44. Kesalahan fatal

Mulai dari awal
                                    

Niura menautkan alisnya, bagaimana Roiden bisa berada di mana-mana? Sebenarnya Roiden itu ada berapa?

"Mengapa melamun?" tanya Roiden membuat lamunan Niura buyar.

"Ah. Tidak-tidak, eum ... bagaimana kau bisa berada di sini?" Niura bertanya tanpa menatap pria itu. Lengannya menautkan tali pengikat kuda di pagar agar kuda putih itu tidak kabur.

Roiden mendekatinya hingga membuat kuda itu ketakutan. "Kenapa? Di sekitar sini ada hutanku. Jadi wajar saja aku berkeliaran sesukaku," jawabnya seraya memberikan gulungan kertas berwarna putih kusam kepada Niura.

"Apa?" tanya Niura menatap bingung kertas yang ia terima.

"Buka saja, itu adalah daftar hukumanmu."

Niura membelakkan matany terkejut setelah membuka dan membaca tulisan itu. Hukumannya, sangat konyol. Ia memandang kembali perpustakaan besar itu, "Apa ini? Jangan bilang jika ini tulisanmu! Katakan siapa yang menulis ini!" tanyanya dengan tangan yang mengepal membuat kertas itu mengerut.

Roiden bingung, ekspresinya seeeti orang lugu yang baru lahir. "Hakim," jawabnya jujur. Ya, ia memang tidak membaca apapun dalam surat itu.

"Hakim? Lalu kenapa kau yang memberikannya?" Niura menunjuk Roiden dengan marah.

Pria itu ikut menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Hanya perantara, lebih baik kau langsung mengerjakannya, tehku sudah mendingin, tidk enak nantinya." Dan pria itu langsung pergi ke gazebo lalu menyesap tehnya tanpa mempedulikan Niura yang tengah mengumpat mati-matian.

Ya, hukumannya bukanlah mencari atau membaca buku. Namun membersihkan dinding yang dipenuhi oleh lumut tanpa tenaga dalam. Berarti ini bukan saja melelahkan, namun membunuhnya.

Niura mengepalkan tangannya lalu melempar kertas itu ke arah Roiden yang masih bersantai di gazebo. Pria itu terkejut dengan kehadiran kepalan kertas yang masuk tepat ke dalam cangkir tehnya. Namun ia masih punya teh yang lain, jangan khawatir.

Niura mengumpat melihat Roiden yang malah menyesap teh lain, bukannya membantunya. Bahkan perpustakaan ini yang paling menonjol karena dikenal bangunan terbesar di kota Rong. Langsung saja ia mengenakan sarung tangan agar tangannya tidak kotor ketika bersentuhan dengan lumut-lumut itu.

Tangannya masih senantiasa mencabuti rumput dan lumut itu dengan rasa malu mengetahui Roiden menatapnya lekat. Bagaimana bisa teh pria itu tidak habis-habis seharian? Ya, seharian ia membersihkan perpustakaan sendiri, namun tidak selesai-selesai.

"Sialan!" Giginya menggertak kesal. Segera dibukanya sarung tangan itu dengan gusar, dan menatap bangunan besar di hadapannya yang masih kotor. Ia memukul bangunan itu dengan kesal tak mempedulikan lengannya yang membiru.

Karena terlalu kesal membuatnya lupa kalau tidak diperbolehkannya menggunakan tenaga dalam dalam menyelesaikan hukuman ini. Ia membuat formasi dengan menyeluruh untuk membersihkan perpustakaan secara instan. Dilemparnya cahaya di tangannya ke bangunan itu dalam tingkat tinggi hingga membuat silau dan suara yang terdengar seperti ledakkan bom.

Duar!

"Akh!"

Sial. Ia baru sadar. Tubuhnya pasrah terlempar jauh karena kekuatannya sendiri. Ya, perpustakaan itu mengandung unsur cermin yang membuat segala kekuatan dalam memantul kembali ke pemiliknya tanpa jeda. Itulah mengapa hakim memintanya agar tidak menggunakan tenaga dalam.

Rasanya waktu berjalan lambat sekali. Tubuhnya terpental jauh begitu lama hingga ia merasa akan terlempar ke zaman depan.  Jari kelingkingnya memanas karena ia memaksakan kekuatan tungkat besar hingga memerah.

Brukk

Dirinya terjun di dekat sebuah bangunan lemayan besar yang diketahuinya adalah rumah bordil. Dimana para jalang dan pria hidung belang berkumpulan. Niura bersyukur karena hanya terlempar di pinggirnya, bokongnya yang terasa sakit membuatnya tak bisa langsung bangun. Apalagi jarinya yang masih panas terus berdenyut membuatnya mengibas-ngibaskan lengannya agar rasa sakit itu hilang.

Tak.

Jari kelingkingnya tak sengaja menyentuh dinding rumah bordil itu karena ia kibaskan.

BRUK!

Niur membelakkan matanya terkejut. Bagaimana hanya karena jari kelingkingnya yang panas tak sengaja menyentuh dinding hingga seluruh bangunan rumah bordil itu rubuh!

Bibirnya langsung ia gigit saat mendapati seluruh orang dalam rumah bordil itu keluar menatapnya tajam. Niura menelan salivanya susah payah. Ceroboh. Ia melihat banyak wanita menor dengan pakaian pendek-pendek bahkan ada yang hanya mengenakan selimut. Seorang pria yng diketahui adalah pemilik rumah bordil itu menghampiri Niura dengan raut wajah kesal.

Pria itu berotot dengan kulit cokelat eksotik yang terlihat kekar. Menatap Niura tajam seakan-akan siap menjadikannya makan siang. "Siapa kau?!" tanyanya marah.

Tubuh Niura bergetar. "Aku kaya!"

-To Be Continue-

Semangat ujian!
-Tokoh Pore





Princess of Rainbow Element [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang