13. Feeda : Epigram

13 4 1
                                    

Untuk seseorang yang hari ini mengingatkan aku untuk lekas melangkah. Bagaimana jika di langkah pertama itu aku bersamamu, namun di langkah berikutnya kamu pergi?
-Feeda-

🌻🌻🌻🌻🌻

"Kalau melangkah hanya butuh keyakinan, memangnya sekedar yakin saja cukup? Kamu pikir, tidak ada yang harus dipertimbangkan kedepannya?" potong Feeda dengan cepat.

"Pertimbangan apa?" Faraz balik bertanya, membuat Feeda menjadi kikuk dan bingung harus menjawab apa.

"Ya ... Pertimbangan ...." jawab Feeda kebingungan.

"Pertimbangan tentang hal yang akan terjadi nanti? Kamu takut nanti aku pergi dan kamu sendiri? Begitu?" Faraz seolah bisa membaca isi pikiran Feeda.

"Faraz, sebaiknya ganti pembicaraan."

"Pembicaraan ini belum selesai."

"Tidak penting untuk diselesaikan sekarang,"

"Baik. Kalau begitu bisa diselesaikan minggu depan."

"Hah?" Feeda mengerutkan dahi memandang terkejut kearah Faraz, "Maksudnya?"

"Minggu besok saya diundang keeper rusa totol istana Bogor. Kamu ikut ya?"

"Ogah!"

"Istana Bogor kan gak becek kayak di penangkaran IPB tadi, Fee."

"Bukan soal itu, Minggu depan aku sibuk!" Feeda memalingkan wajah kearah luar mobil.

"Sibuk apa?"

"Urus OSIS!"

"Hehe ... Sekolahmu kan kemarin hari Sabtu bagi raport. Mulai hari ini berarti sudah libur."

"Sulit emang untuk bohong sama manusia macam Faraz!" ucap Feeda separuh jengkel.

"Oh iya, Aki bilang kamu juara satu dikelasmu, juara umum pula. Kamu hebat."

"Hah ... kapan Aki cerita ke kamu?"

"Kemarin sore saya telepon kerumahmu, dan yang angkat Aki."

"Oh."

"Mau hadiah apa dari saya, tuan putri?"

"Aku nggak suka hadiah."

"Tapi kamu suka kejutan?"

"Nggak juga."

"Terus kamu sukanya apa?"

"Makan,"

"Makan orang?"

"Emangnya aku kanibal,"

"Hehe ... sudah sampai," mobil Faraz berhenti tepat didepan gerbang rumah Aki dan Nini. "Fee, sebelum kamu turun, saya boleh tanya sesuatu?"

Feeda mengangguk, "Asal jangan tentang kanibalisme."

"Iya. Ini lebih  menyenangkan dari pembahasan kanibalisme." Faraz tersenyum lalu menatap lurus kearah Feeda, "Kamu masih ragu ya?"

"Ragu apanya?" Ucap Feeda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ragu atas perasaan saya ke kamu."

"Faraz ... besok itu hari Senin. Hari kerjamu. Kamu harus istirahat. Begitu pula aku." Seperti biasa, Feeda selalu membelokkan arah pembicaraan.

"Fee ... Bagaimanapun perasaan kamu sekarang. Saya tetap yakin kamu akhirnya bisa menerima perasaan ini, Fee."

"Perasaan macam apa yang harus aku terima, Faraz?" Feeda akhirnya menanggapi juga.

"Saya selalu melihat binar kekecewaan pada matamu setiap saya berbicara perihal perasaan. Ada apa, Fee? Ada apa dibalik mata kamu yang sendu setiap saya ajak bicara soal ini?"

FARAZ & FEEDAWhere stories live. Discover now