🍰8. Pikiran laki-laki🍰

97 20 1
                                    

Aku duduk di teras rumah bude. Ya, hari ini sepulang dari toko aku mampir sesuai janjiku, untuk menginap. Suasana rumah bude sepi. Biasa, suasana komplek perumahan di Jakarta. Berbeda dengan kost yang aku tempati. Lokasinya masih layaknya perkampungan. Setiap pagi, sudah ada orang berjualan dari nasi uduk, sampai bubur ayam. Enggak perlu repot-repot sebenarnya untuk cari sarapan atau makanan. Dan memang dasar aku itu pemalas, kalau udah di rumah lebih baik pakai jasa ojek makanan. Tinggal pilih makanan, rebahan, dan dalam hitungan menit makanan sampai sendiri. Ckckckck, kaum masa kini.

"Nduk, makan." Bude Tias memanggil, terlihat kini berada di balik pintu. Menatap dengan senyuman.

"Nanti aja Bude, nunggu Mas Bumi. Nanti ngambek lagi aku tinggalin makan."

Bude Tias mendekat lalu duduk di sampingku. "Memang Mas-mu kemana sih?"

"Tadi nganterin temenku, Bude inget nggak Meera? Dulu sempat ketemu Bude deh, jaman aku SMA."

Bude terdiam sepertinya lupa. "Yang suka ribut dan berantem sama Arka itu Acel 'kan? Yang kalau bikin kopi enak itu Candy? Ingetlah, yang pendiam kan paling kalem di antara cewek bertiga itu?"

Yes, Ternyata bude masih ingat. Ingatan bude memang masih bagus. Meskipun usianya sudah menuju enam puluh tahun.

"Iya paling rapi juga."

"Iya bude masih ingat. Kalian juga sekarang jarang main."

"Semua sibuk bude, Arka sama Candy kerja, Acel sibuk sama tugas akhir. Kemarin juga Meera nggak di Indonesia. Yang bisa kemana-mana ya cuma aku aja."

Aku mengobrol singkat di luar teras. Jakarta di waktu musim kemarau. Rasanya sumpek sekali, di kamar dengan pendingin udara sebenarnya menyenangkan. Hanya saja, aku merasa tak enak jika terus berada di kamar. Jadi, duduk di teras menikmati suasana malam jadi pilihan.

Tak lama aku melihat sosok Mas Bumi berjalan mendekat. Ia mendekat, tersenyum lalu dengan sopannya mengacak rambutku. "Endut." Ia meledekku lalu mencium tangan Bude Tias.

"Waalaikumsalam." Aku menyahut judes.

Sebel datang bukan memberi salam, malah umpatan yang terlontar. Ckckckkc.

"Hehehe, assalamualaikum," ucap Mas Bumi seolah tak ada salah. Bagus banget emang kelakuan kakak sepupuku yang satu ini.

"Waalaikumsalam." Bude menyahut. "Datang itu salam, bukan malah ngatain adek-nya duluan."

Aku mengangguk setuju sementara Mas Bumi senyam-senyum saja. Melirik dengan jahil, sumpah dia manusia paling nyebelin.

"Makan yuk Rey, Mas-mu udah datang tuh."

"Nanti Bude, aku masih kenyang."

"Aku juga nanti Bu, ngadem dulu sebentar. Gangguin Reya dulu mumpung di sini."

Bude menghela napas, menatap Mas Bumi seolah memperingatkan. Namun, tetap saja dasar Mas Bumi.  Setelah Bude masuk, tangannya dengan rajin mencolek pundakku.

"Mas Bumi nyebelin, sumpah!"

"Tapi... Ngangenin 'kan?"

"Enggak."

Mas Bumi terkekeh saja, lalu menatap ke arah jalan. "Kamu jarang ke sini tuh punya pacar?"

"Tanya lagi. Enggak ada lho Mas. Lagian, siapa yang suka sama aku?"

"Loh, pasti ada. Kamu pergaulannya di perluas. Kalau ebggak kenal orang banyak, gimana mau ketemu pasangan. Ikhtiar juga lho itu."

"Aish klise, hidup ini hanya untuk kaum yang berwajah cakep." Aku menjawab sambil menaikkan kakiku ke dipan kayu. Segera saja dipukul kakak sepupuku itu. Dengan segera aku turunkan kembali.

"Kalau kamu mikir gitu, ya itu yang kejadian. Ayolah, udah dua puluh tiga tahun. Emang nggak mau ngerasain dipeluk, dicium sama pacar?"

Kulirik Mas Bumi yang menatap dengan jahil. "Bener ya, otak laki-laki itu penuh dengan hal kotor."

"Hahahahaha, ya Allah punya adek kok sok lugu banget. Mas tau otakmu, fans K-Pop itu nggak ada yang suci. Cuma kamu masih belum bisa berpikir kalau dunia tuh benar-benar sebusuk itu."

"Termasuk pikiran Mas Bumi."

"Iya boleh dibilang gitu."

"Mas Bumi nggak boleh deket-deket sama Meera.  Nanti mikir iya iya lagi."

"Mas tuh nggak seburuk itu ya Rey. Ada perempuan yang memang harus dilihat secara seksual, dan secara kasih sayang."

Kututup telinga dan bergegas masuk ke dalam. Berjalan cepat menuju kamar. Kesal, setiap pembicaraan dengan mas Bumi selalu bikin aku mikir dan kesal.

***

Pagi datang begitu saja aku hampir tidak tidur semalaman. Semua karena Mas-ku sibuk ngajak main adu kambing. Bikin aku ketagihan dan kamu main sampai subuh. 

Aku bergegas berjalan masuk ke dalam toko. Melihat Yogi dengan kedua teman yang memang biasa bersamanya. Ingin ku hampiri tapi, aku putuskan menunggu saja di dapur. Di dapur Lala sedang merapikan brownies.

"Lancar La? Maaf aku telat."

"Lancar semua  kok mbak."

"Yogi di sini dari jam berapa?"

"Lumayan lama mbak, hampir satu jam."

Aku mengangguk, lalu membiarkan Lala berjalan keluar untuk merapikan kue ke etalase. Tak lama kedua teman Yogi berjalan keluar toko, aku menunggu si cowok pucat itu masuk dan memulai pelajaran pertamanya.

Benar tak lama dia masuk dengan wajah yang muram. Sebel banget pagi-pagi udah dikecutin kaya gitu.

"Lama ya?"

"Sorry,"  ucapku.

"Maaf." Seolah mengkoreksi ucapan maafku.

"Sok nasionalis."

"Masalahnya, saat kamu ngomong sorry itu enggak terdengar ikhlas di telinga saya."

Aku mengangguk singkat. "Maaf ." Segera aku menyiapkan bahan. Tepung dan kawan-kawan  untuk pembuatan brownies kali ini. "Sebenarnya kamu bisa lihat ini di YouTube juga lho."

"Kamu yang buat?"

"Bukan ... Ada banyak maksudku."

"Lanjut." Ia menjawab seolah tak peduli dengan ucapku barusan.

"Suasana saat belajar itu harus menyenangkan lho," sindirku.

"Tentu, nyaman buat saya kok. Lanjutin." Ia memerhatikan sambil menyilangkan kedua tangannya ke depan dada.

Sabar Reya ... Udah dapat album BTS lho. Aku harus kuat menghadapi kejamnya kehidupan.

"Terus kamu ngapain diam di situ?" tanyaku.

"Belajar."

"Kalau belajar masak itu kamu harus ikut belajar juga," ucapku seraya mengisyaratkan agar ia berdiri di depanku. Aku bisa melihatnya enggan. "Ayo, aku udah sediakan semua bahan untuk dua cake."

Meski enggan akhirnya ia berdiri di hadapanku. Mengenakan epron motif sapi yang telah aku sediakan. Meski wajahnya terlihat enggan, tetap dia lakukan.

Lucu banget si Yogi.

Astaga! Apaan sih Reya?!

***

Valentines (Valentine and Sweet Brownies) حيث تعيش القصص. اكتشف الآن