Bab 18

148 32 24
                                    

Tuan Besar Ji mencoba menghubungi Xie Yun secara berulang. Ayah Ji Chong sampai menghubungi Tuan Xie karena singa muda itu secara kebetulan sangat sulit untuk dihubungi. Pelipis pria paruh baya itu bahkan terlihat sampai berkeringat, entah karena gugup ataukah cemas. Nyonya Muda Ji duduk di sofa dengan tidak tenang. Ia hanya bisa meremas jemarinya sendiri beberapa kali, air mata yang sejak tadi ia coba tahan, pun akhirnya mengalir hingga kedua pipi tuanya basah.

Tuan Besar Ji membuang napasnya kasar. Rasa-rasanya ia ingin menghajar Xie Yun karena begitu sulit untuk dihubungi ketika Ji Chong sedang membutuhkan dirinya.

"Tunggulah di sini. Aku akan menemui Ji Chong sebentar." Tuan Besar Ji mengusap kepala Nyonya Muda Ji lembut dan meninggalkan wanita paruh baya itu di kamar miliknya setelah melontarkan kata-kata menenangkan, agar wanita paruh baya itu mau mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

Tuan Besar Ji keluar kamar sembari mengepalkan kedua tangan. Ia tidak tahu harus menyalahkan siapa atas hal yang sedang dialami oleh putranya. Ayah Ji Chong memasuki ruangan pribadi milik putranya. Ruangan yang sudah beberapa tahun menemani serigala muda itu ketika Ji Chong benar-benar merasa harus sendiri.

"A-Chong," Tuan Besar Ji mencoba mencari keberadaan putranya. Tidak berselang lama, netra tuanya menangkap keberadaan Ji Chong yang sedang meringkuk dengan kepala menyentuh lantai. Tuan Besar Ji panik, mencoba membangunkan putranya yang tampak bergeming meskipun beberapa kali pria paruh baya itu menggoyangkan tubuh pemuda manis itu agar terbangun.

Ia mencoba menghubungi Tuan Xie serta Xie Yun sekali lagi. Namun, belum sampai ia memencet nomor yang ia tuju, Tuan Xie sudah lebih dulu menghubunginya. Pria paruh baya itu sesegera mungkin menggeser tombol hijau dan memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada sahabat yang sedang ia ajak bicara di sambungan seluler.

Ayah Ji Chong beranjak keluar dan meneriakkan nama pengawal yang sedang berjaga untuk membawa serigala muda keluarga Ji tersebut keluar dari ruangan pribadinya dan membawa tubuh pemuda yang sedang terkulai lemah itu ke kamar tidur di lantai dua.

Tidak urung, perbuatan Tuan Besar Ji mengundang perhatian banyak orang di rumah itu. Tuan muda yang selama ini terlihat bersemangat dan sangat kuat, sedang berada dalam gendongan bodyguard. Entah sudah berapa lama pemuda yang wajahnya terlihat pucat itu pingsan.

"Baringkan putraku di kasurnya, perlahan." Tuan Besar Ji menunjuk kasur setelah membukakan pintu untuk pengawal yang tampak berkeringat karena menggendong tubuh Ji Chong di punggung. Penjaga itu keluar dari kamar milik tuannya, meninggalkan dua orang yang memiliki ikatan darah itu seraya menuruni tangga dengan tergesa.

Ayah Ji Chong duduk di tepian ranjang seraya memberikan usapan-usapan lembut di kepala putranya. Lalu, mencoba untuk menghubungi Xie Yun sekali lagi. Ia berharap untuk kali ini pemuda singa itu mau menerima panggilan telepon dari Tuan Besar Ji.

******

Hamparan sewarna kapas menjadi penguasa langit. Ia masih setia dengan taburan kecil putih yang membawa hawa dingin serta kabut ke seluruh penjuru.

Waktu menunjuk pukul sebelas siang. Xie Yun yang merasa lapar beranjak dari kursi putar yang ia duduki dan menuju kantin setelah mengambil telepon genggam yang ia letakkan di tas. Ia berjalan keluar dari ruangan miliknya dan menyusuri lorong panjang menuju tempat yang berada di lantai bawah. Netranya teralihkan sejenak pada layar telepon pintar di genggaman, mengetuk dua kali hingga layar yang semula gelap itu berubah cerah.

Namun, di detik yang sama, Xie Yun harus dikejutkan dengan beberapa panggilan tidak terjawab. Pemuda singa itu segera membuka dan melihat siapa saja yang telah menghubungi. Kedua netra pemuda singa itu membola. Lebih parahnya, Xie Yun lupa, tidak mengubah pengaturan telepon hingga masih bertahan dengan mode senyap.

Ujung Perjalanan (Tamat)Where stories live. Discover now