Awal Pertemuan

316 33 18
                                    

Kita tak bisa memilih dilahirkan oleh siapa, tetapi bukankah kita juga berhak mendapatkan kasih sayang meski kehadiran kita seperti tak diharapkan. ~Isyana Queen Samboja~

****

Di sebuah rumah besar. Dengan perabot rumah yang terlihat begitu mahal. Bahkan dari keramik, ukiran pintu serta lampu yang menggantung sudah bisa menebak jika rumah itu, milik seseorang yang kaya raya.

Namun sayang, rumah yang bagus ternyata hanya ditempati oleh seorang gadis berumur 18 tahun, dan beberapa pelayan.

Tak ada kehangatan seperti keluarga kebanyakan. Di sana, hanya ada kesunyian dan kesepian yang didapat seorang gadis yaitu, Isyana.

Isyana Queen Samboja, gadis cantik berumur 18 tahun. Terlahir dari sepasang suami istri yang kaya raya. Dulu, kehidupannya begitu sempurna. Papa dan mamanya, begitu banyak meluangkan waktu untuk anak tunggalnya itu. Tetapi, itu hanya berlangsung beberapa tahun. Setelah Perusahaan Papanya besar, ternyata lambat laun perhatian kedua orang tuanya berkurang.

Bahkan tak jarang, Isyana hanya ditinggal sendirian bersama para pelayan di rumah sebesar itu.

Ketika semua pelayan disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Suara gesekan sepatu dengan lantai membuat Kepala Pelayan segera menghampiri Nona Mudanya.

"Selamat Pagi, Nona," sapa Kepala Pelayan, Sam.

"Pagi, Pak Sam," sahut Isyana.

Gadis itu melangkahkan kakinya dengan gontai. Selangkah demi selangkah menuju meja makan. Para pelayan yang melihat penampilan Isyana, hanya bisa menatap kasihan.

Bagaimana tidak? Seharusnya gadis cantik dengan tinggi semampai itu, berpakaian rapi serta berdandan cantik. Tetapi lihatlah Isyana!

Seragam gadis itu terlihat berantakan. Bahkan kantung mata menghitam begitu jelas di bawah matanya. Wajah muram itu selalu ditunjukkan Isyana ketika dia sampai di meja makan.

Matanya memejam ketika dia mulai mendudukkan dirinya di kursi yang tersedia.

Kenangan-kenangan manis itu kembali muncul. Wajah mama yang begitu dia cintai, sedang mengambilkan makanan, terlihat begitu jelas.

Canda gurau di meja makan masih terngiang di telinga dan berputar di pelupuk matanya. Beberapa bulir kristal air mata jatuh tak dapat Isyana bendung.

Dia merasakan sakit di hatinya. Seharusnya, anak seumuran dirinya masih dipenuhi kasih sayang kedua orang tuanya. Namun apa yang dia dapat?

Makan setiap pagi sendiri. Bangun telat yang membangunkan hanya pelayan. Bahkan masakan yang selalu dia makan sekarang masakan koki di rumah.

Isyana hanya bisa tersenyum getir ketika mengingat semuanya. Dihapusnya air mata sialan itu. Lalu menarik nafas dalam untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya.

Makanan mewah dengan aroma menggugah selera, tercium di indra hidungnya. Tetapi, itu semua tak membuat seorang Isyana bersemangat.

Dia lebih memilih mengambil sedikit nasi goreng, ditambah dengan rolade ikan. Ditatapnya makanan itu lekat-lekat.

Jika dulu, makanan ini adalah masakan dari tangan mamanya. Namun sekarang, nasi goreng ini hanya buatan tangan koki di rumahnya.

"Miris sekali hidupku ini, aku memang tak kekurangan materi tapi aku begitu kekurangan kasih sayang mama dan papa," gumam Isyana menatap sendu ke arah kursi yang biasa diduduki mama dan papanya.

🌴🌴🌴

Sepanjang perjalanan, bola mata hitam milik Isyana, tak berhenti menatap mobil yang saling menyalip. Gadis itu menatap banyak pemandangan di luar sana.

Sadewa and Queen (COMPLETED)Where stories live. Discover now