Bab 17 Tuan Lumpu

1K 63 68
                                    

Pengucilan itu benar-benar terjadi, Tetangga Kosong sama sekali tidak menyapanya. Tetapi, Kosong sama sekali tidak ambil hati dan tetap tersenyum.

“Kami memang pembuat masalah.” Seli berkata.

Kosong menggeleng. “Tidak, kalian bukan pembuat masalah, aku tidak akan pernah menganggap kalian begitu.”

Mereka melanjutkan perjalanan. Kini, Jalan Setapak begitu sunyi, juga gelap. Biasanya selepas dari Ruang Kerapatan mereka akan pulang bersama, tapi kali ini tidak.

Kosong sama sekali tidak kecewa. Dia hanya ingin menyelamatkan Klan Nebula ini dari Tangan-tangan penjahat. Misi ini masih ia rahasiakan kepada siapapun, termasuk tamu-tamunya.

“Nyonya Kosong?” panggil Panglima Tog, “Kita sudah sampai!” lanjutnya.

“Astaga, maaf!”

Ia membukakan pintu, mempersilakan mereka masuk. Sebenarnya, pintu itu tidak terkunci. Akan tetapi, tidak sopan bukan? Kalau tamu yang masuk rumah terlebih dahulu?

“Mari kubuatkan teh sebentar, kalian pasti lelah.” Kosong tersenyum, kemudian pergi ke dapur.

BOOM!

Sebuah ledakan kencang terdengar di telinga mereka. Dengan cepat, Panglima Tog ; Seli serta Raib langsung beranjak, memasang kuda-kuda siaga. Tetapi, Ali menahan mereka semua.

“Itu hanya Pelindung Transparan yang retak, tepatnya meletus. Tidak akan terjadi apapun.” Ali berkata menenangkan.

“Bagaimana kamu yakin?” tanya Seli kepanikan.

Batozar yang hanya duduk diam membalas. “Lihat, sudah jam tiga pagi. Itu jadwalnya bukan?”

Seli dan Raib masih tidak percaya, mereka butuh penjelasan lebih.

Kosong muncul dari dapurnya, membawakan nampan berisi teh hangat. Kemudian, ia meletakkan satu persatu teh tersebut di meja.

“Silakan diminum.” Kosong berkata.

Seli meminum teh hangatnya. Rasanya benar-benar menenangkan. Segelas teh hangat ini, entah mengandung bahan apa, berhasil meredam kepanikannya.

“Nyonya, apakah asal suara letusan itu?” tanya Raib. Ali memasang senyum mengejek karena Raib penakut.

“Itu Dinding Transparan yang meletus. Sekarang, kita sudah boleh melewati Kawasan Padang Perdu.”

Mereka semua mengangguk. Kemudian Kosong beranjak terlebih dahulu, punggungnya sudah sangat pegal. Jadi, dia harus beristirahat.

Akhirnya, mereka berlima ikut beristirahat. Susnan kamarnya, Ali bersama Panglima Tog. Seli bersama Raib, serta Batozar sendirian.

Mereka mulai masuk ke kamar masing-masing. Diawali Seli dan Raib, mereka langsung berpamitan ke kamar karena mengantuk. Ingin segera terlelap, nyatanya mereka tak bisa tidur.

“Ra, kamu bisa tidur?” tanya Seli. Raib menggeleng.

Ranjangnya cukup nyaman, tidak ada yang aneh pada ranjangnya. Biasa-biasa saja, tapi kalau dibandingkan, ranjang di kamar sendiri lebih enak.

Tiba-tiba, suara pintu terbuka terdengar. Spontan, mereka menoleh dan menemukan Ali yang tengah berjalan mengendap-endap.

“AL—.” Mereka ingin berteriak, akan tetapi Ali mengisyaratkan mereka untuk diam. “Ssst!”

“Ali, lain kali ketuk pintu dulu. Kamu tidak akan tau, kan kalau misalnya aku ganti baju.” Raib berkata, Ali cengengesan.

“Justru lebih baik, Ra.”

Lumpu My Version (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang