🦋 11 🦋

39 21 3
                                    

Skedul Amanda hari ini tidak begitu padat, ia hanya akan mencicil naskah novel kelimanya sedikit demi sedikit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Skedul Amanda hari ini tidak begitu padat, ia hanya akan mencicil naskah novel kelimanya sedikit demi sedikit. Deadline yang Bagas berikan untuk novel kali ini sangat panjang, jadi Amanda bisa bersantai sebentar. Amanda membuka laptop lamanya. Jari-jari tangannya asyik menekan keyboard. Bukan, dia bukan sedang mengetik naskah, Amanda hanya sedang melatih kecepatan mengetikkan lewat game yang sudah ia install minggu kemarin.

“Astaga, ini rekor terbaru gue bermain game ini. Ah,  kalau ada Tio dia pasti iri.” Amanda bergumam sendiri, pikirannya menerawang jauh ke masa-masa semester terakhir  perkuliahnya sebelum wisuda.

“Mbak itu game, ya?” Tio yang masih duduk di bangku sekolah dasar bertanya. Usianya saat itu 12 tahun, tinggal menunggu beberapa bulan hingga akhirnya dia benar-benar lulus SD.

“Iya, kenapa mau nyoba?” Amanda berdiri dari tempat duduknya. Ia pergi ke dapur sebentar meninggalkan bagas dengan game pelatih kecepatan mengetik.

Tio tidak pernah bermain dengan orang-orang sepantarannya di luar rumah. Dia terlalu mencemaskan banyak hal di usianya yang masih kanak-kanak. Selain karena ayahnya yang meninggalkannya, ia juga acapkali dikucilkan orang lain karena penampilannya. Sebut saja dia nerd atau cupu di masa kini.

“Waktu habis, mbak udah selesai makan dan sekarang gantian mbak yang maenin tuh game.” Amanda merebut laptop dari tangan Tio.

“Tapi Tio belum selesai, Mbak.” rengek Tio membuat Amanda menyeringai.

“Mbak mau pake laptop ini, kamu sana main sama temen-temen kamu.”

“Tio gak punya temen. Temen Tio cuma Mbak sama ibu doang, udah.” Raut wajah Tio mengeruh, tidak seperti saat dia memainkan game.

“Makanya cari teman, Tio. Emang kamu bakalan hidup sendiri selamanya?”

“Nanti Mbak, tunggu perubahan Tio dulu.” Tio asal menjawab, tetapi mungkin dia benar-benar memikirkan ucapan Amanda.

Terbukti saat asuk SMP, Tio benar-benar berubah drastis. Dia mulai memperhatikan penampilannya. Maka, teman-teman yang mengejeknya cupu akhirnya terperangah karena perubahan Tio. Para remaja lelaki sangat ingin berteman dengan Tio agar ikut populer di SMP-nya, sedangkan remaja wanita diam-diam menaruh cinta pada Tio.

Lamunan Amanda terhenti, dering teleponnya membuat Amanda tersenyum. Baru saja ia memikirkn remaja ini, sekarang seperti ada chemistry khusus Tio langsung menelpon Amanda.

Hello, boy?! What happen? Kenapa tiba-tiba nelpon mbak?” Amanda menyambut telpon tersebut dengan pertanyaan.

“Ada yang mau Tio omongin sama Mbak.” Tuturan Tio membuat kening Amanda berkerut. Suara Tio kali ini lebih berat daripada biasanya.

“Ada apa, Tio?” Amanda bertanya sekali lagi.

“Sebenernya, Papa kemana perginya, Mbak? Papa kerja dimana, Mbak? Kenapa gak pulang-pulang? Mama selalu nyuruh Tio bertanya sama, Mbak. Mbak tahu kan Papa ada dimana?” Rentetan pertanyaan Tio membuat Amanda membeku. Dia juga sebenarnya tidak tahu papanya ada dimana.

Morphos Wounds [Tidak Dilanjutkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang