Bab 7

176 43 12
                                    

Atmosfer ruangan dengan pencahayaan terang serta interior megah di salah satu kamar rumah mewah keluarga Ji, terasa begitu panas. Dua orang pria berusia separuh abad tengah duduk berhadapan, tetapi tidak satu pun dari mereka yang saling adu tatap.

"Kamu mengenal diriku lebih dari yang lainnya, Xie Zhang." Tuan Ji menoleh. Berharap orang yang puluhan tahun telah menjadi sahabat lebih seperti saudara itu paham dengan apa yang telah ia maksud.

Tuan Ji menengadah. Tidak ada satu orang pun yang berada dipihaknya untuk kali ini, dalam arti orang-orang terdekatnya. Keputusan yang sedang ia ambil secara sepihak, membuat sahabat yang paling dekat dengan dirinya marah hingga tidak mau mendengar penjelasan apa pun yang berkaitan dengan perjodohan itu.

"Kedua putra kita---" Tuan Xie menarik napas dalam-dalam, meraup udara sekitar seolah tidak akan ada lagi hari esok.

"Xie Yun mencintai putramu, sejak dulu dan sampai sekarang pun tetap sama. Cinta putraku yang ditujukan untuk Ji Chong melebihi perkiraan-perkiraan konyol yang beberapa saat lalu sempat membuat kepalaku meradang ketika aku mendengar dari mulut sahabat yang sudah seperti saudara laki-laki untukku."

Tuan Xie mengembuskan napas kasar. Ia masih enggan untuk menatap wajah Tuan Ji yang sedikit memerah karena gejolak rasa yang berujung kegelisahan. Tuan Ji tidak berpikir hingga sejauh ini bahwa menuruti permintaan istri pertama akan begitu melukai perasaan serta angan sahabat masa kecilnya.

"Maafkan aku, Xie Zhang. Tidak ada niatan sama sekali untuk melukai putramu dengan kata-kataku yang ... sudahlah, kita lupakan saja semua ini." Tuan Ji memejamkan mata, melepas kaca mata yang ia kenakan, lalu meletakkan di nakas. Mengabaikan tatapan kecewa Tuan Xie yang ditujukan untuknya. Usaha untuk meruntuhkan tembok karang di hadapannya sepertinya hanya sebuah kesia-siaan belaka.

Tuan Xie beranjak dari tepian ranjang dan meninggalkan Tuan Ji yang memilih untuk diam dan tidak melanjutkan obrolan mereka. Namun, sebelum ayah Xie Yun melangkah keluar, ia menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Tuan Ji serta berujar setelahnya, "Ji Chong sudah seperti putra kandungku, begitu juga sebaliknya," Tuan Xie melepas pegangan di gagang pintu dan memutar tubuh, "Aku tetap akan menikahkan mereka berdua. Baik dengan restu darimu ataukah tidak!"

Senja di ufuk barat tidak lagi tampak. Tertutup dengan kabut tebal yang beberapa saat lalu sempat menyelimuti kawasan perumahan mewah di salah satu pusat kota. Hawa dingin seolah tengah memeluk raga. Tidak menyisakan kehangatan untuk insan-insan di luar sana yang tengah bergelut dengan asa.

Manusia dengan sifat ego yang begitu keras, memiliki angan yang selalu di luar batas. Nalar seolah tidak lagi bekerja. Menghantam nurani secara berulang hingga menyisakan tangis serta duka yang tidak pernah mau berdamai dengan kata maaf.

******

"Aku melakukan itu semua untuk kebaikan putramu sendiri. Bukankah seharusnya kamu merasa senang dengan pernikahan ini, Nyonya Muda Ji?!" Nyonya Besar Ji berdiri dengan angkuh, menyilangkan kedua tangan di dada seraya memunggungi ibu kandung Ji Chong.

"Dia masih tetap putra kandungku, itu pun jika kamu tidak lupa, Nyonya Besar!" Untuk kali ini, sepertinya Nyonya Muda Ji tidak ingin tinggal diam. Baginya, kebahagiaan putranya adalah yang paling utama sekarang. Tidak boleh ada satu orang pun yang berhak mengatur akan seperti apa dan bagaimana Ji Chong menjalani hidup serta masa depannya kelak.

"Ji Chong memiliki hidupnya sendiri. Kamu dan juga aku tidak memiliki hak sama sekali untuk ikut campur di dalamnya!" Ibu Ji Chong meninggikan suara.

"Aku nyonya rumah di sini dan keputusan yang telah aku buat untuknya tidakkah salah! Itu semua demi kebaikan dia sendiri!" Nyonya Besar Ji tidak mau kalah. Ia memutar tubuh dan menghadap ibu kandung Ji Chong.

"Kamu melupakan satu hal, Nyonya. Dia putra kandung Tuan Besar Ji. Satu-satunya serigala muda dari keluarga besar yang begitu sangat kamu banggakan." Ibu Ji Chong beranjak dari duduk, menghampiri Istri pertama suaminya.

"Sifat yang putraku miliki, sama kerasnya dengan Tuan Besar. Hanya seorang singa yang mampu menaklukkan putraku satu-satunya." Kedua wanita paruh baya itu kini saling berhadapan.

"Aku rasa kamu tahu benar siapa yang aku maksud, Nyonya Besar." Ibu Ji Chong berlalu, meninggalkan istri pertama suaminya dengan raut wajah kecewa. Untuk pertama kali dalam hidupnya, istri pertama Tuan Ji merasa seperti terhantam bongkahan batu karang dan tepat mengenai sasaran.

*****

Malam yang dingin berlalu seolah begitu cepat. Berganti fajar dengan sinar yang tidak begitu terasa. Orang-orang mulai sibuk dengan berbagai macam urusan serta kepentingan yang berbeda. Bertarung dengan rasa malas serta penat yang setiap hari berputar seolah tidak ada habisnya.

"Omong-omong, ini sudah hari ke berapa?" Xie Yun menoleh, memiringkan tubuh seraya menepis jarak agar semakin dekat dengan pemuda manis yang sedang membaca buku. Ji Chong hanya melirik. Ia masih fokus dengan buku di tangan sembari membetulkan letak kaca mata yang ia kenakan.

"Kamu tahu?" Xie Yun menengadah.

"Tidak tahu." Ji Chong menjawab santai.

"Aku belum selesai berbicara!" Xie Yun membentak.

"Ooo, seperti itu." Xie Yun tidak begitu menanggapi.

"Ayah masih belum keluar dari kamar sejak pulang berkunjung dari rumah paman Ji." Xie Yun menghadap langit-langit kamar, menekuk kedua siku dan meletakkan kedua telapak tangan di belakang kepala sebagai bantal.

"Ayah tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ia selalu membicarakan banyak hal denganku. Apa pun itu. Namun, semalam Ayah seolah tengah tenggelam dengan dunianya sendiri." Xie Yun memejamkan mata.

"Lalu." Ji Chong meletakkan buku di nakas dan melepas kaca mata lalu menyimpan di laci, menyibakkan selimut yang menutup tubuh bagian bawah, dan merebahkan tubuh. Ia meletakkan kepala di dada Xie Yun sembari memeluk tubuh pemuda itu yang terasa begitu hangat untuknya.

"Tsk, jangan menggodaku!" Xie Yun meminta. Tangannya bergerak untuk melepas pelukan Ji Chong di tubuh agar tidak membuatnya salah paham.

"Xie Yun, ibu meneleponku semalam." Ji Chong semakin mengeratkan pelukan di tubuh Xie Yun.

"Aku mengetahui satu hal. Ibu sempat mendengar pertengkaran paman Xie dengan ayah." Pemuda manis dengan rambut panjang sebahu itu menelusukkan wajah di bawah dagu Xie Yun. Xie Yun yang menyadari perubahan dari nada bicara orang yang tengah memeluknya, mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Namun, kalimat yang di lontarkan Ji Chong setelahnya, seolah membuat dunia pemuda tampan itu berhenti berputar.

"Xie Yun, menikahlah denganku."

Detik jam seolah berhenti berputar. Tatapan nanar dari orang yang selama ini ia sayangi lebih dari hidupnya sendiri, membuat hatinya seolah teriris. Ucapan yang seharusnya membuat ia merasa menjadi orang yang paling bahagia di dunia, justru terdengar seperti sebuah cambukan untuk indera pendengarannya.

"A-Chong, maaf. Aku ada jam pagi hari ini." Xie Yun beranjak dari pembaringan, bergegas menuju lemari untuk berganti pakaian. Mengabaikan sorot mata terluka dari Ji Chong yang melihat Xie Yun seolah menolak dirinya.

"Tidak bisakah kamu mengiyakan permintaanku untuk kali ini, Xie Yun?" Ji Chong mendudukkan diri, meletakkan punggung sempit di kepala ranjang sembari memeluk kedua lutut. Xie Yun yang mendengar suara lirih orang yang ia kasihi, menghampiri dan memberikan pelukan erat seolah takut-takut Ji Chong akan menghilang jika ia melonggarkan pelukannya.

"Maafkan aku, A-Chong. Aku tahu kamu sedang tidak bisa berpikir dengan benar." Xie Yun menatap manik abu milik serigala muda keluarga Ji.

"Kita bicarakan ini pelan-pelan, oke? Masih ada banyak waktu untuk membahas tentang apa yang baru saja kamu ucapkan." Xie Yun tersenyum, membelai pipi Ji Chong dengan penuh kelembutan. Namun, di detik berikutnya Xie Yun terperangah dengan apa yang dilakukan pemuda manis itu kepadanya.

Ji Chong mencengkeram kerah baju Xie Yun erat. Menyatukan kedua bibir mereka serta memberikan isapan-isapan lembut. Netra Ji Chong terpejam, menikmati apa yang tengah ia lakukan kepada sahabatnya. Ciuman yang singkat, tetapi dalam dan sarat akan sebuah kesedihan.

"Xie Yun, jadikan aku milikmu seutuhnya," ucapan itu lirih menyatu dengan suara Ji Chong yang serak serta napas yang terengah.

TBC.

Ujung Perjalanan (Tamat)Where stories live. Discover now