The Same Feelings

بواسطة fauky_

183K 9.2K 545

Kisah Alvaro Gavriel dan Revita Pradipta yang baru saja dimulai... --Sekuel The Same Things-- المزيد

The Same Feelings
Prolog - Revita
1. Alvaro - We're Back
2. Revita - Reunion Party
3. Alvaro - Pasar Malam
4. Revita - The Heartstrings and The Heartbreak
5. Alvaro - Jealous
6. Revita - Nightmares Begin
7. Alvaro - The Accident
8. Revita - This Feelings
9. Alvaro - I Think I'm in Love with You
10. Revita - Him
11. Alvaro - Beautiful in White
12. Revita - Shock
13. Alvaro - Afraid
14. Revita - A Day With Him
15. Alvaro - Protect Her
16. Revita - Everything Has Changed
17. Alvaro - Bad Dream
19. Alvaro - My Princess
20. Revita - Beetwen Alvaro Gavriel and Jovan Ryandi
21. Alvaro - The Psychopath
22. Revita - The Truth
23. Alvaro - Awake
-Sebuah Pesan-
24. Another Point of View
25. Alvaro - Happy Ending?
26. Revita - Epilog
GOOD NEWS!!!
Ready To Come Back

18. Revita - Walk Around In The Dark Night

4.6K 283 4
بواسطة fauky_

Puncak dingin? Sudah pasti. Apalagi kalau sudah malam seperti sekarang ditambah hujan deras yang entah kapan berhentinya. Tapi dinginnya tidak sebanding dengan Jepang ketika musim dingin telah tiba di akhir tahun. Aku ingat, tahun lalu aku hampir mati kedinginan karena terkurung di sebuah gudang di dekat kuil yang tak jauh dari rumah Yuuta. Aku lupa bagaimana ceritanya, tapi yang jelas, saat itu aku ingin membantu untuk mengambil sesuatu di gudang. Tadinya aku pikir barangnya ada di gudang depan, tapi ternyata yang dimaksud gudang belakang. Sialnya, pintu gudang itu tidak bisa dibuka dari dalam. Dan ya, aku terkunci hampir satu jam lebih tanpa menggunakan mantel. Untung saja Yuuta cepat menyadari tidak adanya diriku. Keesokan harinya pun, aku langsung jatuh sakit karna demam.

Untuk kali ini, kasusnya lain. Dinginnya terasa aneh. Mungkin efek dari mimpi buruk yang akhir-akhir ini datang menghampiri, aku jadi merasa sedikit ketakutan. Kuperhatikan satu-persatu teman-temanku yang sudah jatuh tertidur di ruang tengah. Tadi, setelah mereka puas dengan acara akustikan-yang ngomong-ngomong membuatku terhibur-mereka langsung memutuskan untuk menonton film. Entah karna filmnya yang membosankan, ataukah karna mereka memang sudah kelelahan, di tengah-tengah film mereka semua jatuh tertidur. Aku yang menonton sampai selesai tidak tega membangunkan mereka sekedar untuk menyuruh kembali ke kamar.

Aku tahu mereka sangat lelah. Begitu pula denganku. Aku ingin tidur, tapi kedua mata ini susah sekali terpejam. Aku terkekeh geli ketika melihat bagaimana posisi tidur Yuuta dan Lucas. mereka berdua saling memeluk satu sama lain. Pasti Yuuta tidak akan percaya kalau besok pagi aku menceritakan ini. Untuk itulah aku langsung mengambil gambar mereka berdua.

Nah, sekarang apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin aku tidur kalau mataku saja masih bening. Akhirnya aku memilih duduk di sebuah kursi yang diletakan tepat di depan jendela. Seperti kebiasaanku kalau sedang tidak bisa tidur, aku selalu duduk dan mengamati langit malam. Sayang, tidak terlihat apa-apa selain awan kelabu yang menutupi benda-benda langit. Hujan yang tadinya deras, mulai berganti menjadi rintik-rintik. Mungkin sebentar lagi hujan akan berhenti.

Kunaikan kedua kakiku ke atas kursi. Dengan erat aku memeluk kedua lututku sendiri. Semakin lama, aku mulai mengantuk. Aku juga tidak tahu kenapa, kebiasaanku yang satu ini selalu sukses membuatku mengantuk. Tapi sebenarnya menjadi keuntungan tersendiri bagiku. Dengan begitu, aku tidak perlu memintum obat tidur.

Aku terbangun dengan napas yang terengah-engah. Lagi-lagi mimpi buruk. Akhir-akhir ini aku jadi sering mengalami mimpi buruk. Karna itulah aku tidak berani tidur. Tapi kali ini mimpiku berbeda dari yang sebelumnya. Biasanya, aku memimpikan insiden kecelakaanku tempo hari. Tapi yang barusan berbeda.

Aku mimpi, aku melarikan diri dari sesuatu. Kedua kakiku terus berlari dengan kepala yang terus menghadap ke depan. Entah kenapa aku tidak berani untuk menoleh ke belakang. Tetapi naluriku berkata aku harus lari sejauh mungkin. Ingin sekali berteriak minta tolong, tetapi suaraku tidak bisa keluar. Aku hanya bisa menjerit dalam hati. Ditambah dengan suasana gelap dan mencekam di sekitarku. Tidak terlihat adanya manusia sama sekali. Hanya ada aku dan sesuatu di belakangku.

Di tengah jalan, aku jatuh terjerembap. Masuk ke dalam sebuah lubang yang entah datang dari mana. Lubang itu begitu dalam seperti tidak berdasar. Aku terjebak dalam lubang tersebut. Gelap dan mencekam. Satu-satunya cahaya yang ada berasal dari permukaan lubang ini, yang jaraknya seperti langit dan bumi. Begitu jauh dan tak bisa dijangkau. Bagaimana aku bisa keluar dari tempat menyeramkan ini. Aku ingin berteriak tetapi suaraku tertahan. Akhirnya aku hanya bisa menangis tanpa suara.

Mimpi itu terasa begitu nyata. Bahkan aku tidak sadar kalau dahiku sudah mengeluarkan keringat dingin. Aku tertegun ketika menyadari kalau aku berada di atas kasur. Padahal seingatku aku duduk di kursi dekat jendela. Siapa yang memindahkanku ke kamar?

"Eh, lo udah bangun, Rev?" Valeria masuk ke dalam kamar dengan membawa nampan berisi nasi goreng yang masih hangat dan segelas air putih. Setelah Valeria meletakan nampan itu di nakas, aku langsung meraih gelas yang berisi air itu dan meminumnya sampai habis. Ketakutanku ternyata membuatku dehidrasi.

"Siapa yang pindahin gue ke sini?" Tanyaku dengan suara lumayan serak khas orang bangun tidur. Padahal aku baru saja minum.

"Alvaro." Ujar Valeria. "Semalem gue kebangun, trus nggak sengaja liat lo ketiduran di kursi. Waktu gue mau bangunin lo, ternyata lo demam, badan lo panas banget. Yaudah, gue bangunin Alvaro. Dan akhirnya dia yang bawa lo ke kamar."

"Gue demam?" Valeria menganggukan kepala sebagai jawaban atas pertanyaanku. Lalu tiba-tiba saja ia meletakan telapak tangannya di keningku.

"Tapi kayaknya sekarang udah mendingan deh." Katanya kemudian.

"Sekarang Alvaro mana?"

"Dia sama yang lain lagi sarapan." Valeria menatapku lekat-lekat. "Lo nggak apa-apa kan, Rev?"

Dahiku berkerut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Valeria, "Lah, emangnya gue kenapa, Val?"

"Gue tadi sempet liat, tidur lo kayaknya nggak nyenyak banget." Katanya. "Mimpi buruk?"

Aku tidak berniat untuk menyahuti pertanyaan Valeria. Tiba-tiba saja aku teringat mimpiku tadi. Dan sepertinya Valeria mengartikan kediamanku itu sebagai jawaban 'iya'. Ia juga sudah paham kalau aku tidak ingin cerita untuk saat ini.

Sekarang, aku sudah ikut berkumpul di ruang tengah bersama yang lainnya. Hanya Billy dan Daniel yang tidak terlihat batang hidungnya. Aku sudah merasa lebih baik dari pada sebelumnya. Yang membuatku tidak habis pikir, Alvaro sejak tadi mengekoriku terus. Alasannya karna takut terjadi apa-apa padaku. Padahal aku sudah merasa baik-baik saja. Ya memang yang namanya Alvaro Gavriel itu susah sekali diberi tahunya.

Kami berkumpul tanpa melakukan kegiatan yang berarti. Kevin dan Lucas sibuk bermain Play Station milik Billy. Alvaro dan Yuuta serius bermain catur. Sementara kami para gadis, memilih untuk bergosip-ria. Sebenarnya yang lebih antusias untuk bergosip sih, Valeria dan Naira. Habis, mereka membicarakan artis pendatang baru laki-laki palig cakep di Indonesia. Nah, sementara aku saja sejak dulu tidak terlalu tertarik dengan artis Indonesia. Apalagi yang keluaran terbaru. Akhirnya aku hanya bisa menimpali sesekali.

Entah kenapa hari ini mereka semua terkena virus mager alias malas gerak. Padahal, kemarin kami sudah berencana untuk pergi ke beberapa tempat wisata lagi. Mungkin karena efek hawa dingin sesudah hujan semalaman, kami semua jadi merasa tidak ingin keluar rumah. Memang lebih enak meringkuk di dalam selimut tebal.

"Hoooy kawan-kawanku tercintah!" Daniel muncul dengan wajah cerah secerah sinar matahari, sampai aku silau melihatnya. Di belakangnya ada Billy yang juga tak kalah cerahnya. Sekarang semua mata tertuju pada Daniel dan Billy yang langsung duduk di sofa.

"Kalian dari mana aja?" Tanya Kevin tidak mengalihkan perhatiannya dari layar televisi di hadapannya. Kesepuluh jarinya dengan lincah menekan berbagai macam tombol di stik.

"Habis kencan ya?" Imbuh Valeria.

"Yeee! Lo pikir gue cowok apaan pake kencan bareng Daniel segala?!" Billy begidik ngeri. Respon yang tak jauh berbeda juga diperlihatkan oleh Daniel.

"Lagian gue kalo mau homo juga milih-milih kali, Bill!" Sahut Daniel.

"Trus kalian dari mana dong?" Tanyaku akhirnya.

"Kita habis survei." Ujar Billy dengan semangat. Sepertinya perkataan Billy berhasil menarik perhatian semua mata yang ada di ruangan ini.

"Survei apaan?" Alvaro mengerutkan dahi.

"Ada deh." Kata Daniel. "Nanti malem kalian juga tahu." Aku melihat Daniel melemparkan senyuman yang sok misterius pada kami semua. Aku jadi penasaran, apa yang baru saja mereka survei di tempat seperti ini.

Aku sama sekali tidak menyangka kalau yang 'habis survei' yang dimaksud oleh Daniel dan Billy itu adalah survei lokasi untuk jurit malam. Sekitar pukul sepuluh malam, mereka berdua dengan heboh mengumpulkan kami semua di depan pintu masuk. Dua orang itu memang benar-benar gila. Ternyata mereka sudah merencanakan hal ini. Membuat game berjalan-jalan di hutan yang ada di dekat villa milik Billy untuk mencari sebuah bendera yang tadi sore sudah mereka sembunyikan entah di mana. Mereka juga sepertinya niat sekali ketika menyiapkan game kecil-kecilan ini.

"Gila lo berdua! Gue pikir ada apaan ngumpulin kita malem-malem begini." Semprot Kevin dengan kesal.

"Tapi nggak masalah sih, kayaknya seru juga kok." Ujar Naira yang tampak bersemangat. Rupanya ia sudah tertantang dengan game dari Daniel dan Billy.

"Nah iya, gue setuju!" Valeria menimpali. Dan pada akhirnya hampir semuanya dengan suka rela berpartisipasi dalam game ini. Tapi tidak untuk Kevin. Dari wajahnya aku tahu kalau ia sangat terpaksa sekali.

Saat semua sedang serius membahas game ini, tiba-tiba saya Lucas mengangkat tangannya, membuat suara berisik dari lumut teman-temanku mendadak hening seketika dan memandang Lucas dengan penuh tanya, "Gue mau bilang, gue nggak ikutan."

"Yailah, gue pikir apaan." Ujar Daniel.

Karna yang ikut memainkan game ini hanya enam orang, akhirnya Daniel membaginya menjadi tiga kelompok. Pembentukan kelompok berdasarkan undian. Daniel membuat potongan kertas kecil yang sudah ditulis angka satu sampai tiga, dan masing-masing angka ada dua lembar. Ternyata aku mendapat angka tiga. Lalu yang akan menjadi teman sekelompokku adalah....

Kevin.

Yep, too bad. Padahal aku sudah berharap sekali agar bisa satu kelompok dengan Alvaro. Tapi ternyata kenyataan berkata lain. Aku harus satu kelompok dengan pacar tercinta Naira. Dan kalau dilihat lagi, sepertinya kami semua tidak terlalu setuju dengan hasil pembagian kelompok ini. Baru saja Alvaro ingin memprotes, namun Billy menyela terlebih dahulu.

"Sori ya, nggak ada yang boleh protes. Peraturan tetep peraturan, oke?" Kata Billy dengan nada mengingatkan. Dengan terpaksa, kami semua pun menerimanya. Keputusan sudah final, kelompok sudah terbentuk. Kelompok pertama ada Alvaro dan Valeria. Kelompok kedua ada Naira dan Yuuta. Dan terakhir ada aku bersama Kevin.

Jadi cara mainnya, kami diberi waktu selama satu jam untuk mencari bendera berwarna merah yang sudah disembunyikan oleh Daniel dan Billy di suatu tempat di dalam hutan sana. Untuk antisipasi agar tidak tersesat, Billy sudah menggambarkan rutenya. Setiap kelompok, memiliki rute yang berbeda. Selain itu, masing-masing kelompok juga akan dibekali satu mangkok kecil berisi lilin. Sengaja menggunakan lilin agar lebih terkesan dramatis, kata Billy. Siapa yang mendapatkan bendera terlebih dahulu dan kembali ke depan villa dalam waktu kurang dari satu jam, dialah pemenangnya. Daniel dan Billy sudah berjanji akan memberikan hadiah spesial untuk pemenangnya nanti. Sayangnya mereka berdua masih merahasiakan perihal hadiah tersebut.

Dan sekarang, waktunya permainan di mulai.

"Rev, balik yuk!" Rengek Kevin sembari menarik ujung bajuku dari belakang. Aku tidak menggubrisnya sama sekali. Memang benar, manusia itu tidak ada yang sempurna. Laki-laki sekeren Kevin yang dari penampilan luarnya terlihat cowok banget ternyata juga penakut. Bahkan ia lebih penakut dari pada aku.

Game ini sudah berlangsung selama sepuluh menit dan sejak tadi Kevin masih saja merengek padaku meminta kembali. Tanpa mengindahkan Kevin, aku masih saja memperhatikan gambar peta yang dibuat asal-asalan oleh Billy ini. Aku berusaha mencocokan jalan yang di gambar dengan jalan yang kulalui sebisa mungkin. Masalahnya, Billy ini terlihat sekali tidak memiliki bakat menggambar. Kevin berjalan di belakangku sembari berpegang erat pada pundakku. Aku hanya bisa menggerutu dalam hati. Seharusnya yang di posisi Kevin itu aku, kan? Kenapa jadi terbalik seperti ini sih?

"Aduh! Kevin, jangan injek sandal gue!" Hardikku kesal karena baru saja aku hampir jatuh tersungkur karena Kevin yang terlalu dekat denganku, sehingga ia menginjak sandalku.

"Sori nggak sengaja." Kevin memamerkan cengiran tak berdosanya. Aku hanya mendengus kesal, lalu kembali menekuni peta seadanya ini. Aku memperhatikan lilin yang semakin lama semakin menyusut. Wah, kalau aku tidak segera menemukan bendera sialan itu, cepat atau lambat lilin ini akan segera habis.

Tiba-tiba saja angin berhembus dengan kencang. Api dari lilin yang sejak tadi kupegang pun akhirnya padam. Kevin yang terkejut dan ketakutan hanya bisa menjerit tertahan. Tidak keren juga kalau ia sampai berteriak dengan histeris. Bagus sekali! sekarang aku tidak memiliki bantuan pencahayaan selan dari cahaya bulan di atas sana. Bahkan cahaya bulan tersebut sedikit terhalangi oleh rimbunnya pepohonan di sekitarku. Hawa dingin pun mulai semakin terasa menusuk. Sial! Aku hanya menggunakan sweater yang tidak terlalu tebal.

"Kan, gue bilang juga apa, mending tadi kita balik aja." Keluh Kevin. Ia masih saja bertahan dengan posisinya; berlindung di belakang punggungku. Apa kata Naira kalau sampai ia melihat pacarnya seperti ini?

"Lo tuh cowok, tapi kok cemen banget sih." Ejekku dengan kesal tapi juga gemas sendiri. Kasihan juga sih melihat Kevin ketakutan. Sepertinya ia memang ketakutan setengah mati. Tidak seperti laki-laki lain yang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk bermodus-modus-ria.

"Sori deh kalo gue cemen." Ujar Kevin tanpa membantah sama sekali. Lihat kan? He just like a girl when he scared.

Aku menghela napas panjang. Meratapi nasib sial yang aku terima malam ini. Kenapa aku tidak satu kelompok dengan Alvaro saja sih? Atau minimal dengan Yuuta lah. Sudah satu kelompok dengan laki-laki yang nggak tahunya penakut banget, lilin mati gara-gara angin, dan sekarang aku jadi susah membaca peta.

"Jangan jauh-jauh dari gue kalo nggak mau ilang." Kataku memperingatkan. Sial! Seharusnya kalimat tadi itu keluar dari mulut cowok yang mau jagain ceweknya. Bukan dari mulutku!

"Oh, tenang aja! Gue nggak ada rencana buat jauh-jauh dari lo sama sekali." Sahut Kevin dengan mantap. Sekali lagi, aku hanya bisa menghela napas dengan pasrah.

Akhirnya dengan penerangan seadanya-yang sebenarnya tidak terlalu membantu sama sekali, ditambah kondisi mataku yang sebenarnya juga minus-aku berusaha untuk memahami rute perjalananku dengan Kevin. Di gambar ini, seharusnya aku akan menemukan pohon besar di tengah-tengah, lalu aku harus mengambil jalan ke arah timur. Tapi kenapa sedari tadi aku tidak menemukan pohon yang menjadi patokan di gambar ini? Duh, jangan-jangan aku tersesat? Karna rasanya sedari tadi hanya jalan ini yang aku lewati.

"Rev, kok kayaknya dari tadi kita muter-muter di sini doang, ya?" Celetuk Kevin tiba-tiba. Tuh kan! Kevin saja sudah mulai menyadarinya.

"Ah, masa sih? Gue rasa nggak deh." Kilahku, berusaha untuk tidak membuat Kevin panik dan semakin ketakutan. Padahal aku sendiri sudah mulai ketar-ketir. Takut tidak bisa kembali ke villa.

"Gue seriusan, Revi. Lo liat deh pohon yang itu." Kevin menunjuk sebuah pohon yang tak jauh dari kami. "Gue udah tiga kali liat pohon itu."

"Yaampun, Vin. Pohon kayak gitu doang sih banyak." Aku masih tetap menyangkal perkataan Kevin. Berat rasanya untuk sekedar mengaku ke Kevin kalau sebenarnya aku dan dia memang tersesat. Ia sudah cukup ketakutan dan aku tidak ingin menambah ketakutannya. Setidaknya antara aku dan Kevin, harus ada salah satu yang berpikir dengan jernih.

"Tau begini, mending tadi gue milih nggak ikutan bareng Lucas." Gerutu Kevin pelan.

Aku tidak menggubris Kevin lagi. Sekarang aku harus bisa menemukan cara agar bisa kembali ke villa dengan selamat tanpa membuat panik Kevin. Persetan dengan bendera sialan itu! Aku sudah tidak peduli lagi dengan benda satu itu. Mungkin sekarang sudah ada kelompok yang kembali membawa bendera tersebut. Mengingat waktu yang berjalan sudah hampir satu jam sendiri.

Kevin masih dengan setia mengekoriku yang memimpin di depannya. Sesekali ia juga menggerutu dan menyesali keputusannya untuk ikut game konyol yang dibuat oleh dua orang yang tak kalah konyol. Siapa lagi kalau bukan Daniel dan Billy. Bahkan aku sempat mendengar sumpah serapah keluar dari mulutnya. Serta mengutuk kedua sahabatnya itu habis-habisan. Kevin ingin membuat perhitungan dengan mereka berdua, katanya.

Langkah kakiku terhenti di tengah jalan secara tiba-tiba. Membuat Kevin menabrak punggungku. Sudah dua kali, ia membuatku hampir saja tersungkur, sepanjang malam ini. Sebuah umpatan untuk Kevin baru saja akan keluar dari mulutku sampai, tapi akhirnya kutelan kembali saat mendengar suara itu. Sebenarnya sejak tadi aku sudah mendengar suara-suara aneh. Awalnya terdegar jauh. Tapi semakin ke sini semakin terdengar jelas saja.

"Lo denger nggak, Vin?" Tanyaku.

"Denger apaan?" Kevin menatapku dengan kerutan di dahinya. Ia terlihat seperti sedang menajamkan indera pendengarannya. "Nggak ada apa-apa, tuh."

"Coba lo denger lagi. Tadi gue denger ada suara aneh." Ulangku mencoba untuk meyakinkan Kevin.

"Nggak usah nakut-nakutin gue!" Pekik Kevin dengan suara tertahan.

"Ngapain juga gue nakut-nakutin lo?" Kevin memandangku dengan ngeri. Alih-alih kabur untuk menyelamatkan diri, Kevin justru semakin merapat padaku. Aku pun mendorong bahunya pelan. "Ya nggak usah sedeket ini juga."

"Sori.." Katanya sambil memamerkan cengiran tak berdosa miliknya.

Aku memutar kedua bola mataku. Jengah dengan sikap Kevin yang kelewat cemen. Tapi perhatianku langsung teralihkan oleh suara aneh itu lagi. Kutajamkan pendengaranku. Ternyata sumbernya dari balik semak belukar yang tak jauh dariku. Dengan sisa keberanian yang aku punya, aku pun mendekat ke semak belukar nan tinggi tersebut. Kevin sudah mencoba untuk mencegahku, tapi aku terlanjur penasaran.

Tanganku terulur perlahan, mencoba untuk menggapai semak tersebut. Dengan pelan tapi pasti, telapak tanganku sudah menyentuh semak itu. Sekarang aku jadi ragu. Haruskah aku melihat apa yang ada di balik semak-semak ini?

"Kita pergi aja yuk, Rev." Ajak Kevin dengan suara lirih. Lagi-lagi ia menarik ujung sweaterku. Dinginnya angin malam kembali kurasakan. Sekarang dahiku sudah mulai mengeluarkan keringat dingin. Aku sudah bilang kan kalau aku mulai ketakutan. Akhirnya dengan satu gerakan cepat, aku menyibak semak belukar yang menghalangi pandanganku.

KYAAAA!!!

Teriakan itu bukan hanya terdengar dari mulutku. Tetapi Kevin juga. Aku dan Kevin sangat terkejut melihat penampakan di hadapan kami. Anehnya, penampakan di depanku juga ikut berteriak saat melihatku berteriak. Sepertinya ia juga tak kalah terkejutnya. Namun keterkejuta itu tidak bertahan lama. Aku menghela napas lega saat menyadari siapa yang ada di hadapanku. Dua orang yang sudah aku kenal baik. Aku langsung berhamburan ke pelukan salah seorang di antara mereka.

"Tasukatta!-Aku selamat!" Pekikku setengah histeris dalam pelukan Yuuta. Aku benar-benar bersyukur bisa bertemu dengannya.

"Nairaaa!!" Kevin pun lari ke dalam pelukan Naira. Lagi-lagi ia merengek, seperti anak kecil tersesat yang baru saja terpisah dari ibunya, dan akhirnya ia menemukan ibunya kembali.

"Kamu kenapa, Vin?" Tanya Naira dengan bingung. Kevin hanya menggelengkan kepala pelan.

"Aku pikir kamu tadi Yuki-Onna." Celetuk Yuuta tiba-tiba. Sialan! Bagaimana mungkin aku disama-samakan dengan semacam hantu wanita salju dalam legenda misteri di Jepang yang katanya suka muncul di tengah badai salju.

"Ahokka desu ne?-Kamu bodoh ya?" Cibirku. "Mana ada Yuki-Onna di Indonesia yang jelas-jelas nggak bersalju sama sekali!"

"Ah, iya juga ya." Sahut Yuuta dengan cengengesan. Kemudian ia melepas jaketnya dan memberikannya padaku. Sepertinya ia sadar kalau tubuhku mulai menggigil karna dinginnya angin malam yang menusuk sampai tulang.

"Udah ah, ayo kita pergi dari sini." Ajak Kevin seperti yang sudah-sudah.

"Iya bener, anginnya mulai bikin nggak enak." Naira mengiyakan ajakan Kevin. Akhirnya kami berempat memutuskan untuk segera kembali. Sekali lagi kutegaskan, persetan dengan permainan sialan yang dibuat oleh Daniel dan Billy ini! Oke, sepertinya nanti aku akan membantu Kevin untuk balas dendam pada mereka berdua.

Aku dan Yuuta memimpin jalan. Sekarang aku sudah tidak tahan untuk berpura-pura tangguh. Aku menyerahkan semuanya pada Yuuta yang memegang peta juga lilin yang sudah mulai meredup. Sepanjang perjalanan, kurangkul lengan Yuuta dengan erat. Aku hanya bisa berdoa dalam hati, semoga kami berempat bisa kembali ke villa dengan selamat.

-----------

Sebelumnya maap kalo part ini kurang berkenan di hati. Feelnya nggak dapet. Trus bagian Alvaronya juga dikit:"

Maklum, aku kalo nulis tergantung suasana hati. Dan sekarang lagi galau maksimal. Mohon pengertiannya :')

Dan sekedar informasi, mungkin habis ini apdetnya nggak bisa cepet-cepet kayak kemaren. Bentar lagi harus balik kuliah. Fokusnya nggak bisa lagi ke laptop, tapi ke kertas gambar. Janji deh, entar diusahain biar slow apdetnya nggak slow-slow banget kayak siput.

Terimakasih untuk kalian semua yang terus dukung Fau dan Ky buat ngelanjutin ceritanya Alvaro-Revita. Lafyuaaaaal:*

#PeaceUp

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

HERIDA بواسطة Siswanti Putri

قصص المراهقين

555K 21.2K 34
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
SAGARALUNA بواسطة Syfa Acha

قصص المراهقين

3.2M 158K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...