah, memangkas jarak di antara keduanya. Sementara itu, salah satu tangannya, menarik lepas ikatan bath robe yang dikenakan Aubree.

*
*
*

Follow aku di:
IG, WP, FB, KBM APP: Verlitaisme.

Continue Reading

You'll Also Like

211K 24.5K 59
[discontinued] just read and you won't regret it. use your imaginationβ™‘
50.3K 4.1K 37
[REVISI CERITA ETHAN] Romance/Humor/Sad/Family Kami berpisah dengan cara baik-baik. Bahkan di antara kami tidak ada yang merasa tersakiti karena...
775K 12.1K 21
~ Keira Tan ~ Benjamin Orlando, begitu katanya setahun yang lalu. Ben adalah sahabat terbaik dari Calista, sahabatku. Laki-laki itu begitu tulus, be...
555K 35.1K 33
Karena terlalu sering ditanyai tentang pasangan, Gauri nekat membuat keputusan gila, yaitu menyetujui tawaran dari istri sepupunya untuk melakukan ke...