3. kartu nama

976 125 18
                                    

09.00 a.m.

Derap langkah dari sepasang sepatu pantovel milik Jeon Jungkook menggema di lorong sebuah sekolah. Gedung besar untuk tingkat kedua ini tampak sepi. Tentu saja karena masih jamnya belajar.

Sebagai direktur, tidak ada kewajiban untuk tetap duduk di kantor. Jadi hari ini Jungkook memilih untuk menemui kakak tersayangnya, Kim Taehyung yang dari pesan di whatsapp sih katanya tengah mengajar.

Langkah tegapnya melambat ketika melihat palang kelas bertuliskan 8A. Ia tersenyum, lalu tanpa salam apa pun masuk ke kelas yang seluruh muridnya tengah fokus menyalin materi dari papan. Taehyung yang tengah menulis di papan itu lantas berhenti, menatap datar ke arah Jungkook.

Murid di seisi kelas langsung menjerit kagum karena kedatangan pemilik sekolah ini. Dominasi jeritan itu tentu ada pada para wanita dan lelaki submisif.

Taehyung menyilangkan kedua lengannya di depan dada. Masih menatap datar. "Tak sopan!" desisnya kesal. Jungkook mengendikkan bahunya tak acuh, lalu melangkah melewati Taehyung dan menduduki kursi guru.

Sang kakak lantas berdecak kesal dengan kaki yang dihentakkan ke lantai. Semua murid kembali berseru karena gemas. Akhirnya Taehyung memilih untuk melanjutkan catatan materi pada papan dan mengabaikan si kelinci berotot yang tengah mencorat - coret bukunya.

Keheningan kembali melanda seisi kelas. Seluruh siswa mulai kembali menyalin materi walau sesekali mencuri pandang kepada Jungkook.

Di antara keheningan itu, Jungkook justru dibuat pening. Hatinya tengah berkecamuk. Ia mengingat ciuman di pipi Jimin tempo hari. Maka, ia menoleh. Memerhatikan tubuh langsing Taehyung yang tengah menulis di papan.

Seketika hati Jungkook meleleh. Dia merasa brengsek karena sudah melanggar janji. Ia tidak suka sebuah pilihan. Jimin, atau Taehyung?

Arah tatap Jungkook kembali ke depan setelah beberapa detik. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas, mencari murid favorit Taehyung dan, gotcha!

Dia menemukan Jimin. Anak itu ada di pojok kelas, kedapatan tengah menatap Jungkook juga. Maka dengan segera anak itu menunduk dan tersipu lalu kembali menulis. Jungkook lantas terkekeh. Ia tak berhenti memandangi Jimin sampai jam istirahat tiba.

•••

"Kenapa dia harus datang ketika aku akan segera menjalankan rencanaku?" batin seorang pria dengan kaca mata pada mata sipitnya yang tengah merapikan lembaran kerja siswa. Ia ada di dalam ruang guru.

"Datang saja sih tidak apa. Tapi apa - apaan, mendekati Jimin? Oh, hell... Apa aku harus melenyapkannya saja agar semua mudah?" sambungnya dalam hati sebelum melirik ke arah jam tangan. "Baiklah, waktunya bersiap untuk mengajar," monolognya semangat.

"Yap, mengajar dan menonton Jimin sprint. Bokongnya, hahaha."

•••

"Aku menunggu di kelasmu, okay?" ujar Jungkook yang tengah menyandarkan pantatnya di salah satu sisi meja kantin. Dengan pakaian setelan jas formal dan kedua tangan yang dimasukan ke saku celana tentu saja ia sangat menarik perhatian para siswa.

Kecuali Jimin yang ada di hadapannya. Anak itu hanya menunduk, tidak berani menatap Jungkook karena itu membahayakan kesehatan jantungnya. Jungkook sangat tampan hari ini.

"Yak, Jim. Aku bicara padamu," tegur Jungkook membuat anak kecil itu mengangguk cepat. Jungkook tersenyum. Ia segera menegakan tubuhnya lalu mengusak surai Jimin sekali. "Jangan jajan yang aneh - aneh, aku ke kelasmu dulu," ucapnya sebelum berlalu dengan pongah.

Ahjussi | Kookmin [KEEP]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora