🦋 22 🦋

19 15 4
                                    

Amanda berjalan cepat menghampiri pria yang beberapa tahun lebih tua darinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Amanda berjalan cepat menghampiri pria yang beberapa tahun lebih tua darinya. Ruang tamu Kakek Agus sepi, es batu dalam teh manis mencair siring dengan hembusan nafas Amanda. Wanita berjepit kupu-kupu itu, bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Uda Riyan, menatap Amanda mengerti lantas berdeham keras.

"Ayahmu sangat sibuk, Amanda," ucap Uda Riyan membuka percakapan.

Amanda tersenyum kecut, "Sesibuk apa dia sampai tidak pulang bertahun-tahun lamanya?"

Uda Riyan menghela napas panjang, ruang tamu kakek agus hening.

"Amanda tidak pernah mengerti kenapa Ayah tiba-tiba pergi Uda, hampir sepuluh tahun lamanya Amanda gak bertemu lagi. Tio juga sangat ingin bertemu Ayah, kasih tahu dimana keberadaan Ayah, Uda. Amanda mohon .... " Amanda berujar dengan parau, matanya memanas.

"Maaf Amanda."

Amanda menatap Uda Riyan, "Maaf karena apa? Uda tinggal kasih tahu saja keberadaan Ayah dimana. Amanda yakin Uda tahu keberadaannya."

Wajah Uda Riyan kebas, dia benar-benar bingung harus memberitahunya atau tidak.

"Maaf Amanda, Uda sibuk. Uda harus kembali bekerja besok. Kau boleh pulang ke kontrakan," ujarnya.

Amanda menggeleng tak percaya, bagaimana mungkin Uda Riyan enggan memberitahu keberadaan Ayahnya. Maka dengan beraninya, Amanda menolak untuk pulang. Dia akan terus duduk di ruang tamu sampai Uda Riyan mau memberitahunya keberadaan Ayah.

Uda Riyan tak acuh, dia masuk ke dalam kamar. Waktu bergulir, Amanda masih duduk tak bergerak sama sekali. Dia mengabaikan semua bujukan Uni Riyana.

"Kau pulang saja dulu, nanti Uni coba untuk membujuk Uda agar mau memberitahukan keberadaan Ayahmu," bujuk Uni Riyana.

Amanda menggeleng, "Tidak Uni, Amanda mau nginep di sini aja. Kakek Agus juga gak masalah kalau Amanda di sini."

"Tentu saja, kau boleh tetap di sini. Tapi mandi dan makanlah dulu, jangan malah bengong di ruang tamu ini."

Amanda tak merespon ucapan Uni Riyana, dia memandang lurus ke depan. Mengabaikan kehidupan nyata yang benar-benar tak selaras dengan keinginannya. Uni Riyana menghembuskan nafasnya, berjalan masuk ke kamar.

Kakek Agus tiba-tiba masuk ke rumah, menepuk pundak Amanda. Semacam patung kucing di dapur, Amanda diam saja, masih enggan bergerak.

"Riyana," panggil Kakek Agus.

Uni Riyana ke luar bersama Uda Riyan. Kakek Agus menunjuk ke arah Amanda yang terbengong. Sorot matanya kosong, kepalanya lunglai menyentuh bahu.

"Kenapa dengan cucuku yang satu ini, Riyana?" tanya Kakek Agus.

"Riyana gak tahu, barusan aku masuk kamar masih baik-baik saja. Kepalanya juga belum lunglai seperti itu," ujar Uni Riyana setengah takut.

Kakek Agus menghela napas, "Amanda! Kau baik-baik saja?" Sambil menggoyang-goyangkan bahu Amanda, Kakek Agus meneriakan namanya berkali-kali.

"Kakek, Amanda kenapa?"

"Ambil air Riyana," titah Kakek Agus. Uni Riyana menurut, dia berlari mengambil segayung air dingin.

"Siram!"

"Apa Kakek tidak salah? Kenapa harus menyiram Amanda?" Uda Riyan bertanya cepat.

"Diam Riyan, cepat Riyana siram Amanda."

Langsung saja, Uni Riyana menyiram kepala Amanda. Seperti nyawa yang ditarik paksa masuk ke dalam tubuh lagi, seperti itu pula kesadaran Amanda kembali. Dia mengerjapkan matanya, lantas memukul kepala dengan keras.

"Kenapa Amanda gak bisa ngendaliin ini?! Kenapa? Amanda takut," Amanda memukul-mukul lagi kepalanya.

Uni Riyana memeluk Amanda kencang, "Amanda sadar. Uda Riyan sudah ada di sini, kita bisa cari dimana Ayah kamu. Kamu tenang."

Amanda beringsut, "Uda gak mau ngasih tahu dimana Ayah."

Uda Riyan menatap kejadian tersebut dengan jerih. Lagi-lagi Riyan mengalami dilema. Antara harus setia dengan Tuannya atau memberitahu Amanda keberadaan Ayahnya.

Kakek Agus menatap Riyan, "Kenapa kau menyembunyikan keberadaan dia? Katakan dimana Ayah Amanda?! Dimana suami Tania!" seru Kakek Agus.

Uda Riyan tidak menjawab, dia kembali ke dalam kamar, mengunci pintunya rapat-rapat. Amanda menundukkan kepala, saat kunci sudah di dapat kenapa pintu tidak kunjung bisa terbuka.

Kenapa semesta seakan tidak memperbolehkan Amanda bertemu Ayahnya, untuk menanyakan saja alasan-alasan kepergian pria itu pun tidak bisa. Amanda menggelengkan kepala, mungkin besok Uda Riyan bisa memberitahu keberadaan Ayahnya.

***

Riyan bergelut di dalam kamar, gusar memikirkan bagaimana ia bertindak. Dengan penuh kehati-hatian ia menelepon Pria Tua yang selama ini menjadi atasannya.

"Ada apa Riyan?" tanya seseorang di seberang telepon.

Riyan berdeham, "Apa Tuan tidak ingin bertemu dengan putri Tuan? Kondisi mentalnya benar-benar buruk."

Terdengar hembusan nafas berat, disusul dengan pertanyaan, "Dimana dia?"

"Di rumah Kakek Agus. Sepertinya dia sudah bertahun-tahun mencari keberadaan Tuan, saya iba melihatnya."

"Saya akan ke sana, kau beritahu padanya kita akan bertemu."

Riyan tersenyum, "Baik Tuan."

Telepon terputus, Riyan menghela napas lega. Kenapa Pria Tua itu sangat menyulitkan hidupnya. Kenapa dia tidak bisa hidup tenang setelah mengikuti ajakan pamannya. Ia selalu merasa bersalah kepada semua orang, kemarau ini benar-benar menyiksa dirinya. Meski hidup bertahun-tahun di rumah besar dengan air melimpah. Tetapi dirinya masih sering tersiksa karena mengambil hak orang lain.

Ia menolehkan kepala ke jendela, ramai orang-orang di luar membicarakan soal kemarau yang tak ada habisnya. Tetapi satu yang membuat dahi Riyan berkerut.

"Lihat-lihat," ujar seorang gadis berkerudung merah. Riyan memicingkan matanya.

"Lihat judul artikelnya, 'Kemarau Berdalang; Manusia Terkutuk yang Serakah' maksudnya apa?" tanyanya.

Gadis lain membaca keseluruhan isi artikel dengan suara nyaring. Riyan gemetar di dekat jendela.

"Kalau benar kemarau ini disebabkan oleh manusia serakah, lalu bagaiman bisa? Konyol sekali, sulit masuk di akal."

Riyan terduduk, menyandarkan punggungnya di tembok. Menatap langit-langit ruangan. Apa ia salah melakukan pekerjaan ini, dia mengacak rambut.

"Aku harus melakukan sesuatu, keparat dengan Pria Tua itu."

***

Morphos Wounds [Tidak Dilanjutkan]Where stories live. Discover now