Happy reading🐥
Ceklek
Mereka memasuki ruangan yang dominan bernuansa warna putih tersebut. Dengan bulir-bulir bening yang silih berganti berjatuhan, Nisa mendekati brangkar rumah sakit. Seorang berbadan kekar dengan baju pasiennya, terbaring lemah di sana dengan perban yang terbalut di kepala dan infus yang selalu ada setiap kali orang sakit tak berdaya.
Sentuhan di tangan dan elusan di kepala, membuat Rifki terbangun dari tidurnya. Ia melirik Nisa dengan dahi mengernyit.
"Kamu udah sadar sayang, gimana ada yang sakit gak?" tanya Nisa cemas.
"Kok bisa kamu sampai gini, hiks...," ucap Nisa yang kini posisinya sudah memeluk Rifki.
Rifki mengangkat badan Nisa, yang membuat Nisa mengernyit. "Kalian siapa?" tanya Rifki.
Deg
Nisa, Rena, Putri dan Nathan mematung di tempat. Nisa menutup mulutnya dan geleng-geleng kepala tidak percaya dengan air mata yang kini kian deras mengalir. Hampir saja Nisa oleng, kalo tidak langsung di rangkul oleh Rena dan Putri yang berada tak jauh dari Nisa.
"Kak, lo bercanda kan?" tanya Rena tidak percaya.
"Kalian siapa?" alih-alih menjawab, Rifki mengulangi pertanyaannya lagi.
"Jangan bilang, kakak amnesia," ucap Nathan Polos yang kini semua tatapan langsung mengarah kepada Nathan.
Nisa mengalihkan pandangannya ke arah Rifki. "Mas, kamu gak inget aku? Aku istri kamu," ucap Nisa lirih menahan isaknya agar tidak terdengar.
"Istri? Emang saya udah menikah?" tanya Rifki.
"Kakak beneran gak inget siapa kita?" tanya Putri memastikan yang di jawab gelengan oleh Rifki.
Pecah sudah pertahan Nisa, isak tangis yang berusaha ia tahan kini terdengar mengalun di ruangan tersebut.
"M-mas, hiks... b-bilang ke aku kalo ini cuma b-bercanda, hiks...," isak Nisa yang masih berada dalam rangkulan Rena dan Putri.
Pedih, itulah yang dirasakan Rifki. Ia tidak bisa melanjutkan ini. "Kemari," panggil Rifki menyuruh Nisa mendekat.
Tidak mendapat respon dan pergerakan dari Nisa, Rifki merentangan tangannya. "Kamu gak rindu aku?"
Rena, Putri dan Nathan ternganga. Apa ini? Apa Rifki hanya berpura-pura hilang ingatan? Seketika raut wajah sedih Rena dan Putri berubah menjadi kesal.
Nisa kini sudah menyambut pelukan Rifki. "Kejutan," kekeh Rifki mendekap Nisa erat melepaskan semua rindu yang kemarin-kemarin sempat tertahan.
Nisa membalas tak kalah erat dan terisak di sana. "Aku hanya bercanda, gak mungkin dong aku lupa sama istriku yang paling cantik ini," goda Rifki.
Nathan yang masih belum paham situasi cengo. "Bentar-bentar, ini maksudnya kak kiki pura-pura gak inget yang tadi itu?" tanya Nathan polos.
"Iya!" jawab Rena dan Putri ketus menatap tajam Rifki.
"Kenapa kalian natap gue gitu?" tanya Rifki datar.
"Gak lucu tau gak kak! Kalo mau kasih kejutan ke Nisa, kita jangan dibawa-bawa!" ketus Rena.
"Gue udah syok tadi, eh kakak malah bercanda," tambah Putri menghela nafasnya.
Tidak mempedulikan ocehan sepupu dan temannya. Rifki mengecup kening Nisa lama.
"Udah ya, jangan nangis lagi. Aku ikutan pedih liat kamu nangis begini," ujar Rifki melonggarkan pelukannya lalu menepis pelan air mata yang mengalir di pipi mulus Nisa dengan ibu jarinya.
Mata jomblo yang berada di ruangan itu seketika memanas melihat sepasang dua insan yang melepas rindu dengan romantis di depan mereka.
"Udah buat kita syok, nangis, kesal dan sekarang apa? Nunjuki kemesraannya seakan situ hanya berdua di ruangan ini. Bukannya minta maaf, eh malah gini. Emosi gue!" sindir Rena kepada Rifki.
"Ih sweet banget, jadi pengen nikah sekarang," ucap Putri ngenes, seakan melupakan kekesalannya.
"Sama siapa Put?" tanya Nathan polos.
"Sama lo aja gimana," jawab Putri ke Nathan.
"Dih! udah deh Put. Jangan halu dulu!" ketus Rena yang masih kesal dan tambah kesal oleh tingkah Putri dan Nathan.
"Kalian pulang aja deh, gue mau istirahat," usir Rifki halus, ia jengah juga melihat tingkah teman-teman Nisa.
"Ceritanya kita diusir nih?" tanya Putri.
"Ya udah kita pulang aja, kita kan tadi belum sempat pulang ke rumah," ajak Nathan santai.
Nisa menatap teman-temannya. "Makasih ya udah mau nemeni gue ke sini. Dan atas nama Mas Rifki, gue minta maaf," ucap Nisa.
"Dih, kenapa lo yang minta maaf Nis. Harusnya tuh ya orang itu tuh," Rena melirik-lirik sekilas orang di samping Nisa. "yang minta maaf," sambung Rena.
"Udah deh, gue minta maaf," ucap Rifki.
"Dih, kaya gak ikhlas gitu," cibir Rena.
"Lo kenapa sih! Gak ikhlas nemeni Nisa ke sini?" tanya Rifki datar.
Mata Rena berkaca-kaca, runtuh sudah pertahannya. "Gak gitu, cuma gak lucu tau bercandanya," ucap Rena.
Rifki merentangkan tangannya lagi kepada Rena, Rena yang mengerti pun langsung berlari dan menghambur kepelukan Rifki.
"Jangan bikin kita khawatir lagi, kalo mau kasih kejutan jangan gini caranya," oceh Rena memukul-mukul kecil dada Rifki.
Tidak lama, mereka melepas pelukannya. "Iya, makasih ya udah nemeni istri gue ke sini. Dan maaf untuk tadi," kekeh Rifki.
"Ya udah kami pamit dulu ya kak, Nis. Cepet sembuh ya kak, dah," pamit Nathan dan keluar menuju ruangan.
"Jangan lupa kasih hukuman ya Nis," tambah Putri lalu menyusul Nathan.
"Gue juga pulang ya," pamit Rena yang dijawab anggukan Nisa dan Rifki, lalu segera menyusul Nathan dan Putri.
Kini tinggal Nisa dan Rifki yang berada di ruangan tersebut. Nisa menatap Rifki intens, Rifki yang merasa ditatap menaikan satu alisnya.
"Aku mau ngambek dulu sama kamu," cemberut Nisa melipat kedua tangannya di depan dada dan mengalihkan pandangannya ke lain arah.
Rifki terkekeh. "Mau ngambek kok pake izin," ucap Rifki.
Rifki langsung menatap Rifki. "Iih, nih aku ngambek beneran nih," tantang Nisa.
"Jangan dong, nanti aku sedih," dramatis Rifki.
"Biarin, salah siapa coba yang mulai duluan." Nisa menyembulkan bibir bawahnya beberapa centi.
"Iyaiya, aku minta maaf. Aku cuma mau ngasih kejutan aja tadi, eh gak taunya jadi gini," ucap Rifki memeluk Nisa dari samping.
"Jangan gitu lagi ya Mas, nanti kalo jadi do'a gimana," ucap Nisa.
"Jangan sampai, gak mau. Iyaiya aku janji gak gitu lagi."
"Sekarang kamu istirahat ya, udah makan dan minum obat tadi?" tanya Nisa menghadap ke Rifki yang dijawab anggukan oleh Rifki.
"Istirahatnya nanti aja ya, aku mau kangen-kangenan dulu sama istriku," goda Rifki menjawil hidung Nisa.
Pipi Nisa merona, ia langsung saja menghambur kepelukan Rifki, menyembunyikan wajahnya ke dada bidang Rifki. "Apaan sih," ucap Nisa dengan suara tertahan.
Rifki terkekeh, membalas pelukan Nisa. "Gimana sama UN nya, udah selesai?" tanya Rifki.
Nisa mendongak, melihat wajah tampan suaminya. "Udah," jawab Nisa.
"Udah tau mau kuliah di mana, hmm?" tanya Rifki.
"Udah."
"Di mana?"
"Di rumah."
Rifki menautkan alisnya. "Dirumah?" ulang Rifki.
Nisa mengangguk. "Aku mau ikut privat memasak aja Mas, nanti kalo aku udah jago masak, aku mau buka restoran," curhat Nisa.
"Jadi gak mau kuliah nih?" tanya Rifki memastikan.
"Gak, aku mau fokus ngurus rumah tangga kita," jawab Nisa.
Rifki tersenyum. "Oke, apapun keputusan kamu asalkan itu yang terbaik, aku dukung kok," ucap Rifki mengecup dahi Nisa.
"Udah tau mau privat di mana?" tanya Rifki.
"Udah, Bunda yang rekomendasikan," jawab Nisa.
Rifki mangut-mangut. "Berarti kamu udah siap dong jadi seorang ibu," goda Rifki.
Nisa terdiam. Keterdiaman Nisa membuat Rifki merasa bersalah. "Maaf ya, aku hanya bercanda kok," kekeh Rifki yang terdengar seperti disengaja.
"Hey, udah ya gak usah dipikirin kata aku tadi. Aku cuma bercanda," ucap Rifki mengelus pipi Nisa lembut karena Nisa masih terdiam.
Diamnya Nisa tadi tanda dia sedang berpikir dan menyakinkan diri untuk mengucapkan sesuatu.
"Mas," panggil Nisa.
"Hmm."
"K-kalo kamu udah pengen kita punya a-anak, aku s-siap kok," ucap Nisa gugup tertunduk memainkan ujung hijab seragam sekolahnya, ia berusaha mengontrol detak jantungnya yang berpacu cepat.
Mata Rifki berbinar. "Serius?" tanya Rifki antusias. Nisa membalas dengan anggukan kepala dua kali.
Rifki langsung menghambur kepelukan Nisa yang berada di depannya. "Makasih ya sayang," ucap Rifki mengecup beberapa kali dahi Nisa.
"Iya." Nisa membalas pelukan Rifki lalu tersenyum di sana.
***
TBC!
Kalo ada typo tandai ya :)
Ada yang mau disampein di part ini?