21

29.1K 2.3K 22
                                    

"Selama ini Bapak nggak baik-baik saja. Saya yakin itu." Ivona mengucapkan itu sambil terus menatap mata Devian. Mata yang selalu terlihat tajam dan tegas itu semakin berkabut. Namun, perlahan kabut itu hilang dan kembali dengan sorot mata tajam. Ivona yakin, Devian sengaja menyembunyikan apa yang dirasakan.

Devian geleng-geleng. "Kamu ngelihat saya sedih? Sepertinya saya bakat menjadi aktor."

Ivona tidak langsung menjawab. Entah, Devian hanya berpura-pura atau apa, tapi dia bisa merasakan kesedihan dari mata abu-abu itu.

"Saya lapar. Buatkan makanan." Devian menggerakkan tangan meminta Ivona keluar.

"Baik, Pak." Ivona membungkuk lantas berjalan keluar. Dia berjalan menuju dapur, masih sambil terbayang mata Devian tadi. "Ah, ngapain terlalu banyak dipikirin?"

Sedangkan di ruang kerja, Devian mengambil ponsel. Dia membuka kamera depan dan memperhatikan matanya sendiri. Dia menggeleng, tidak melihat ada raut kesedihan di sana. Dia mengembalikan ponsel dan melanjutkan pekerjaannya. Namun, beberapa menit kemudian, sorot matanya sedikit berubah. Devian memegang bulpen dengan setengah mencengkeram.

Lebih tepatnya gue nggak mau lihat mata gue sendiri.

***

Ivona baru selesai memasak beef carbonara udon. Dia meletakkan semangkuk di hadapan Devian, lantas duduk di hadapannya. "Semoga sesuai selera Pak Devian." Dia mengucapkan itu dengan sedikit kekhawatiran. Devian jarang memesan olahan udon atau sejenis mi lainnya.

Devian memperhatikan semangkuk udon dengan topping daging merah yang diirisi tipis-tipis dan dua buah sosis seukuran jempol. Setelah itu pandanganya tertuju ke udon yang tercampur dengan kuah kental berwarna putih. "Dari baunya lumayan."

Refleks, Ivona menyentuh dada, lega. "Selamat makan, Pak!"

"Hmm...." Devian mengambil garpu dan mulai menyantap beef carbonara udon buatan Ivona. Dia mengangguk pelan, merasakan makanan itu cukup enak dan tidak membuat mual.

Ivona belum juga menyantap makanannya. Dia memperhatikan hingga lelaki itu menyantap udon dengan sedikit lahap. Barulah setelah itu dia menyantap udon buatannya.

"Setelah ini bantu saya lepas elastic bandage," ujar Devian di sela kegiatan makannya.

"Kenapa dilepas?"

"Saya mau mandi. Masa iya dipakai?" Devian menjawab dengan ketus seperti biasa. Dia melanjutkan menyantap udon yang sebenarnya sangat enak itu. Hingga semangkuk udon itu habis tidak tersisa. Devian terlihat mengedarkan pandang, mencari udon lain.

Ivona yang menyadari tindakan aneh Devian ikut mengedarkan pandang. "Cari apa, Pak?"

"Kamu cuma masak sedikit?" tanya Devian terdengar acuh tak acuh. "Jaga-jaga kalau nanti malam saya kelaparan."

Sudut bibir Ivona tertarik ke atas. Dia yakin, Devian gengsi ingin meminta tambah. Tanpa banyak kata dia beranjak, mengambil mangkuk baru dan menuangkan udon yang masih di atas teflon. Setelah itu dia meletakkan di hadapan Devian.

"Saya nggak minta makan sekarang," kata Devian sambil mendorong menjauh.

"Pak. Di makan aja. nanti saya buatkan lagi." Ivona menunduk sambil menahan tawa.

Devian melirik semangkuk udon itu dan melirik Ivona. Dia menyadari wanita itu diam-diam tersenyum. "Ck!" Devian mengambil mangkuk itu dan melahap isinya.

Ini pertama kalinya Devian meminta tambah saat memakan. Biasanya lelaki itu terlalu banyak mau.

"Saya akan buatkan lagi." Ivona baru selesai dengan kegiatan makannya dan mulai membuatkan udon untuk Devian.

All Words To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang