Bab 33 Pembuangan

708 44 40
                                    

Sebelumnya ...

Dia pun mulai menekan-tekan dada, walaupun sedikit—ahh (gumush kalau dibayangkan), kamu pasti tahulah. Ali melakukannya sampai dua kali, Raib tak kunjung bangun. Pada akhirnya, dia terpaksa membuat napas buatan untuk Raib. Dia mulai mendekatkan wajahnya. Ohh ayolah, dia berniat baik, daripada Raib mati? Pipi Ali sudah menghangat rasanya.

Ali mulai mendekati Raib, bukan mencari kesempatan dalam kesempitan. Beberapa detik berlalu, Raib memuntahkan air yang masuk ke paru-parunya. Ali menghela napas lega karena itu, batal melakukannya. Tubuh Raib benar-benar dingin, hanya wajahnya sebenarnya yang terkena air. Tetapi karena bajunya yang mendukung, dan dia juga punya teknik menghangatkan, jadi setengah-setengah.

Uhhuk!” Ia terbatuk, Ali terkena semburannya.

“T-terimakasih, Ali.”

Lima menit berlalu, Raib sudah sadar total sekarang. Mereka melanjutkan berteleportasi ke atas, sebelum akhirnya Ali ingat bahwa ia menemukan sesuatu di dalam air—yang boleh jadi sebagai jalan keluar mereka. Cepat-cepat, Ali menyuruh Raib untuk memakai alat bantu pernapasan, dan menyelam bersamanya.

Raib sih kebingungan bukan main, dia menatap Ali dengan tatapan super tajam. Ali yang sudah terlanjur masuk ke air harus kembali lagi karena tak menemukan Raib. Kepalanya muncul di permukaan air, sedikit menyipit karena terguyur. Sedangkan Raib, menggeleng tak mau, trauma takut ketinggalan.

“Ayolah, Ra! Sebelum aku lupa tempatnya, sebelum airnya semakin deras!” Ali membentak.

“Menyelam sendiri saja, sana. Kau pikir takutku main-main?” Raib memajukan bibirnya.

Tiba-tiba saja, kejadian tadi terulang kembali. Bukan mereka yang terpisah, tapi seperti ada ember raksasa yang ditambah, guyuran air semakin banyak dan deras. Untunglah Ali berhasil menarik kaki Raib sehingga mereka tak terpisah.

BYUR!

“Ra ... kau, uhuuk!” Kepala Ali muncul dari dalam air.

Gerakan Raib tak terkendali, belum siap menerima volume air yang tiba-tiba naik empat kali tinggi tubuhnya. Gila sih, ini ruangan apa ... sampai ada batu dan air yang turun dari langit-langit. Pantaslah ruangan ini tak pernah dipakai, atau mungkin atas mereka adalah bendungan?

uhhuk!” Tersedak air laut untuk kesekian kalinya. Alat bantu pernapasannya belum sempat dipakai.

“Sudah kubilang, ayo kita menyelam sekarang.” Dia mengangguk, langsung menggandeng tangan Ali.

Ali nyengir lebar, mengeratkan pegangannya. Raib masih takut, bulir air mata tak sengaja menetes. Ali paham, dia langung mengusapnya pelan dengan ibu jarinya. Lehernya perih, dia bersin beberapa kali ke wajah Ali. Dia sih risih, menatap horror Raib, tapi Ali tahu keadaan sekarang. Dia lagi-lagi mengusap, hidungnya mengeluarkan lendir.  Tanpa sadar, dia berguman sesuatu yang tak harusnya ia ucapkan saat menatap wajah Raib yang berantakan.

Kamu-cantik.” Salah satu alis Raib naik.

“Jangan takut, Ra.” Dia mengalihkan pembicaraan.

“Eh—.”Ia tersinggung, “siapa yang takut bodoh?” Ali berhasil, Raib jadi marah karena itu. “Ngomong-ngomong, terima kasih telah memujiku ... kamu ganteng Ali ... ” Ali nyengir lebar, menyugar rambutnya.

“Tapi, boong—uhhuk!” Ali cemberut, kemudian tertawa. “Karma,” ejeknya. “Ayo cepat, Ra.” Dia menarik Raib ke dalam air.

Sebelum ia fokus ke dalam, Raib mengatakan satu hal. “Aku tak berbohong, Ali. Aku suka lesung pipimu ... sayang, kamu bukan milikku.”

Lumpu My Version (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang