🦋 21 🦋

21 15 5
                                    

Langit gelap, angin bertiup dari barat ke timur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Langit gelap, angin bertiup dari barat ke timur. Kerlip lampu di sepanjang geladak kapal mampu menghibur Amanda yang kini duduk seorang diri. Pikirannya dipenuhi oleh kemungkinan-kemungkinan yang semu dan harapan yang tak pernah ada habisnya. Deburan ombak menerjang alas kapal, buih air bertebaran di laut.

“Lapernya,” gumam Amanda. Lagi-lagi ia merasa tersiksa dengan perjalanan di atas kapal. Perutnya benar-benar sakit saat dari kemarin ia tidak makan. Menu makanan yang di jual di kapal amat mahal, Mie Instan seporsi harganya lima belas ribu. Amanda mendengus berkali-kali, malas mengeluarkan rupiah.

Kapal berlayar di malam hari, beberapa anak kecil berlarian di geladak. Amanda menengadahkan kepalanya, tiba-tiba seorang anak kecil berambut panjang mendekatinya. Mata bulat dari anak itu mengerjap, Amanda tersenyum.

“Hei,” sapa Amanda.

Anak tersebut mengasingkan kotak makan berwarna toska, “Ini buat Kakak.”

“Buat Kakak?”

Anak itu mengangguk, “Dari kakak itu.” Jari telunjuknya menunjuk pada seorang laki-laki yang berdiri membelakangi.

“Mel permisi, Kak.”

Amanda terbengong, siapa laki-laki yang berbaik hati memberinya makan di atas kapal ini. Dia berdiri, hendak menemui laki-laki tersebut. Tetapi laki-laki tersebut lebih dulu pergi, tidak berbalik ke arah Amanda.

“Hei, tunggu!” seru Amanda setengah berlarian.

Laki-laki berjas hitam melangkahkan kakinya cepat, masuk ke salah-satu kabin kapal khusus orang-orang yang memiliki hak istimewa.

“Siapapun kamu, terimakasih untuk makanannya!” Amanda berteriak di pintu kabin.

Nasib memang selalu berbaik hati pada orang-orang seperti Amanda. Gadis berkepit kupu-kupu tersebut duduk di kursi depan kabin, melahap makanan dengan cepat. Amanda benar-benar lapar.

Tanpa diketahui oleh Amanda, seseorang berjas hitam tersebut tersenyum memperhatikan Amanda di kaca pintu.

“Manda .... ” gumamnya.

***

Rena berlari menerobos hilir-mudik orang-orang di dermaga. Beberapa kali menabrak tas dan koper milik orang-orang, cuaca panas tidak membuatnya malas untuk menjemput sahabat di dermaga.

Amanda hanya menggelengkan kepala, “Rena jangan kayak anak kecil!”

Rena terkekeh, di sebelahnya Bagas menatap sinis pada Rena.

“Akhirnya pulang juga lo Amanda.”

“Bukan pulang, tapi pergi. Gue ninggalin rumah lagi,” ujar Amanda.

Morphos Wounds [Tidak Dilanjutkan]Where stories live. Discover now