🐬 Part 29 🐬

Začít od začátku
                                    

"Aku dari Malang. Sejak kemarin lusa ada pemotretan di sana," jawab Diaz, tidak ada sahutan dari Alvie membuat Diaz melirik sekilas. "Sebenarnya besok baru pulang. Tapi karena pekerjaan sudah selesai, aku pulang duluan. Tidak tahunya aku malah terjebak hujan."

"Seharusnya kamu memang pulang besok saja biar tidak terjebak hujan." Alvie berucap tanpa menoleh pada Diaz.

"Kalau misalnya aku pulang besok, aku tidak akan bertemu kamu yang saat ini membutuhkan pertolongan." Tidak ada jawaban dari Alvie, hingga keheningan yang kembali terjadi.

Terpaan angin kencang mulai terasa, hujan semakin deras turunnya. "Vie, sepertinya kita tidak bisa langsung ke apartement kamu, hujan semakin deras," ucap Diaz yang mulai memelankan laju mobilnya. "Apartementku tidak jauh dari sini, sebaiknya kita berhenti dulu."

Tidak ada sahutan dari Alvie, Diaz meliriknya sebentar lalu merutuki ucapannya barusan. "Kalau kamu tidak—"

"Tidak masalah," ucap Alvie yang memotong ucapan Diaz. Di tempatnya, Diaz yang masih belum percaya akan ucapan Alvie tampak mengerjap beberapa kali. Mencoba mencerna agar apa yang baru saja ia dengar tidak lah salah. Sesaat kemudian, senyum terukir di wajahnya terbit kala ia sudah yakin dengan apa yang ia dengar.

Sedangkan Alvie, ia pun membenarkan ucapan Diaz. Mengendarai mobil di keadaan cuaca yang buruk seperti ini memang lah berbahaya. Belum lagi, keadaan keduanya yang dalam keadaan basah dan harus segera berganti pakaian dengan pakaian yang kering. Jika tidak, bisa-bisa mereka akan sakit. Hujan pun tidak bisa diprediksi akan sampai kapan turunnya.

Diaz memarkirkan mobilnya di basement apartemennya. Ia membantu Alvie untuk turun dari mobil. Keduanya menaiki lift dalam keadaan hening, Diaz yang merasa bingung harus memecah keheningan dengan apa, dan Alvie yang mencoba menahan sekuat tenaga tetap tenang di samping Diaz. Hingga saat lift sampai di lantai apartement milik Diaz, keduanya keluar tetap dengan keheningan.

Diaz membuka pintu apartementnya, aroma maskulin menyambut Alvie. Ia memasuki apartement dengan ragu. "Di sini kamarnya cuma ada dua. Satu kamar yang biasa aku gunakan, sedangkan yang satunya aku rubah dan aku pakai sebagai tempat kerjaku," jelas Diaz saat Alvie tampak mengamati apartemennya.

"Apartement kamu bagus, rapi." Alvie berucap dengan sedikit senyuman. Bagaimana pun, dia sudah ditolong oleh Diaz. Tidak mungkin, kan dia harus bersikap acuh pada laki-laki itu?

Mendengar ucapan Alvie, Diaz tersenyum. "Terima kasih," ucapnya dengan menggaruk belakang kepalanya. Ia tampak salah tingkah di depan Alvie. "Ah, iya. Kamu bisa menggunakan kamar mandi yang ada di kamarku. Biar aku yang di sebelah." Diaz berjalan ke arah kamarnya dan membuka pintunya, menampakkan keadaan kamarnya yang memang selalu tertata rapi. Tidak selalu, karena sebenarnya keadaan apartementnya rapi karena ia tidak berada di tempat. Yang otomatis akan ada seseorang yang datang memang Diaz tugaskan untuk membersihkannya.

"Mm ... nggak papa aku pakai kamar kamu? Atau aku di sebelah saja?" tanya Alvie memastikan. Kamar adalah tempat yang privasi bagi pemiliknya. Bagaimana mungkin Alvie akan memasuki kamar Diaz.

"Tidak, tidak. Pakai kamar mandi sini saja." Sekuat tenaga Diaz meminta Alvie untuk menggunakan kamar mandi di kamarnya. Bukan apa-apa, hanya saja—

"Ah. Baju kamu basah, ya? Sebentar." Diaz mengisyaratkan Alvie untuk mengikutinya, Diaz membuka lemari pakaiannya, ia tampak memilih baju dan celana. Tak lama, sepasang pakaian sudah ada di tangannya. "Adanya baju aku.  Nggak papa, ya? Aku tidak punya baju perempuan." Diaz memberikan pakaian yang ada di tangannya pada Alvie. Sebuah kemeja besar dan sebuah celana training yang Diaz ambilkan.

Alvie menerimanya. "Nggak papa. Wajar saja kalau tidak ada pakaian perempuan. Kalau ada, aku malah bingung. Mengingat kamu yang belum menikah," ucap Alvie dengan tawa kecil, tawa yang turut menular pada Diaz.

Still Loving Him ( Po / End) Kde žijí příběhy. Začni objevovat