22

26.8K 2.5K 29
                                    

"Mama kelihatan hangat, tapi langsung berubah dingin kalau sama aku."

"Apa, sih, Dev?" Mama Devian geleng-geleng mendengar itu. "Mama sibuk, kalau nggak penting jangan ganggu." Setelah mengucapkan itu dia menjauh.

Devian masih berdiri di posisinya, melihat mamanya yang kembali mengurus acara. Saat matanya bertemu pandang, wanita itu segera membuang muka.

"Nak. Bisa bantu nenek duduk?"

Suara bernada rendah itu mengalihkan perhatian Devian. Dia menoleh, mendapati nenek dengan tahi lalat besar di pipi. Dia melirik mamanya, wanita itu membantu kakek-kakek yang mengenakan tongkat. Setelah itu dia menatap nenek di depannya.

"Mari, Nek, saya bantu!" Ivona datang dan memegang tangan kurus wanita di depannya. Dia melirik Devian yang hanya menatap datar. Kemudian membantu nenek itu duduk.

"Anak muda kok sombong! Nanti dia juga ngalamin kalau tua." Nenek itu menggerutu. "Dia mau gusur panti ini?"

Pertanyaan itu cukup membuat Ivona kaget. Dia melirik Devian yang tetap berdiri acuh tak acuh. "Bukan. Dia anak dari ibu itu," ujarnya sambil menujuk ke Mama Devian.

"Ibunya baik, tapi anaknya kayak monster. Apa anak tiri?"

"Aduh, Nek!" Ivona terlihat bingung. "Saya tinggal dulu nggak apa-apa, ya, Nek." Setelah memastikan nenek itu duduk dengan nyaman, Ivona menuju ke hadapan Devian.

Devian mengernyit melihat Ivona yang menatap tajam itu. "Mau marah?"

Ivona mengembuskan napas dengan kasar. "Tujuan Pak Devian ngajak ke sini buat apa? Kalau nggak ada niat mau bantu, setidaknya jangan berdiri kayak gini. Kasihan kalau ada yang minta bantuan, tapi dicuekin."

"Saya ke sini bukan mau bantu," jawab Devian enteng. Dia mengedarkan pandang, melihat mamanya yang berdiri di panggung. "Saya cuma mau lihat seseorang."

Pandangan Ivona tertuju ke arah pandang Devian. Dia melihat mama lelaki itu sedang memberi sambutan. Ivona lalu mengedarkan pandang, melihat para lansia yang antusias. Wajah mereka terlihat semringah. "Terus kita cuma berdiri di sini?"

"Kamu bisa tolongin mereka kalau mau." Setelah mengucapkan itu Devian menjauh. Dia mencari posisi di dekat tiang penyangga tenda, dan kembali memperhatikan mamanya yang berbicara dengan wajah semringah.

Ivona menatap Devian yang terlihat acuh tak acuh itu. Dari banyak orang yang ada di sekitar, hanya Devian yang terwajah datar.

"Permisi, Bu." Seseorang mendekati Ivona.

"Iya, Bu!" Ivona mengalihkan pandang dari Devian. Dia mendapati seorang wanita berhijab dengan tubuh berisi.

"Ibu di sini pasti tim dari Bu Salma, kan?"

Ivona terlihat bingung. Dia melirik ke arah mama Devian kemudian mengangguk. "Ya." Setelah berucap seperti itu dia mulai khawatir. Dia berharap jawabannya tidak membuat runyam. Apalagi jika Devian tidak setuju.

"Bisa bantu saya pindahin makanan? Kami kekurangan tenaga."

"Oh, tentu!" Ivona menyanggupi. Dia menoleh ke Devian yang masih berdiri di posisinya. Dia menggerakkan tangan bermaksud memberi tahu, tapi Devian terlihat tidak peduli. Dia mendengus lantas berjalan mengikuti wanita berhijab itu.

***

Acara ulang tahun panti jompo berlangsung hangat. Sekarang acara santai, para penghuni panti sedang menyantap makanan mereka sambil diiringi musik keroncong. Wajah mereka terlihat semringah bahkan masih ada yang semangat ikut bernyanyi.

Di sudut lain ada satu sisi yang tampak sepi. Belakang panti jompo samar-samar terdengar musik keroncong yang masih mengalun. Sambil sesekali terdengar suara angin malam yang berembus.

All Words To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang